开云体育

ctrl + shift + ? for shortcuts
© 2025 开云体育
Date

Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 6 = Derajat Hadits Shalat Tarawih 23 Raka'at]

Y & R
 

开云体育

?
DERAJAT HADITS
SHALAT TARAWIH 23 RAKA'AT
?oleh
Abdul Hakim bin Amir Abdat
?

?
Hadits Pertama
Artinya :
"Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW, shalat di bulan Ramadlan dua puluh raka'at, (hadits riwayat : Ibnu Abi Syaibah, Abdu bin Humaid, Thabrani di kitabnya Al-Mu'jam Kabir dan Ausath, Baihaqi & Ibnu Adi dan lain-lain). Di riwayat lain ada tambahan : "Dan (Nabi SAW) witir (setelah shalat dua puluh raka'at)".
?
Riwayat ini semuanya dari jalan Abu Syaibah, yang namanya : Ibrahim bin Utsman dari Al-Hakim dari Misqam dari Ibnu Abbas.
?
Imam Thabrani berkata : Tidak diriwayatkan dari Ibnu Abbas melainkan dengan isnad ini. Imam Baihaqi berkata? : Abu Syaibah menyendiri dengannya, sedang dia itu dlo'if. Imam Al-Haistami berkata di kitabnya "Majmauz Zawaid (3/172) : Sesungguhnya Abu Syaibah ini dlo'if.
?
Al-Hafidz (Ibnu Hajar) berkata di kitabnya Al-Fath (syarah Bukhari) : Isnadnya dlo'if, Al-Hafidz Zaila'i telah mendlo'ifkan isnadnya di kitabnya Nashbur Rayah (2/172). Demikian juga Imam Shan'ani di kitabnya Subulus Salam (syarah Bulughul Maram) mengatakan tidak ada yang sah tentang Nabi shalat di bulan Ramadlan dua puluh raka'at.
?
Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Bahwa hadits ini DLO'IFUN JIDDAN (Sangat Dlo'if). Bahkan muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan : MAUDLU'. Tentang kemaudlu'an hadits ini telah beliau terangkan di kitabnya "Silsilah Hadits Dlo'if wal Maudlu" kitab "Shalat Tarawih" dan "Irwaul Ghalil".
?
Siapa yang ingin mengetahui lebih luas lagi tentang masalah ini, bacalah tiga kitab Syaikh Al-Albani di atas, khusunya kitab shalat tarawih. Sebagaimana telah kita ketahui dari keterangan beberapa Ulama di atas sebab lemahnya? hadits ini, karena di isnadnya ada seorang rawi tercela, yaitu IBRAHIM BIN UTSMAN ABU SYAIBAH.
?
Ulama-ulama ahli hadits menerangkan mengenai Ibrahim bin Utsman Abu Syaibah, sebagai berikut :
  1. Kata Imam Ahmad, Abu Dawud, Muslim, Yahya, Ibnu Main dll : Dlo'if.
  2. Kata Imam Tirmidzi : Munkarul Hadits.
  3. Kata Imam Bukhari : Ulama-ulama (ahli hadits) mereka diam tentangnya (ini satu istilah untuk rawi lemah tingkat tiga).
  4. Kata Imam Nasa'i : Matrukul Hadits.
  5. Kata Abu Hatim : Dlo'iful Hadits, Ulama-ulama diam tentangnya dan mereka (ahli hadits) meninggalkan haditsnya.
  6. Kata Ibnu Sa'ad : Adalah dia Dlo'iful Hadits.
  7. Kata Imam Jauzajaniy : Orang yang putus (satu istilah untuk lemah tingkat ketiga).
  8. Kata Abu Ali Naisaburi : Bukan orang yang kuat (riwayatnya).
  9. Kata Imam Ad-Daruquthni : Dlo'if.
  10. Al-Hafidz menerangkan : Bahwa ia meriwayatkan dari Al-Hakam hadits-hadits munkar.
Periksalah kitab-kitab :
  1. Irwaul Ghalil, oleh Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. 2 : 191, 192, 193.
  2. Nashbur Raayah, oleh Al-Hafidz Zaila'i. 2 : 153.
  3. Al-Jarh wat Ta'dil, oleh Imam Ibnu Abi Hatim. 2 : 115
  4. Tahdzibut-Tahdzib, oleh Imam Ibnu Hajar. 1 : 144, 145
  5. Mizanul I'tidal, oleh Imam Adz-Dzahabi. 1 : 47, 48
?
Hadits kedua.
Artinya :
"Dari Yazid bin Ruman, ia berkata : Adalah manusia pada zaman Umar bin Khattab mereka shalat (tarawih) di bulan Ramadlan dua puluh tiga raka'at". (hadits riwayat : Imam Malik dikitabnya Al-Muwath-tha 1/115).
?
Keterangan :
?
Hadits ini tidak sah ! Ketidaksahannya ini disebabkan karena dua penyakit :
?
Pertama :
MUNQATI' (Terputus Sanadnya). Karena Yazid bin Ruman yang meriwayatkan hadits ini tidak bertemu dengannya. Imam Baihaqi sendiri mengatakan : Yazid bin Ruman tidak bertemu dengan Umar, dengan demikian sanad hadits ini Terputus !
Sanad yang demikian oleh Ulama-ulama ahli hadits dinamakan Munqati', sedang hadits yang sanadnya munqati' menurut ilmu Musthalah Hadits yang telah disepakati, masuk dalam hadits Dlo'if yang tidak boleh dijadikan alasan atau dalil. Tentang tidak bertemunya Yazid bin Ruman ini dengan Umar telah saya periksa seteliti mungkin di kitab-kitab rijalul hadits yang ternyata memang benar bahwa ia tidak pernah bertemu atau sezaman dengan Umar bin Khattab.
?
Kedua.
Riwayat diatas bertentangan dengan riwayat yang sudah shahih di bawah ini :
"Dari Imam Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Saib bin Yazid, ia berkata : "Umar bin Khattab telah memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dariy supaya keduanya shalat mengimami manusia dengan SEBELAS RAKA'AT".
Sanad hadits ini shahih, karena :
  1. Imam Malik seorang Imam besar lagi sangat kepercayaan yang telah diterima umat riwayatnya.
  2. Muhammad bin Yusuf seorang kepercayaan yang dipakai riwayatnya oleh Imam Bukhari dan Muslim.
  3. Sedang Saib bin Yazid seorang shahabat kecil yang bertemu dan sezaman dengan? Umar bin Khatab.
  4. Dengan demikian sanad hadits ini MUTTASHIL (BERSAMBUNG),
?
?
Kesimpulan.
  1. Riwayat-riwayat yang menerangkan bahwa Nabi SAW shalat di bulan Ramadlan (shalat tarawih) 20 raka'at atau 21 atau 23 raka'at tidak ada satupun yang shahih. Tentang ini tidak tersembunyi bagi mereka yang alim dalam ilmu hadits.
  2. Riwayat-riwayat yang menerangkan bahwa di zaman Umar bin Khattab para shahabat shalat tarawih 23 raka'at tidak ada satupun yang shahih sebagaimana keterangan di atas. Bahkan dari riwayat yang SHAHIH kita ketahui bahwa Umar bin Khattab memerintahkan shalat tarawih dilaksanakan sebelas raka'at sesuai dengan contoh Rasululullah SAW.?

?
?
Insya Allah menyusul :
  • Quyud Hizbiyyah karya Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halaby Al-Atsari.
  • I'TIKAAF oleh Yazid Abdul Qodir Jawas
  • Nasihat Perkawinan oleh Yazid Abdul Qodir Jawas
?


Tolong tambahkan Hadits Shohih Keutamaan Shaum Ramadhan !

Nusye Jeanita
 

JAKARTA , DEC 10th 1999

AKH YAYAT,

SALAAMU'ALAIKUM ...


SEBELUMNYA ANA UCAPKAN :

" "


MAKALAH YANG ANTUM KIRIM DI ASSUNNAH SANGAT BAGUS DAN ANA RASA BANYAK
MANFA'ATNYA BAGI NETTER - NETTER LAIN SELAIN ANA PRIBADI.
HANYA SAJA DALAM BAHASAN MENGENAI "BACAAN BERBUKA DAN HADITS KEUTAMAAN
SHAUM ROMADHON", KOCK NGGAK ANTUM SERTAKAN HADITS TENTANG KEUTAMAAN
SHAUM ROMADHON YANG SHOHIH NYA ? WALAU HANYA SATU, SEBAGAIMANA ANA PAHAM
BANYAK HADITS SHOHIH MENGENAI KEUTAMAAN ROMADHON YANG TERCANTUM DI KITAB
SILSILATUL HADITS SHOHIHAH.

PATUT ANTUM KETAHUI BAHWA MAKALAH ANTUM INI ANA EDIT SEBATAS LAY OUT NYA
SAJA AGAR LEBIH MUDAH DIBACA & DIMENGERTI ORANG YANG MASIH AWAM UNTUK
KEMUDIAN ANA FORWARD KEPADA TEMAN - TEMAN ANA YANG LAIN YANG NON AKTIVIS
KAJIAN DAN PUNYA EMAIL ACCOUNT SEHINGGA SEMAKIN BANYAK HIKMAH YANG BISA
KITA SAMPAIKAN KEPADA KAUM MUSLIMIN.

ATAS PERHATIAN ANTUM ANA UCAPKAN JAZAAKALLAHU KHOIR !

WASSALAAMU'ALAIKUM ...

NUSYE

=====
Nusye Jeanita ( Export Dept. )
TATA CORPORATION INDONESIA
Aspac Kuningan Suite 902
Jl.HR.Rasuna Said Kav X - 2 No.4
Jakarta 12950 Indonesia
Phone/Fax : (62-21) 252 1031/34
Email : nusye@...
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Thousands of Stores. Millions of Products. All in one place.
Yahoo! Shopping:


Re: FW: Ahmad Izzah al-Andalusy

Endan Suwandana
 

Masya Allah, ini adalah kisah yang sangat mengharukan. Saya berasumsi
bahwa kisah ini adalah nyata terjadi dan nama-nama orang yg disebut dalam
kisah ini juga benar adanya.

Untuk itu, karena agama Islam ini adalah agama riwayah, dan Al-Ilmu itu
dapat terjaga dari sejak zaman Nabi SAW sampai saat ini dengan sangat
rapi, karena ulama kita seluruhnya rohimahumullah menjaga riwayah
pengkhabaran (hadits/atsar). Bersediakah ukhti untuk menyebutkan sumber
kisah ini ? Sehingga kita menjadi semakin yakin akan kebenarannya ?

Jazakillahu khoiron.

e.n.d.a.n


----------
From: doni wisnu bharata[SMTP:doniw@...]
Sent: Friday, December 10, 1999 11:40 AM
To: 'Edi Sukur'; 'dsy@...'; 'dianp97@...'
Subject: Ahmad Izzah al-Andalusy


Suatu sore, ditahun 1525.
Penjara tempat tahanan orang-orang di situ terasa hening mencengkam.
Jendral
Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa
setiap kamar tahanan. Setiap sipir penjara membungkukkan badannya
rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka.
Karena
kalau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik Kristen itu
akan mendarat di wajah mereka.

Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang
mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci. "Hai...hentikan suara
jelekmu! Hentikan...!" Teriak Roberto sekeras-kerannya sembari
membelalakan
mata. Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja
bersenandung dengan husyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara
itu
menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu
orang.

Dengan congak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang
keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut
wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.
Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang
pucat
kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata Rabbi,
waana'abduka... Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak
bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustadz...Insya Allah tempatmu
di Syurga."

Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama
tahanan,'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya. Ia
diperintahkan
pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu
keras-keras hingga terjerembab di lantai. "Hai orang tua busuk! Bukankah
engkau tahu,aku tidak suka bahasa jelekmu itu?! Aku tidak suka apa-apa
yang
berhubung dengan agamamu! Ketahuilah orang tua dungu, bumi Spanyol ini
kini
telah berada dalam kekuasaan bapak kami, Tuhan Yesus. Anda telah membuat
aku
benci dan geram dengan 'suara-suara' yang seharusnya tak pernah terdengar
lagi di sini.

Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mau minta
maaf
dan masuk agama kami." Mendengar "khutbah" itu orang tua itu mendongakkan
kepala, menatap Roberto dengan tatapan tajam dan dingin. Ia lalu berucap,
"Sungguh...aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat
menjumpai
kekasihku yang amat kucintai, ALlah. Bila kini aku berada di puncak
kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu,
hai manusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia
yang amat bodoh."

Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat
diwajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai
penjara dengan wajah bersimbah darah. Ketika itulah dari saku baju
penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto
bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu
mengambil dan menggenggamnya erat- erat. "Berikan buku itu, hai laki-laki
dungu!" bentak Roberto. "Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran
dosa
untuk menyentuh barang suci ini!"ucap sang ustadz dengan tatapan menghina
pada Roberto.

Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk
mendapatkan buku itu. Sepatu lars berbobot dua kilogram itu ia gunakan
untuk
menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak
tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi
Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak
tulang
yang terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika
melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah
hancur.

Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang
membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah
lusuh.
Mendadak algojo itu termenung.

"Ah...sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah
mengenal buku ini." suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto
membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh tahun itu
bertambah
terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu.
Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang
tak
pernah dilihatnya di bumi Sepanyol. Akhirnya Roberto duduk disamping sang
ustadz yang telah melepas nafas-nafas terakhirnya.
Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata
Roberto
rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya
sewaktu masih kanak-kanak.
Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.
Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi
kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini.
Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi
(lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu
tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa
berjatuhan di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan,beberapa puluh
wanita
berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi.
Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat
pakaian
muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.
Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup
pada
tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh
para rahib.
Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu
masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban
kebiadaban itu telah syahid semua. Bocah mmungil itu mencucurkan
airmatanya
menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan.

Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi yang tak sudah
bernyawa,
sembari menggayuti abuyanya. Sang bocah berkata dengan suara parau,
"Ummi,
ummi, mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji
malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa....? Ummi,
cepat
pulang ke rumah ummi..."

Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab
ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk
pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya bocaah itu berteriak
memanggil bapaknya
"Abi...Abi...Abi..." Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang
bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh
beberapa orang berseragam.

"Hai...siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati
sang
bocah.
"Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi..." jawab sang bocah memohon
belas
kasih.
"Hah...siapa namamu bocah, coba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka.
"Saya Ahmad Izzah..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi.
Tiba-tiba "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah. "Hai
bocah...!
Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamu
dengan nama yang bagus. Namamu sekarang 'Adolf Roberto'. Awas! Jangan kau
sebut lagi namamu yang jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu,
nanti akan kubunuh!" ancam laki-laki itu.
Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak
laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar
lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.

Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah
sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada
tubuh
sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu.
Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris,
"Abi...Abi...Abi..."
Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya
terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku
kecil
yang ada di alam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya, yang dulu
sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.
Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bahagian pusar.
Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah.
Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini.
Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan
spontan menyebut, "Abi... aku masih ingat alif, ba, ta, tha..." Hanya
sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.

Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang
membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang
yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya.
"Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi, tunjukkan aku pada
jalan itu..." Terdengar suara Roberto memelas.

Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan
matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh
tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya,
ditempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran
ALlah.
Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap. "Anakku, pergilah engkau
ke
Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan
Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri
itu,"

Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan
berbekal kalimah indah "Asyahadu anla Illaaha ilAllah, wa asyahadu anna
Muhammad Rasullullah...'.
Beliau pergi dengan menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama
berjuang dibumi yang fana ini.

Kini Ahmad Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya
dibaktikan untuk agamanya, 'Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa
muda sempat disandangnya.
Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya...
"Al-Ustadz
Ahmad Izzah Al-Andalusy.

Benarlah firman ALlah..."Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama
Allah, tetaplah atas fitrah ALlah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS 30:30)


------------------------------------------------------------------------
Meet your Match! CLICK HERE to go to One & Only Internet Personals



-- Talk to your group with your own voice!
--



FW: Ahmad Izzah al-Andalusy

Dina Saktyari Welastimur
 

Ass. wr. wb.
Saya forward-kan kiriman dari kakak saya. Semoga bermanfaat. Selamat
berpuasa.
Wassalam.

----------
From: doni wisnu bharata[SMTP:doniw@...]
Sent: Friday, December 10, 1999 11:40 AM
To: 'Edi Sukur'; 'dsy@...'; 'dianp97@...'
Subject: Ahmad Izzah al-Andalusy


Suatu sore, ditahun 1525.
Penjara tempat tahanan orang-orang di situ terasa hening mencengkam.
Jendral
Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa
setiap kamar tahanan. Setiap sipir penjara membungkukkan badannya
rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka.
Karena
kalau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik Kristen itu
akan mendarat di wajah mereka.

Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang
mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci. "Hai...hentikan suara
jelekmu! Hentikan...!" Teriak Roberto sekeras-kerannya sembari
membelalakan
mata. Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja
bersenandung dengan husyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara
itu
menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu
orang.

Dengan congak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang
keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut
wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.
Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang
pucat
kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata Rabbi,
waana'abduka... Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak
bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustadz...Insya Allah tempatmu
di Syurga."

Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama
tahanan,'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya. Ia
diperintahkan
pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu
keras-keras hingga terjerembab di lantai. "Hai orang tua busuk! Bukankah
engkau tahu,aku tidak suka bahasa jelekmu itu?! Aku tidak suka apa-apa
yang
berhubung dengan agamamu! Ketahuilah orang tua dungu, bumi Spanyol ini
kini
telah berada dalam kekuasaan bapak kami, Tuhan Yesus. Anda telah membuat
aku
benci dan geram dengan 'suara-suara' yang seharusnya tak pernah terdengar
lagi di sini.

Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mau minta
maaf
dan masuk agama kami." Mendengar "khutbah" itu orang tua itu mendongakkan
kepala, menatap Roberto dengan tatapan tajam dan dingin. Ia lalu berucap,
"Sungguh...aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat
menjumpai
kekasihku yang amat kucintai, ALlah. Bila kini aku berada di puncak
kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu,
hai manusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia
yang amat bodoh."

Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat
diwajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai
penjara dengan wajah bersimbah darah. Ketika itulah dari saku baju
penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto
bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu
mengambil dan menggenggamnya erat- erat. "Berikan buku itu, hai laki-laki
dungu!" bentak Roberto. "Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran
dosa
untuk menyentuh barang suci ini!"ucap sang ustadz dengan tatapan menghina
pada Roberto.

Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk
mendapatkan buku itu. Sepatu lars berbobot dua kilogram itu ia gunakan
untuk
menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak
tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi
Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak
tulang
yang terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika
melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah
hancur.

Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang
membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah
lusuh.
Mendadak algojo itu termenung.

"Ah...sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah
mengenal buku ini." suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto
membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh tahun itu
bertambah
terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu.
Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang
tak
pernah dilihatnya di bumi Sepanyol. Akhirnya Roberto duduk disamping sang
ustadz yang telah melepas nafas-nafas terakhirnya.
Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata
Roberto
rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya
sewaktu masih kanak-kanak.
Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.
Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi
kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini.
Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi
(lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu
tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa
berjatuhan di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan,beberapa puluh
wanita
berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi.
Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat
pakaian
muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.
Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup
pada
tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh
para rahib.
Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu
masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban
kebiadaban itu telah syahid semua. Bocah mmungil itu mencucurkan
airmatanya
menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan.

Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi yang tak sudah
bernyawa,
sembari menggayuti abuyanya. Sang bocah berkata dengan suara parau,
"Ummi,
ummi, mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji
malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa....? Ummi,
cepat
pulang ke rumah ummi..."

Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab
ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk
pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya bocaah itu berteriak
memanggil bapaknya
"Abi...Abi...Abi..." Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang
bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh
beberapa orang berseragam.

"Hai...siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati
sang
bocah.
"Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi..." jawab sang bocah memohon
belas
kasih.
"Hah...siapa namamu bocah, coba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka.
"Saya Ahmad Izzah..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi.
Tiba-tiba "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah. "Hai
bocah...!
Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamu
dengan nama yang bagus. Namamu sekarang 'Adolf Roberto'. Awas! Jangan kau
sebut lagi namamu yang jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu,
nanti akan kubunuh!" ancam laki-laki itu.
Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak
laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar
lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.

Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah
sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada
tubuh
sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu.
Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris,
"Abi...Abi...Abi..."
Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya
terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku
kecil
yang ada di alam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya, yang dulu
sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.
Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bahagian pusar.
Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah.
Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini.
Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan
spontan menyebut, "Abi... aku masih ingat alif, ba, ta, tha..." Hanya
sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.

Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang
membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang
yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya.
"Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi, tunjukkan aku pada
jalan itu..." Terdengar suara Roberto memelas.

Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan
matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh
tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya,
ditempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran
ALlah.
Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap. "Anakku, pergilah engkau
ke
Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan
Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri
itu,"

Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan
berbekal kalimah indah "Asyahadu anla Illaaha ilAllah, wa asyahadu anna
Muhammad Rasullullah...'.
Beliau pergi dengan menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama
berjuang dibumi yang fana ini.

Kini Ahmad Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya
dibaktikan untuk agamanya, 'Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa
muda sempat disandangnya.
Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya...
"Al-Ustadz
Ahmad Izzah Al-Andalusy.

Benarlah firman ALlah..."Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama
Allah, tetaplah atas fitrah ALlah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS 30:30)



Sholat Jum'at di Jkt

Endan Suwandana
 

Assalamu'alaikum.

Ada yg tahu ngga sholat Jum'at yang bagus di Jkt, baik dari segi materi
khotbah, maupun cara pelaksanaannya. Sementara di kantor saya sering kali
sang khotib menyampaikan dalil tanpa menyebut sumbernya. Paling-paling dia
bilang hadits ini shohih, bahkan sering sekali tanpa menyebutkan
derajatnya.

Jazakumullah khoiron. Assalamu'alaikum.

e.n.d.a.n


Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 5 = Bacaan Berbuka Puasa & Kelemaham Hadits Fadlilah Puasa]

Suprayitno MCDP
 

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuhu

Ana akan menanggapi pertanyaan antum tentang letak membaca do'a
berbuka Shoum yang sah.

Dari penjelasan Ustadz Yazid Jawas : " memang benar dari segi makna
do'a ini dibaca setelah kita meneguk air (berbuka). Karena itu tempat
membacanya adalah setelah kita menelan makanan /minum, adapun sebelum
berbuka (saat akan minum/makan korma) kita ucapkan bismillah.

Demikian yang ana ketahui, Wallohu a'lam

Wassalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuhu

-----Original Message-----
From: Endan Suwandana [SMTP:endan@...]
Sent: 10 Desember 1999 10:31
To: assunnah@...
Subject: [assunnah] Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah
- 5 = Bacaan Berbuka Puasa & Kelemaham Hadits Fadlilah Puasa]


Kesimpulan.

Hadits yang ke 1,2 dan 3 karena tidak syah (sangat dloif dan dloif)
maka
tidak boleh lagi diamalkan.

Sedangkan hadits yang ke 4 karena riwayatnya telah syah maka bolehlah
kita
amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja).
--------------------
Ada sedikit yang ingin ana tanyakan, mungkin ada ikhwan yg tahu, kalo
tidak ada yg tahu nanti saya tanyakan langsung sama Ustadz, insya Allah.
Yaitu mengenai letak bacaan do'a itu. Biasanya kan do'a dibaca sebelum
melakukan suatu amalan. Seperti do'a sebelum makan. Do'a sebelum tidur.
Sedangkan mengenai do'a itu apakah dibaca sebelum berbuka, atau
setelah berbuka ?
Kalau dari maknanya kita memahami bahwa do'a itu dibaca bukan sebelum
berbuka, tapi sesaat setelah berbuka (setelah kerongkongan basah oleh
makanan/minuman). Ada yg tahu ?

e.n.d.a.n




------------------------------------------------------------------------
Accurate impartial advice on everything from laptops to tablesaws.




-- Check out your group's private Chat room
--


Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 5 = Bacaan Berbuka Puasa & Kelemaham Hadits Fadlilah Puasa]

Endan Suwandana
 

Kesimpulan.

Hadits yang ke 1,2 dan 3 karena tidak syah (sangat dloif dan dloif) maka
tidak boleh lagi diamalkan.

Sedangkan hadits yang ke 4 karena riwayatnya telah syah maka bolehlah kita
amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja).
--------------------
Ada sedikit yang ingin ana tanyakan, mungkin ada ikhwan yg tahu, kalo
tidak ada yg tahu nanti saya tanyakan langsung sama Ustadz, insya Allah.
Yaitu mengenai letak bacaan do'a itu. Biasanya kan do'a dibaca sebelum
melakukan suatu amalan. Seperti do'a sebelum makan. Do'a sebelum tidur.
Sedangkan mengenai do'a itu apakah dibaca sebelum berbuka, atau
setelah berbuka ?
Kalau dari maknanya kita memahami bahwa do'a itu dibaca bukan sebelum
berbuka, tapi sesaat setelah berbuka (setelah kerongkongan basah oleh
makanan/minuman). Ada yg tahu ?

e.n.d.a.n


Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 6 = Derajat Hadits Shalat Tarawih 23 Raka'at]

Dikdik Setia Permana
 

Assalaamu'alaikum wr.wb,

yayat> DERAJAT HADITS
yayat> SHALAT TARAWIH 23 RAKA'AT
yayat> oleh
yayat> Abdul Hakim bin Amir Abdat...............dan sseterusnya.......

Apakah tidak lebih baik Akhi Yayat juga menyertakan hadist-hadist shohih mengenai shalat
tarawih. Sebab kalau menyampaikan suatu penolakan akan lebih afdhol disertai juga dgn
kebenaran yg menolaknya.

Jazakalloh

Wassalam,
Abu Muti.


Nuhun

Dikdik Setia Permana
 

Assalaamu'alaikum wr.wb,

yayat> Insya Allah menyusul :
yayat> a.. Quyud Hizbiyyah karya Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid
Al-Halaby Al-Atsari.
yayat> b.. I'TIKAAF oleh Yazid Abdul Qodir Jawas
yayat> c... Nasihat Perkawinan oleh Yazid Abdul Qodir Jawas

Jazakalloh khoiron Jaza atas tanyangan tulisannya, sangat bermanfaat sekali. Ditunggu
sekali yg a,b dan c.

Wassalam,
Abu Muti


Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 5 = Bacaan Berbuka Puasa & Kelemaham Hadits Fadlilah Puasa]

Y & R
 

From: Ilyas Rikrik, PH/ID <Rikrik.Ilyas@...>
To: <assunnah@...>


Jadi hadits2 mengenai puasa yang betul yang mana ? Mohon informasi.
Mengenai do'a di waktu berbuka puasa yang bisa dipakai atau di amalkan
adalah :

--------------------
Hadits Keempat
Artinya :

"Dari Ibnu Umar, adalah Rasulullah SAW, apabila berbuka (puasa) beliau
mengucapkan : DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL 'URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA
ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah
kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa allah).

(Hadits HASAN, riwayat : Abu Dawud No. 2357, Nasa'i 1/66. Daruquthni dan ia
mengatakan sanad hadits ini HASAN. Hakim 1/422 Baihaqy 4/239) Al-Albani
menyetujui apa yang dikatakan Daruquhni.!

Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Rawi-rawi dalam sanad
hadits ini semuanya kepercayaan (tsiqah), kecuali Husain bin Waaqid seorang
rawi yang tsiqah tapi padanya ada sedikit kelemahan (Tahdzibut-Tahdzib
2/373). Maka tepatlah kalau dikatakan hadits ini HASAN.

Kesimpulan.

Hadits yang ke 1,2 dan 3 karena tidak syah (sangat dloif dan dloif) maka
tidak boleh lagi diamalkan.

Sedangkan hadits yang ke 4 karena riwayatnya telah syah maka bolehlah kita
amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja).
--------------------

Barangkali itulah, yang bisa saya informasikan.

Dan apabila, ada keinginan untuk bertanya langsung kepada :
Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
1. Telp. 08161358450
2. Pengajian Hari Sabtu
Masjid Nurul Iman-Pramuka Sari IV
Komplek BRI - Jakarta Timur
[selama bulan puasa dimulai ba'da ashar s/d maghrib, insya Allah]
3. Maktabah LIPIA

Wallahu a'lam bish-shawab.


Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 5 = Bacaan Berbuka Puasa & Kelemaham Hadits Fadlilah Puasa]

Y & R
 

开云体育

?
BACAAN
WAKTU BERBUKA PUASA
Dan Kelemahan Hadits Fadlilah Puasa
?
oleh
Abdul Hakim bin Amir Abdat
?
?

?
Dibawah ini akan saya turunkan beberapa hadits tentang dzikir atau do'a di waktu berbuka puasa, kemudian akan saya terangkan satu persatu derajadnya sekalian. Maka, apa-apa yang telah saya lemahkan (secara ilmu hadits) tidak boleh dipakai atau diamalkan lagi, dan mana yang telah saya nyatakan syah (shahih atau hasan) bolehlah saudara-saudara amalkan. Kemudian saya iringi dengan tambahan keterangan tentang kelemahan beberapa hadits lemah tentang keutamaan puasa yang sering dibacakan di mimbar-mimbar khususnya di bulan Ramadhan.
?
?
Hadits Pertama
Artinya :
"Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi SAW apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul 'Alim (artinya : Ya Allah ! untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizkqi dari-Mu kami berbuka. Ya Allah ! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui).
(Riwayat : Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya 'Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu'jamul Kabir).
Sanad hadits ini sangat Lemah/Dloif
?
Pertama??? :?
Ada seorang rawi yang bernama : Abdul Malik bin Harun bin 'Antarah. Dia ini rawi yang sangat lemah.
  1. Kata Imam Ahmad bin Hambal : Abdul Malik Dlo'if
  2. Kata Imam Yahya : Kadzdzab (pendusta)
  3. Kata Imam Ibnu Hibban : pemalsu hadits
  4. Kata Imam Dzahabi : di dituduh pemalsu hadits
  5. Kata Imam Abu Hatim : Matruk (orang yang ditinggalkan riwayatnya)
  6. Kata Imam Sa'dy : Dajjal, pendusta.
Kedua? :
Di sanad hadits ini juga ada bapaknya Abdul Malik yaitu : Harun bin 'Antarah. Dia ini rawi yang diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits. Imam Daruquthni telah melemahkannya. Sedangkan Imam Ibnu Hibban telah berkata : munkarul hadits (orang yang diingkari haditsnya), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya.
?
Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, Al-Haitsami dan Al-Albani dll.
?
Periksalah kitab-kitab berikut :
  1. Mizanul I'tidal 2/666
  2. Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami
  3. Zaadul Ma'ad di kitab Shiam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim
  4. Irwaul Gholil 4/36-39 oleh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
?
Hadits Kedua
Artinya :
"Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi SAW : Apabila berbuka beliau mengucapkan : Bismillah, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka)
(Riwayat : Thabrani di kitabnya Mu'jam Shogir hal 189 dan Mu'jam Auwshath).
Sanad hadits ini Lemah/Dlo'if
?
Pertama? :
Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly. Dia seorang rawi yang lemah.
  1. Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhu'afa : Bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya.
  2. Kata Imam Ibnu 'Ady : Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh diturut.
  3. Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni : Lemah !
  4. Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan (lihat : Mizanul I'tidal 1/239).
Kedua? :
Di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan.
  1. Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly.
  2. Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur'ah dan Ibnu Hajar : Matruk.
  3. Kata Imam Ibnu 'Ady : Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut (lihat Mizanul I'tidal 2/7)
  4. Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Al-Ustadz Abdul Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di Risalah Puasa tapi beliau diam tentang derajad hadits ini ?
?
Hadits Ketiga
Artinya :
"Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi SAW. Apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Sumtu wa 'Alaa Rizqika Aftartu."
(Riwayat : Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Suni) Lafadz dan arti bacaan di hadits ini sama dengan riwayat/hadits yang ke 2 kecuali awalnya tidak pakai Bismillah.)
?
Dan sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.
?
Pertama? :
"MURSAL, karena Mu'adz bin (Abi) Zur'ah seorang Tabi'in bukan shahabat Nabi SAW. (hadits Mursal adalah : seorang tabi'in meriwayatkan langsung dari Nabi SAW, tanpa perantara shahabat).
?
Kedua? :
"Selain itu, Mu'adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang MAJHUL. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta'dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya".
?
?
Hadits Keempat
Artinya? :
"Dari Ibnu Umar, adalah Rasulullah SAW, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : DZAHABAZH? ZHAAMA-U WABTALLATIL 'URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa allah).
(Hadits HASAN, riwayat : Abu Dawud No. 2357, Nasa'i 1/66. Daruquthni dan ia mengatakan sanad hadits ini HASAN. Hakim 1/422 Baihaqy 4/239) Al-Albani menyetujui apa yang dikatakn Daruquhni.!
Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Rawi-rawi dalam sanad hadits ini semuanya kepercayaan (tsiqah), kecuali Husain bin Waaqid seorang rawi yang tsiqah tapi padanya ada sedikit kelemahan (Tahdzibut-Tahdzib 2/373). Maka tepatlah kalau dikatakan hadits ini HASAN.
?
Kesimpulan.
  • Hadits yang ke 1,2 dan 3 karena tidak syah (sangat dloif dan dloif) maka tidak boleh lagi diamalkan.
  • Sedangkan hadits yang ke 4 karena riwayatnya telah syah maka bolehlah kita amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja).
?
?
Beberapa Hadits Lemah Tentang Keutamaan Puasa
?
?
Hadits Pertama
Artinya :
"Awal bulan Ramadhan merupakan rahmat, sedang pertengahannya merupakan magfhiroh (ampunan), dan akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka".
(Riwayat : Ibnu Abi Dunya, Ibnu Asakir, Dailami dll. dari jalan Abu Hurairah).
?
Derajad hadits ini : DLOIFUN JIDDAN (sangat lemah).
?
Periksalah kitab : Dlo'if Jamius Shogir wa Ziyadatihi no. 2134, Faidhul Qodir No. 2815.
?
Hadits Kedua :
Artinya? :
"Dari Salman Al-Farisi, ia berkata : Rasulullah SAW. Pernah berkhotbah kepada kami di hari terakhir bulan Sya'ban. Beliau bersabda : "Wahai manusia ! Sesungguhnya akan menaungi kamu satu bulan yang agung penuh berkah, bulan yang didalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang Allah telah jadikan puasanya sebagai suatu kewajiban dan shalat malamnya sunat, barang siapa yang beribadat di bulan itu dengan satu cabang kebaikan, adalah dia seperti orang yang menunaikan kewajiban di bulan lainnya, dan barangsiapa yang menunaikan kewajiban di bulan itu adalah dia seperti orang yang menunaikan tujuh puluh kewajiban di bulan lainnya, dia itulah bulan shabar, sedangkan keshabaran itu ganjarannya sorga.... dan dia bulan yang awalnya rahmat, dan tengahnya magfiroh (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka..." (Riwayat : Ibnu Khuzaimah No. hadits 1887 dll).
?
Sanad Hadits ini DLOIF.
?
Karena ada seorang rawi bernama : Ali bin Zaid bin Jud'an. Dia ini rawi yang lemah sebagaimana diterangkan oleh Imam Ahmad, Yahya, Bukhari, Daruqhutni, Abi Hatim, dll. Dan Imam Ibnu Khuzaimah sendiri berkata : Aku tidak berhujah dengannya karena jelek hafalannya, Imam Abu Hatim mengatakan : Hadits ini Munkar !!
?
Periksalah kitab : Silsilah Ahaadits Dloif wal Maudluah No. 871, At-Targhib wat Tarhieb jilid 2 halaman 94, Mizanul I'tidal jilid 3 halaman 127.
?
?
Hadits Ketiga
Artinya :
"Orang yang berpuasa itu tetap didalam ibadat meskipun ia tidur di atas kasurnya". (Riwayat : Tamam).
?
Sanad Hadits ini Dlo'if.
?
Karena di sanadnya ada : Yahya bin Abdullah bin Zujaaj dan Muhammad bin Harun bin Muhammad bin Bakkar bin Hilal. Kedua orang ini gelap keadaannnya karena kita tidak jumpai keterangan tentang keduanya di kitab-kitab Jarh Wat-Ta'dil (yaitu kitab yang menerangkan cacat/cela dan pujian tiap-tiap rawi hadits). Selain itu di sanad hadits ini juga ada Hasyim bin Abi Hurairah Al-Himsi seorang rawi yang Majhul (tidak dikenal keadaannya dirinya). Sebagaimana diterangkan Imam Dzahabi di kitabnya Mizanul I'tidal, dan Imam 'Uqail berkata : Munkarul Hadits !!
?
Kemudian hadits yang semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Dailami di kitabnya Musnad Firdaus dari jalan Anas bin Malik yang lafadnya sebagai berikut :
?
Artinya :
"Orang yang berpuasa itu tetap di dalam ibadat meskipun ia tidur diatas kasurnya".
?Sanad hadits ini Maudlu'/Palsu
?
Karena ada seorang rawi yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Suhail, dia ini seorang yang tukang pemalsu hadits, demikian diterangkan Imam Dzahabi di kitabnya Adl-Dluafa.
?
Periksalah kitab : Silsilah Ahaadist Dloif wal Maudl'uah No. 653, Faidlul Qodir No. hadits 5125.
?
Hadits Keempat.
?
Artinya :
"Tidurnya orang yang berpuasa itu dianggap ibadah, dan diamnya merupakan tasbih, dan amalnya (diganjari) berlipat ganda, dan do'anya mustajab, sedang dosanya diampuni".
(Riwayat : Baihaqy di kitabnya Su'abul Iman, dari jalan Abdullah bin Abi Aufa).
?
Hadits ini derajadnya sangat Dlo'if atau Maudlu.
?
Di sanadnya ada Sulaiman bin Umar An-Nakha'i, salah seorang pendusta (baca : Faidlul Qodir No. 9293).
?
Hadits Kelima.
?
Artinya :
"Puasa itu setengah dari pada sabar" (Riwayat : Ibnu Majah).
?
Kata Imam Ibnu Al-Arabi : Hadits (ini) sangat lemah !
?
Hadist Keenam.
Artinya :
"Puasa itu setengah dari pada sabar, dan atas tiap-tiap sesuatu itu ada zakatnya, sedang zakat badan itu ialah puasa".
(Riwayat : Baihaqy di kitabnya Su'abul Iman dari jalan Abu Hurairah).
?
Hadits ini sangat lemah !
  • Ada Muhammad bin ya'kub, Dia mempunyai riwayat-riwayat yang munkar. Demikian diterangkan oleh Imam Dzahabi di kitabnya Adl-Dluafa
  • Ada Musa bin 'Ubaid. Ulama ahli hadits. Imam Ahmad berkata : Tidak boleh diterima riwayat dari padanya (baca : Faidlul Qodir no. 5201).
Itulah beberapa hadits lemah tentang keutamaan puasa dan bulannya. Selain itu masih banyak lagi hadits-hadits lemah tentang bab ini. Hadits-hadits di atas sering kali kita dengar dibacakan di mimbar-mimbar khususnya pada bulan Ramadhan oleh para penceramah.
?
Judul lengkap bahasan di atas adalah sbb :
Derajad Hadits Tentang Bacaan Waktu Berbuka Puasa
Dan Kelemahan Beberapa Hadits Tentang Keutamaan/Fadillah Puasa

?
?
Insya Allah menyusul :
  • Quyud Hizbiyyah karya Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halaby Al-Atsari.
  • I'TIKAAF oleh Yazid Abdul Qodir Jawas
  • Nasihat Perkawinan oleh Yazid Abdul Qodir Jawas
?


Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 5 = Bacaan Berbuka Puasa & Kelemaham Hadits Fadlilah Puasa]

Ilyas Rikrik, PH/ID
 

Jadi hadits2 mengenai puasa yang betul yang mana ? Mohon informasi.

-----Original Message-----
From: Y & R [mailto:yayat@...]
Sent: Thursday, December 09, 1999 10:50 PM
To: assunnah@...
Subject: [assunnah] Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 5 =
Bacaan Berbuka Puasa & Kelemaham Hadits Fadlilah Puasa]



BACAAN
WAKTU BERBUKA PUASA
Dan Kelemahan Hadits Fadlilah Puasa

oleh
Abdul Hakim bin Amir Abdat


_____


Dibawah ini akan saya turunkan beberapa hadits tentang dzikir atau do'a di
waktu berbuka puasa, kemudian akan saya terangkan satu persatu derajadnya
sekalian. Maka, apa-apa yang telah saya lemahkan (secara ilmu hadits) tidak
boleh dipakai atau diamalkan lagi, dan mana yang telah saya nyatakan syah
(shahih atau hasan) bolehlah saudara-saudara amalkan. Kemudian saya iringi
dengan tambahan keterangan tentang kelemahan beberapa hadits lemah tentang
keutamaan puasa yang sering dibacakan di mimbar-mimbar khususnya di bulan
Ramadhan.


Hadits Pertama
Artinya :

"Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi SAW apabila berbuka (puasa)
beliau mengucapkan : Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna,
Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul 'Alim (artinya : Ya Allah !
untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizkqi dari-Mu kami berbuka. Ya Allah !
Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha
Mengetahui).

(Riwayat : Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya 'Amal Yaum
wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu'jamul Kabir).

Sanad hadits ini sangat Lemah/Dloif

Pertama :
Ada seorang rawi yang bernama : Abdul Malik bin Harun bin 'Antarah. Dia ini
rawi yang sangat lemah.

1. Kata Imam Ahmad bin Hambal : Abdul Malik Dlo'if

2. Kata Imam Yahya : Kadzdzab (pendusta)

3. Kata Imam Ibnu Hibban : pemalsu hadits

4. Kata Imam Dzahabi : di dituduh pemalsu hadits

5. Kata Imam Abu Hatim : Matruk (orang yang ditinggalkan riwayatnya)

6. Kata Imam Sa'dy : Dajjal, pendusta.

Kedua :
Di sanad hadits ini juga ada bapaknya Abdul Malik yaitu : Harun bin
'Antarah. Dia ini rawi yang diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits.
Imam Daruquthni telah melemahkannya. Sedangkan Imam Ibnu Hibban telah
berkata : munkarul hadits (orang yang diingkari haditsnya), sama sekali
tidak boleh berhujjah dengannya.

Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, Al-Haitsami
dan Al-Albani dll.

Periksalah kitab-kitab berikut :

1. Mizanul I'tidal 2/666

2. Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami

3. Zaadul Ma'ad di kitab Shiam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim

4. Irwaul Gholil 4/36-39 oleh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-Albani.


Hadits Kedua
Artinya :

"Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi SAW : Apabila berbuka beliau
mengucapkan : Bismillah, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu
(artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas
rizqi dari-Mu aku berbuka)

(Riwayat : Thabrani di kitabnya Mu'jam Shogir hal 189 dan Mu'jam Auwshath).

Sanad hadits ini Lemah/Dlo'if

Pertama :
Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly. Dia seorang rawi yang
lemah.

1.

Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhu'afa : Bukan hanya satu
orang saja yang telah melemahkannya.
2. Kata Imam Ibnu 'Ady : Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh
diturut.

3. Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni : Lemah !

4.

Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Dia inilah yang
meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan (lihat : Mizanul
I'tidal 1/239).

Kedua :
Di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan.

1. Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Dia ini lebih jelek dari
Ismail bin Amr Al-Bajaly.

2. Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur'ah dan Ibnu Hajar : Matruk.

3.

Kata Imam Ibnu 'Ady : Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh
diturut (lihat Mizanul I'tidal 2/7)
4.

Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Al-Ustadz Abdul
Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di Risalah Puasa tapi beliau
diam tentang derajad hadits ini ?


Hadits Ketiga
Artinya :

"Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi
SAW. Apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Sumtu wa
'Alaa Rizqika Aftartu."

(Riwayat : Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu
Suni) Lafadz dan arti bacaan di hadits ini sama dengan riwayat/hadits yang
ke 2 kecuali awalnya tidak pakai Bismillah.)


Dan sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.

Pertama :

"MURSAL, karena Mu'adz bin (Abi) Zur'ah seorang Tabi'in bukan shahabat Nabi
SAW. (hadits Mursal adalah : seorang tabi'in meriwayatkan langsung dari Nabi
SAW, tanpa perantara shahabat).


Kedua :

"Selain itu, Mu'adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang MAJHUL. Tidak ada
yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu
Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta'dil tidak menerangkan tentang celaan dan
pujian baginya".



Hadits Keempat
Artinya :

"Dari Ibnu Umar, adalah Rasulullah SAW, apabila berbuka (puasa) beliau
mengucapkan : DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL 'URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA
ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah
kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa allah).

(Hadits HASAN, riwayat : Abu Dawud No. 2357, Nasa'i 1/66. Daruquthni dan ia
mengatakan sanad hadits ini HASAN. Hakim 1/422 Baihaqy 4/239) Al-Albani
menyetujui apa yang dikatakn Daruquhni.!

Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Rawi-rawi dalam sanad
hadits ini semuanya kepercayaan (tsiqah), kecuali Husain bin Waaqid seorang
rawi yang tsiqah tapi padanya ada sedikit kelemahan (Tahdzibut-Tahdzib
2/373). Maka tepatlah kalau dikatakan hadits ini HASAN.

Kesimpulan.

*

Hadits yang ke 1,2 dan 3 karena tidak syah (sangat dloif dan dloif)
maka tidak boleh lagi diamalkan.
*

Sedangkan hadits yang ke 4 karena riwayatnya telah syah maka
bolehlah kita amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja).



Beberapa Hadits Lemah Tentang Keutamaan Puasa


Hadits Pertama
Artinya :

"Awal bulan Ramadhan merupakan rahmat, sedang pertengahannya merupakan
magfhiroh (ampunan), dan akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka".

(Riwayat : Ibnu Abi Dunya, Ibnu Asakir, Dailami dll. dari jalan Abu
Hurairah).


Derajad hadits ini : DLOIFUN JIDDAN (sangat lemah).

Periksalah kitab : Dlo'if Jamius Shogir wa Ziyadatihi no. 2134, Faidhul
Qodir No. 2815.

Hadits Kedua :
Artinya :

"Dari Salman Al-Farisi, ia berkata : Rasulullah SAW. Pernah berkhotbah
kepada kami di hari terakhir bulan Sya'ban. Beliau bersabda : "Wahai manusia
! Sesungguhnya akan menaungi kamu satu bulan yang agung penuh berkah, bulan
yang didalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang
Allah telah jadikan puasanya sebagai suatu kewajiban dan shalat malamnya
sunat, barang siapa yang beribadat di bulan itu dengan satu cabang kebaikan,
adalah dia seperti orang yang menunaikan kewajiban di bulan lainnya, dan
barangsiapa yang menunaikan kewajiban di bulan itu adalah dia seperti orang
yang menunaikan tujuh puluh kewajiban di bulan lainnya, dia itulah bulan
shabar, sedangkan keshabaran itu ganjarannya sorga.... dan dia bulan yang
awalnya rahmat, dan tengahnya magfiroh (ampunan) dan akhirnya pembebasan
dari api neraka..." (Riwayat : Ibnu Khuzaimah No. hadits 1887 dll).


Sanad Hadits ini DLOIF.

Karena ada seorang rawi bernama : Ali bin Zaid bin Jud'an. Dia ini rawi yang
lemah sebagaimana diterangkan oleh Imam Ahmad, Yahya, Bukhari, Daruqhutni,
Abi Hatim, dll. Dan Imam Ibnu Khuzaimah sendiri berkata : Aku tidak berhujah
dengannya karena jelek hafalannya, Imam Abu Hatim mengatakan : Hadits ini
Munkar !!

Periksalah kitab : Silsilah Ahaadits Dloif wal Maudluah No. 871, At-Targhib
wat Tarhieb jilid 2 halaman 94, Mizanul I'tidal jilid 3 halaman 127.


Hadits Ketiga
Artinya :

"Orang yang berpuasa itu tetap didalam ibadat meskipun ia tidur di atas
kasurnya". (Riwayat : Tamam).


Sanad Hadits ini Dlo'if.

Karena di sanadnya ada : Yahya bin Abdullah bin Zujaaj dan Muhammad bin
Harun bin Muhammad bin Bakkar bin Hilal. Kedua orang ini gelap keadaannnya
karena kita tidak jumpai keterangan tentang keduanya di kitab-kitab Jarh
Wat-Ta'dil (yaitu kitab yang menerangkan cacat/cela dan pujian tiap-tiap
rawi hadits). Selain itu di sanad hadits ini juga ada Hasyim bin Abi
Hurairah Al-Himsi seorang rawi yang Majhul (tidak dikenal keadaannya
dirinya). Sebagaimana diterangkan Imam Dzahabi di kitabnya Mizanul I'tidal,
dan Imam 'Uqail berkata : Munkarul Hadits !!

Kemudian hadits yang semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Dailami di
kitabnya Musnad Firdaus dari jalan Anas bin Malik yang lafadnya sebagai
berikut :

Artinya :

"Orang yang berpuasa itu tetap di dalam ibadat meskipun ia tidur diatas
kasurnya".

Sanad hadits ini Maudlu'/Palsu

Karena ada seorang rawi yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Suhail, dia ini
seorang yang tukang pemalsu hadits, demikian diterangkan Imam Dzahabi di
kitabnya Adl-Dluafa.

Periksalah kitab : Silsilah Ahaadist Dloif wal Maudl'uah No. 653, Faidlul
Qodir No. hadits 5125.

Hadits Keempat.

Artinya :

"Tidurnya orang yang berpuasa itu dianggap ibadah, dan diamnya merupakan
tasbih, dan amalnya (diganjari) berlipat ganda, dan do'anya mustajab, sedang
dosanya diampuni".

(Riwayat : Baihaqy di kitabnya Su'abul Iman, dari jalan Abdullah bin Abi
Aufa).


Hadits ini derajadnya sangat Dlo'if atau Maudlu.

Di sanadnya ada Sulaiman bin Umar An-Nakha'i, salah seorang pendusta (baca :
Faidlul Qodir No. 9293).

Hadits Kelima.

Artinya :

"Puasa itu setengah dari pada sabar" (Riwayat : Ibnu Majah).


Kata Imam Ibnu Al-Arabi : Hadits (ini) sangat lemah !

Hadist Keenam.
Artinya :

"Puasa itu setengah dari pada sabar, dan atas tiap-tiap sesuatu itu ada
zakatnya, sedang zakat badan itu ialah puasa".

(Riwayat : Baihaqy di kitabnya Su'abul Iman dari jalan Abu Hurairah).


Hadits ini sangat lemah !

*

Ada Muhammad bin ya'kub, Dia mempunyai riwayat-riwayat yang munkar.
Demikian diterangkan oleh Imam Dzahabi di kitabnya Adl-Dluafa
*

Ada Musa bin 'Ubaid. Ulama ahli hadits. Imam Ahmad berkata : Tidak
boleh diterima riwayat dari padanya (baca : Faidlul Qodir no. 5201).

Itulah beberapa hadits lemah tentang keutamaan puasa dan bulannya. Selain
itu masih banyak lagi hadits-hadits lemah tentang bab ini. Hadits-hadits di
atas sering kali kita dengar dibacakan di mimbar-mimbar khususnya pada bulan
Ramadhan oleh para penceramah.

Judul lengkap bahasan di atas adalah sbb :
Derajad Hadits Tentang Bacaan Waktu Berbuka Puasa
Dan Kelemahan Beberapa Hadits Tentang Keutamaan/Fadillah Puasa
_____



Insya Allah menyusul :

* Quyud Hizbiyyah karya Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid
Al-Halaby Al-Atsari.

* I'TIKAAF oleh Yazid Abdul Qodir Jawas

* Nasihat Perkawinan oleh Yazid Abdul Qodir Jawas


_____

<>
click here <>
Click here!
eGroups.com Home:
<>
www.egroups.com <> - Simplifying group communications


Re : ????? ?????? ???????

Nusye Jeanita
 

IKHWAH FILLAH,

SALAAMU'ALAIKUM...

ANA TERIMA EMAIL ANTUM YANG BERMINAT ADZKAR SOBAAHAN WAL MASAAN, HANYA
SAJA TOLONG INFORM ALAMAT LENGKAP ANTUM, SO ANA BISA KIRIM LANGSUNG KE
ALAMAT MASING -MASING.

JAZAAKALLAHU KHOIRUL JAZA.

NUSYE
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Thousands of Stores. Millions of Products. All in one place.
Yahoo! Shopping:


Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 4 = Hukum Meriwayatkan Hadits Maudlu'/Palsu]

Y & R
 

开云体育

?
HUKUM MERIWAYATKAN
Hadits Maudlu'/Palsu
?
oleh
Abdul Hakim bin Amir Abdat
?
?

?
?
"Man haddatsaa 'Annii (wafii riwaayatin : Man rawaa 'Annii) Bihadiitsiy-yura (wafii lafdzin : yara) Annahu Kadzibbin, Fahuwa Ahadul-Kadzibiina
(wafii lafdzin :Al-Kadzibayini)"
?
"Barangsiapa yang menceritakan dariku (dalam riwayat yang
lain : meriwayatkan dariku) satu hadist yang ia sangka (dalam satu lafadz :
yang ia telah mengetahui) sesugguhnya hadits tersebut dusta/palsu,
maka ia termasuk salah seorang dari para pendusta
(dalam satu lafadz : dua pendusta)"
?
?
?
Takhrijul Hadits :
?
Hadits ini derajadnya SHAHIH dan MASYHUR sebagaimana diterangkan oleh Imam Muslim di muqaddimah shahihnya (1/7).
?
Dan telah diriwayatkan oleh beberapa shahabat :
?
1. Samuroh bin Jundud
Dikeluarkan oleh Imam-imam : Muslim (1/7), Ibnu Majah (No. 39) Ahmad (5/20), Ath-Tahayalis di musnadnya (Hal : 121 No. 895), Ath-Thahawi di kitabnya : Al-Musykilul Atsar" (1/75), Ibnu Abi Syaibah di mushannafnya (8/595), Ath-Thabrani di kitabnya "Al-Mu'jam Kabir" (7/215 No. 6757), Ibnu Hiban (No. 29) dan di kitabnya "Adl-Dlu'afaa" (1/7) dan Al-Khatib Baghdadi di kitabnya "Tarikh Baghdad" 4/161).
?
2. Mughirah bin Syu'bah
Dikeluarkan oleh Imam-imam : Muslim (1/7), Ibnu Majah (No. 41), Tirmidzi (4/143-144 di kitabul ilmi), Ahmad 94/252,255), Ath-Thayalis (Hal : 95 No. 690), Ath-Thahawi di "Musykil" (1/175-176), Ibnu Hibban di kitabnya "Adl-Dlua'afaa" (1/7).
?
3. Ali bin Abi Thalib
Dikeluarkan oleh Imam-imam : Ibnu Majah (No. 38 & 40), Ibnu Abi Syaibah (8/595), Ahmad (1/113) dan Ath-Thahawi (1/175) di kitabnya "Musykilul Atsar").
?
Lafadz hadits dari riwayat Imam Muslim dan lain-lain, dan riwayat yang kedua (man rawa 'anni) dari mereka selain Muslim. Berkata Tirmidzi : Hadist Hasan Shahih.
?
?
LUGHOTUL HADITS :
?
Lafadz (yara) ada dua riwayat yang shahih.
?
1. Dengan lafadz "yura" didlomma huruf "ya" nya, maknanya "Zhan" atinya : Ia sangka.
"Yakni : Hadits? tersebut baru ia "sangka-sangka" saja sebagai hadits palsu/maudlu, kemudian ia meriwayatkannya juga, maka ia termasuk kedalam ancaman Nabi SAW di atas".
2. Dengan lafadz "yara" di fat-ha "ya" nya, yang maknanya "yu'lamu", artinya : Ia telah
??? mengetahui.
"Yakni :? Hadits tersebut telah ia ketahui kepalsuannya, baik ia mengetahuinya sendiri sebagi ahli hadits atau diberitahu oleh Ulama ahli Hadits, kemudian ia meriwayatkan/membawakannya tanpa memberikan bayan/penjelasan akan kepalsuannya, maka ia termasuk ke dalam kelompok pendusta hadits Nabi SAW".
?
Demikian juga lafadz "Alkadzibiina" terdapat dua riwayat yang shahih :
?
1. Dengan lafadz?? "alkadzibiina"? hurup? "ba"? nya di kasro yakni dengan bentuk jamak.
??? Artinya : Para pendusta.
2. Dengan ? lafadz "alkadzibayina"? hurup? "ba"? nya di? fat-ha?? yakni dengan? bentuk
??? mutsanna (dua orang). Artinya : Dua pendusta.
??? (Syarah Muslim : 1/64-65 Imam Nawawi).
?
?
SYARAH HADITS
?
Sabda Nabi SAW : (Barangsiapa yang menceritakan/meriwayatkan dariku satu/sesuatu hadits saja), yakni baik berupa perkataan, perbuatan taqrir,atau apa saja yang disandarkan orang kepada Nabi SAW, apakah menyangkut masalah-masalah ahkam (hukum-hukum), aqidah, tafsir Qur'an, targhib dan tarhib atau keutamaan-keutamaan amal (fadlaa-ilul a'mal), tarikh/kisah-kisah dan lain-lain. (Yang ia menyangka/zhan) yakni sifatnya baru "zhan" tidak meyakini (atau ia telah mengetahui) baik ia sebagai ahli hadits atau diterangkan oleh ahli hadits (sesungguhnya hadits tersebut dusta/palsu), kemudian ia meriwayatkannya dengan tidak memberikan penjelasan akan kepalsuannya, (maka ia termasuk salah seorang dari pendusta/salah seorang dari dua pendusta) yakni yang membuat hadits palsu dan ia sendiri yang menyebarkannya.
?
Berkata Imam Ibnu Hibban dalam syarahnya atas hadits ini di kitabnya "Adl-Dlu'afaa" (1/7-8) : "Di dalam kabar (hadits) ini ada dalil tentang sahnya apa yang telah kami terangkan, bahwa orang yang menceritakan hadits apabila ia meriwayatkan apa-apa yang tidak sah dari Nabi SAW, apa saja yang diadakan orang atas (nama) beliau SAW, sedangkan ia mengetahuinya, niscaya ia termasuk salah seorang dari pendusta".
?
Bahkan zhahirnya kabar (hadits) lebih keras lagi, yang demikian karena beliau telah bersabda: "Barangsiapa yang meriwayatkan dariku satu hadits padahal ia telah menyangka (zhan) bahwa hadits tersebut dusta". Beliau tidak mengatakan bahwa ia telah yakin hadits itu dusta (yakni baru semata-mata zhan saja). Maka setiap orang yang ragu-ragu tentang apa-apa yang ia marfu'kan (sandarkan kepada Nabi SAW), shahih atau tidak shahih, masuk kedalam pembicaraan zhahirnya kabar (hadits) ini". (baca kembali keterangan Nawawi di Masalah ke 2).
?
Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Hadits ini mengandung beberapa hukum dan faedah yang sangat penting diketahui :
  1. Berdasarkan hadits shahih di atas dan hadist-hadits yang telah lalu dalam Masalah ke-2, maka Ulama-Ulama kita telah IJMA' tentang haramnya -termasuk dosa besar- meriwayatkan hadits-hadits maudlu' apabila ia mengetahuinya tanpa disertai dengan bayan/penjelasan tentang kepalsuannya.Ijma Ulama di atas menjadi hujjah atas kesesatan siapa saja yang menyalahinya. (Syarah Nukhbatul Fikr (hal : 84-85). Al-Qaulul Badi' fish-shalati 'Alal Habibisy Syafi'(hal : 259 di akhir kitab oleh Imam As-Sakhawi). Ikhtisar Ibnu Katsir dengan syarah Syaikh Ahmad Syakir (hal : 78 & 81) Qawaa'idut Tahdist (hal : 150 oleh Imam Al-Qaasimiy).
  2. Demikian juga orang yang meriwayatkan hadits yang ia sangka (zhan) saja hadits itu palsu atau ia ragu-ragu tentang kepalsuannya atau shahih dan tidaknya, maka menurut zhahir hadits dan fiqih Imam Ibnu Hibban (dan Ulama-ulama lain) orang tersebut salah satu dari pendusta. Menurut Imam Ath-Thahawiy diantara syarahnya terhadap hadits di atas di kitabnya "Musykilul Atsar" (1/176) : "Barangsiapa yang menceritakan (hadits) dari Rasulullah SAW dengan dasar ZHAN (sangkaan), berarti ia telah menceritakan (hadits) dari beliau dengan?tanpa haq, dan orang yang menceritakan (hadits) dari beliau dengan cara yang batil, niscaya ia menjadi salah seorang pendusta yang masuk kedalam sabda Nabi SAW :"Barangsiapa yang sengaja berdusta atas (nama)ku, hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di neraka". (baca kembali hadits-hadit tersebut di Masalah ke 2).
  3. Bahwa orang yang menceritakan kabar dusta, termasuk salah satu dari pendusta, meskipun bukan ia yang membuat kabar dusta tersebut (Nabi SAW telah menjadikan orang tersebut bersekutu dalam kebohongan karena ia meriwayatkan dan menyebarkannya.
  4. Menunjukkan bahwa tidak ada hujjah kecuali dari hadits-hadits yang telah tsabit (shahih atau hasan) dari Rasulullah SAW.
  5. Wajib menjelaskan hadits-hadist maudlu'/palsu dan membuka aurat (kelemahan) rawi-rawi pendusta dan dlo'if dalam membela dan membersihakn nama Rasulullah SAW. Tentu saja pekerjaan yang berat ini wajib dipikul oleh ulama-ulama ahli hadits sebagai Thaaifah Mansurah.
  6. Demikian juga ada kewajiban bagi mereka (ahli hadits) mengadakan penelitian dan pemeriksaan riwayat-riwayat dan mendudukan derajad-derajad hadits mana yang sah dan tidak.
  7. Menunjukkan juga bahwa tidak boleh menceritakan hadits dari Rasulullah SAW kecuali orang yang tsiqah dan ahli dalam urusan hadits.
  8. Menunujukan juga bahwa meriwayatkan hadits atau menyandarkan sesuatu kepada Nabi SAW, bukanlah perkara yang "ringan", tetapi sesuatu yang "sangat berat" sebagaimana telah dikatakan oleh seorang sahabat besar yaitu Zaid bin Arqam [Berkata Abdurrahman bin Abi Laila : Kami berkata kepada Zaid bin Arqam : " Ceritakanlah kepada kami (hadits-hadits) dari Rasulullah SAW !. Beliau menjawab : Kami telah tua dan (banyak) lupa, sedangkan menceritakan hadits dari Rasulullah SAW sangatlah berat ". (shahih riwayat Ibnu Majah No. 25 dll)]. Oleh karena itu wajiblah bagi setiap muslim merasa takut kalau-kalau ia termasuk salah seorang pendusta atas nama Rasulullah SAW. Dan hendaklah mereka berhati-hati dalam urusan meriwayatkan hadits dan tidak membawakannya kecuali yang telah tsabit dari Rasulullah SAW menurut pemeriksaan ahli hadits.
  9. Dalam hadits ini (dan hadits yang lain banyak sekali) ada dalil bahwa lafadz "hadits" dan maknanya telah ada ketetapan langsung dari Rasulullah SAW. Sabda beliau :"Barangsiapa yang menceritakan/meriwayatkan dariku satu HADITS....yakni : Segala sesuatu yang disandarkan kepadaku, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir dan lain-lain, maka inilah yang dinamakan hadits atau sunnah Nabi SAW".
  10. Menunjukan juga bahwa hadits apabila telah tsabit dari Rasulullah SAW, baik hadits mutawatir atau hadits-hadits ahad, menjadi hujjah dalam aqidah dan ahkam (hukum-hukum) dan lain-lain. Demikian aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dan tidak ada yang membedakan dan menyalahi kecuali ahlul bid'ah yang dahulu dan sekarang. Adapun ahlul bid'ah yang dahulu mengatakan (menurut persangkaan mereka yang batil) : Tidak ada hujjah dalam aqidah dan ahkam kecuali dengan hadits-hadits mutawatir !?. Demikian paham yang sesat dari sekelompok kecil Mu'tazilah dan Khawarij. Sedangkan ahlul bid'ah zaman sekarang mengatakan (menurut persangkaan mereka yang batil) : Untuk ahkam dengan hadits-hadits ahad, sedangkan untuk aqidah tidak diambil dan diyakini kecuali dari hadits-hadits mutawatir.
Kalau ditaqdirkan pada zaman kita sekarang ini tidak ada lagi orang yang memalsukan hadits (walaupun kita tidak menutup kemungkinannya), tetapi tidak sedikit bahkan banyak sekali saudara-saudara kita yang membawakan hadits-hadits yang batil dan palsu. Tersebarlah hadits palsu itu melalui mimbar para khotib, majelis-majelis dan tulisan di kitab-kitab dan majalah-majalah yang tidak sedikit membawa kerusakan bagi kaum muslimin. Innaa lillahi wa inna ilaihi raaji'un !
Mudah-mudahan hadits di atas dan hadits-hadits di Masalah ke 2 dapat memberikan peringatan dan pelajaran bagi kita supaya berhati-hati dalam menyandarkan sesuatu kepada Rasulullah SAW. Aamiin ..!
?

?
?Insya Allah menyusul :
  • Quyud Hizbiyyah??karya Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halaby Al-Atsari
  • I'TIKAFF oleh Yazid Abdul Qadir Jawas
  • Nasihat Perkawinan oleh Yazid Abdul Qadir Jawas
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?


biography Ibn Taimiyah

A L S
 

BISMILLAHIRROHMANIR ROHIEM

TO: YOU WHO LIKE TO KNOW.

Sebuah artikel yang mungkin sudah antum ketahui.
WADZAKKIR FAINNA DZIKRO TANFA'UL MUKMINIEN.


IBN TAIMIYAH
QQQQQQQQQ
Biography
QQQQQQQQQ
COPIED FROM : the-quran.com
______________________________

Taqi ud-Din Abu-l-'Abbas Ahmad Ibn 'Abd al-Halim Ibn 'Abd as-Salam Ibn Taimiyah al-Harrani al-Hanbali, was born on Monday the 10th of Rabi'
al-Awwal 66l H./22nd of January 1263 C.E. at Harran. His father fled with his family from Harran to Damascus in the year 667 H./1268 C.E. out of
fear of the Tatars who invaded the land of Islam and were very close to Harran. In Damascus, the center of Islamic studies at that time, Ahmad Ibn
Taimiyah followed in the footsteps of his father who was a scholar of Islamic studies by studying with the great scholars of his time, among them a
woman scholar by the name Zainab bint Makki who taught him hadith.

He completed his studies when he was a teenager and at age 19 he became a professor of Islamic studies. Well versed in Qur'anic studies, Hadith,
fiqh, theology, Arabic grammar and scholastic theology, etc., he started giving fatwas on religious legal matters without following any of the
traditional legal schools, the Hanafi, Maliki, Shafi'i and Hanbali. He defended the sound prophetic traditions by arguments which, although taken
from the Qur'an and the Sunnah, had hitherto been unfamiliar to people of his time. The freedom of his polemics made him many enemies among the
scholars of the traditional Orthodox Schools, who falsely accused him, of all kinds of heretical beliefs. Among them was the famous Muslim medieval
traveler, Ibn Batutah, who visited Damascus while Ibn Taimiyah was in jail. This did not hinder Ibn Batutah in testifying in his book that "he
witnessed Ibn Taimiyah on the pulpit saying, 'every night Allah descends to the lower heaven like my descent', and he descended one step down the
pulpit".1 From reading this 'aqidah we learn that Ibn Taimiyah accepted the attributes of Allah without questioning (bi-la kaifa).2

He fought heretical innovations in religion which were wide spread during his time all over the Muslim world, especially certain acts and beliefs of some
Sufi orders, like saint worship and visiting saints' tombs, and throwing themselves in the fire. His attack on the sufis caused him a lot of trouble with
the authorities whose leaders were under the influence of certain sufi leaders.

Ibn Taimiyah's fight was not limited to the sufis and the people who followed the heretical innovations; in addition, he fought against the Tatars who
attacked the Muslim world and almost reached Damascus. The people of Syria sent him to Egypt to urge the Mamluke Sultan, the Sultan of Egypt and
Syria to lead his troops to Syria to save it from the invading Tatars. When he realized that the Sultan was hesitant to do what he asked of him, he
threatened the Sultan by saying: "If you turn your back on Syria we will appoint a Sultan over it who can defend it and enjoy it at the time of peace". He
was present at the battle of Shaqhab near Damascus against the Tatars which took place during the fasting month of Ramadan and gave a fatwa to
the army to break their fast in order to help them against their enemy, as the Prophet Muhammad (peace be upon him) did during the battle of the
liberation of Makkah. The Muslims won the battle against the Tatars and drove them away from Damascus and all Syria. Ibn Taimiyah's courage
was expressed when he went with a delegation of 'ulama' to talk to Qazan the Khan of the Tatars to stop his attack on the Muslims. Not one of the
'ulama' dared to say anything to him except Ibn Taimiyah who said: "You claim that you are Muslim and you have with you mu'adhdhins, judges,
Imam and sheikh but you invaded us and reached our country for what? While your father and your grandfather, Hulago, were non-believers, they
did not attack the land of Islam, rather, they promised not to attack and they kept their promise. But you promised and broke your promise."3

All this jihad against the enemies of Islam did not help Ibn Taimiyah with the 'ulama'. The authorities put him in jail many times until he died in jail
because of his daring and free progressive opinions on many legal and social issues which angered his opponents, the followers of the Orthodox
Schools of law.

However when Ibn Taimiyah had the chance to punish his opponents among the 'ulama' who caused him all kinds of trouble and put him in jail many
times, he showed the utmost of magnanimity and forgave them when the Sultan an-Nasir Qalawun gave him the chance to do so. He said: "If you kill
them you will never find 'ulama' like them." The Sultan said: "They harmed you many times and wanted to kill you!" Ibn Taimiyah said: "Whoever
harmed me is absolved, and who harmed the cause of Allah and His Messenger, Allah will punish him."4

The Muslim historians, like adh-Dhahabi, Ibn Kathir, Ibn al-'Imad al-Hanbali and many others praised Ibn Taimiyah and considered him one of the
greatest scholars of Islam of all time.

Ibn Taimiyah died in jail in Damascus on the night of Sunday-Monday 20th Dhu-l-Qa'dah 728 H./26-27 September 1328 C.E.

The people of Damascus, who held him in great honor, gave him a splendid funeral and an estimated 200,000 men and 15,000 women attended his
funeral. He was buried at the Sufi cemetery in Damascus5 where his mother was buried.

Ibn Taimiyah's Writings

In spite of all the turbulence in his life, as discussed earlier, Ibn Taimiyah was able to write many books and pamphlets on all branches of Islamic
knowledge. His pupil; Ibn Qayyim al-Jawziyah, compiled a list of the works of Ibn Taimiyah which contains 350 works. Here are some of them:

A: Qur'anic Studies and Tafsir:

1. al-Tabyan fi nuzul al-Qur'an.

2. Tafsir surat al-Nur.

3. Tafsir al-Mu'awidhatain (chapter 113 and 114).

4. Tafsir Surat al-Ikhlas (chapter 112)

5. Muqaddimah fi 'Usul al-Tafsir.

B: Fiqh (Islamic Law):

1. Majmu'at al-Fatawa al-Kubra. 5 volumes.

2. Majmu' Fatawa Ibn Taimiyah. 37 volumes.

3. al-Qawa'id al-Nuraniyah al-Fiqhiyah.

4. Kitab Manasik al-Hajj.

5. Risalah fi al-'Uqud al-Muharramah.

6. Kitab al-Farq al-Mubin baina al-Talaq wal-Yamin.

7. Kitab fi 'Usul al-Fiqh.

8. Risalah fi Raf al-Hanafi Yadaihi fi al-Salah.

9. Risalah fi Sujud al-Sahwu.

10. Mas'alat al-Half bil-Talaq.

C: Tasawwuf (Sufism):

1. al-Furqan baina Awliya' al-Rahman wa-Awliya' al- Shaitan.

2. Amrad al-Qulub wa-Shifa'uha.

3. al-Tuhfah al-'Iraqiyah fi A'mal al-Qulub.

4. al-'Ubudiyah.

5. al-Risalah al-Tadmuriyah.

6. Darajat al-Yaqin.

7. Bughyat al-Murtad (al-sab'iniyah).

8. Ibtal Wahdat al-Wujud.

9. al-Tawassul wal-Wasilah.

10. Risalah fi al-Sama' Wal-Raqs.

11. al-'Ibadat al-Shar'iyah.

D: 'Usul al-Din and 'Ilm al-Kalam:

1. Risalah fi 'Usul al-Din.

2. Risalah fi al-Ihtijaj bil-Qadar.

3. Jawab Ahl al-'Ilm wal-Iman.

4. al-Iklil fi al-Mutashabih wal-Ta'wil.

5. al-Risalah al-Madaniyah.

6. Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyah fi Naqd Kalam al-Shi'ah al-Qadariyah.

7. al-Muntaqa min Akhbar al-Mustafa.

8. Sharh al-'Aqidah al-Asfahaniyah.

9. Ma'arij al-Wusul ila Ma'rifat anna Usula al-Din wa-Futu'ahu qadd bayyanaha al-Rasul.

10. Aqwamu ma qila fi al-Mashi'ati wal-Hikinati wal-Qada'i wal-Qadari wal-Ta'lili wa-Butlani al-Jabri wal- Ta'til.

11. Risalah fi al-Qada'i wal-Qadar.

12. Kitab al-Iman.

13. al-Furqan baina al-Haqqi wal-Batil.

14. al-Wasiyah al-Kubra.

15. Naqd Ta'sis al-Taqdis.

16. al-Radd 'ala al-Nusairiyah.

E: Al-Radd 'ala As-hab al-Milal: (Responding to other religion's followers):

1. al-Jawab al-Sahih li-man Baddala Dina al-Masih.

2. al-Radd 'ala al-Nasara.

3. Takhjil Ahl al-Injil.

4. al-Risalah al-Qubrusiyah.

5. Iqtida' al-Sirat al-Mustaqim Mukhalafat As-hab al-Jahim.

F: Al-Mantiq wal-Falsafah: (Logic and Philosophy):

1. al-Radd 'ala al-Mantiqiyyin.

2. al-Risalah al-Safadiyah.

3. Naqd al-Mantiq.

4. al-Risalah al-'Arshiyah.

G: Al-Akhlaq wal-Siyasah wal-Ijtima': (Manners, Administration and Sociology)

1. al-Hasanah wal-Sayyi'ah.

2. al-Wasiyah al-Jami'ah li-Khair al-Dunia wal-Akhirah.

3. Sharh Hadith "Innama al-A'malu bin-Niyyat".

4. al-Siyasah al-Shar'iyah fi Islah al-Ra'i wal-Ra'iyah.

5. al-Hisbah fi al-Islam.

6. al-Mazalim al-Mushtarakah.

7. al-Shatranj.

H: Hadith:

1. Ahadith al-Qussas

The Reason this Creed was Written

Ibn Taimiyah said:

"A Shafi'ite judge from Wasit (in Iraq) whose name is Radiy ad-Din al-Wasiti, visited me on his way to Hajj (pilgrimage). This Sheikh was a
man of goodness and faith. He complained to me of the people's situation in that country (i.e., Iraq ) under the Tatars (Mongols) rule of ignorance,
injustice, and loss of faith and knowledge.

He asked me to write him an 'Aqidah (creed) as a reference to him and his family. But I declined saying: Many creeds have been written. Refer to the
scholars of the Sunnah. However, he persisted in his request, saying: I do not want any creed but one you write. So I wrote this one for him while I
was sitting one afternoon.

Many copies of it are dispersed throughout Egypt, Iraq and other provinces. (Majmu' Fatawa Ibn Taimiyah, VIII, p.164)



1-Ibn Batutah - Rihiah, vol.1,p.110,fn.1.
2- See page 21 of this book.
3-Ibn Kathir, al-Bidayah wan-Nihayah, Vol.7, Part 14, pp.91-92
4-Ibn Kathir, al-Bidayah wan-Nihayah, vol.7, part 14, p.56.
5- For description of Ibn Taimiyah's funeral see Ibn Kathir; pp.141-145.

_________________________

______________________________________________________


Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 3 = Dimana ALLAH ?, 3/3]

Y & R
 

开云体育

?
DIMANA ALLAH ?
?
oleh
Abdul Hakim bin Amir Abdat
?
Bagian Terakhir dari Tiga tulisan [3/3]

?
Keempat
Keterangan Para Sahabat Nabi SAW, dan Ulama-Ulama Islam.
?
Adapun keterangan dari para sahabat Nabi SAW, dan Imam-imam kita serta para Ulama dalam masalah ini sangat banyak sekali, yang tidak mungkin kami turunkan satu persatu dalam risalah kecil ini, kecuali beberapa diantaranya.
?
1. Umar bin Khatab pernah mengatakan :
??? Artinya :
"Hanyasanya segala urusan itu (datang/keputusannya) dari sini". Sambil Umar mengisyaratkan tangannya ke langit " [Imam Dzahabi di kitabnya "Al-Uluw" hal : 103. mengatakan : Sanadnya seperti Matahari (yakni terang benderang keshahihannya)].
?
2. Ibnu Mas'ud berkata :
??? Artinya :
"'Arsy itu diatas air dan Allah 'Azza wa Jalla di atas 'Arsy, Ia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan".
Riwayat ini shahih dikeluarkan oleh Imam Thabrani di kitabnya "Al-Mu'jam Kabir" No. 8987. dan lain-lain Imam.
Imam Dzahabi di kitabnya "Al-Uluw" hal : 103 berkata : sanadnya shahih,dan Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyetujuinya (beliau meringkas dan mentakhrij hadits ini di kitab Al-Uluw).
Tentang 'Arsy Allah di atas air ada firman Allah 'Azza wa Jalla.
"Dan adalah 'Arsy-Nya itu di atas air" (Hud : 7)
?
3. Anas bin Malik menerangkan :
??? Artinya :
"Adalah Zainab memegahkan dirinya atas istri-istri Nabi SAW, ia berkata : "Yang mengawinkan kamu (dengan Nabi) adalah keluarga kamu, tetapi yang mengawinkan aku (dengan Nabi) adalah Allah Ta'ala dari ATAS TUJUH LANGIT".
Dalam satu lafadz Zainab binti Jahsyin mengatakan :
"Sesungguhnya Allah telah menikahkan aku (dengan Nabi) dari atas langit". (Riwayat Bukhari juz 8 hal:176). Yakni perkawinan Nabi SAW dengan Zainab binti Jahsyin langsung Allah Ta'ala yang menikahinya dari atas 'Arsy-Nya.
Firman Allah di dalam surat Al-Ahzab : 57
"Kami kawinkan engkau dengannya (yakni Zainab)".
?
4. Imam Abu Hanifah berkata :
??? Artinya :
"Barangsiapa yang mengingkari sesungguhnya Allah berada di atas langit, maka sesungguhnya ia telah kafir".
Adapun terhadap orang yang tawaqquf (diam) dengan mengatakan "aku tidak tahu apakah Tuhanku di langit atau di bumi". Berkata Imam Abu Hanifah : "Sesungguhnya dia telah 'Kafir !". Karena Allah telah berfirman : "Ar-Rahman di atas 'Arsy Ia istiwaa". Yakni : Abu Hanifah telah mengkafirkan orang yang mengingkari atau tidak tahu bahwa Allah istiwaa diatas 'Arsy-Nya.
?
5. Imam Malik bin Anas telah berkata :
??? Artinya :
"Allah berada di atas langit, sedangkan ilmunya di tiap-tiap tempat, tidak tersembunyi sesuatupun dari-Nya".
?
6. Imam Asy-Syafi'iy telah berkata :
??? Artinya :
"Dan sesungguhnya Allah di atas 'Arsy-Nya di atas langit-Nya"
?
7. Imam Ahmad bin Hambal pernah di tanya : "Allah di atas tujuh langit diatas 'Arsy-
??? Nya, sedangkan kekuasaan-Nya dan ilmu-Nya berada di tiap-tiap tempat .?
?
??? Jawab Imam Ahmad :
??? Artinya :
"Benar ! Allah di atas 'Arsy-Nya dan tidak sesuatupun yang tersembunyi dari pengetahuan-nya".
?
8. Imam Ali bin Madini pernah ditanya : "Apa perkataan Ahlul Jannah ?".
??? Beliau menjawab :
??? Artinya :
"Mereka beriman dengan ru'yah (yakni melihat Allah pada hari kiamat dan di sorga khusus bagi kaum mu'minin), dan dengan kalam (yakni bahwa Allah berkata-kata), dan sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla di atas langit di atas 'Arsy-Nya Ia istiwaa".
?
9. Imam Tirmidzi telah berkata :
??? Artinya :
"Telah berkata ahli ilmu : "Dan Ia (Allah) di atas 'Arsy sebagaimana Ia telah sifatkan diri-Nya".
(Baca : "Al-Uluw oleh Imam Dzahabi yang diringkas oleh Muhammad Nashiruddin Al-Albani di hal : 137,140,179,188,189 dan 218. Fatwa Hamawiyyah Kubra oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal: 51,52,53,54 dan 57).
?
10. Telah berkata Imam Ibnu Khuzaimah -Imamnya para imam- :
??? Artinya :
"Barangsiapa yang tidak menetapkan sesungguhnya Allah Ta'ala di atas 'Arsy-Nya Ia istiwaa di atas tujuh langit-Nya, maka ia telah kafir dengan Tuhannya...".
(Riwayat ini shahih dikeluarkan oleh Imam Hakim di kitabnya Ma'rifah "Ulumul Hadits" hal : 84).
11. Telah berkata Syaikhul Islam Imam Abdul Qadir Jailani -diantara perkataannya- :
"Tidak boleh mensifatkan-Nya bahwa Ia berada diatas tiap-tiap tempat, bahkan (wajib) mengatakan : Sesungguhnya Ia di atas langit (yakni) di atas 'Arsy sebagaimana Ia telah berfirman :" Ar-Rahman di atas 'Arsy Ia istiwaa (Thaha : 5). Dan patutlah memuthlakkan sifat istiwaa tanpa ta'wil sesungguhnya Ia istiwaa dengan Dzat-Nya di atas 'Arsy. Dan keadaan-Nya di atas 'Arsy telah tersebut pada tiap-tiap kitab yang. Ia turunkan kepada tiap-tiap Nabi yang Ia utus tanpa (bertanya) :"Bagaimana caranya Allah istiwaa di atas 'Arsy-Nya ?" (Fatwa Hamawiyyah Kubra hal : 87).
Yakni : Kita wajib beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala istiwaa di atas 'Arsy-Nya yang menunjukan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala di atas sekalian mahluk-Nya. Tetapi wajib bagi kita meniadakan pertanyaan : "Bagaimana caranya Allah istiwaa di atas 'Arsy-Nya ?". Karena yang demikian tidak dapat kita mengerti sebagaimana telah diterangkan oleh Imam Malik dan lain-lain Imam. Allah istiwaa sesuai dengan kebesaran-Nya tidak serupa dengan istiwaanya mahluk sebagaiamana kita meniadakan pertanyaan : Bagaimana Dzatnya Allah??.
Demikianlah aqidah salaf, salah satunya ialah Imam Abdul Qadir Jailani yang di Indonesia, di sembah-sembah dijadikan berhala oleh penyembah-penyembah qubur dan orang-orang bodoh. Kalau sekiranya Imam kita ini hidup pada zaman kita sekarang ini dan beliau melihat betapa banyaknya orang-orang yang menyembah dengan meminta-minta kepada beliau dengan "tawasul", tentu beliau akan mengingkari dengan sangat keras dan berlepaas diri dari qaum musyrikin tersebut.
Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji'un !!.
?
?
Kelima
Kesimpulan
?
Hadits Jariyah (budak perempuan) ini bersama? hadits-hadits yang lain yang sangat banyak dan berpuluh-puluh ayat Al-Qur'an dengan tegas dan terang menyatakan : "Sesungguhnya Pencipta kita Allah 'Azza wa Jalla di atas langit yakni di atas 'Arsy-Nya, yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya". Maha Suci Allah dari menyerupai mahluk-Nya.!.
?
Dan Maha Suci Allah dari ta'wilnya kaum Jahmiyyah yang mengatakan Allah ada dimana-mana tempat !??.
?
Dapatlah kami simpulkan sebagai berikut :
  1. Sesungguhnya bertanya dengan pertanyaan : "Dimana Allah ?, disyariatkan dan penanya telah mengikuti Rasulullah SAW.
  2. Wajib menjawab : "Sesungguhnya Allah di atas langit atau di atas 'Arsy". Karena yang dimaksud di atas langit adalah di atas 'Arsy. Jawaban ini membuktikan keimanannya sebagi mu'min atau mu'minah. Sebagaimana Nabi SAW, telah menyatakan keimanan budak perempuan, karena jawabannya : Allah di atas langit !.
  3. Wajib mengi'tiqadkan sesungguhnya Allah di atas langit, yakni di atas 'Arsy-Nya.
  4. Barangsiapa yang mengingkari wujud Allah di atas langit, maka sesungguhnya ia telah kafir.
  5. Barangsiapa yang tidak membolehkan bertanya : Dimana Allah ? maka sesunguhnya ia telah menjadikan dirinya? lebih pandai dari Rasulullah SAW, bahkan lebih pandai dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Na'udzu billah.
  6. Barangsiapa yang tidak menjawab : Sesungguhnya Allah di atas langit, maka bukanlah ia seorang mukmin atau mukminah.
  7. Barangsiapa yang mempunyai iti'qad bahwa bertanya :"Dimana Allah ?" akan menyerupakan Allah dengan mahluk-nya, maka sesunguhnya ia telah menuduh Rasulullah SAW jahil/bodoh !. Na'udzu billah !
  8. Barangsiapa yang mempunyai iti'qad bahwa Allah berada dimana-mana tempat, maka sesunguhnya ia telah kafir.
  9. Barangsiapa yang tidak mengetahui dimana Tuhannya, maka bukankah ia penyembah Allah 'Azza wa Jalla, tetapi ia menyembah kepada "sesuatu yang tidak ada".
  10. Ketahuilah ! Bahwa sesunguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala di atas langit, yakni di atas 'Arsy-Nya di atas sekalian mahluk-Nya, telah setuju dengan dalil naqli dan aqli serta fitrah manusia. Adapun dalil naqli, telah datang berpuluh ayat Al-Qur'an dan hadits yang mencapai derajat mutawatir. Demikian juga keterangan Imam-imam dan Ulama-ulama Islam, bahkan telah terjadi ijma' diantara mereka kecuali kaum ahlul bid'ah. Sedangkan dalil aqli yang sederhanapun akan menolak jika dikatakan bahwa Allah berada di segala tempat !. Adapun fitrah manusia, maka lihatlah jika manusia -baik muslim atau kafir- berdo'a khususnya apabila mereka terkena musibah, mereka angkat kepala-kepala mereka ke langit sambil mengucapkan 'Ya ... Tuhan..!. Manusia dengan fitrahnya mengetahui bahwa penciptanya berada di tempat yang tinggi, di atas sekalian mahluk-Nya yakni di atas 'Arsy-Nya. Bahkan fitrah ini terdapat juga pada hewan dan tidak ada yang mengingkari fitrah ini kecuali orang yang telah rusak fitrahnya.
?
Tambahan
Sebagian ikhwan telah bertanya kepada saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) tentang ayat :
Artinya :
"Dan Dia-lah Allah di langit dan di bumi, Dia mengetahui rahasia kamu dan yang kamu nyatakan, dan Dia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan ". (Al-An'am : 3)
?
Saya jawab : Ahli tafsir telah sepakat sebagaimana dinukil Imam Ibnu Katsir mengingkari kaum Jahmiyyah yang membawakan ayat ini untuk mengatakan :
?
"Innahu Fii Qulli Makaan"
"Sesungguhnya Ia (Allah) berada di tiap-tiap tempat !".
?
Maha Suci Allah dari perktaan kaum Jahmiyyah ini !
?
Adapun maksud ayat ini ialah :
  1. Dialah yang dipanggil (diseru/disebut) Allah di langit dan di bumi.
  2. Yakni : Dialah yang disembah dan ditauhidkan (diesakan) dan ditetapkan bagi-Nya Ilaahiyyah (Ketuhanan) oleh mahluk yang dilangit dan mahluk yang di bumi, kecuali mereka yang kafir dari golongan Jin dan manusia.
Ayat tersebut seperti juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Artinya :
"Dan Dia-lah yang di langit (sebagai) Tuhan, dan di bumi (sebagai) Tuhan, dan Dia Maha Bijaksana (dan) Maha mengetahui". (Az-Zukhruf : 84)
Yakni : Dia-lah Allah Tuhan bagi mahluk yang di langit dan bagi mahluk yang di bumi dan Ia disembah oleh penghuni keduanya. (baca : Tafsir Ibnu Katsir Juz 2 hal 123 dan Juz 4 hal 136).
?
Bukanlah dua ayat di atas maksudnya : Allah ada di langit dan di bumi atau berada di segala tempat!. Sebagaimana ta'wilnya kaum Jahmiyyah dan yang sepaham dengan mereka. Atau perkataan orang-orang yang "diam" Tidak tahu Allah ada di mana !.
?
Mereka selain telah menyalahi ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi serta keterangan para sahabat dan Imam-imam Islam seluruhnya, juga bodoh terhadap bahasa Arab yang dengan bahasa Arab yang terang Al-Quran ini diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
?
Imam Abu Abdillah Al-Muhasiby dalam keterangan ayat di atas (A-Zukhruf : 84) menerangkan : "Yakni Tuhan bagi penduduk langit dan Tuhan bagi penduduk bumi. Dan yang demikian terdapat di dalam bahasa, (umpamanya ) engkau berkata : "Si Fulan penguasa di (negeri) Khirasan, dan di Balkh, dan di Samarqand", padahal ia berada di satu tempat". Yakni : Tidak berarti ia berada di tiga tempat meskipun ia menguasai ketiga negeri tersebut. Kalau dalam bahasa Indonesia, umpamanya kita berkata "Si Fulan penguasa di Jakarta, dan penguasa di Bogor, dan penguasa di Bandung". Sedangkan ia berada di satu tempat.
?
Bagi Allah ada perumpamaan/misal yang lebih tinggi (baca : Fatwa Hamawiyyah Kubra hal : 73).
?
Adapun orang yang "diam" (tawaqquf) dengan mengatakan : "Kami tidak tahu Dzat Allah di atas 'Arsy atau di bumi", mereka ini adalah orang-orang yang telah memelihara kebodohan !. Allah Rabbul 'Alamin telah sifatkan diri-Nya dengan sifat-sifat ini, yang salah satunya bahwa Ia istiwaa (bersemayam) di atas 'Arsy-Nya supaya kita mengetahui dan menetapkannya. Oleh karena itu "diam" darinya dengan ucapan "kita tidak tahu" nyata telah berpaling dari maksud Allah. Pantaslah kalau Abu Hanifah mengkafirkan orang yang berfaham demikian, sama seperti orang yang menta'wilnya.
?

?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?


Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 3 = Dimana ALLAH ?, 2/3]

Y & R
 

开云体育

?
DIMANA ALLAH ?
?
oleh
Abdul Hakim bin Amir Abdat
?
Bagian Kedua dari Tiga tulisan [2/3]

?
Ketiga
Penunjukan Beberapa Dalil dari Al-Qur'an dan Hadits yang Shahih.
?
Firman Allah 'Azza wa Jalla.
Artinya :
"Apakah kamu merasa aman terhadap DZAT yang di atas langit, bahwa Ia akan menenggelamkan ke dalam bumi, maka tiba-tiba ia (bumi) bergoncang ?" (Al-Mulk : 16)
"Ataukah kamu (memang) merasa aman terhadap DZAT yang di atas langit bahwa Ia akan mengirim kepada kamu angin yang mengandung batu kerikil ? Maka kamu akan mengetahui bagaimana ancaman-Ku". (Al-Mulk : 17).
Berkata Imam Ibnu Khuzaimah -setelah membawakan dua ayat di atas di kitabnya "At-Tauhid" (hal : 115).
Artinya :
"Bukankah Ia telah memberitahukan kepada kita -wahai orang yang berakal- yaitu ; apa yang ada diantara keduanya sesungguhnya Ia di atas langit".
Berkata Imam Abul Hasan Al-Asy'ary di kitabnya "Al-Ibanah Fi Ushulid-diayaanah hal : 48) setelah membawakan ayat di atas : "Di atas langit-langit itu adalah 'Arsy, maka tatkala 'Arsy berada di atas langit-langit. Ia berfirman : "Apakah kamu merasa aman terhadap Dzat yang berada di atas langit ?" Karena sesungguhnya Ia istiwaa (bersemayam) di atas 'Arsy yang berada di atas langit, dan tiap-tiap yang tinggi itu dinamakan 'As-Samaa" (langit), maka 'Arsy berada di atas langit. Bukankah yang dimaksud apabila Ia berfirman : "Apakah kamu merasa aman terhadap Dzat yang diatas langit ?" yakni seluruh langit ! Tetapi yang Ia kehendaki adalah 'Arsy yang berada di atas langit".
?
Saya berpandangan (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Dua ayat di atas sangat tegas sekali yang tidak dapat dibantah dan ta'wil bahwa lafadz "MAN" tidak mungkin difahami selain dari Allah 'Azza wa Jalla. Bukan Malaikat-Nya sebagaimana dikatakan oleh kaum Jahmiyyah dan yang sepaham dengannya, yang telah merubah firman Allah 'Azza wa Jalla. Bukankah dlamir (kata ganti) pada fi'il (kata kerja) "yakhtsif" (Ia menenggelamkan) dan "yartsil" (Ia mengirim) adalah "huwa" (Dia) ? siapakah Dia itu kalau bukan Allah 'Azza wa Jalla.
?
Firman Allah :
Artinya :
"Mereka (para Malaikat) takut kepada Tuhan mereka yang berada di atas mereka, dan mereka mengerjakan apa-apa yang diperintahkan". (An-Nahl : 50).
Ayat ini tegas sekali menyatakan bahwa Allah 'Azza wa Jalla berada di atas bukan di mana-mana tempat. Karena lafadz "fawqo" (di atas) apabila di majrur dengan huruf "min" dalam bahasa Arab menunjukan akan ketinggian tempat. Dan tidak dapat di ta'wil dengan ketinggian martabat, sebagaimana dikatakan kaum Jahmiyyah dan yang sepaham dengan mereka. Alangkah zhalimnya mereka ini yang selalu merubah-rubah firman Tuhan kita Allah Jalla Jalaa Luhu.
?
Berkata Imam Ibnu Khuzaimah di kitabnya "At-Tauhid"? (hal : 111): "Tidaklah kalian mendengar firman pencipta kita 'Azza wa Jalla yang mensifatkan diri-Nya.
Artinya :
"Dan Dialah (Allah) yang Maha Kuasa di atas hamba-hamba-Nya". (Al-An'am : 18 & 61).
Berkata Imam Ibnu Khuzaimah di kitabnya tersebut : "Tidakkah kalian mendengar wahai penuntut ilmu. Firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala kepada Isa bin Maryam :
Artinya :
"Wahai Isa ! Sesungguhnya Aku akan mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku" (Ali Imran : 55)
Ibnu Khuzaimah menerangkan : Bukankah "mengangkat" sesuatu itu dari bawah ke atas (ke tempat yang tinggi) tidak dari atas ke bawah!. Dan firman Allah 'Azza wa Jalla.
Artinya :
"Tetapi Allah telah mengangkat dia (yakni Nabi Isa) kepada-Nya" (An-Nisa' : 158).
Karena "Ar-raf'ah" = mengangkat dalam bahasa Arab yang dengan bahasa mereka kita diajas berbicara (yakni Al-Qur'an) dalam bahasa Arab yang hanya dapat diartikan dari bawah ke tempat yang tinggi dan di atas" (kitab At-Tauhid : 111).
?
Sekarang dengarlah wahai orang yang berakal, kisah Fir'aun bersama Nabi Allah Musa 'Alaihis Salam di dalam kitab-Nya yang mulia, dimana Fir'aun telah?mendustakan Musa yang telah mengabarkan kepadanya bahwa Tuhannya Allah Subhanahu wa Ta'ala di atas langit :
Artinya :
"Dan berkata Fir'aun : Hai Haman! Buatkanlah untukku satu bangunan yang tinggi supaya aku (dapat) mencapai jalan-jalan. (Yaitu) jalan-jalan menuju ke langit supaya aku dapat melihat Tuhan(nya) Musa, karena sesungguhnya aku mengira dia itu telah berdusta". (Al-Mu'min : 36-37. Al-Qashash : 38).
Perhatikanlah wahai orang yang berakal!. Perintah Fir'aun kepada Haman -menterinya- untuk membuatkan satu bangunan yang tinggi supaya ia dapat jalan ke langit untuk melihat Tuhannya Musa. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Musa telah memberitahukan kepadanya bahwa Tuhannya -Allah Subhanahu wa Ta'ala- berada di atas langit-.
?
Kalau tidak demikian, yakni misalnya Nabi Musa mengatakan bahwa Tuhannya ada dimana-mana tempat -sebagaimana dikatakan kaum Jahmiyyah- tentu Fir'aun yang disebabkan karena kekafirannya dan pengakuannya? sebagai Tuhan, akan mengerahkan bala tentaranya untuk mencari Tuhannya Musa di istananya, di rumah-rumah Bani Israil, di pasar-pasar dan di seluruh tempat di timur dan di barat !?. Tetapi tatkala Nabi Musa dengan perkataannya: "Sesungguhnya aku mengira dia ini berdusta !". Yakni tentang perkataan Musa bahwa Tuhannya di atas langit.
?
Perhatikanlah, wahai orang yang berakal !. Keadaan Fir'aun yang mendustakan Nabi Musa dengan kaum Jahmiyyah dan yang sepaham dengan mereka yang telah merubah firman Allah dengan mengatakan : Allah ada di segala tempat !.
?
Ketahuilah ! Bahwa pemahaman di atas bukanklah hasil dari pikiran saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat)? tetapi pemahaman Ulama-ulama kita diantaranya :
  1. Imam Ibnu Khuzaimah di kitabnya "At-Tauhid" (hal : 114-115) diantara keterangannya :"Perkataan Fir'aun (sesungguhnya aku menyangka/mengira ia termasuk dari orang-orang yang berdusta) terdapat dalil bahwa Musa telah memberitahukan kepada Fir'aun :" Bahwa Tuhannya Yang Maha Besar dan Maha Tinggi berada di tempat yang tinggi dan di atas".
  2. Berkata Imam Al-Asy'ary setelah membawakan ayat di atas : "Fir'aun telah mendustakan Musa tentang perkataannya : Sesungguhnya Allah di atas langit" (Al-Ibanah : 48).
  3. Berkata Imam Ad-Daarimi di kitabnya "Raddu 'Alal Jahmiyyah hal : 37 Setelah membawakan ayat di atas : " Di dalam ayat ini terdapat keterangan yang sangat jelas dan dalil yang nyata, bahwa Musa telah mengajak Fir'aun mengenal Allah bahwa Ia berada di atas langit. Oleh karena itu Fir'aun memerintahkan membuat bangunan yang tinggi".
  4. Berkata Syaikhul Islam Al-Imam As-Shaabuny di kitabnya "Itiqad Ahlus Sunnah wa Ashabul Hadits wal A'imah " (hal : 15) : "Bahwasanya Fir'aun mengatakan demikian (yakni menuduh Musa berdusta) karena ia telah mendengar Musa AS menerangkan bahwa Tuhannya berada diatas langit. Tidakkah engkau perhatikan perkataannya : "Sesungguhnya aku mengira dia itu berdusta" yakni tentang perkataan Musa : "Sesungguhnya di atas langit ada Tuhan".
  5. Imam Abu Abdillah Haarits bin Ismail Al-Muhaasiby diantara keterangannya :"Berkata Fir'aun : (Sesungguhnya aku mengira dia itu berdusta) tentang apa yang ia (Musa) katakan kepadaku : "Sesungguhnya Tuhannya berada di atas langit". Kemudian beliau menerangkan : "Kalau sekiranya Musa mengatakan : "Sesungguhnya Allah berada di tiap-tiap tempat dengan Dzatnya, nisacaya Fir'aun akan mencari di rumahnya, atau di hadapannya atau ia merasakannya, -Maha Tinggi Allah dari yang demikian- tentu Fir'aun tidak akan menyusahkan dirinya membuat bangunan yang tinggi". (Fatwa Hamawiyyah Kubra : 73).
  6. Berkata Imam Ibnu Abdil Bar : "Maka (ayat ini) menunjukan sesungguhnya Musa mengatakan (kepada Fir'aun) : "Tuhanku di atas langit ! sedangkan Fir'aun menuduhnya berdusta". (baca Ijtimaaul Juyusy Al-Islamiyyah hal : 80).
  7. Berkata Imam Al-Waasithi di kitabnya "An-Nahihah fi Shifatir Rabbi Jalla wa 'Alaa" (hal : 23 cetakan ke-3 th 1982 Maktab Al-Islamy) : "Dan ini menunjukkan bahwa Musa telah mengabarkan kepadanya bahwa Tuhannya yang Maha Tinggi berada di atas langit. Oleh karena itu Fir'aun berkata : "Sesungguhnya aku mengira dia ini berdusta".
Demikianlah penjelasan dari tujuh Imam besar di dalam Islam tentang ayat di atas, selain masih banyak lagi yang kesimpulannya : "Bahwa mendustakan Allah Subhanahu wa Ta'ala berada di atas langit di atas 'Arsy-Nya, Ia istiwaa (bersemayam) yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, adalah ; sunnahnya Fir'aun". Na'udzu billah !!.
?
Sampai disini pembahasan beberapa dalil dari kitab Allah -salain masih banyak lagi- yang cukup untuk diambil pelajaran bagi mereka yang ingin mempelajarinya. Firman Allah Subahanhu wa Ta'ala.
Artinya :
"Ambillah pelajaran wahai orang-orang yang mempunyai pandangan !" (Al-Hasyr : 2).
Adapun dalil-dalil dari hadits Nabi SAW banyak sekali. Dibawah ini akan disebutkan beberapa diantaranya :
Nabi kita SAW telah bersabda :
Artinya :
"Orang-orang yang penyayang, mereka itu akan disayang oleh Allah Tabaaraka wa Ta'ala (Yang Maha berkat dan Maha Tinggi). oleh karena itu sayangilah orang-orang yang di muka bumi, niscaya Dzat yang di atas langit akan menyayangi kamu". (Shahih. Diriwayatkan oleh Imam-imam : Abu Dawud No. 4941. Ahmad 2/160. Hakim 4/159. dari jalan Abdullah bin 'Amr bin 'Ash. Hadits ini telah dishahihkan oleh Imam Hakim dan telah pula disetujui oleh Imam Dzahabi. Demikian juga Al-Albani telah? menyatakan hadits ini shahih dikitabnya "Silsilah Shahihah No. 925".
"Barangsiapa yang tidak menyayangi orang yang dimuka bumi, niscaya tidak akan di sayang oleh Dzat yang di atas langit". (Shahih, diriwayatkan oleh Imam Thabrani di kitabnya "Mu'jam Kabir No. 2497 dari jalan Jarir bin Abdullah. Imam Dzahabi di kitabnya "Al-Uluw" hal : 83 diringkas oleh Al-Albani) mengatakan : Rawi-rawinya tsiqaat/kepercayaan).
"Tidakkah kamu merasa aman kepadaku padahal aku orang kepercayaan Dzat yang di atas langit, datang kepadaku berita (wahyu) dari langit di waktu pagi dan petang". (Shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim 3/111 dan Ahmad 3/4 dari jalan Abu Sa'id Al-Khudry).
"Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya ! Tidak seorang suamipun yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya (bersenggama), lalu sang istri menolaknya, melainkan Dzat yang di atas langit murka kepadanya sampai suaminya ridla kepadanya ".(Shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim 4/157 dari jalan Abu Hurarirah).
Keterangan :
"Dzat yang di atas langit yakni Allah 'Azza wa Jalla (perhatikan empat hadits diatas)".
"Silih berganti (datang) kepada kamu Malaikat malam dan Malaikat siang dan mereka berkumpul pada waktu shalat shubuh dan shalat ashar. Kemudian naik malaikat yang bermalam dengan kamu, lalu Tuhan mereka bertanya kepada mereka, padahal Ia lebih tahu keadaan mereka : "Bagaimana (keadaan mereka) sewaktu kamu tinggalkan hamba-hamba-Ku ? Mereka menjawab : "Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami datang kepada mereka dalam keadaan shalat". (Shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari 1/139 dan Muslim 2/113 dll).
Keterangan :
"Sabda Nabi SAW : "Kemudian NAIK Malaikat-malaikat yang bermalam ...dst" Menunjukan bahwa Pencipta kita Allah Subhanahu wa Ta'ala berada di atas. Hal ini juga menunjukan betapa rusaknya pikiran dan fitrahnya kaum Jahmiyyah yang mengatakan Pencipta kita, tidak berada di atas tetapi di segala tempat ? Maha Suci Allah ! Dan Maha Tinggi Allah dari segala ucapan kaum Jahmiyyah dan yang sepaham dengan mereka !.
"Jabir bin Abdullah telah meriwayatkan tentang sifat haji Nabi dalam satu hadits yang panjang yang didalamnya diterangkan khotbah Nabi SAW di padang 'Arafah : "(Jabir? menerangkan) : Lalu Nabi SAW mengangkat jari telunjuknya ke arah langit, kemudian beliau tunjukkan jarinya itu kepada manusia, (kemudian beliau berdo'a) : "Ya Allah saksikanlah ! Ya Allah saksikanlah ! ( Riwayat Imam Muslim 4/41).
Sungguh hadits ini merupakan tamparan yang pedas di muka-muka kaum Ahlul Bid'ah yang selalu melarang kaum muslimin berisyarat dengan jarinya ke arah langit. Mereka berkata : Kami khawatir orang-orang akan mempunyai i'tiqad bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berada di atas langit ! Padahal Allah tidak bertempat tetapi Ia berada di segala tempat !?.
?
Demikianlah kekhawatiran yang dimaksudkan syaithan ke dalam hati ketua-ketua mereka. Yang pada hakekatnya mereka ini telah membodohi Nabi SAW yang telah mengisyaratkan jari beliau ke arah langit.
?
Perhatikanlah perkataan mereka : "Allah tidak bertempat tetapi Ia berada di segala tempat !?"
?
Perhatikanlah ! Adakah akal yang shahih dan fitrah yang bersih dapat menerima dan mengerti perkataan di atas !?.
?
Mereka mengatakan Allah tidak bertempat karena akan menyerupai dengan mahluk-Nya. Tetapi pada saat yang sama mereka tetapkan bahwa Allah berada disegala tempat atau dimana-mana tempat !?.
?
Ya Subhanallah !
Artinya :
"Dari Ibnu Abbas (ia berkata) : " Bahwa Rasulullah SAW berkhotbah kepada manusia pada hari Nahr (tgl.? 10 Zulhijah) -kemudian Ibnu Abbas menyebutkan khotbah Nabi SAW- kemudian beliau mengangkat kepalanya (ke langit) sambil mengucapkan : Ya Allah bukankah Aku telah menyampaikan ! Ya Allah bukankah aku telah menyampaikan !. (Riawayat Imam Bukhari Juz 2 hal : 191).
Perhatikan wahai orang yang berakal ! Perbuatan Rasulullah SAW mengangkat kepalanya ke langit mengucapkan : Ya Allah !.
?
Rasulullah SAW menyeru kepada Tuhannya Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berada di atas langit yakni di atas 'Arsy di atas sekalian mahluk-Nya. Kemudian perhatikanlah kaum Jahmiyyah yang mengatakan Allah ada di segala tempat, dibawah mahluk, di jalan-jalan, di tempat-tempat yang kotor, dan di perut-perut hewan !?
?
Maha Suci Allah ! Maha Suci Allah dari apa yang disifatkan oleh kaum Jahmiyyah dan yang sama dengan mereka !.
Artinya :
"Dari Aisyah, ia berkata : "Nabi SAW mengangkat kepalanya ke langit. (Riwayat Imam Bukhari 7/122).
?
Bersambung
Keterangan Para Sahabat? Nabi SAW dan Ulama-Ulama ISLAM

?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?


Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 3 = Dimana ALLAH ?, 1/3]

Y & R
 

开云体育

?
DIMANA ALLAH ?
?
oleh
Abdul Hakim bin Amir Abdat
?
Bagian Pertama dari Tiga tulisan [1/3]

?
Saya akan menjelaskan salah satu aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, yang telah hilang dari dada sebagian kaum muslimin, yaitu : tentang istiwaa Allah di atas Arsy-Nya yang sesuai dengan? kebesaran dan kemuliaan-Nya. Sehingga bila kita bertanya kepada saudara kita ; Dimana Allah ? Kita akan mendapat dua jawaban yang bathil bahkan sebagiannya kufur..! :
  1. Allah ada pada diri kita ini ..!
  2. Allah dimana-mana di segala tempat !
Jawaban yang pertama berasal dari kaum wihdatul wujud (kesatuan wujud Allah dengan manusia) yang telah dikafirkan oleh para Ulama kita yang dahulu dan sekarang. Sedangkan jawaban yang kedua keluar dari kaum Jahmiyyah (faham yang menghilangkan sifat-sifat Allah) dan Mu'tazilah, serta mereka yang sefaham dengan keduanya dari ahlul bid'ah.
?
Rasulullah SAW pernah mengajukan pertanyaan kepada seorang budak perempuan milik Mua'wiyah bin Al-Hakam As-Sulamy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya yaitu Mu'awiyah :
Artinya :
"Beliau bertanya kepadanya : "Di manakah Allah ?. Jawab budak perempuan : "Di atas langit. Beliau bertanya (lagi) : "Siapakah Aku ..?. Jawab budak itu : "Engkau adalah Rasulullah". Beliau bersabda : "Merdekakan ia ! .. karena sesungguhnya ia mu'minah (seorang perempuan yang beriman)".
?
Hadits shahih. Dikeluarkan oleh Jama'ah ahli hadits, diantaranya :
  1. Imam Malik (Tanwirul Hawaalik syarah Al-Muwath-tho juz 3 halaman 5-6).
  2. Imam Muslim (2/70-71)
  3. Imam Abu Dawud (No. 930-931)
  4. Imam Nasa'i (3/13-14)
  5. Imam Ahmad (5/447, 448-449)
  6. Imam Daarimi 91/353-354)
  7. Ath-Thayaalis di Musnadnya (No. 1105)
  8. Imam Ibnul Jaarud di Kitabnya "Al-Muntaqa" (No. 212)
  9. Imam Baihaqy di Kitabnya "Sunanul Kubra" (2/249-250)
  10. Imam Ibnu Khuzaimah -Imamnya para Imam- di Kitabnya "Tauhid" (hal. 121-122)
  11. Imam Ibnu Abi 'Aashim di Kitab As-Sunnah (No. 489 di takhrij oleh ahli hadits besar Muhammad Nashiruddin Al-Albanni).
  12. Imam Utsman bin Sa'id Ad-Daarimi di Kitabnya "Ar-Raddu 'Alal Jahmiyyah" (No. 60,61,62 halaman 38-39 cetakan darus Salafiyah).
  13. Imam Al-Laalikai di Kitabnya "As-Sunnah " (No. 652).
?
PEMBAHASAN
?
Pertama.
Hadist ini merupakan cemeti dan petir yang menyambar di kepala dan telinga ahlul bid'ah dari kaum Jahmiyyah dan Mu'tazilah dan yang sefaham dengan mereka, yaitu ; dari kaum yang menyandarkan aqidah mereka kepada Imam Abul Hasan Ali bin Ismail Al-Asy'ary, yaitu ; mereka mempunyai i'tiqad (berpendapat) :
"ALLAH BERADA DI TIAP-TIAP TEMPAT ATAU ALLAH BERADA DIMANA-MANA .!?"
?
Katakanlah kepada mereka : Jika demikian, yakni Allah berada dimana-mana tempat, maka Allah berada di jalan-jalan, di pasar-pasar, di tempat kotor dan berada di bawah mahluknya !?.
?
Jawablah kepada mereka dengan firman Allah 'Azza wa Jalla :
Artinya :
"Maha suci Engkau ! ini adalah satu dusta yang sangat besar" (An-Nur : 16)
?"Maha suci Allah dari apa-apa yang mereka sifatkan " (Al-Mu'minun : 91)
"Maha Suci Dia ! Dan Maha Tinggi dari apa-apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang besar". (Al-Isra : 43)
Berkata Imam Adz-Dzahabi? setelah membawakan hadits ini, di kitabnya "Al-Uluw" (hal : 81 diringkas oleh Muhammad Nashiruddin Al-Albani).
Artinya :
"Dan demikian ra'yu kami (setuju dengan hadits) setiap orang yang ditanya : "Dimana Allah ? "Dia segera dengan fitrahnya menjawab : Di atas langit !. Didalam hadits ini ada dua masalah : pertama : Disyariatkan pertanyaan seorang muslim : Dimana Allah ?. Kedua : Jawaban orang yang ditanya : (Allah) di atas langit ! Maka barangsiapa yang mengingkari dua masalah ini berarti ia telah mengingkari Al-Musthafa (Nabi) SAW".
?
Dan telah berkata Imam Ad-Daarimi setelah membawakan hadits ini di kitabnya "Ar-Raddu 'Alal Jahmiyah (hal: 39): "Di dalam hadits Rasulullah SAW ini, ada dalil bahwa seseorang apabila tidak mengetahui sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla berada di atas langit bukan bumi, tidaklah ia seorang mu'min".
?
Tidaklah engkau perhatikan bahwa Rasulullah SAW telah menjadikan tanda/alamat keimanannya (yaitu budak perempuan) tentang pengetahuannya sesungguhnya Allah diatas langit. Dan pada pertanyaan Rasulullah SAW (kepada budak perempuan): "Dimana Allah ?". Mendustakan perkataan orang yang mengatakan : "Dia (Allah) ada di tiap-tiap tempat (dan) tidak boleh disifatkan dengan (pertanyaan) : Dimana .?
?
?
Kedua
Lafadz 'As-Samaa" menurut lughoh/bahasa Arab artinya : Setiap yang tinggi dan berada di atas. Berkata Az-Zujaaj (seorang Imam ahli bahasa) :
Artinya :
"(Lafadz) As-Samaa/langit di dalam bahasa dikatakan : Bagi tiap-tiap yang tinggi dan berada diatas. Dikatakan : Atap rumah langit-langit rumah".
Dinamakan "Awan" itu langit/As-Samaa, karena ia berada di atas manusia. Firman Allah 'Azza wa Jalla.
Artinya :
"Dan Ia turunkan dari langit Air (hujan)" (Al-Baqarah : 22).
Adapun huruf "Fii" dalam lafadz hadits "Fiis-Samaa" bermakna " 'Alaa" seperti firman Allah 'Azza wa Jalla:
Artinya :
"Maka berjalanlah kamu di atas/di muka bumi" (At-Taubah : 2)
"Mereka tersesat di muka bumi" (Al-Ma'dah : 26).
Lafadz "Fil Arldhii" dalam dua ayat diatas maknanya " 'Alal Arldhii", Maksudnya : Allah 'Azza wa Jalla berada dipihak/diarah yang tinggi -di atas langit- yakni di atas 'Arsy-Nya yang sesuai dengan kebesaran-Nya. Ia tidak serupa dengan satupun mahluk-Nya dan tidak satupun mahluk menyerupai-Nya.
?
Firman Allah 'Azza wa Jalla :
Artinya :
"Tidak ada sesuatupun yang sama dengan-Nya, dan Ia-lah yang Maha Mendengar (dan) Maha Melihat". (As-Syura : 4)
"Dan tidak ada satupun yang sama/sebanding dengan-Nya" (Al-ikhlas : 4)
"Ar-Rahman di atas 'Arsy Ia istiwaa (bersemayam)". (Thaha : 5)
"Sesungguhnya Tuhan kamu itu Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian ia istiwaa (bersemayam) di atas 'Arsy".(Al-A'raf :54).
?
Madzhab Salaf -dan yang mengikuti mereka- seperti Imam yang empat : Abu Hanifah, Malik, Syafi'iy dan Ahmad bin Hambal dan lain-lain Ulama termasuk Imam Abul Hasan Al-Asy'ari sendiri, mereka semuanya beriman bahwa ; Allah 'Azza wa Jalla ISTIWAA diatas 'Arsy-Nya sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya.
?
Mereka tidak menta'wil ISTIWAA/ISTAWAA dengan ISTAWLA yang artinya : Berkuasa. Seperti halnya kaum Jahmiyyah dan yang sefaham dengan mereka yang mengatakan "Allah istiwaa di atas 'Arsy" itu maknanya : Allah menguasai 'Arsy !. Bukan Dzat Allah berada di atas langit yakni di atas 'Arsy-Nya, karena Allah berada dimana-mana tempat !?... Mereka ini telah merubah perkataan dari tempatnya dan telah mengganti perkataan yang tidak pernah dikatakan Allah kepada mereka sama seperti kaum Yahudi (baca surat Al-baqarah : 58-59).
?
Katakan kepada mereka : Kalau makna istiwaa itu adalah istawla/berkuasa, maka Allah 'Azza wa Jalla berkuasa atas segala sesuatu bukan hanya menguasai 'Arsy. Ia menguasi langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya dan sekalian mahluk (selain Allah dinamakan mahluk). Allah 'Azza wa Jalla telah mengabarkan tentang istawaa-Nya diatas 'Arsy-Nya dalam tujuh tempat di dalam kitab-Nya Al-Qur'an. Dan semuanya dengan lafadz "istawaa". Ini menjadi dalil yang sangat besar bahwa yang dikehendaki dengan istawaa ialah secara hakekat, bukan "istawla" dengan jalan menta'wilnya.
?
Telah berfirman Allah 'Azza wa Jalla di Muhkam Tanzil-Nya.
Artinya :
"Ar-Rahman di atas 'Arsy Ia istawaa" (Thaha : 5)
"Kemudian Ia istawaa (bersemayam) di atas 'Arsy".
Pada enam tempat. Ia berfirman di kitab-Nya yaitu :
  1. Surat Al-A'raf ayat 54
  2. Surat Yunus ayat 3
  3. Surat Ar-Ra'du ayat 2
  4. Surat Al-Furqaan ayat 59
  5. Surat As-Sajdah ayat 4
  6. Surat Al-Hadid ayat 4
Menurut lughoh/bahasa, apabila fi'il istiwaa dimuta'adikan oleh huruf 'Ala, tidak dapat dipahami/diartikan lain kecuali berada diatasnya.
Firman Allah 'Azza wa Jalla :
Artinya :
"Dan berhentilah kapal (Nuh) diatas gunung/bukit Judi" (Hud : 44).
Di ayat ini fi'il "istawaa" dimuta'addikan oleh huruf 'Ala yang tidak dapat dipahami dan diartikan kecuali kapal Nabi Nuh AS secara hakekat betul-betul berlabuh/berhenti diatas gunung Judi. Dapatkah kita artikan bahwa "Kapal Nabi Nuh menguasai gunung Judi" yakni menta'wil lafadz "istawat" dengan lafadz "istawlat"? yang berada di tempat yang lain bukan di atas gunung Judi..? (yang sama dengan ayat di atas, baca surat Az-Zukhruf : 13).
?
Berkata Mujahid (seorang Tabi'in besar murid Ibnu Abbas).
Artinya :
"Ia istawaa (bersemayam) di atas "Arsy" maknanya :
"Ia berada tinggi di atas "Arsy"
(Riwayat Imam Bukhari di sahihnya Juz 8 hal : 175)
Berkata Imam Ibnu Khuzaimah -Imamnya para Imam- di kitabnya "At-Tauhid" (hal: 101):
Artinya :
"Kami beriman dengan khabar dari Allah Jalla wa A'laa (yang? Maha Besar dan Maha tinggi) sesungguhnya pencipta kami (Allah) Ia istiwaa di atas 'Arsy-Nya. Kami tidak akan mengganti/mengubah Kalam (firman) Allah dan kami tidak akan mengucapkan perkataan yang tidak pernah dikatakan (Allah) kepada kami sebagimana (kaum) Jahmiyyah yang menghilangkan sifat-sifat Allah, dengan mengatakan "Sesungguhnya Ia (Allah) istawla (menguasai) 'Arsy-Nya tidak istawaa!". Maka mereka telah mengganti perkataan yang tidak pernah dikatakan? (Allah) kepada mereka seperti perbuatan Yahudi tatkala mereka diperintah mengucapkan : "Hith-thatun (ampunkanlah dosa-dosa kami)" Tetapi mereka mengucapkan : "Hinthah (gandum).?". Mereka (kaum Yahudi) telah menyalahi perintah Allah yang Maha Besar dan Maha tinggi, begitu pula dengan (kaum) Jahmiyyah".
Yakni, Allah telah menegaskan pada tujuh tempat di kitab-Nya yang mulia, bahwa Ia istiwaa di atas 'Arsy-Nya (Dzat Allah istiwaa/bersemayam di atas 'Arsy-Nya yang sesuai dengan kebesaran-Nya, sedangkan ilmu-Nya berada dimana-mana/tiap-tiap tempat tidak satupun tersembunyi dari pengetahuan-Nya). Kemudian datanglah kaum Jahmiyyah mengubah firman Allah istawaa dengan istawla yakni menguasai 'Arsy sedangkan Dzat Allah berada dimana-mana/tiap-tiap tempat !!!. Maha Suci Allah dari apa-apa yang disifatkan kaum Jahmiyyah !
?
Adapun madzhab Salaf, mereka telah beriman dengan menetapkan (istbat) sesungguhnya Allah Azza wa Jalla istiwaa -dan bukan istawla- di atas 'Arsy-Nya tanpa :
  1. Tahrif yakni ; Merubah lafadz atau artinya.
  2. Ta'wil yakni ; Memalingkan dari arti yang zhahir kepada arti yang lain.
  3. Ta'thil yakni ; Meniadakan/menghilangkan sifat-sifat Allah baik sebagian maupun secara keseluruhannya.
  4. Tasybih yakni ; Menyerupakan Allah dengan mahluk.
  5. Takyif yakni ; Bertanya dengan pertanyaan : Bagaimana (caranya) ?
Alangkah bagusnya jawaban Imam Malik ketika beliau ditanya :
"Bagaimana caranya Allah istiwaa di atas 'Arsy ?. Beliau menjawab :
Artinya :
"Istiwaa itu bukanlah sesuatu yang tidak dikenal (yakni telah kita ketahui artinya), tetapi bagaimana caranya (Allah istiwaa) tidaklah dapat dimengerti, sedang iman dengannya (bahwa Allah istiwaa) wajib, tetapi bertanya tentangnya (bagaimana caranya) adalah bid'ah".
(baca : Fatwa Hamawiyyah Kubra hal : 45-46).
?
Perhatikan !
?
?
1.??? 'Arsy adalah mahluk Allah yang paling tinggi berada diatas tujuh langit dan sangat besar sekali sebagaimana diterangkan Ibnu Abbas :
Artinya :
"Dan 'Arsy tidak seorangpun dapat mengukur berapa besarnya".
Berkata Imam Dzahabi di kitabnya "Al-Uluw" (hal : 102) : rawi-rawinya tsiqaat (terpercaya).
?
Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan : Sanadnya shahih semua riwayatnya tsiqaat. (dikeluarkan oleh Imam ibnu Khuzaimah di kitabnya "At-Tauhid").
?
2.??? Bahwa Allah 'Azza wa Jalla -istiwaa-Nya di atas 'Arsy- tidak tergantung kepada 'Arsy. Bahkan sekalian mahluk termasuk 'Arsy bergantung kepada Allah Azza wa Jalla.
?
Firman Allah 'Azza wa Jalla.
Artinya :
"Sesungguhnya Allah Maha Kaya dari sekalian alam" (Al-Ankabut : 6) Yakni : Allah tidak berkeperlaun kepada sekalian mahluk".
?
Bersambung
Penunjukan Beberapa Dalil Dari Al-Qur'an Dan hadits Yang Shahih

?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?


Pocket size Dzikir Pagi/Sore

Tata Corp. Indonesia
 


Re: Undangan Bedah Buku Risalah Ramadhan

Suprayitno MCDP
 

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

UNDANGAN
Ikhwan dan Akhwat fillah, kembali ana menginformasikan
Acara Bedah Buku " Risalah Romadhon " Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim
Al-Jarullah

Acara ini akan dilaksanakan :
Ahad, 28 November 1999
Waktu : 09.00 s.d. 15.00
Tempat : Masjid Al Muhajirin PT. TOYOTA-ASTRA MOTOR Assembly Plant Sunter
I(jak-ut)
Pembahas kitab : Ust. Ahmad Rofi'i Lc.

Ana selaku panitia mengundang antum sekalian untuk menghadirinya,
buku+konsumsi disediakan panitia, infaq berupa sunduq saja.

Syukron atas perhatian antum.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

<<LOKASIBB.ppt>>

-----Original Message-----
From: Suprayitno MCDP
Sent: 22 Nopember 1999 8:50
To: 'assunnah@...'
Subject: Re: Undangan Bedah Buku Risalah Ramadhan


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Afwan, ana lupa memberikan Lokasi Acara Bedah Buku ini.
Berikut ana kirimkan lokasi tsb:

<< File: LOKASIBB.ppt >>

Syukron atas perhatian antum
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.