开云体育

ctrl + shift + ? for shortcuts
© 2025 Groups.io
Date

Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 21 = Nasihat Perkawinan 2/4]

Y & R
 

开云体育

?
NASIHAT PERKAWINAN
?
oleh
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
?
Bagian kedua dari empat tulisan [2/4]

?
?
PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN
?
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan? Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar idak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fitrahnya.
?
Perkawinan adalah fithrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam. Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) ; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Ar-Ruum : 30).
?
A. Islam Menganjurkan Nikah
?
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagi satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi". (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).
?
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras". Dan beliau bersabda :
"Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbanggga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat". (Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata : Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata : Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya .... Ketika hal itu di dengar oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
"Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golongannku". (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : "Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab".
?
Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.
?
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagian hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.
?
Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Ta'ala yang telah ditetapkan bagi mahluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang diakaruniakan Allah, misalnya ia berkata : "Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!".
?
Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya :
"Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui". (An-Nur : 32).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya :
"Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya". (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu 'anhu).
Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.
?
Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu pernah berkata : "Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan". (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul 'Arus hal. 20).
?
Bersambung :
Tujuan Perkawinan Dalam Islam

?
?
?
?


sudah jumpa calon "teman"

faizah razali
 

Assalamualaikum wrh wbt,

Netter yang dirahmati Allah s.w.t. sekalian,
terima kasih atas response yang diberi kepada advertisement rfaizah@... tentang subjek "mencari teman" yang tersebar begitu baik sekali.

Dengan ini, saya mohon iklan tersebut dibatalkan serta-merta sebab calon "teman" telah ditemui, insya-Allah...

Yang terbaik hanyalah daripada Allah s.w.t., segala kelemahan datang daripada diri saya sendiri...wallahu 'alam...


rfaizah@...
shah alam, malaysia.
26/01/2000
______________________________________________________


Re: [LK] RAHSIA SYAITAN / IBLIS

endan
 

开云体育

Afwan, saya belum mengganti set default, sehingga terkirim a.n. trisno@... harusnya dari endan@....
?
e.n.d.a.n

-----Original Message-----
From: trisno <trisno@...>
To: assunnah@... <assunnah@...>
Date: Monday, January 24, 2000 7:25 PM
Subject: [assunnah] Re: [LK] RAHSIA SYAITAN / IBLIS

Jazaakalallah khoiron bagi aikhi zzz (namanya siapa?) yang telah mengirimkan penjelasan ttg RAHASIA SYAITHAN / IBLIS. Namun di akhir tulisan ada yang mengganjal hati saya, yaitu mengenai "Zikr Harian Anjuran Al Imam Al Ghazali rohimahullah. Kiranya akhi berkenan untuk memberikan dasar (nash) dari amalan tersebut, dimana zikr-nya berbeda-beda untuk masing-masing hari. Saya yang dhoif ini sampai saat ini belum pernah menemukan zikr yang dikhususkan hari per hari seperti itu.
?
Sungguh Al-Imam Al-Ghazali rohimahullah adalah seorang ulama dari kaum muslimin yang besar jasanya bagi ummat Islam, dan kita pun patut untuk mendoakannya dan mencintainya karena keilmuannya. Namun para ulama telah menjelaskan bahwa dalam buku-buku beliau khususnya Ihya' Ulumuddin, beliau banyak sekali membawakan dalil dengan hadits-hadits dhoif atau maudhu'. Baru diakhir hayatnya-lah beliau mempelejari ilmu hadits. Dan beliau wafat sementara beliau sedang mempelajari Kitab Shohih Bukhori. Mudah-mudahan Allah mengampuni beliau dan menyayangi beliau seperti sayangnya kepada hamba-haba Allah yang sholih.
?
e.n.d.a.n

Zikir harian anjuran Iman Al Ghazali

Jumaat - Ya Allah
Sabtu - Laa ila ha il lallah (Tiada Tuhan melainkan Allah)
Ahad - Yaa Hayyu Yaa Qayyum (Ya Allah yang maha hidup lagi berdiri dengan sendirinya)
Isnin - La hawla wala quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim (Tidak ada upaya dan kekuatan melainkan dengan kuasa Allah yang maha tinggi dan maha besar)
Selasa - Allahumma shalli 'ala saiyidina Muhammad (Ya Allah rahmatilah ke atas Nabi Muhammad s.a.w)
Rabu - Astaghfirullahal-'azhim (Aku mohon ampun kepada Allah yang maha besar)
Khamis - Subhanallahil-'azhimi wa bihamdih (Maha suci Allah yang maha besar dan pujian kepadaNya)

Dipetik dari Buku Amalan harian Sepanjang Zaman

Post?Message assunnah@...
Subscribe assunnah-subscribe@...
Unsubscribe assunnah-unsubscribe@...
List?owner assunnah-owner@...
eGroups.com Home:
- Simplifying group communications


Re: [LK] RAHSIA SYAITAN / IBLIS

trisno
 

开云体育

Jazaakalallah khoiron bagi aikhi zzz (namanya siapa?) yang telah mengirimkan penjelasan ttg RAHASIA SYAITHAN / IBLIS. Namun di akhir tulisan ada yang mengganjal hati saya, yaitu mengenai "Zikr Harian Anjuran Al Imam Al Ghazali rohimahullah. Kiranya akhi berkenan untuk memberikan dasar (nash) dari amalan tersebut, dimana zikr-nya berbeda-beda untuk masing-masing hari. Saya yang dhoif ini sampai saat ini belum pernah menemukan zikr yang dikhususkan hari per hari seperti itu.
?
Sungguh Al-Imam Al-Ghazali rohimahullah adalah seorang ulama dari kaum muslimin yang besar jasanya bagi ummat Islam, dan kita pun patut untuk mendoakannya dan mencintainya karena keilmuannya. Namun para ulama telah menjelaskan bahwa dalam buku-buku beliau khususnya Ihya' Ulumuddin, beliau banyak sekali membawakan dalil dengan hadits-hadits dhoif atau maudhu'. Baru diakhir hayatnya-lah beliau mempelejari ilmu hadits. Dan beliau wafat sementara beliau sedang mempelajari Kitab Shohih Bukhori. Mudah-mudahan Allah mengampuni beliau dan menyayangi beliau seperti sayangnya kepada hamba-haba Allah yang sholih.
?
e.n.d.a.n


Zikir harian anjuran Iman Al Ghazali

Jumaat - Ya Allah
Sabtu - Laa ila ha il lallah (Tiada Tuhan melainkan Allah)
Ahad - Yaa Hayyu Yaa Qayyum (Ya Allah yang maha hidup lagi berdiri dengan sendirinya)
Isnin - La hawla wala quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim (Tidak ada upaya dan kekuatan melainkan dengan kuasa Allah yang maha tinggi dan maha besar)
Selasa - Allahumma shalli 'ala saiyidina Muhammad (Ya Allah rahmatilah ke atas Nabi Muhammad s.a.w)
Rabu - Astaghfirullahal-'azhim (Aku mohon ampun kepada Allah yang maha besar)
Khamis - Subhanallahil-'azhimi wa bihamdih (Maha suci Allah yang maha besar dan pujian kepadaNya)

Dipetik dari Buku Amalan harian Sepanjang Zaman


Minta tolong sahabat...

Tar
 

Ni ada sahabat minta tolong.............

From: Insan <seeq@...>

Assalamualaikum w.b.t.....

Mohom maaf kerana ingin membuat sedikit iklan disini...

Saya ingin memintak tolong kepada semua saudara/i neters yang berada dalam
list ini yang mengetahui tentang kekosongan jawatan dalam bidang
IT(information teknologi)....

Ini kerana saya dan beberapa orang lagi sahabat saya sedang mencari
pekerjaan buat masa ini..untuk pengetahuan saudara/i neters semua , kami
berkelayakan diploma sains komputer dari Universiti Teknologi Malaysia dan
setengahnya pula turut mempunyai pengalaman berkerja dalam bidang yang
berkaitan...

Dengan ini adalah diharap saudara/i neters dapat mebantu saya dan sahabat
yang lain , semoga jasa baik saudara/i di rahmati oleh Allah s.w.t...amin.....

yang benar

insan...


[LK] RAHSIA SYAITAN / IBLIS

zzz
 


Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 21 = Nasihat Perkawinan 1/4]

Y & R
 

开云体育

?
NASIHAT PERKAWINAN
?
oleh
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
?
Bagian pertama dari empat tulisan [1/4]

?
KATA PENGANTAR
?
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalahpun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satupun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.
?
Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitupula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam, begitupula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya.
?
Nikah merupakan jalan yang paling bermanfa'at dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan nikah inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya.
?
Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri manusia, demi mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan syar'i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan keturunan, hingga dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak.
?
Melalui risalah singkat ini. Anda diajak untuk bisa mempelajari dan menyelami tata cara perkawinan Islam yang begitu agung nan penuh nuansa. Anda akan diajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang berkepanjangan dan melelahkan.
?
Mestikah kita bergelimang dengan kesombongan dan kedurhakaan hanya lantaran sebuah pernikahan ..? Na'udzu billahi min dzalik.
?
Wallahu musta'an.
?
?
MUQADIMAH
?
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral.
?
Karena lembaga itu memang merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam, yang kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di bumi ini. Menurut Islam Bani Adamlah yang memperoleh kehormatan untuk memikul amanah Ilahi sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata : "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?. Allah berfirman : "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al-Baqarah : 30).
Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. 'Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci (MITSAAQON GHOLIIDHOO), sebagaiman firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat". (An-Nisaa' : 21).
Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khusunya suami istri, memelihara dan menjaganya secara sunguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
?
Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan detail.
?
Selanjutnya untuk memahami konsep Islam tentang perkawinan, maka rujukan yang paling sah dan benar adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah Shahih (yang sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih -pen), dengan rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek perkawinan maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai perkawinan yang terjadi di masyarakat kita.
?
Tentu saja tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini, hanya beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang : Fitrah Manusia, Tujuan Perkawinan dalam Islam, Tata Cara Perkawinan dan Penyimpangan Dalam Perkawinan.
?
Bersambung :
Perkawinan Adalah Fitrah Kemanusiaan

** Judul Asli = Konsep Perkawinan Dalam Islam
?
?
?
?


One other salafi

A L S
 

Assalamu'alaikum wr. wb.

Berikut ini ana pernah mendapat forward dari seseorang yang baru mulai melangkah belajar dengan madzab yang selamat (salafi). Al-akh minta ditunjukkan dimana letak tidak benernya informasi dalam homepage fikrah islamiyyah (buatan ikhwan fan IM)

Berikut ini ana sampaikan sebagian dari pasal + komentar yang ana berikan barangkali bemanfaat bagi antum yang bermuamalah dengan seseorang yang bermanhaj seperti dalam homepage tsb. (Tentunya antum mesti pakai dalil yang lebih akurat, bukan yang dari ana yang fakir dan dhoif ini tentunya)

Catatan dari artikel dalam homepage: Fikrah Islamiyyah
Artikerl asal
__________________________________
Pasal:
Salaf-us-Soleh
Assalammualaikum...

Setiap orang boleh dipakai ataupun ditolak kata-katanya melainkan kata-kata
yang keluar dari orang yang dilindungi dari dosa, Rasulullah (s.a.w). Setiap
perkara yang datang dari para salaf-us-soleh r.a yang bertepatan dengan kitab
Allah dan sunnah, kita hendaklah menerimanya. Kalau tidak bertepatan
dengan nas, maka nas al-Quran dan sunnah Rasulullah (s.a.w) adalah yang
lebih utama untuk diikuti(1). Tetapi kita tidak sekali-kali mengutuk dan memburukkan
seseorang dari mereka walaupun apa yang telah diselisihkan mengenainya(2). Kita
serahkan semuanya kepada niat masing-masing kerana mereka telah bergantung kepada
apa yang telah mereka kerjakan(3).
______________________________________________
Komentar ana (Abu Luthfi)

(1) Untuk sesuatu yang telah jelas (yakni terdapat dalil dalam qur'an atau hadits shoheh) maka demikianlah yang haq, sedang untuk sesuatu yang masih samar (kurang jelas tafsirnya / tidak didapati nash_nya secara jelas) maka ijtihad salafush sholeh yang terdiri atas para shahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in termasuk diantaranya Iman madzab yang empat perlu didahulukan. (Lihat pendahuluan tafsir Ibnu Katsir)

(2)Kita lihat dulu apa yang diperselisihkan, kalau masalah furu' (baca fikih) maka demikian itulah yang haq, tapi bila masalah Ushul (baca aqidah) maka perselisihan yang mereka lakukan adalah haq. Kiranya kita perlu kejelasan siapakah salafush sholeh itu? Adakah ulama pengikut dan pembela mu'tazilah, syi'ah, Khowarij, Jahmiyah dll yang telah mafhum kesesatan aqidahnya juga termasuk shalafus sholeh? Imam Ahmad sangat keras kutukannya terhadap ulama' ahli bid'ah. Imam Samsuddin Adzahabi, Imam Ahmad dan Abu Hatim rahimahumullah adalah contoh diantara ulama yang telah melakukan Jarh (kritikan) terhadap para ulama' perawi hadits agar kita punya pegangan untuk mengambil atau menolah hadits yang diriwayatkannya. Maka perlulah kita tahu beda antara kritikan dan kutukan. Memyebutkan kesalahan ulama' salaf tidak selalu bermakna memburukkan atau mengutuk selama didukung dalil yang nyata dan cara yang lurus.

(3)Memang amal tergantung niatnya (HR Umar), tetapi ada dua syarat terkabulnya amal yakni:
a. Niat yang lurus (ikhlas/lillahi ta'ala) dalilnya hadits shoheh dari Umar bin Khotob r.a.
b. Cara yang benar (showab yakni muttaba'ah) dalilnya hadits shoheh dari Aisyah r.a
Kita tidak bisa melihat/mengetahui niat seseorang tapi yang bisa kita lihat adalah caranya. Bila cara yang bathil dibiarkan (tidak boleh dikritik) maka yang haq akan terkubur. Maka jadinya yang bid'ah seperti sunnah dan yang sunnah seperti bid'ah.
(Wallahu a'lam bishowab, semoga Allah menunjukkan yang benar bila ada kesalahan pada komentar ini).


Wassalam
ALS
______________________________________________________


One more Salafi

A L S
 

Assalamu'alikum wr. wb.

Dahulu Rasulullah solallahu 'alai wa ahli wassal, selalu mengingatkan para sahabat Ridwanullahu ajma'in dengan perintah taqwa. Hal ini tentunya bukan berarti para Sahabat@Ridwanullahu tidak/kurang bertaqwa, tetapi karena besarnya manfaat dari tadzkiroh.

Nah berikut ini ada akan sampaikan sedikit tadzkiroh, ana yaqin banyak yang sudah tahu tapi ana juga yaqin banyak pula yang terlewatkan, terutama bagi yang baru mengenal madzab ahlus sunnah (Salafi) seperti ana sendiri.

Kita semua dapat melihat bahwa SYARIAT ISLAM TELAH BANYAK YANG TIDAK ORISINIL LAGI KARENA BANYAKNYA OPINI DAN AKAL (baca LOGIKA) DIPAKAI UNTUK MENILAI SESUATU ITU BENAR ATAU TIDAK DAN BUKAN QUR'AN DAN SUNNAH.

Opini bisa benar bisa salah. Tapi apa yang datang dari Allah dan Rasul itulah pasti benar adanya.

Maka, wahai para penimba ilmu
Bila kita hendak bertanya kepada seseorang mari kita tinggalkan kalimat@"BAGAIMANA MENURUT ANTUM (BAGAIMANA OPONI ANTUM)" tanpa disadari pertanyaan ini bisa menyesatkan yang ditanya (karena akan beropini bukan berdalil) dan sulit diharapkan untuk mengantarkan ke jawaban yang haq.
InsyaAllah akan lebih selamat (bagi yang bertanya maupun yang ditanya) bila diganti dengan "APAKAH ANTUM MENGETAHUI (PUNYA DALIL) TENTANG ..." atau yang semisal itu.

Kemudian tentu kita semua sudah mafhum bahwa:
Dulu bila seorang sahabat r.a. bertanya kepada sahabat lain r.a. "Apakah anda tahu tentang ..." maka maksudnya adalah "Apakah anda mendengar penjelasan Rasulullah s.a.w. tentang ..." dengan kata lain "Apakah anda punya hadits tentang ...."
Demikian pula diantara para tabi'in dan tabi'it tabi'in. Kalau Imam Syafi'ie bertanya kepada Imam Ahmad "HAL TA'LAM KADZA WAKADZA" maksudnya adalah apakah Al-iman punya hadits atau atsar sahabat berkenaan tentang suatu masalah.
Ilmu bagi mereka adalah "Qur'an, Hadits, dan perkataan/perbuatan sahabat (atsar)".
Seperti yang telah dijelaskan akh Yayat demikanlah diantara pokok madzab Salafi(?!).

Kemudian:
Sungguh kerasulan Muhammad S.AW telah sempurna.
Semua yang bisa mendekatkan kita kepada Allah telah dijelaskan oleh Rasulullah s.a.w., INILAH ARTI SEMPURNA, DAN BUKAN KARENA TERLAH TERBENTUKNYA DAULAH ISLAMIYAH ATAU KARENA TELAH TERBUKANYA MEKKAH seperti yang dikira sebagian orang yang tidak mengetahui.
Ibnu Mas'ud r.a. telah berkata "Tidak ada satu pun burung yang terbang kecuali ilmunya telah diterangkan"(hadits ini banyak ditemui di kitab aqidah).
Dan orang yang TIDAK berkeyakinan bahwa islam ini telah sempurna, maka ia KUFR (ini sudah jelas hingga tak perlu mengangkat dalil lagi).

Terakhir, barangkali ini banyak keliwatan padahal bisa jadi hujjah yang kuat.
Marilah kita contoh Abu Bakr r.a. dalam menjaga kemurniah Islam seperti diceritakan dalam "Ats-Tsabat 'indal Mamat" Ibnu Jauzi atau dalam "Muhtashor Minhajul Qoshidin", Ibnu Qodhamah.

Ketika menjelang ajal tiba, Abu Bakar ra menutupi wajah dalam keadaan berbaring, kemudian putri kesayangannya, Aisyah Radhiyallhu 'Anha datang seraya mengucapkan bait syair berikut:
"Sesungguhnya benar adanya
harta tiada lagi berguna
bagi manusia yang fana
bilamana nafas pilu telah tiba
saat tersendat pada tenggorokannya
dan sesak dadanya"
Mendengar kata-kata putrinya itu, lalu ia membuka tutup wajahnya dan berkata:
"Bukan begitu! Tetapi katakanlah -seraya mengutip ayat- "Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya." (QS Qaf:19"

Ikhwan fillah, subhanallah, mari kita cermati syair Aisyah r.a., tidak salah akan tetapi Abu Bakar r.a. menolak dan memintanya memakai ayat qur'an.
Wallahi, bila kita semua mengikuti saran beliau, insyaAllah kemurnian/keorisinalan Islam akan terjaga.
BILA TELAH ADA DI QOR'AN (FIRMAN ALLAH) KENAPA MESTI KATA-KATA KITA?
BILA TELAH ADA HADITS KENAPA MESTI PEMISALAN DARI LOGIKA KITA?
BILA TELAH ADA ATSAR SAHABAT KENAPA MESTI REKA-REKA KITA?
BILA TELAH ADA FATWA AL ULAMA' ALMUKTABAR KENAPA MESTI IKUT FILOSOF?
AH RUGI/BODOHLAH KITA BILA LEBIH SUKA MENGISI MEMORI OTAK KITA DENGAN BUALAN-BUALAN YANG TIDAK JELAS JLUNTRUNGNYA.
AH BUAT APA KITA BACA CERPEN, ESSAY, DLL YANG TIDAK LEBIH DARIPADA CERITA HAYAL, KENAPA TIDAK KITA BACA SAJA CERITA NABI/SAHABAT YANG JELAS ADANYA DAN BENAR ISINYA, BISA BUAT HUJJAH AMAL KITA DAN BERPAHALA TENTUNYA.

Sekain,
Semoga Allah menyatukan kita dalam satu jama'ah, yakni jama'ah ahlus sunnah, jama'ah dimana Rasulullah s.a.w. dan para Sahabat r.a. ada di dalamnya, serta semoga Allah mempertemukan kita di surgaNya.

Amien.
ALS

______________________________________________________


One more Salafi

A L S
 

Assalamu'alikum wr. wb.

Dahulu Rasulullah solallahu 'alai wa ahli wassal, selalu mengingatkan para sahabat Ridwanullahu ajma'in dengan perintah taqwa. Hal tentunya bukan berarti para Sahabat@Ridwanullahu tidak/kurang bertaqwa tentunya, tetapi karena besarnya manfaat dari@tadzkiroh.

Nah berikut ini ada akan sampaikan sedikit tadzkiroh, ana yaqin banyak yang sudah tahu tapi ana juga yaqin banyak yang terlewatkan, terutama bagi yang baru mengenal madzab ahlus sunnah (Salafi) seperti ana sendiri.

Kita semua dapat melihat bahwa SYARIAT ISLAM TELAH BANYAK YANG TIDAK ORISINIL LAGI KARENA BANYAKNYA OPINI DAN AKAL (baca LOGIKA) DIPAKAI UNTUK MENILAI SESUATU ITU BENAR ATAU TIDAK DAN BUKAN QUR'AN DAN SUNNAH.

Opini bisa benar bisa salah. Tapi apa yang datang dari Allah dan Rasul itulah pasti benar adanya.

Wahai para penimba ilmu
Bila kita hendak bertanya kepada seseorang mari kita tinggalkan kalimat@"BAGAIMANA MENURUT ANTUM (BAGAIMANA OPONI ANTUM)" tanpa disadari pertanyaan ini bisa menyesatkan yang ditanya (karena akan beropini bukan berdalil) dan sulit diharapkan untuk mengantarkan ke jawaban yang haq.
InsyaAllah akan lebih selamat (bagi yang bertanya maupun yang ditanya) bila diganti dengan "APAKAH ANTUM MENGETAHUI (PUNYA DALIL) TENTANG ..." atau yang semisal itu.

Kemudian tentu kita semua sudah mafhum bahwa:
Dulu bila seorang sahabat r.a. bertanya kepada sahabat lain r.a. "Apakah anda tahu tentang ..." maka maksudnya adalah "Apakah anda mendengar penjelasan Rasulullah s.a.w. tentang ..." dengan kata lain "Apakah anda punya hadits tentang ...."
Demikian pula diantara para tabi'in dan tabi'it tabi'in. Kalau Imam Syafi'ie bertanya kepada Imam Ahmad "HAL TA'LAM KADZA WAKADZA" maksudnya adalah apakah Al-iman punya hadits atau atsar sahabat berkenaan tentang suatu masalah.
Ilmu bagi mereka adalah "Qur'an, Hadits, dan perkataan/perbuatan sahabat (atsar)".
Seperti yang telah dijelaskan akh Yayat demikanlah diantara pokok madzab Salafi(?!).

Kemudian:
Sungguh kerasulan Muhammad S.AW telah sempurna.
Semua yang bisa mendekatkan kita kepada Allah telah dijelaskan oleh Rasulullah s.a.w., INILAH ARTI SEMPURNA, DAN BUKAN KARENA TERLAH TERBENTUKNYA DAULAH ISLAMIYAH ATAU KARENA TELAH TERBUKANYA MEKKAH seperti yang dikira sebagian orang yang tidak mengetahui.
Ibnu Mas'ud r.a. telah berkata "Tidak ada satu pun burung yang terbang kecuali ilmunya telah diterangkan"(hadits ini banyak ditemui di kitab aqidah).
Dan orang yang TIDAK berkeyakinan bahwa islam ini telah sempurna, maka ia KUFR (ini sudah jelas hingga tak perlu mengangkat dalil lagi).

Terakhir, barangkali ini banyak keliwatan padahal bisa jadi hujjah yang kuat.
Marilah kita contoh Abu Bakr r.a. dalam menjaga kemurniah Islam seperti diceritakan dalam "Ats-Tsabat 'indal Mamat" Ibnu Jauzi atau dalam "Muhtashor Minhajul Qoshidin", Ibnu Qodhamah.

Ketika menjelang ajal tiba, Abu Bakar ra menutupi wajah dalam keadaan berbaring, kemudian putri kesayangannya, Aisyah Radhiyallhu 'Anha datang seraya mengucapkan bait syair berikut:
"Sesungguhnya benar adanya
harta tiada lagi berguna
bagi manusia yang fana
bilamana nafas pilu telah tiba
saat tersendat pada tenggorokannya
dan sesak dadanya"
Mendengar kata-kata putrinya itu, lalu ia membuka tutup wajahnya dan berkata:
"Bukan begitu! Tetapi katakanlah -seraya mengutip ayat- "Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya." (QS Qaf:19"

Ikhwan fillah, subhanallah, mari kita cermati syair Aisyah r.a., tidak salah akan tetapi Abu Bakar r.a. menolak dan memintanya memakai ayat qur'an.
Wallahi, bila kita semua mengikuti saran beliau, insyaAllah kemurnian/keorisinalan Islam akan terjaga.
BILA TELAH ADA DI QOR'AN (FIRMAN ALLAH) KENAPA MESTI KATA-KATA KITA?
BILA TELAH ADA HADITS KENAPA MESTI PEMISALAN DARI LOGIKA KITA?
BILA TELAH ADA ATSAR SAHABAT KENAPA MESTI REKA-REKA KITA?
BILA TELAH ADA FATWA AL ULAMA' ALMUKTABAR KENAPA MESTI IKUT FILOSOF?
AH RUGI/BODOHLAH KITA BILA LEBIH SUKA MENGISI MEMORI OTAK KITA DENGAN BUALAN-BUALAN YANG TIDAK JELAS JLUNTRUNGNYA.
AH BUAT APA KITA BACA CERPEN, ESSAY, DLL YANG TIDAK LEBIH DARIPADA CERITA HAYAL, KENAPA TIDAK KITA BACA SAJA CERITA NABI/SAHABAT YANG JELAS ADANYA DAN BENAR ISINYA, BISA BUAT HUJJAH AMAL KITA DAN BERPAHALA TENTUNYA.

Sekain,
Semoga Allah menyatukan kita dalam satu jama'ah, yakni jama'ah ahlus sunnah, jama'ah dimana Rasulullah s.a.w. dan para Sahabat r.a. ada di dalamnya, serta semoga Allah mempertemukan kita di surgaNya.

Amien.
ALS

______________________________________________________


Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]

endan
 

开云体育

Surat kepada seorang akhi....

Saudaraku Suharyanto, sesungguhnya Al Islam itu adalah satu dan ditinggalkan oleh Nabi 'alaihi sholatu wa salam dalam keadaan putih bersih. Tidak ada hal yang mendekatkan kita ke surga dan menjauhkan kita dari neraka melainkan telah beliau sampaikan. Pendeknya, syariat Ad-Dienul Islam ini telah sempurna, dan Nabi 'alaihi sholatu wa salam tidak menghendaki adanya pengurangan atau penambahan sedikit pun di dalamnya, walaupun kita menyangka hal itu baik.

Kemudian setelah wafatnya beliau 'alaihi sholatu wa salam, tepatnya selelah wafatnya Kholifatur rosyid 'Umar ibnul Khottob rodhiallahu ‘anhu, muncullah banyak sekali perselisihan, pengurangan dan penambahan pada dien ini baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, manhaj dan sebagainya. Sampai-sampai ada sekelompok orang yang mengkafirkan Abu Bakar Asy-Syiddiq, Umar Ibnul Khottob dan Utsman Ibnu 'Affan rodhiallahu 'alaihim ajma'in, mengingkari taqdir, membuat nama bagi Allah yang Allah sendiri tidak pernah membuat nama seperti yang mereka buat itu, bahkan ada yang murtad dari Islam. Dan hal itu semua sudah dikhabarkan oleh Nabi yang Mulia 'alaihi sholatu wa salam sewaktu beliau masih hidup. Dan hal ini menjadi tanda-tanda kenabian beliau, bahwa apa yang beliau ucapkan itu pasti akan terjadi. (Saudaraku bisa merujuk kepada kitab-kitab fiqh dan hadits, atau majalah As-Sunnah Edisi 1 s.d. 12 tahun pertama, atau bisa menghubungi ana, Alhamdulillah ana juga punya).

Kemudian muncullah para Ulama dan dan para Imam di kalangan kaum muslimin rohimahumullah dari masa tabi'in sampai sekarang yang terus menentang mereka dan memurnikan Ad-Dienul Islam yang sudah sempurna ini, dan mereka itu akan tetap ada sampai hari kiamat kelak. Maka muncullah Al-Imam Ahmad Ibnu Hambal rohimahullah dengan mempopulerkan istilah Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah sebagai pembeda antara kaum muslimin yang berjuang keras untuk tetap menjaga kemurnian Dien ini, semurni sebagaimana ditinggalkan oleh Nabi Muhammad 'alaihi sholatu wa salam dan para shahabat beliau (as-salafush sholih) ridwanullahu ‘alaihim ajma’in dan membedakannya dengan kaum muslimin yang telah terpengaruh dan tercampur aduk oleh manhaj, aqidah, ibadah dan akhlak yang batil. Istiliah Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah sendiri bukanlah hal yang baru (bid’ah), namun sudah beliau isyaratkan melalui banyak sekali haditsnya yang shohih. Maka kemudian Al-Imam Ahmad bin Hambal rohimahullah terkenal dengan Imam Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Selain istilah diatas, para ulama juga mengenal istilah-istilah lain yang digunakan untuk membedakan orang-orang Islam yang tetap berusaha menjaga dien ini dari pengurangan dan tambahan (bid’ah) dan iltizam (komitmen) kepada pemahaman Nabi sholallahu ‘alaihi wasalam serta para shahabatnya rodhiallahu ‘anhum. Istilah-istilah tersebut juga diambil dari sabda-sabda Beliau yang mulia sholallahu ‘alaihi wasalam, di antaranya adalah :

  1. Ahlu Sunnah Wal Jama’ah
  2. Ahlul Hadits
  3. As-Salaf (yang berpegang kepada para pendahulu (as-salaf) dari dien ini).
  4. Firqotun Naajiyah (golongan yang selamat)
  5. Thoifah al Manshuroh (kelompok yang ditolong)
  6. Al Ghuroba (yang terasing)

Maka siapakah Salafi (Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah) itu ?

Seorang salafi dialah orang yang berpegang teguh kepada kemurnian agama ini sesuai dengan pemahaman Nabi dan para shahabat beliau, yang dia ini akan terlihat ghuraba (asing) di kehidupan yang ramai ini, selalu berpegang kepada sunnah beliau, berimam dan berjama’ah kepada Nabi dan Ulil ‘Amri (ulama wal umaro yang shohih secara syariat), akan ditolong oleh Allah (manshuroh) dan akan menjadi golongan yang selamat (naajiyah). Itulah hakikat seorang Muslim yang sesungguhnya.

Antum bertanya, apakah As-Salafi itu sekarang sudah ada ?

Ya, telah ada dari zaman dulu, dan akan tetap ada hingga hari kiamat nanti dan akan berjuang bersama Al-Imam Mahdi Al-Muntadzor dan menjadi tentaranya Nabi Isa ‘alaihi sholatu wasalam untuk memerangi musuh-musuh Islam.


Dimanakah kelompok As-Salafi itu ?

Mereka ada di mana-mana, di Jakarta, di Bandung, di Jepang, di Saudi, di manapun. Mereka itu ada yang berjama’ah (karena berjama’ah itu adalah syariat Islam) namun mereka tidak bertandzim. Mereka ikuti para imam dan ulama rohimahumullah dan mereka menuntut ilmu kepada para ustadz hafidzahumullah (semoga Allah menjaga mereka), ta’at, patuh dan ‘ittiba kepada mereka karena itulah pemimpin mereka, namun tidak menjadikan mereka sebagai pemimpin tandzim. Ketaatan kepada mereka adalah selama yang diajarkannya adalah sesuai dengan petunjuk Nabi dan para shahabat (salafush sholeh) rodhiallahu ‘anhum.

Namun seorang salafi (ahlu sunnah wal jama’ah) juga belum tentu berjama’ah. Seorang muslim yang tinggal sendirian di atas gunung namun dia beraqidah, beribadah, berakhlaq dan berpemahaman seperti para salafush sholih, tidak mengurangi dan menambahnya walau sedikitpun, maka dia termasuk dari jama’ah ini, walaupun mereka tidak saling mengenal. Silahkan haidtsnya bisa dilihat pada majalah As-Sunnah.

Kenapa ada orang yang mengaku Salafi tapi tidak berakhlaq Salaf?

Saudaraku, betapa banyak di negeri ini yang mengaku sebagai seorang ahlu sunnah wal jama’ah di kampung-kampung tapi aqidahnya, ibadahnya, adabnya dan manhajnya sangat-sangat jauh dari Nabi ‘alaihi sholatu wasalam dan shabatnya rodhiallahu ‘anhum. Dan betapa banyak orang yang mengaku bermazhab Syafi’i, tapi sangat-sangat jauh dari pemahaman Al Imam Asy Syafi’i rohimahullah. Wazannya (timbangannya) adalah selama dia itu beraqidah, beribadah, beradab (berakhlaq) dan bermanhaj seperti yang dicontohkan Rasul dan para shahabatnya, maka dia itu adalah seorang salafi. Antum bisa menilai diri antum sendiri dan juga dapat menilai orang-orang yang mengaku salaf tadi.

Apakah antum, wahai saudaraku Suharyanto, seorang Salafi?

Tentuya kita semua ingin menjadi seorang salafi (ahlu sunnah wal jama’ah). Dan selama antum beraqidah, beribadah, berakhlah dan bermanhaj, seperti yang dipahami oleh para salafush sholeh ridwanullah ‘alaihim jami’an, maka antum adalah seorang salafi. Mudah-mudahan Allah menunjuki saya dan antum menjadi seorang salafi ahlu sunnah waljama’ah dan mendapat keselamatan dan pertolongan Allah...Amien Ya Robbl ‘Alamin....

(Saya menjawab surat antum ini dengan ilmu yang saya miliki, setelah mendengarkan kaset-kaset serta membaca dari majalah As-Sunnah, dll. Silakan antum merujuk sendiri kepada majalah tersebut).


kesalahkaprahan yaumul 'ied

A L S
 

Bismillahir rohmanir rohim

Assalamu'alaikum wr. wb.

Ditengah kehangatan diskusi term "Salafi" (Jazakumullah khoiron katsier atas kontribusinya) afwan ana mau nanya tentang "kesalahkaprahan" menyikapi yaumul 'ied. Mumpung masih bulan syawal.

Tentang kesalahkaprahan makna FITHR, yakni sering diartikan dengan FITHROH atau suci? padahal bukan demikian seharusnya, pernah ana baca di majalah As-Sunnah maupun di kitab karya ustd. Abdul Hakim Abdat. Alhamdulillah fahimna.

Tetapi adakah yang bisa menunjukkan (punya) artikel yang mengulas secara lengkap tentang kesalahkaprapahan menyambut /memperingati 'iedul fithr?

Hal ini penting bagi ana karena ana harus menjelaskan (dengan dalil) kepada mereka yang masih latah merayakan 'iedul fithr dengan:

- Takbiran di malam ied atau ditambah lagi dengan takbiran selama sepekan di awal syawal. Padahal setahu ana hanya saat berangkat sholat sampai Imam naik mimbar (lihat Minhajul Muslimin, oleh Abu Bakr Al Jazairy)
- Mengkhususkan yaumul 'ied sebagai hari saling memaafkan dengan ucapan "MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN" atau
- Saling memberikan ucapan selamat dengan ucapan "IED MUBAROK", atau dengan ucapan "MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN" ucapan yang terakhir ini tidak dikenal ikhwan yang berbahasa Arab setidaknya yang ana temui di Jepang (tentunya ini bukan jaminan haq / bathilnya, tetapi apakah 3 macam ucapan selamat yang terakhir tsb dikenal kalangan ulama' salaf? Sebatas yang ana temukan dalam kitab fiqih maupun di kitab Minhajul Muslimin tsb, dulu para sahabat saling mengucapkan "TAQOBALALLAHU MINNA WAMINKUM" (titik).
- dll, dll.

Agar tersebar@ilmu (yang haq) ditengah masyarakat yang banyak menjauhinya dan demi menghidupkan sunnah ditengah masyarakat yang menganggap "SUNNAH SEBAGAI BID'AH DAN BID'AH SEBAGAI SUNNAH" .
Dan satu diantara hal yang ana takuti hingga perlu hati-hati "Maunya nyebarkan Sunnah tapi (karena jahil) eh malah nyebarkan bid'ah, mau nolong orang ke jalan yang lempeng (karena jahil) eh malah menyesatkan" .

Demikian, ta'awun dari ikhwan yang 'alim (dalam hal ini) sangat ana harapkan wajazakallahu khoiron katsier.

Wassalam
ALS
______________________________________________________


Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]

Suharyanto
 

开云体育

Assalamau'alaikum wr.wb.
?
Terimakasih kepada saudara Endan.
Alhamdulillah, bertambah lagi ilmu saya dan semua anggota ML Assunnah.
?
Wassalamu'alaikum wr.wb.

----- Original Message -----
From: endan
Sent: Friday, January 21, 2000 1:31 AM
Subject: [assunnah] Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]

Surat kepada seorang akhi....

Saudaraku Suharyanto, sesungguhnya Al Islam itu adalah satu dan ditinggalkan oleh Nabi 'alaihi sholatu wa salam dalam keadaan putih bersih. Tidak ada hal yang mendekatkan kita ke surga dan menjauhkan kita dari neraka melainkan telah beliau sampaikan. Pendeknya, syariat Ad-Dienul Islam ini telah sempurna, dan Nabi 'alaihi sholatu wa salam tidak menghendaki adanya pengurangan atau penambahan sedikit pun di dalamnya, walaupun kita menyangka hal itu baik.

Kemudian setelah wafatnya beliau 'alaihi sholatu wa salam, tepatnya selelah wafatnya Kholifatur rosyid 'Umar ibnul Khottob rodhiallahu ‘anhu, muncullah banyak sekali perselisihan, pengurangan dan penambahan pada dien ini baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, manhaj dan sebagainya. Sampai-sampai ada sekelompok orang yang mengkafirkan Abu Bakar Asy-Syiddiq, Umar Ibnul Khottob dan Utsman Ibnu 'Affan rodhiallahu 'alaihim ajma'in, mengingkari taqdir, membuat nama bagi Allah yang Allah sendiri tidak pernah membuat nama seperti yang mereka buat itu, bahkan ada yang murtad dari Islam. Dan hal itu semua sudah dikhabarkan oleh Nabi yang Mulia 'alaihi sholatu wa salam sewaktu beliau masih hidup. Dan hal ini menjadi tanda-tanda kenabian beliau, bahwa apa yang beliau ucapkan itu pasti akan terjadi. (Saudaraku bisa merujuk kepada kitab-kitab fiqh dan hadits, atau majalah As-Sunnah Edisi 1 s.d. 12 tahun pertama, atau bisa menghubungi ana, Alhamdulillah ana juga punya).

Kemudian muncullah para Ulama dan dan para Imam di kalangan kaum muslimin rohimahumullah dari masa tabi'in sampai sekarang yang terus menentang mereka dan memurnikan Ad-Dienul Islam yang sudah sempurna ini, dan mereka itu akan tetap ada sampai hari kiamat kelak. Maka muncullah Al-Imam Ahmad Ibnu Hambal rohimahullah dengan mempopulerkan istilah Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah sebagai pembeda antara kaum muslimin yang berjuang keras untuk tetap menjaga kemurnian Dien ini, semurni sebagaimana ditinggalkan oleh Nabi Muhammad 'alaihi sholatu wa salam dan para shahabat beliau (as-salafush sholih) ridwanullahu ‘alaihim ajma’in dan membedakannya dengan kaum muslimin yang telah terpengaruh dan tercampur aduk oleh manhaj, aqidah, ibadah dan akhlak yang batil. Istiliah Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah sendiri bukanlah hal yang baru (bid’ah), namun sudah beliau isyaratkan melalui banyak sekali haditsnya yang shohih. Maka kemudian Al-Imam Ahmad bin Hambal rohimahullah terkenal dengan Imam Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Selain istilah diatas, para ulama juga mengenal istilah-istilah lain yang digunakan untuk membedakan orang-orang Islam yang tetap berusaha menjaga dien ini dari pengurangan dan tambahan (bid’ah) dan iltizam (komitmen) kepada pemahaman Nabi sholallahu ‘alaihi wasalam serta para shahabatnya rodhiallahu ‘anhum. Istilah-istilah tersebut juga diambil dari sabda-sabda Beliau yang mulia sholallahu ‘alaihi wasalam, di antaranya adalah :

  1. Ahlu Sunnah Wal Jama’ah

  2. Ahlul Hadits

  3. As-Salaf (yang berpegang kepada para pendahulu (as-salaf) dari dien ini).

  4. Firqotun Naajiyah (golongan yang selamat)

  5. Thoifah al Manshuroh (kelompok yang ditolong)

  6. Al Ghuroba (yang terasing)

Maka siapakah Salafi (Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah) itu ?

Seorang salafi dialah orang yang berpegang teguh kepada kemurnian agama ini sesuai dengan pemahaman Nabi dan para shahabat beliau, yang dia ini akan terlihat ghuraba (asing) di kehidupan yang ramai ini, selalu berpegang kepada sunnah beliau, berimam dan berjama’ah kepada Nabi dan Ulil ‘Amri (ulama wal umaro yang shohih secara syariat), akan ditolong oleh Allah (manshuroh) dan akan menjadi golongan yang selamat (naajiyah). Itulah hakikat seorang Muslim yang sesungguhnya.

Antum bertanya, apakah As-Salafi itu sekarang sudah ada ?

Ya, telah ada dari zaman dulu, dan akan tetap ada hingga hari kiamat nanti dan akan berjuang bersama Al-Imam Mahdi Al-Muntadzor dan menjadi tentaranya Nabi Isa ‘alaihi sholatu wasalam untuk memerangi musuh-musuh Islam.


Dimanakah kelompok As-Salafi itu ?

Mereka ada di mana-mana, di Jakarta, di Bandung, di Jepang, di Saudi, di manapun. Mereka itu ada yang berjama’ah (karena berjama’ah itu adalah syariat Islam) namun mereka tidak bertandzim. Mereka ikuti para imam dan ulama rohimahumullah dan mereka menuntut ilmu kepada para ustadz hafidzahumullah (semoga Allah menjaga mereka), ta’at, patuh dan ‘ittiba kepada mereka karena itulah pemimpin mereka, namun tidak menjadikan mereka sebagai pemimpin tandzim. Ketaatan kepada mereka adalah selama yang diajarkannya adalah sesuai dengan petunjuk Nabi dan para shahabat (salafush sholeh) rodhiallahu ‘anhum.

Namun seorang salafi (ahlu sunnah wal jama’ah) juga belum tentu berjama’ah. Seorang muslim yang tinggal sendirian di atas gunung namun dia beraqidah, beribadah, berakhlaq dan berpemahaman seperti para salafush sholih, tidak mengurangi dan menambahnya walau sedikitpun, maka dia termasuk dari jama’ah ini, walaupun mereka tidak saling mengenal. Silahkan haidtsnya bisa dilihat pada majalah As-Sunnah.

Kenapa ada orang yang mengaku Salafi tapi tidak berakhlaq Salaf?

Saudaraku, betapa banyak di negeri ini yang mengaku sebagai seorang ahlu sunnah wal jama’ah di kampung-kampung tapi aqidahnya, ibadahnya, adabnya dan manhajnya sangat-sangat jauh dari Nabi ‘alaihi sholatu wasalam dan shabatnya rodhiallahu ‘anhum. Dan betapa banyak orang yang mengaku bermazhab Syafi’i, tapi sangat-sangat jauh dari pemahaman Al Imam Asy Syafi’i rohimahullah. Wazannya (timbangannya) adalah selama dia itu beraqidah, beribadah, beradab (berakhlaq) dan bermanhaj seperti yang dicontohkan Rasul dan para shahabatnya, maka dia itu adalah seorang salafi. Antum bisa menilai diri antum sendiri dan juga dapat menilai orang-orang yang mengaku salaf tadi.

Apakah antum, wahai saudaraku Suharyanto, seorang Salafi?

Tentuya kita semua ingin menjadi seorang salafi (ahlu sunnah wal jama’ah). Dan selama antum beraqidah, beribadah, berakhlah dan bermanhaj, seperti yang dipahami oleh para salafush sholeh ridwanullah ‘alaihim jami’an, maka antum adalah seorang salafi. Mudah-mudahan Allah menunjuki saya dan antum menjadi seorang salafi ahlu sunnah waljama’ah dan mendapat keselamatan dan pertolongan Allah...Amien Ya Robbl ‘Alamin....

(Saya menjawab surat antum ini dengan ilmu yang saya miliki, setelah mendengarkan kaset-kaset serta membaca dari majalah As-Sunnah, dll. Silakan antum merujuk sendiri kepada majalah tersebut).


Post?Message assunnah@...
Subscribe assunnah-subscribe@...
Unsubscribe assunnah-unsubscribe@...
List?owner assunnah-owner@...
eGroups.com Home:
- Simplifying group communications


Untuk Akhi Suharyanto, Re : [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]

Y & R
 

开云体育

Assalamu'alaikum wr.wb.
?
*Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu
?
Alhamdulillah....
Saya hanya akan mengclarify pertanyaan saja, mudah-mudahan bisa mengobati kebingungan yang sedang antum hadapi, insya Allah.
?
Saya mau tanya berkaitan dengan artikel dibawah ini.
Yang saya tanyakan banyak sekali jama'ah(yg akidahnya lurus) yang saya ketahui mengaku sebagai jama'ah yang bermanhaj salaf. Walaupun ada yang mengaku salaf dan ia mengatakan jama'ah lain bukan salaf, yaa.. ada yang mengatakan?ini lah,itulah, dll, dsb.
?
1. Apakah Sebenarnya Rasulullah, para sahabat dan ulama salaf mengajari hal tersebut?
?
Ini yang membuat saya bingung ada yang mengaku salaf tapi kok tidak seperti Rasul, sahabat dan ulama salaf dalam berdakwah dan menyikapi sesama muslim walaupun ada sedikit perbedaan pendapat.
?
Pertanyaan diatas, sebenarnya sudah antum jawab sendiri, yaitu :
?
".....mengaku salaf tapi kok tidak seperti Rasul, Sahabat dan Ulama Salaf dalam berdakwah dan menyikapi sesama muslim .....".
?
Dengan sendirinya kalimat diatas sudah merupakan jawaban bagi permasalahan yang Antum pertanyakan, karena makna yang saya pahami dari kalimat tersebut sangat luas sekali.
?
Adapun mengenai kalimat "mengajari", yang dimaksud mengajari apa..?
?
?
2.?Saya mau tanya apakah di sini sudah ada jama'ah yang benar-benar salaf?
Mohon jawaban dari ikhwan sekalian.
?
Pertanyaan yang? kedua, sebenarnya di artikel tersebut sudah dijelaskan siapa itu Salaf?(yang benar-benar salaf, menurut istilah akhi Suharyanto).
?
Nukilan dari artikel tersebut adalah sebagai berikut ;
?
"...... Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran mereka ini, (kalau begitu maksudnya) membawa konsekwensi untuk berlepas diri dari Islam yang benar yang dipegang para Salafus Shalih yang dipimpin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Muslim).
Maka tidak boleh seorang muslim berlepas diri (bara') dari penyandaran kepada Salafus Shalih. Sedangkan kalau seorang muslim melepaskan diri dari penyandaran apapun selain Salafus Shalih, tidak akan mungkin seorang ahli ilmupun menisbatkannya kepada kekafiran atau kefasikan..."
?
Dan mengenai kalimat "di sini", maksudnya dimana...?
?
Demikian klarifikasi yang dimaksud, dan apabila ada kekurangan dan kekeliruan, sudilah yang lain menambahkan dan meluruskannya.
?
Namun Saya yakin Akhi Suharyanto lebih mengetahui dalam masalah ini, karena bukankan Antum sendiri sebagai Web Admin di Al-Sofwah, dimana tujuan dari yayasan tersebut adalah " ...... berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemahaman As-Salafus-Shalih ...".
?
Wallahu 'alam.
Akhukum Fiilah
yayat
?
?
?
?
?


Re: Urun rembug

Suharyanto
 

Assalamu'alaikum wr.wb.

Alhamdulillah, Ikhwan sekalian.
Semoga jawaban yang antum berikan menjadi pelajaran bagi kita semua untuk
senantiasa berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan As Sunnah.
Semoga kajian di ML ini semakin hidup terjadi komunikasi dari segala arah.

Wassalamu'alaikum wr.wb.

----- Original Message -----
From: iip hidayat <iipsh@...>
To: <assunnah@...>
Sent: Thursday, January 20, 2000 12:01 AM
Subject: [assunnah] Urun rembug



Assalamu'alaikum......
Menyambung komentar yg diberikan oleh ikhwah disini
atas pertanyaan akhi Suharyanto, memang ada sedikit
"kekeliuran" pertanyaan akhi Suharyanto, dimana makna
SALAFY disejajrkan dengan "JAMA'AH" dalam arti "HIZB".
Sesungguhnya telah jelas ulasan dari Syaikh Al-albani,
bhw sebutan salafy adalah bukan utk menyebut "hizb"
tertentu, kelompok tertentu..tapi utk menyebut orang-orang
baik sendiri atau berkelompok yg mengikuti manhaj ahlussunnah
wal jama'ah, manhaj salaful 'ummah.

Hanya saja, semakin kita khawatir bhw kita bukan salafy,
maka dalam diri kita Insya Alloh akan muncul semangat kehati-hatian
ketika kita akan bertholabul 'ilm. Dan kita akan semakin hati-hati
utk mengikuti gaya "tholabul 'ilm"-nya beberapa kaum hizbiyyun.

Sebenarnya, utk kasus khusus di Indonesia, kita bisa dengan mudah
mengindentify seseorang itu betul sungguh-sungguh ingin ikut salafy
atau hanya omongan saja. Tanya saja sama mereka, apakah anda tahu
siapa Al-albani, siapa syaikh al-utsaimin, siapakah syaikh bin baz,
siapakah syaikh rabi, siapakah syaikh salih al-fawzan dsb......
Sepanjang yg ana perhatikan, ada
beberapa kelompok penjawab :
1. Faham betul tentang ketokohan beliau-beliau dan serius utk
mengkaji fatwa-fatwanya tanpa sikap taklid.
Insya Allah yg ini adalah Salafy, Allohu a'lam.

2. Tahu akan ketokohan beliau-beliau, tapi tidak mengambil ilmu
dari beliau-beliau.
Yang ini "mungkin" diragukan salafy-nya. Allohu a'lam.

3. Tahu akan ketokohan beliau, tapi setengah-setangah mengambil
ilmu dari beliau. Contoh, mengakui kepakaran hadits-nya Syaikh
Al-albani, tetapi tidak mencoba mengikuti penjelasan haditsnya
beliau (sebatas mengambil takhrij-nya saja.
Ini pun "mungkin" diragukan Salafy-nya, Allohu a'lam.

4. Tidak tahu akan ketokohan beliau....
Kalau yg ini, sangat jauh dari salafy.

Mungkin akan muncul pertanyaan, kenapa mesti al-albani, kenapa mesti
al-utsaimin, kenapa mesti bin baz ? toh mereka juga adalah manusia
yg tidak luput dari kesalahan ? Sederhana saja jawabnya, jika manusia
yg tahu banyak hadits saja bisa salah, bagaimana dg "tokoh" yg sedikit
tahu tentang hadits ? Jelas kebenaran akan lebih dekat kepada ulama-
ulama ahlul hadits. Ana jadi inget suatu pembahasan dalam kitab Fathul
Majid tentang Bab "Tho'ifatun Manshuroh", tafsir ulama yg paling
banyak adalah bhw mereka itu "ahlul hadits".

Sementara sekian dulu, mohon ampun kepada Alloh jika ada komentar
yg salah sebagai akibat kejahilan ana.

-abu nisa@bandung-


______________________________________________________

------------------------------------------------------------------------
Post Message assunnah@...
Subscribe assunnah-subscribe@...
Unsubscribe assunnah-unsubscribe@...
List owner assunnah-owner@...

------------------------------------------------------------------------
-- Check out your group's private Chat room
--



Re: Untuk Akhi Suharyanto, Re : [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]

Suharyanto
 

开云体育

Assalamu'alaikum wr.wb.
?
Alhamdulillah, Ikhwan sekalian.
Semoga jawaban yang antum berikan menjadi pelajaran bagi? kita semua untuk senantiasa berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan As Sunnah.
Semoga kajian di ML ini semakin hidup terjadi komunikasi dari segala arah.
?
Wassalamu'alaikum wr.wb.
?

----- Original Message -----
From: Y & R
Sent: Thursday, January 20, 2000 10:56 AM
Subject: [assunnah] Untuk Akhi Suharyanto, Re : [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]

Assalamu'alaikum wr.wb.
?
*Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu
?
Alhamdulillah....
Saya hanya akan mengclarify pertanyaan saja, mudah-mudahan bisa mengobati kebingungan yang sedang antum hadapi, insya Allah.
?
Saya mau tanya berkaitan dengan artikel dibawah ini.
Yang saya tanyakan banyak sekali jama'ah(yg akidahnya lurus) yang saya ketahui mengaku sebagai jama'ah yang bermanhaj salaf. Walaupun ada yang mengaku salaf dan ia mengatakan jama'ah lain bukan salaf, yaa.. ada yang mengatakan?ini lah,itulah, dll, dsb.
?
1. Apakah Sebenarnya Rasulullah, para sahabat dan ulama salaf mengajari hal tersebut?
?
Ini yang membuat saya bingung ada yang mengaku salaf tapi kok tidak seperti Rasul, sahabat dan ulama salaf dalam berdakwah dan menyikapi sesama muslim walaupun ada sedikit perbedaan pendapat.
?
Pertanyaan diatas, sebenarnya sudah antum jawab sendiri, yaitu :
?
".....mengaku salaf tapi kok tidak seperti Rasul, Sahabat dan Ulama Salaf dalam berdakwah dan menyikapi sesama muslim .....".
?
Dengan sendirinya kalimat diatas sudah merupakan jawaban bagi permasalahan yang Antum pertanyakan, karena makna yang saya pahami dari kalimat tersebut sangat luas sekali.
?
Adapun mengenai kalimat "mengajari", yang dimaksud mengajari apa..?
?
?
2.?Saya mau tanya apakah di sini sudah ada jama'ah yang benar-benar salaf?
Mohon jawaban dari ikhwan sekalian.
?
Pertanyaan yang? kedua, sebenarnya di artikel tersebut sudah dijelaskan siapa itu Salaf?(yang benar-benar salaf, menurut istilah akhi Suharyanto).
?
Nukilan dari artikel tersebut adalah sebagai berikut ;
?
"...... Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran mereka ini, (kalau begitu maksudnya) membawa konsekwensi untuk berlepas diri dari Islam yang benar yang dipegang para Salafus Shalih yang dipimpin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Muslim).
Maka tidak boleh seorang muslim berlepas diri (bara') dari penyandaran kepada Salafus Shalih. Sedangkan kalau seorang muslim melepaskan diri dari penyandaran apapun selain Salafus Shalih, tidak akan mungkin seorang ahli ilmupun menisbatkannya kepada kekafiran atau kefasikan..."
?
Dan mengenai kalimat "di sini", maksudnya dimana...?
?
Demikian klarifikasi yang dimaksud, dan apabila ada kekurangan dan kekeliruan, sudilah yang lain menambahkan dan meluruskannya.
?
Namun Saya yakin Akhi Suharyanto lebih mengetahui dalam masalah ini, karena bukankan Antum sendiri sebagai Web Admin di Al-Sofwah, dimana tujuan dari yayasan tersebut adalah " ...... berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemahaman As-Salafus-Shalih ...".
?
Wallahu 'alam.
Akhukum Fiilah
yayat
?
?
?
?
?

Post?Message assunnah@...
Subscribe assunnah-subscribe@...
Unsubscribe assunnah-unsubscribe@...
List?owner assunnah-owner@...
eGroups.com Home:
- Simplifying group communications


Urun rembug

iip hidayat
 

Assalamu'alaikum......
Menyambung komentar yg diberikan oleh ikhwah disini
atas pertanyaan akhi Suharyanto, memang ada sedikit
"kekeliuran" pertanyaan akhi Suharyanto, dimana makna
SALAFY disejajrkan dengan "JAMA'AH" dalam arti "HIZB".
Sesungguhnya telah jelas ulasan dari Syaikh Al-albani,
bhw sebutan salafy adalah bukan utk menyebut "hizb"
tertentu, kelompok tertentu..tapi utk menyebut orang-orang
baik sendiri atau berkelompok yg mengikuti manhaj ahlussunnah
wal jama'ah, manhaj salaful 'ummah.

Hanya saja, semakin kita khawatir bhw kita bukan salafy,
maka dalam diri kita Insya Alloh akan muncul semangat kehati-hatian
ketika kita akan bertholabul 'ilm. Dan kita akan semakin hati-hati
utk mengikuti gaya "tholabul 'ilm"-nya beberapa kaum hizbiyyun.

Sebenarnya, utk kasus khusus di Indonesia, kita bisa dengan mudah
mengindentify seseorang itu betul sungguh-sungguh ingin ikut salafy
atau hanya omongan saja. Tanya saja sama mereka, apakah anda tahu
siapa Al-albani, siapa syaikh al-utsaimin, siapakah syaikh bin baz,
siapakah syaikh rabi, siapakah syaikh salih al-fawzan dsb......
Sepanjang yg ana perhatikan, ada
beberapa kelompok penjawab :
1. Faham betul tentang ketokohan beliau-beliau dan serius utk
mengkaji fatwa-fatwanya tanpa sikap taklid.
Insya Allah yg ini adalah Salafy, Allohu a'lam.

2. Tahu akan ketokohan beliau-beliau, tapi tidak mengambil ilmu
dari beliau-beliau.
Yang ini "mungkin" diragukan salafy-nya. Allohu a'lam.

3. Tahu akan ketokohan beliau, tapi setengah-setangah mengambil
ilmu dari beliau. Contoh, mengakui kepakaran hadits-nya Syaikh
Al-albani, tetapi tidak mencoba mengikuti penjelasan haditsnya
beliau (sebatas mengambil takhrij-nya saja.
Ini pun "mungkin" diragukan Salafy-nya, Allohu a'lam.

4. Tidak tahu akan ketokohan beliau....
Kalau yg ini, sangat jauh dari salafy.

Mungkin akan muncul pertanyaan, kenapa mesti al-albani, kenapa mesti
al-utsaimin, kenapa mesti bin baz ? toh mereka juga adalah manusia
yg tidak luput dari kesalahan ? Sederhana saja jawabnya, jika manusia
yg tahu banyak hadits saja bisa salah, bagaimana dg "tokoh" yg sedikit
tahu tentang hadits ? Jelas kebenaran akan lebih dekat kepada ulama-
ulama ahlul hadits. Ana jadi inget suatu pembahasan dalam kitab Fathul
Majid tentang Bab "Tho'ifatun Manshuroh", tafsir ulama yg paling
banyak adalah bhw mereka itu "ahlul hadits".

Sementara sekian dulu, mohon ampun kepada Alloh jika ada komentar
yg salah sebagai akibat kejahilan ana.

-abu nisa@bandung-


______________________________________________________


Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]

Y & R
 

开云体育

?MENGAPA HARUS SALAFI ?
?
oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
?

?
?
MUQADIMAH
?
Masih banyak di antara kita yang mempertanyakan apa itu Salafi, dan mengapa harus Salafi .?. Sebagian kaum muslimin malahan menilai bahwa kata-kata Salafi menunjukkan sikap fanatik, bahkan lebih jauh lagi dikatakan sebagai sikap ta'assub terhadap kelompok tertentu serta mengecilkan orang lain, dan yang lebih parah lagi adalah ; mereka mengatakan bahwa Salafi merupakan istilah baru dalam Islam.
?
Benarkah persangkaan tersebut...! Dibawah ini kami nukilkan jawaban dari Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah di majalah Al-Ashalah edisi 9/Th.II/15 Sya'ban 1414H dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 09/th.III/1419H-1999. Mengenai pertanyaan yang ditujukan kepada beliau, yang tidak jauh berbeda dengan permasalahan di atas.
?
?
MENGAPA HARUS SALAFI..?
?
Pertanyaan yang ditujukan kepada Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, adalah sebagai berikut :
?
"Mengapa perlu menamakan diri dengan Salafiyah, apakah itu termasuk dakwah Hizbiyyah, golongan, madzhab atau kelompok baru dalam Islam ..?"
?
Jawaban beliau adalah sebagai berikut :
?
Sesungguhnya kata "As-Salaf" sudah lazim dalam terminologi bahasa Arab maupun syariat Islam. Adapun yang menjadi bahasan kita kali ini adalah aspek syari'atnya. Dalam riwayat yang shahih, ketika menjelang wafat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Sayidah Fatimah radyillahu 'anha :
"Artinya : Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, sebaik-baik "As-Salaf" bagimu adalah Aku".
Dalam kenyataannya di kalangan para ulama sering menggunakan istilah "As-Salaf". Satu contoh penggunaan "As-Salaf" yang biasa mereka pakai dalam bentuk syair untuk menumpas bid'ah :
"Dan setiap kebaikan itu terdapat dalam mengikuti orang-orang? Salaf".
"Dan setiap kejelekan itu terdapat dalam perkara baru yang diada-adakan orang Khalaf".
Namun ada sebagian orang yang mengaku berilmu, mengingkari nisbat (penyandaran diri) pada istillah SALAF karena mereka menyangka bahwa hal tersebut tidak ada asalnya. Mereka berkata : "Seorang muslim tidak boleh mengatakan "saya seorang salafi". Secara tidak langsung mereka beranggapan bahwa seorang muslim tidak boleh mengikuti Salafus Shalih baik dalam hal aqidah, ibadah ataupun ahlaq".
?
Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran mereka ini, (kalau begitu maksudnya) membawa konsekwensi untuk berlepas diri dari Islam yang benar yang dipegang para Salafus Shalih yang dipimpin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Muslim).
Maka tidak boleh seorang muslim berlepas diri (bara') dari penyandaran kepada Salafus Shalih. Sedangkan kalau seorang muslim melepaskan diri dari penyandaran apapun selain Salafus Shalih, tidak akan mungkin seorang ahli ilmupun menisbatkannya kepada kekafiran atau kefasikan.
?
Orang yang mengingkari istilah ini, bukankah dia juga menyandarkan diri pada suatu madzhab, baik secara akidah atau fikih ..?. Bisa jadi ia seorang Asy'ari, Maturidi, Ahli Hadits, Hanafi, Syafi'i, Maliki atau Hambali semata yang masih masuk dalam sebutan Ahlu Sunnah wal Jama'ah.
?
Padahal orang-orang yang bersandar kepada madzhab Asy'ari dan pengikut madzhab yang empat adalah bersandar kepada pribadi-pribadi yang tidak maksum. Walau ada juga ulama di kalangan mereka yang benar. Mengapa penisbatan-penisbatan kepada pribadi-pribadi yang tidak maksum ini tidak diingkari ..?
?
Adapun orang yang berintisab kepada Salafus Shalih, dia menyandarkan diri kepada ISHMAH (kemaksuman/terjaga dari kesalahan) secara umum. Rasul telah mendiskripsikan tanda-tanda Firqah Najiah yaitu komitmennya dalam memegang sunnah Nabi dan para sahabatnya. Dengan demikian siapa yang berpegang dengan manhaj Salafus Shalih maka yakinlah dia berada atas petunjuk Allah 'Azza wa Jalla.
?
Salafiyah merupakan predikat yang akan memuliakan dan memudahkan jalan menuju "Firqah Najiyah". Dan hal itu tidak akan didapatkan bagi orang yang menisbatkan kepada nisbat apapun selainnya. Sebab nisbat kepada selain Salafiyah tidak akan terlepas dari dua perkara :
  • Pertama, menisbatkan diri kepada pribadi yang tidak maksum.
  • Kedua, menisbatkan diri kepada orang-orang yang mengikuti manhaj pribadi yang tidak maksum.
Jadi tidak terjaga dari kesalahan, dan ini berbeda dengan ISHMAH para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan supaya kita berpegang teguh terhadap sunnahnya dan sunnah para sahabat setelahnya.
?
Kita tetap terus dan senantiasa menyerukan agar pemahaman kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah selaras dengan manhaj para sahabat, sehingga tetap dalam naungan ISHMAH (terjaga dari kesalahan) dan tidak melenceng maupun menyimpang dengan pemahaman tertentu yang tanpa pondasi dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
?
Mengapa sandaran terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah belum cukup ..?
?
Sebabnya kembali kepada dua hal, yaitu hubungannya dengan dalil syar'i dan fenomena Jama'ah Islamiyah yang ada.
?
Berkenan dengan sebab pertama.
Kita dapati dalam nash-nash yang berupa perintah untuk menta'ati hal lain disamping Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana dalam firman Allah :
"Artinya : Dan taatilah Allah, taatilah Rasul dan Ulil Amri diantara kalian".
(An-Nisaa : 59).
Jika ada Waliyul Amri yang dibaiat kaum Muslimin maka menjadi wajib ditaati seperti keharusan taat terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah. Walau terkadang muncul kesalahan dari dirinya dan bawahannya. Taat kepadanya tetap wajib untuk menepis akibat buruk dari perbedaan pendapat dengan menjunjung tinggi syarat yang sudah dikenal yaitu :
"Artinya : Tidak ada ketaatan kepada mahluk di dalam bemaksiat kepada Al-Khalik". (Lihat As-Shahihah No. 179).
"Artinya : Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan mereka berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannan dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali". (An-Nisaa : 115).
Allah Maha Tinggi dan jauh dari main-main. Tidak disangkal lagi, penyebutan SABIILIL MU'MINIIN (Jalan kaum mukminin) pasti mengandung hikmah dan manfa'at yang besar. Ayat itu membuktikan adanya kewajiban penting yaitu agar ittiba' kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah harus sesuai dengan pemahaman generasi Islam yang pertama (generasi sahabat). Inilah yang diserukan dan ditekankan oleh dakwah Salafiyah di dalam inti dakwah dan manhaj tarbiyahnya.
?
Sesungguhnya Dakwah Salafiyah benar-benar akan menyatukan umat. Sedangkan dakwah lainnya hanya akan mencabik-cabiknya. Allah berfirman :
"Artinya : Dan hendaklah kamu bersama-sama orang-orang yang benar". (At-Taubah : 119).
Siapa saja yang memisahkan antara Al-Kitab dan As-Sunnah dengan As-Salafus Shalih bukanlah seorang yang benar selama-lamanya.
?
Adapun berkenan dengan sebab kedua.
Bahwa kelompok-kelompok dan golongan-golongan (umat Islam) sekarang ini sama sekali tidak memperhatikan untuk mengikuti jalan kaum mukminin yang telah disinggung ayat di atas dan dipertegas oleh beberapa hadits.
?
Diantaranya hadits tentang firqah yang berjumlah tujuh puluh tiga golongan, semua masuk neraka kecuali satu. Rasul mendeskripsikannya sebagai :
"Dia (golongan itu) adalah yang berada di atas pijakanku dan para sahabatku hari ini".
Hadits ini senada dengan ayat yang menyitir tentang jalan kaum mukminin. Di antara hadits yang juga senada maknanya adalah, hadits Irbadl bin Sariyah, yang di dalamnya memuat :
"Artinya : Pegangilah sunnahku dan sunnah Khulafair Rasyidin sepeninggalku".
Jadi di sana ada dua sunnah yang harus di ikuti : sunnah Rasul dan sunnah Khulafaur Rasyidin.
?
Menjadi keharusan atas kita -generasi mutaakhirin- untuk merujuk kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan jalan kaum mukminin. Kita tidak boleh berkata : "Kami mandiri dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah tanpa petunjuk Salafus As-Shalih".
?
Demikian juga kita harus memiliki nama yang membedakan antara yang haq dan batil di jaman ini. Belum cukup kalau kita hanya mengucapkan :"Saya seorang muslim (saja) atau bermadzhab Islam. Sebab semua firqah juga mengaku demikian baik Syiah, Ibadhiyyah (salah satu firqah dalam Khawarij), Ahmadiyyah dan yang lain. Apa yang membedakan kita dengan mereka ..?
?
Kalau kita berkata : Saya seorang muslim yang memegangi Al-Kitab dan As-Sunnah. ini juga belum memadai. Karena firqah-firqah sesat juga mengklaim ittiba' terhadap keduanya.
?
Tidak syak lagi, nama yang jelas, terang dan membedakan dari kelompok sempalan adalah ungkapan : "Saya seorang muslim yang konsisten dengan Al-Kitab dan As-Sunnah serta bermanhaj Salaf", atau disingkat "Saya Salafi".
?
Kita harus yakin, bersandar kepada Al-Kitab dan As-Sunnah saja, tanpa manhaj Salaf yang berperan sebagai penjelas dalam masalah metode pemahaman, pemikiran, ilmu, amal, dakwah, dan jihad, belumlah cukup.?
?
Kita paham para sahabat tidak berta'ashub terhadap madzhab atau individu tertentu. Tidak ada dari mereka yang disebut-sebut sebagai Bakri, Umari, Utsmani atau Alawi (pengikut Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali). Bahkan bila seorang di antara mereka bisa bertanya kepada Abu Bakar, Umar atau Abu Hurairah maka bertanyalah ia. Sebab mereka meyakini bahwa tidak boleh memurnikan ittiba' kecuali kepada satu orang saja yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tidak berkata dengan kemauan nafsunya, ucapannya tiada lain wahyu yang diwahyukan.
?
Taruhlah misalnya kita terima bantahan para pengkritik itu, yaitu kita hanya menyebut diri sebagai muslimin saja tanpa penyandaran kepada manhaj Salaf ; padahal manhaj Salaf merupakan nisbat yang mulia dan benar. Lalu apakah mereka (pengkritik) akan terbebas dari penamaan diri dengan nama-nama golongan madzhab atau nama-nama tarekat mereka .? Padahal sebutan itu tidak syar'i dan salah?..!?.
?
Allah adalah Dzat Maha pemberi petunjuk menuju jalan lurus. Wallahu al-Musta'in.
?
Demikianlah jawaban kami. Istilah Salaf bukan menunjukkan sikap fanatik atau ta'assub pada kelompok tertentu, tetapi menunjukkan pada komitmennya untuk mengikuti Manhaj Salafus Shalih dalam memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah.
?
Wallahu Waliyyut-Taufiq.
?

?
Insya Allah menyusul :
  • Nasihat Perkawinan oleh Yazid Abdul Qadir Jawas
?


Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]

Luqman Hakim
 

Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh..

Menaggapi pertanyaan akhi suharyanto..saya ingin sedikit memberikan
penjelasan dari apa yang saya ketahui...

" As-Salaf " (Ahlu Sunnah Wal Jama'ah), bukanlah sebuah jama'ah atau
Firqoh, yang sebagian saudara kita mengistilahkannya, sehingga mereka
sebagian menilainya dengan "sebelah mata". As-Salaf adalah sebuah Manhaj yang agung dan Mulia, yang merupakan jalan yang pernah di tempuh oleh Rasululloh, para sahabat, tabi'in & tabiuttabi'in, yang merupakan generasi yang Rasullulloh sebutkan dalam Hadist, adalah generasi terbaik.
Siapapun yang mengikuti manhaj ini secara murni dan istiqomah...
dia disebut Ahlu sunnah waljamaah.
Jadi untuk menilai "Salaf", tidak bisa dengan melihat tingkah lakunya orangnya, karena setiap pribadi yang mengaku salaf, tidak menjamin
dia istiqomah dalam merealisasikannya.....semua perbuatan dan tingkah laku seseorang muslim tidak selalu sesuai sunnah, adakalanya dia melenceng dari sunnah karena kejahilannya.
Artikel dari Syekh Nashiruddin ini, menurut saya, hanya ingin menjelaskan kepada kaum Muslimin apa itu "As-Salaf". Bukan berarti
Fanatik Hizbiyah.
Manhaj Salaf tidak mengenal Jama'ah-jama'ah, yang ada hanya satu, yaitu "Al-Jama'ah", yang Rasullulloh SAW sebutkan dalam hadist.
Wallahu'alam....

sekian penjelasan singkat saya, yang masih dalam tahap belajar...
saya yakin akhi Suharyanto lebih 'Alim dari saya.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh..

Al-Faqir Muhammad Luqman.H



From: "Suharyanto" <suharyanto@...>
Reply-To: assunnah@...
To: <assunnah@...>
Subject: [assunnah] Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]
Date: Wed, 19 Jan 2000 15:22:45 +0700

Assalamu'alaikum wr.wb.

Saya mau tanya berkaitan dengan artikel dibawah ini.
Yang saya tanyakan banyak sekali jama'ah(yg akidahnya lurus) yang saya ketahui mengaku sebagai jama'ah yang bermanhaj salaf. Walaupun ada yang mengaku salaf dan ia mengatakan jama'ah lain bukan salaf, yaa.. ada yang mengatakan ini lah,itulah, dll, dsb.
1. Apakah Sebenarnya Rasulullah, para sahabat dan ulama salaf mengajari hal tersebut?
Ini yang membuat saya bingung ada yang mengaku salaf tapi kok tidak seperti Rasul, sahabat dan ulama salaf dalam berdakwah dan menyikapi sesama muslim walaupun ada sedikit perbedaan pendapat.
2. Saya mau tanya apakah di sini sudah ada jama'ah yang benar-benar salaf?
Mohon jawaban dari ikhwan sekalian.

Wassalamu'alaikum wr.wb.
----- Original Message -----
From: Y & R
To: assunnah@...
Sent: Wednesday, January 19, 2000 11:10 PM
Subject: [assunnah] Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]


MENGAPA HARUS SALAFI ?

oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani


------------------------------------------------------------------------------


MUQADIMAH

Masih banyak di antara kita yang mempertanyakan apa itu Salafi, dan mengapa harus Salafi .?. Sebagian kaum muslimin malahan menilai bahwa kata-kata Salafi menunjukkan sikap fanatik, bahkan lebih jauh lagi dikatakan sebagai sikap ta'assub terhadap kelompok tertentu serta mengecilkan orang lain, dan yang lebih parah lagi adalah ; mereka mengatakan bahwa Salafi merupakan istilah baru dalam Islam.

Benarkah persangkaan tersebut...! Dibawah ini kami nukilkan jawaban dari Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah di majalah Al-Ashalah edisi 9/Th.II/15 Sya'ban 1414H dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 09/th.III/1419H-1999. Mengenai pertanyaan yang ditujukan kepada beliau, yang tidak jauh berbeda dengan permasalahan di atas.


MENGAPA HARUS SALAFI..?

Pertanyaan yang ditujukan kepada Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, adalah sebagai berikut :

"Mengapa perlu menamakan diri dengan Salafiyah, apakah itu termasuk dakwah Hizbiyyah, golongan, madzhab atau kelompok baru dalam Islam ..?"

Jawaban beliau adalah sebagai berikut :

Sesungguhnya kata "As-Salaf" sudah lazim dalam terminologi bahasa Arab maupun syariat Islam. Adapun yang menjadi bahasan kita kali ini adalah aspek syari'atnya. Dalam riwayat yang shahih, ketika menjelang wafat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Sayidah Fatimah radyillahu 'anha :
"Artinya : Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, sebaik-baik "As-Salaf" bagimu adalah Aku".
Dalam kenyataannya di kalangan para ulama sering menggunakan istilah "As-Salaf". Satu contoh penggunaan "As-Salaf" yang biasa mereka pakai dalam bentuk syair untuk menumpas bid'ah :
"Dan setiap kebaikan itu terdapat dalam mengikuti orang-orang Salaf".
"Dan setiap kejelekan itu terdapat dalam perkara baru yang diada-adakan orang Khalaf".
Namun ada sebagian orang yang mengaku berilmu, mengingkari nisbat (penyandaran diri) pada istillah SALAF karena mereka menyangka bahwa hal tersebut tidak ada asalnya. Mereka berkata : "Seorang muslim tidak boleh mengatakan "saya seorang salafi". Secara tidak langsung mereka beranggapan bahwa seorang muslim tidak boleh mengikuti Salafus Shalih baik dalam hal aqidah, ibadah ataupun ahlaq".

Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran mereka ini, (kalau begitu maksudnya) membawa konsekwensi untuk berlepas diri dari Islam yang benar yang dipegang para Salafus Shalih yang dipimpin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Muslim).
Maka tidak boleh seorang muslim berlepas diri (bara') dari penyandaran kepada Salafus Shalih. Sedangkan kalau seorang muslim melepaskan diri dari penyandaran apapun selain Salafus Shalih, tidak akan mungkin seorang ahli ilmupun menisbatkannya kepada kekafiran atau kefasikan.

Orang yang mengingkari istilah ini, bukankah dia juga menyandarkan diri pada suatu madzhab, baik secara akidah atau fikih ..?. Bisa jadi ia seorang Asy'ari, Maturidi, Ahli Hadits, Hanafi, Syafi'i, Maliki atau Hambali semata yang masih masuk dalam sebutan Ahlu Sunnah wal Jama'ah.

Padahal orang-orang yang bersandar kepada madzhab Asy'ari dan pengikut madzhab yang empat adalah bersandar kepada pribadi-pribadi yang tidak maksum. Walau ada juga ulama di kalangan mereka yang benar. Mengapa penisbatan-penisbatan kepada pribadi-pribadi yang tidak maksum ini tidak diingkari ..?

Adapun orang yang berintisab kepada Salafus Shalih, dia menyandarkan diri kepada ISHMAH (kemaksuman/terjaga dari kesalahan) secara umum. Rasul telah mendiskripsikan tanda-tanda Firqah Najiah yaitu komitmennya dalam memegang sunnah Nabi dan para sahabatnya. Dengan demikian siapa yang berpegang dengan manhaj Salafus Shalih maka yakinlah dia berada atas petunjuk Allah 'Azza wa Jalla.

Salafiyah merupakan predikat yang akan memuliakan dan memudahkan jalan menuju "Firqah Najiyah". Dan hal itu tidak akan didapatkan bagi orang yang menisbatkan kepada nisbat apapun selainnya. Sebab nisbat kepada selain Salafiyah tidak akan terlepas dari dua perkara :
a.. Pertama, menisbatkan diri kepada pribadi yang tidak maksum.
b.. Kedua, menisbatkan diri kepada orang-orang yang mengikuti manhaj pribadi yang tidak maksum.
Jadi tidak terjaga dari kesalahan, dan ini berbeda dengan ISHMAH para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan supaya kita berpegang teguh terhadap sunnahnya dan sunnah para sahabat setelahnya.

Kita tetap terus dan senantiasa menyerukan agar pemahaman kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah selaras dengan manhaj para sahabat, sehingga tetap dalam naungan ISHMAH (terjaga dari kesalahan) dan tidak melenceng maupun menyimpang dengan pemahaman tertentu yang tanpa pondasi dari Al-Kitab dan As-Sunnah.

Mengapa sandaran terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah belum cukup ..?

Sebabnya kembali kepada dua hal, yaitu hubungannya dengan dalil syar'i dan fenomena Jama'ah Islamiyah yang ada.

Berkenan dengan sebab pertama.
Kita dapati dalam nash-nash yang berupa perintah untuk menta'ati hal lain disamping Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana dalam firman Allah :
"Artinya : Dan taatilah Allah, taatilah Rasul dan Ulil Amri diantara kalian".
(An-Nisaa : 59).
Jika ada Waliyul Amri yang dibaiat kaum Muslimin maka menjadi wajib ditaati seperti keharusan taat terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah. Walau terkadang muncul kesalahan dari dirinya dan bawahannya. Taat kepadanya tetap wajib untuk menepis akibat buruk dari perbedaan pendapat dengan menjunjung tinggi syarat yang sudah dikenal yaitu :
"Artinya : Tidak ada ketaatan kepada mahluk di dalam bemaksiat kepada Al-Khalik". (Lihat As-Shahihah No. 179).
"Artinya : Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan mereka berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannan dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali". (An-Nisaa : 115).
Allah Maha Tinggi dan jauh dari main-main. Tidak disangkal lagi, penyebutan SABIILIL MU'MINIIN (Jalan kaum mukminin) pasti mengandung hikmah dan manfa'at yang besar. Ayat itu membuktikan adanya kewajiban penting yaitu agar ittiba' kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah harus sesuai dengan pemahaman generasi Islam yang pertama (generasi sahabat). Inilah yang diserukan dan ditekankan oleh dakwah Salafiyah di dalam inti dakwah dan manhaj tarbiyahnya.

Sesungguhnya Dakwah Salafiyah benar-benar akan menyatukan umat. Sedangkan dakwah lainnya hanya akan mencabik-cabiknya. Allah berfirman :
"Artinya : Dan hendaklah kamu bersama-sama orang-orang yang benar". (At-Taubah : 119).
Siapa saja yang memisahkan antara Al-Kitab dan As-Sunnah dengan As-Salafus Shalih bukanlah seorang yang benar selama-lamanya.

Adapun berkenan dengan sebab kedua.
Bahwa kelompok-kelompok dan golongan-golongan (umat Islam) sekarang ini sama sekali tidak memperhatikan untuk mengikuti jalan kaum mukminin yang telah disinggung ayat di atas dan dipertegas oleh beberapa hadits.

Diantaranya hadits tentang firqah yang berjumlah tujuh puluh tiga golongan, semua masuk neraka kecuali satu. Rasul mendeskripsikannya sebagai :
"Dia (golongan itu) adalah yang berada di atas pijakanku dan para sahabatku hari ini".
Hadits ini senada dengan ayat yang menyitir tentang jalan kaum mukminin. Di antara hadits yang juga senada maknanya adalah, hadits Irbadl bin Sariyah, yang di dalamnya memuat :
"Artinya : Pegangilah sunnahku dan sunnah Khulafair Rasyidin sepeninggalku".
Jadi di sana ada dua sunnah yang harus di ikuti : sunnah Rasul dan sunnah Khulafaur Rasyidin.

Menjadi keharusan atas kita -generasi mutaakhirin- untuk merujuk kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan jalan kaum mukminin. Kita tidak boleh berkata : "Kami mandiri dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah tanpa petunjuk Salafus As-Shalih".

Demikian juga kita harus memiliki nama yang membedakan antara yang haq dan batil di jaman ini. Belum cukup kalau kita hanya mengucapkan :"Saya seorang muslim (saja) atau bermadzhab Islam. Sebab semua firqah juga mengaku demikian baik Syiah, Ibadhiyyah (salah satu firqah dalam Khawarij), Ahmadiyyah dan yang lain. Apa yang membedakan kita dengan mereka ..?

Kalau kita berkata : Saya seorang muslim yang memegangi Al-Kitab dan As-Sunnah. ini juga belum memadai. Karena firqah-firqah sesat juga mengklaim ittiba' terhadap keduanya.

Tidak syak lagi, nama yang jelas, terang dan membedakan dari kelompok sempalan adalah ungkapan : "Saya seorang muslim yang konsisten dengan Al-Kitab dan As-Sunnah serta bermanhaj Salaf", atau disingkat "Saya Salafi".

Kita harus yakin, bersandar kepada Al-Kitab dan As-Sunnah saja, tanpa manhaj Salaf yang berperan sebagai penjelas dalam masalah metode pemahaman, pemikiran, ilmu, amal, dakwah, dan jihad, belumlah cukup.

Kita paham para sahabat tidak berta'ashub terhadap madzhab atau individu tertentu. Tidak ada dari mereka yang disebut-sebut sebagai Bakri, Umari, Utsmani atau Alawi (pengikut Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali). Bahkan bila seorang di antara mereka bisa bertanya kepada Abu Bakar, Umar atau Abu Hurairah maka bertanyalah ia. Sebab mereka meyakini bahwa tidak boleh memurnikan ittiba' kecuali kepada satu orang saja yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tidak berkata dengan kemauan nafsunya, ucapannya tiada lain wahyu yang diwahyukan.

Taruhlah misalnya kita terima bantahan para pengkritik itu, yaitu kita hanya menyebut diri sebagai muslimin saja tanpa penyandaran kepada manhaj Salaf ; padahal manhaj Salaf merupakan nisbat yang mulia dan benar. Lalu apakah mereka (pengkritik) akan terbebas dari penamaan diri dengan nama-nama golongan madzhab atau nama-nama tarekat mereka .? Padahal sebutan itu tidak syar'i dan salah ..!?.

Allah adalah Dzat Maha pemberi petunjuk menuju jalan lurus. Wallahu al-Musta'in.

Demikianlah jawaban kami. Istilah Salaf bukan menunjukkan sikap fanatik atau ta'assub pada kelompok tertentu, tetapi menunjukkan pada komitmennya untuk mengikuti Manhaj Salafus Shalih dalam memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Wallahu Waliyyut-Taufiq.


------------------------------------------------------------------------------

Insya Allah menyusul :
a.. Nasihat Perkawinan oleh Yazid Abdul Qadir Jawas


------------------------------------------------------------------------------
Post Message assunnah@...
Subscribe assunnah-subscribe@...
Unsubscribe assunnah-unsubscribe@...
List owner assunnah-owner@...
------------------------------------------------------------------------------


eGroups.com Home:
www.egroups.com - Simplifying group communications



------------------------------------------------------------------------
PostMessage assunnah@...
Subscribe assunnah-subscribe@...
Unsubscribe assunnah-unsubscribe@...
Listowner assunnah-owner@...

------------------------------------------------------------------------
-- Talk to your group with your own voice!
--
______________________________________________________


Re: Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]

Suharyanto
 

开云体育

Assalamu'alaikum wr.wb.
?
Saya mau tanya berkaitan dengan artikel dibawah ini.
Yang saya tanyakan banyak sekali jama'ah(yg akidahnya lurus) yang saya ketahui mengaku sebagai jama'ah yang bermanhaj salaf. Walaupun ada yang mengaku salaf dan ia mengatakan jama'ah lain bukan salaf, yaa.. ada yang mengatakan?ini lah,itulah, dll, dsb.
1. Apakah Sebenarnya Rasulullah, para sahabat dan ulama salaf mengajari hal tersebut?
Ini yang membuat saya bingung ada yang mengaku salaf tapi kok tidak seperti Rasul, sahabat dan ulama salaf dalam berdakwah dan menyikapi sesama muslim walaupun ada sedikit perbedaan pendapat.
2.?Saya mau tanya apakah di sini sudah ada jama'ah yang benar-benar salaf?
Mohon jawaban dari ikhwan sekalian.
?
Wassalamu'alaikum wr.wb.

----- Original Message -----
From: Y & R
Sent: Wednesday, January 19, 2000 11:10 PM
Subject: [assunnah] Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 19 = Mengapa Harus Salafi ?]

?MENGAPA HARUS SALAFI ?
?
oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
?

?
?
MUQADIMAH
?
Masih banyak di antara kita yang mempertanyakan apa itu Salafi, dan mengapa harus Salafi .?. Sebagian kaum muslimin malahan menilai bahwa kata-kata Salafi menunjukkan sikap fanatik, bahkan lebih jauh lagi dikatakan sebagai sikap ta'assub terhadap kelompok tertentu serta mengecilkan orang lain, dan yang lebih parah lagi adalah ; mereka mengatakan bahwa Salafi merupakan istilah baru dalam Islam.
?
Benarkah persangkaan tersebut...! Dibawah ini kami nukilkan jawaban dari Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah di majalah Al-Ashalah edisi 9/Th.II/15 Sya'ban 1414H dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 09/th.III/1419H-1999. Mengenai pertanyaan yang ditujukan kepada beliau, yang tidak jauh berbeda dengan permasalahan di atas.
?
?
MENGAPA HARUS SALAFI..?
?
Pertanyaan yang ditujukan kepada Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, adalah sebagai berikut :
?
"Mengapa perlu menamakan diri dengan Salafiyah, apakah itu termasuk dakwah Hizbiyyah, golongan, madzhab atau kelompok baru dalam Islam ..?"
?
Jawaban beliau adalah sebagai berikut :
?
Sesungguhnya kata "As-Salaf" sudah lazim dalam terminologi bahasa Arab maupun syariat Islam. Adapun yang menjadi bahasan kita kali ini adalah aspek syari'atnya. Dalam riwayat yang shahih, ketika menjelang wafat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Sayidah Fatimah radyillahu 'anha :
"Artinya : Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, sebaik-baik "As-Salaf" bagimu adalah Aku".
Dalam kenyataannya di kalangan para ulama sering menggunakan istilah "As-Salaf". Satu contoh penggunaan "As-Salaf" yang biasa mereka pakai dalam bentuk syair untuk menumpas bid'ah :
"Dan setiap kebaikan itu terdapat dalam mengikuti orang-orang? Salaf".
"Dan setiap kejelekan itu terdapat dalam perkara baru yang diada-adakan orang Khalaf".
Namun ada sebagian orang yang mengaku berilmu, mengingkari nisbat (penyandaran diri) pada istillah SALAF karena mereka menyangka bahwa hal tersebut tidak ada asalnya. Mereka berkata : "Seorang muslim tidak boleh mengatakan "saya seorang salafi". Secara tidak langsung mereka beranggapan bahwa seorang muslim tidak boleh mengikuti Salafus Shalih baik dalam hal aqidah, ibadah ataupun ahlaq".
?
Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran mereka ini, (kalau begitu maksudnya) membawa konsekwensi untuk berlepas diri dari Islam yang benar yang dipegang para Salafus Shalih yang dipimpin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Muslim).
Maka tidak boleh seorang muslim berlepas diri (bara') dari penyandaran kepada Salafus Shalih. Sedangkan kalau seorang muslim melepaskan diri dari penyandaran apapun selain Salafus Shalih, tidak akan mungkin seorang ahli ilmupun menisbatkannya kepada kekafiran atau kefasikan.
?
Orang yang mengingkari istilah ini, bukankah dia juga menyandarkan diri pada suatu madzhab, baik secara akidah atau fikih ..?. Bisa jadi ia seorang Asy'ari, Maturidi, Ahli Hadits, Hanafi, Syafi'i, Maliki atau Hambali semata yang masih masuk dalam sebutan Ahlu Sunnah wal Jama'ah.
?
Padahal orang-orang yang bersandar kepada madzhab Asy'ari dan pengikut madzhab yang empat adalah bersandar kepada pribadi-pribadi yang tidak maksum. Walau ada juga ulama di kalangan mereka yang benar. Mengapa penisbatan-penisbatan kepada pribadi-pribadi yang tidak maksum ini tidak diingkari ..?
?
Adapun orang yang berintisab kepada Salafus Shalih, dia menyandarkan diri kepada ISHMAH (kemaksuman/terjaga dari kesalahan) secara umum. Rasul telah mendiskripsikan tanda-tanda Firqah Najiah yaitu komitmennya dalam memegang sunnah Nabi dan para sahabatnya. Dengan demikian siapa yang berpegang dengan manhaj Salafus Shalih maka yakinlah dia berada atas petunjuk Allah 'Azza wa Jalla.
?
Salafiyah merupakan predikat yang akan memuliakan dan memudahkan jalan menuju "Firqah Najiyah". Dan hal itu tidak akan didapatkan bagi orang yang menisbatkan kepada nisbat apapun selainnya. Sebab nisbat kepada selain Salafiyah tidak akan terlepas dari dua perkara :
  • Pertama, menisbatkan diri kepada pribadi yang tidak maksum.
  • Kedua, menisbatkan diri kepada orang-orang yang mengikuti manhaj pribadi yang tidak maksum.
Jadi tidak terjaga dari kesalahan, dan ini berbeda dengan ISHMAH para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan supaya kita berpegang teguh terhadap sunnahnya dan sunnah para sahabat setelahnya.
?
Kita tetap terus dan senantiasa menyerukan agar pemahaman kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah selaras dengan manhaj para sahabat, sehingga tetap dalam naungan ISHMAH (terjaga dari kesalahan) dan tidak melenceng maupun menyimpang dengan pemahaman tertentu yang tanpa pondasi dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
?
Mengapa sandaran terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah belum cukup ..?
?
Sebabnya kembali kepada dua hal, yaitu hubungannya dengan dalil syar'i dan fenomena Jama'ah Islamiyah yang ada.
?
Berkenan dengan sebab pertama.
Kita dapati dalam nash-nash yang berupa perintah untuk menta'ati hal lain disamping Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana dalam firman Allah :
"Artinya : Dan taatilah Allah, taatilah Rasul dan Ulil Amri diantara kalian".
(An-Nisaa : 59).
Jika ada Waliyul Amri yang dibaiat kaum Muslimin maka menjadi wajib ditaati seperti keharusan taat terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah. Walau terkadang muncul kesalahan dari dirinya dan bawahannya. Taat kepadanya tetap wajib untuk menepis akibat buruk dari perbedaan pendapat dengan menjunjung tinggi syarat yang sudah dikenal yaitu :
"Artinya : Tidak ada ketaatan kepada mahluk di dalam bemaksiat kepada Al-Khalik". (Lihat As-Shahihah No. 179).
"Artinya : Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan mereka berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannan dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali". (An-Nisaa : 115).
Allah Maha Tinggi dan jauh dari main-main. Tidak disangkal lagi, penyebutan SABIILIL MU'MINIIN (Jalan kaum mukminin) pasti mengandung hikmah dan manfa'at yang besar. Ayat itu membuktikan adanya kewajiban penting yaitu agar ittiba' kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah harus sesuai dengan pemahaman generasi Islam yang pertama (generasi sahabat). Inilah yang diserukan dan ditekankan oleh dakwah Salafiyah di dalam inti dakwah dan manhaj tarbiyahnya.
?
Sesungguhnya Dakwah Salafiyah benar-benar akan menyatukan umat. Sedangkan dakwah lainnya hanya akan mencabik-cabiknya. Allah berfirman :
"Artinya : Dan hendaklah kamu bersama-sama orang-orang yang benar". (At-Taubah : 119).
Siapa saja yang memisahkan antara Al-Kitab dan As-Sunnah dengan As-Salafus Shalih bukanlah seorang yang benar selama-lamanya.
?
Adapun berkenan dengan sebab kedua.
Bahwa kelompok-kelompok dan golongan-golongan (umat Islam) sekarang ini sama sekali tidak memperhatikan untuk mengikuti jalan kaum mukminin yang telah disinggung ayat di atas dan dipertegas oleh beberapa hadits.
?
Diantaranya hadits tentang firqah yang berjumlah tujuh puluh tiga golongan, semua masuk neraka kecuali satu. Rasul mendeskripsikannya sebagai :
"Dia (golongan itu) adalah yang berada di atas pijakanku dan para sahabatku hari ini".
Hadits ini senada dengan ayat yang menyitir tentang jalan kaum mukminin. Di antara hadits yang juga senada maknanya adalah, hadits Irbadl bin Sariyah, yang di dalamnya memuat :
"Artinya : Pegangilah sunnahku dan sunnah Khulafair Rasyidin sepeninggalku".
Jadi di sana ada dua sunnah yang harus di ikuti : sunnah Rasul dan sunnah Khulafaur Rasyidin.
?
Menjadi keharusan atas kita -generasi mutaakhirin- untuk merujuk kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan jalan kaum mukminin. Kita tidak boleh berkata : "Kami mandiri dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah tanpa petunjuk Salafus As-Shalih".
?
Demikian juga kita harus memiliki nama yang membedakan antara yang haq dan batil di jaman ini. Belum cukup kalau kita hanya mengucapkan :"Saya seorang muslim (saja) atau bermadzhab Islam. Sebab semua firqah juga mengaku demikian baik Syiah, Ibadhiyyah (salah satu firqah dalam Khawarij), Ahmadiyyah dan yang lain. Apa yang membedakan kita dengan mereka ..?
?
Kalau kita berkata : Saya seorang muslim yang memegangi Al-Kitab dan As-Sunnah. ini juga belum memadai. Karena firqah-firqah sesat juga mengklaim ittiba' terhadap keduanya.
?
Tidak syak lagi, nama yang jelas, terang dan membedakan dari kelompok sempalan adalah ungkapan : "Saya seorang muslim yang konsisten dengan Al-Kitab dan As-Sunnah serta bermanhaj Salaf", atau disingkat "Saya Salafi".
?
Kita harus yakin, bersandar kepada Al-Kitab dan As-Sunnah saja, tanpa manhaj Salaf yang berperan sebagai penjelas dalam masalah metode pemahaman, pemikiran, ilmu, amal, dakwah, dan jihad, belumlah cukup.?
?
Kita paham para sahabat tidak berta'ashub terhadap madzhab atau individu tertentu. Tidak ada dari mereka yang disebut-sebut sebagai Bakri, Umari, Utsmani atau Alawi (pengikut Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali). Bahkan bila seorang di antara mereka bisa bertanya kepada Abu Bakar, Umar atau Abu Hurairah maka bertanyalah ia. Sebab mereka meyakini bahwa tidak boleh memurnikan ittiba' kecuali kepada satu orang saja yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tidak berkata dengan kemauan nafsunya, ucapannya tiada lain wahyu yang diwahyukan.
?
Taruhlah misalnya kita terima bantahan para pengkritik itu, yaitu kita hanya menyebut diri sebagai muslimin saja tanpa penyandaran kepada manhaj Salaf ; padahal manhaj Salaf merupakan nisbat yang mulia dan benar. Lalu apakah mereka (pengkritik) akan terbebas dari penamaan diri dengan nama-nama golongan madzhab atau nama-nama tarekat mereka .? Padahal sebutan itu tidak syar'i dan salah?..!?.
?
Allah adalah Dzat Maha pemberi petunjuk menuju jalan lurus. Wallahu al-Musta'in.
?
Demikianlah jawaban kami. Istilah Salaf bukan menunjukkan sikap fanatik atau ta'assub pada kelompok tertentu, tetapi menunjukkan pada komitmennya untuk mengikuti Manhaj Salafus Shalih dalam memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah.
?
Wallahu Waliyyut-Taufiq.
?

?
Insya Allah menyusul :
  • Nasihat Perkawinan oleh Yazid Abdul Qadir Jawas
?

Post?Message assunnah@...
Subscribe assunnah-subscribe@...
Unsubscribe assunnah-unsubscribe@...
List?owner assunnah-owner@...
eGroups.com Home:
- Simplifying group communications