Keyboard Shortcuts
ctrl + shift + ? :
Show all keyboard shortcuts
ctrl + g :
Navigate to a group
ctrl + shift + f :
Find
ctrl + / :
Quick actions
esc to dismiss
Likes
- Assunnah
- Messages
Search
Tanya : Membaca Novel Romantis
yunia
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Forum yang terhormat, Saya ingin mengajukan pertanyaan mengenai hukum membaca novel romantis. Sekarang ini banyak novel romantis yang "islami" beredar dan ternyata sangat banyak peminatnya. Saya pernah membaca beberapa buah, yang saya temui memang benar novel tersebut dibalut dengan nuansa islami, tapi tetap saja didalamnya menggambarkan hubungan asmara antara laki-laki dan wanita. Malah saya pernah menemukan sebuah novel yang bertema islami tapi (maaf) mengandung erotisme meskipun didalamnya terkandung juga nilai-nilai islam. Apakah memang diperbolehkan membaca novel seperti itu karena mengandung unsur Islam atau tidak? Terimakasih atas penjelasannya, mudah-mudahan bisa menambah ilmu saya. Wassalamualaikum |
Re: Tanya : Masalah Isbal
aa_teds ibnu rachman
Assalammu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh
toggle quoted message
Show quoted text
Saya coba menjawab pertanyaan yang no 2 dan 3; mengenai isbal. Permasalahan ini pernah saya tanyakan langsung kepada Ustadz Abu Ahmad Zainal Abidin hafidzahulloh saat kajian rutin Kitab Sunan Tirmidzi di Masjid Baitul Makmur Cikarang, tanggal 10 November 2007. Dan beliau mengatakan bahwa, beliau belum menemukan adanya pernyataan Imam an Nawawi yang membolehkan isbal. Malahan beliau balik bertanya: " Seandainya (jika benar) Imam Nawawi membolehkan isbal, apakah Rasululloh Sholallohu 'alaihi wasallam dan para Shohabat ridwanallohu ajma'in melakukan isbal ? Kemana kita ber ittiba' ? Karena Nash-nash yang shohih menunjukan haramnya melakukan isbal." Ada sebuah kisah tentang kholifah Umar bin Khoththob rodhiallohu anhu, saat beliau menjelang ajal setelah ditikam oleh seorang budak al Mughiroh, datanglah seorang pemuda menjenguk beliau dan saat pemuda itu membalikkan badan terlihatlah oleh Amirul Mukminin pakaiannya terjulur hingga menyentuh lantai. Lalu Umar memanggilnya dan berkata: " Wahai saudaraku, angkatkah pakaianmu, sesungguhnya hal itu akan lebih bersih bagimu dan lebih menaikkan ketaqwaanmu kepada Robbmu" (silahkan rujuk pada kitab Al Bidayah wan Nihayah; cetakan pertama; hal 185 karya Ibnu Katsir - penerbit Darul Haq, Jakarta). Wallohu a'lam Wassalammu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh ----- Original Message -----
From: Iman Pratama Sent: Thursday, December 13, 2007 1:08 PM Subject: [assunnah] Tanya : Masalah Isbal Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu 1. Afwan ana mau tanya situs apa saja yang ana bisa download kitab - kitab salaf tapi bukan dalam format pdf? 2. Ana mau tanya apakah memang sudah ada perselisihan di antara ulama salaf mengenai hukum isbal ? 3. Apakah Imam Nawawi rahimahullahu taala membolehkan mengenai hukum isbal ? Jazakallahu khairan. Waalaikumsalam warahnatullahi wabarakatuhu |
Re: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<<
Assalamu'alaykum,
toggle quoted message
Show quoted text
Komentar pak Faizdin, ini sangat masuk akal. Maaf,mengenai banyak orang yg geram itu bukan hanya dari moonsighting.com. Tapi lebih banyak dari orang2 yg bermanhaj Salaf,yg di North America atau yg di British selalu berselisih dengan keputusan HJC, krn mereka orang2 yg bermanhaj salaf di negri barat berdalil ke ruk'yat hilal,bukan hisab. Moonsighting itu utk semua muslim atau manhaj apa saja,krn disini tujuan nya adalah membantu memberi informasi secara detail dengan hisab atau ruk'yat. Salam ------------------- ----- Original Message ----
From: Faidzin Firdhaus <mandorsanim@...> To: assunnah@... Sent: Friday, December 14, 2007 5:53:16 AM Subject: Re: [assunnah] RE: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<< Perihal kesalahan keputusan Arab Saudi sudah sangat masyhur di kalangan para perukyat (bukan hanya para ahli hisab). Di situs ICOP (islamic crescent observation project) yang dikelola oleh Muhammad Odeh dimuat juga pernyataan resmi ICOP tentang kesalahan keputusan Arab Saudi tersebut. Silakan dibaca di: . org/icop/ hej28_long. pdf Baiklah, kalau memang di saudi ada saksi yang melihat bulan pada tanggal 9 desember, maka saya bisa memastikan insya Alloh bahwa yang dia lihat adalah bulan tua dari dzul qo'dah, bukan bulan baru dzul hijjah, karena pada tanggal itu bulan "berjalan" di depan matahari. (kalau bulan baru kan bulan "berjalan" di belakang matahari). Itupun kalau memang ada yang melihat... Saya kutipkan dari rukyatulhilal. org: Di Saudi pada Minggu, 9 Desember 2007 ghurub (matahari terbenam - red) terjadi pada pukul 17:39 Waktu Makkah sedangkan Ijtimak (konjungsi = matahari bumi bulan ada pada satu garis lurus = matahari "menyalip" bulan - red) terjadi pada pukul 20:42 Waktu Makkah. Tinggi hilal -5¡ã15' di bawah ufuk saat matahari terbenam (alias bulan terbenam lebih dulu daripada matahari) Pertanyaan saya kepada anggota milis sekarang adalah: bagaimana hukum mengikuti keputusan pemerintah negara lain dan meninggalkan keputusan pemerintah sendiri untuk mengerjakan suatu ibadah di wilayah kekuasaan pemerintah sendiri, bahkan ketika kita tahu bahwa keputusan pemerintah negara lain itu salah?? Maaf kalau ada kata-kata saya yang terdengar kasar, tapi saya masih lebih sopan dibandingkan moonsighters (perukyat hilal) yang tidak berbasis manhaj salaf (yang bahkan oleh Umm Ismael disebutkan sebagai "kegeraman terhadap pemerintah Saudi") Wallahul musta'an Faidzin ibn Sumedi ibn Yasmudi ibn Naya (l.1979 M/1400 H) Btw, (secara resmi) saya bukan moonsighters, tapi saya punya beberapa teman moonsighters yang memiliki keheranan yang sama. ----- Original Message ---- From: Abdullah Eli <eljabbar@gmail. com> To: assunnah@yahoogroup s.com Sent: Friday, December 14, 2007 1:49:32 PM Subject: Re: [assunnah] RE: >>Commentary Moonsighting. com about saudi Arabia<< Awal bulan ditetapkan ketika hilal sudah disaksikan kedatangannya oleh seorang muslim yang dipercaya dan diakui oleh ulil amri. Kita sama-sama tidak tahu apakah memang hilal terlihat oleh seseorang di Saudi, dalam hal ini saya memposisikan diri untuk berbaiksangka bahwa pemerintah Saudi menetapkan awal bulan Dzulhijjah berdasarkan disaksikannya hilal. Tidak mungkinnya terlihat hilal berdasarkan perhitungan astronomi bukanlah sesuatu yang mutlak bisa dijadikan alasan untuk menolak kesaksiaan orang yang mengaku melihat hilal. Jika misalnya Allah subhanahu wa ta'ala berkehendak hilal terlihat di Saudi apakah hal tersebut mustahil? Bagaimana misalnnya ketika ada orang yg bersaksi bahwa dia melihat hilal pada suatu tanggal di mana menurut perhitungan astronomi hal tersebut tidak mungkin terjadi. Kaidahnya adalah, kita kembali kepada dalil syar'i terlebih dahulu, baru kemudian kita pergunakan akal kita. Wallahu 'alam. Abdullah |
Re: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<<
Assalamu'alaykum.
toggle quoted message
Show quoted text
Kalender itu hanya "Forecast" tidak bisa 100 % hasil hisab ,apalagi ruk'yah. Intinya kalender itu hanya untuk mempermudah meneliti kedudukan bulan dan cara pandang mencari hilal. Buktinya Muhammadiyah melakukan "Hisab" tapi hasilnya tidak sama dengan Kalender. Moonsighting Juga sama melakukan "Hisab" dan "Ruk'yah" tapi hasil nya tidak sama dengan Kalender. "Hisab atau Astronomical Calculation" bukan bearti Kalender tapi dengan cara Dimana lokasi bulan muda, berapa derajat diatas horizon,kemungkinan besarnya tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Salam ------------------------- ----- Original Message ----
From: Ahmad Ridha <ahmad.ridha@...> To: assunnah@... Sent: Friday, December 14, 2007 3:35:22 AM Subject: Re: [assunnah] RE: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<< On Dec 13, 2007 5:19 PM, Saipah Gathers <saipahgathers@ sbcglobal. net> wrote: Assalamu'alaykum,Wa'alaykumus salaam warahmatullah, Hal ini pun sudah diperingatkan ke HJC,jangan sampe setiap tahunJika yang dimaksud adalah keputusan Dewan Pengadilan Tinggi Arab Saudi selalu sama dengan kalendar (hasil hisab) maka pernyataan itu tidak benar. Di kalendar tahun ini tangal 10 Dzulhijjah 1428 H jatuh pada tanggal 20 Desember 2007 M namun keputusan yang dikeluarkan adalah tanggal 10 Dzulhijjah 1428 H jatuh pada tanggal 19 Desember 2007 M. Sedangkan masalah kesaksian memang begitulah seharusnya penanganannya karena masalah hilal ini termasuk masalah kesaksian. -- Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim (l. 1400 H/1980 M) |
Re: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<<
Perihal kesalahan keputusan Arab Saudi sudah sangat masyhur di kalangan para perukyat (bukan hanya para ahli hisab). Di situs ICOP (islamic crescent observation project) yang dikelola oleh Muhammad Odeh dimuat juga pernyataan resmi ICOP tentang kesalahan keputusan Arab Saudi tersebut.
Silakan dibaca di:
?
Baiklah, kalau memang di saudi ada saksi yang melihat bulan pada tanggal 9 desember, maka saya bisa memastikan?insya Alloh bahwa yang dia lihat adalah bulan tua?dari dzul qo'dah, bukan bulan baru dzul hijjah, karena pada tanggal itu bulan?"berjalan" di depan matahari. (kalau bulan baru kan bulan?"berjalan" di belakang matahari). Itupun kalau memang ada yang melihat...
Saya kutipkan dari rukyatulhilal.org: Di Saudi pada Minggu, 9 Desember 2007 ghurub (matahari terbenam - red) terjadi pada pukul 17:39 Waktu Makkah sedangkan Ijtimak (konjungsi = matahari bumi bulan ada pada satu garis lurus = matahari "menyalip" bulan - red) terjadi pada pukul 20:42 Waktu Makkah. Tinggi hilal -5¡ã15' di bawah ufuk saat matahari terbenam (alias bulan terbenam lebih dulu daripada matahari)
?
Pertanyaan?saya kepada anggota milis sekarang adalah: bagaimana hukum mengikuti keputusan?pemerintah negara lain?dan meninggalkan keputusan pemerintah sendiri?untuk mengerjakan suatu ibadah di wilayah kekuasaan pemerintah sendiri, bahkan ketika kita tahu bahwa?keputusan pemerintah negara lain itu salah??
?
Maaf kalau ada kata-kata saya yang?terdengar kasar, tapi saya masih lebih sopan dibandingkan moonsighters (perukyat hilal)?yang tidak berbasis manhaj salaf (yang bahkan oleh Umm Ismael disebutkan sebagai "kegeraman terhadap pemerintah Saudi")
?
Wallahul musta'an
? Faidzin ibn Sumedi ibn Yasmudi?ibn Naya?(l.1979 M/1400 H) Btw, (secara resmi) saya bukan moonsighters, tapi saya punya beberapa teman moonsighters yang memiliki keheranan yang sama.
----- Original Message ----
From: Abdullah Eli To: assunnah@... Sent: Friday, December 14, 2007 1:49:32 PM Subject: Re: [assunnah] RE: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<< ?
Awal bulan ditetapkan ketika hilal sudah disaksikan kedatangannya oleh seorang muslim yang dipercaya dan diakui oleh ulil amri. Kita sama-sama tidak tahu apakah memang hilal terlihat oleh seseorang di Saudi, dalam hal ini saya memposisikan diri untuk berbaiksangka bahwa pemerintah Saudi menetapkan awal bulan Dzulhijjah berdasarkan disaksikannya hilal. Tidak mungkinnya terlihat hilal berdasarkan perhitungan astronomi bukanlah sesuatu yang mutlak bisa dijadikan alasan untuk menolak kesaksiaan orang yang mengaku melihat hilal. Jika misalnya Allah subhanahu wa ta'ala berkehendak hilal terlihat di Saudi apakah hal tersebut mustahil? Bagaimana misalnnya ketika ada orang yg bersaksi bahwa dia melihat hilal pada suatu tanggal di mana menurut perhitungan astronomi hal tersebut tidak mungkin terjadi. Kaidahnya adalah, kita kembali kepada dalil syar'i terlebih dahulu, baru kemudian kita pergunakan akal kita. Wallahu 'alam. Abdullah Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. |
Re: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<<
On Dec 13, 2007 5:19 PM, Saipah Gathers <saipahgathers@...> wrote:
Assalamu'alaykum,Wa'alaykumus salaam warahmatullah, Hal ini pun sudah diperingatkan ke HJC,jangan sampe setiap tahunJika yang dimaksud adalah keputusan Dewan Pengadilan Tinggi Arab Saudi selalu sama dengan kalendar (hasil hisab) maka pernyataan itu tidak benar. Di kalendar tahun ini tangal 10 Dzulhijjah 1428 H jatuh pada tanggal 20 Desember 2007 M namun keputusan yang dikeluarkan adalah tanggal 10 Dzulhijjah 1428 H jatuh pada tanggal 19 Desember 2007 M. Sedangkan masalah kesaksian memang begitulah seharusnya penanganannya karena masalah hilal ini termasuk masalah kesaksian. -- Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim (l. 1400 H/1980 M) |
Saudi Umumkan, Wuquf 18 Desember dan Idul Adha 19 Desember 2007
Saudi Umumkan, Wuquf 18 Desember dan Idul Adha 19 Desember 2007
Majlis Qadha atau Dewan Pengadilan Tinggi Kerajaan Saudi Arabia mengeluarkan pernyataan tentang tanggal 1 Dzul Hijjah 1428 H jatuh pada hari Senin atau bertepatan dengan tanggal 10 Desember 2007. Dengan demikian, hari Arafah akan jatuh pada tanggal 18 Desember 2007 (9 Dzul Hijjah) dan Idul Adha pada tanggal 19 Desember 2007 (10 Dzul Hijjah). Ketetapan ini dikeluarkan setelah adalah kepastian terkait jatuhnya awal bulan Dzulhijjah pada malam hari Senin kemarin, yang dikeluarkan oleh Keterangan Dewan Pengadilan Tinggi yang juga menjadi Institusi Resmi Pemantau Hilal Dzul Hijjah di Saudi. Disebutkan, "Dipastikan secara resmi dari Majlis Qadha A'la, bahwa masuknya bulan Dzul Hijjah 1428 H, adalah malam hari Senin bertepatan dengan tanggal 10 Desember, dengan sejumlah saksi yang dipercaya telah menyaksikan hilal. Dengan demikian, wuquf di Arafah jatuh pada hari Selasa 18 Desember 2007 dan Idul Adha Al-Mubarak jatuh pada 19 Desember 2007. " Pengumuman itu dikeluarkan untuk seluruh kaum Muslimin, dengan iringan do'a agar Allah swt melimpahkan keberkahannya kepada umat Islam di manapun berada, mencabut semua penderitaan dan fitnah atas mereka, mempermudah para jamaah haji dalam menunaikan ibadahnya. Juga agar Allah Subhanahu wa Ta'ala mengampuni segala dosa yang dilakukan, menghimpun persatuan hati di antara kaum Muslimin dan memenangkan mereka dengan al-haq. Perlu diketahui, tercatat 1, 2 juta haji telah sampai dari berbagai negara ikut melakukan ibadah haji di tanah haram. Diperkirakan jumlah ini akan terus bertambah hingga mencapai 1, 5 juta orang. (na-str/iol) Warjiya |
>>Menyatukan Hari Raya<<
MENYATUKAN HARI RAYA
Oleh Ustadz Armen Halim Naro Perselisihan dalam menentukan hari raya, baik hari raya Idul Fithri maupun hari raya Idul Adha menjadi sebuah fenomena yang seringkali terjadi di kalangan kaum muslimin seakan-akan makna al-id yang seharusnya sesuatu yang berulang dengan penuh kegembiraan dan keceriaan, berubah menjadi sebuah permasalahan yang berulang-ulang tiap tahunnya dengan perselisihan dan pertengkaran. Sebagai seorang muslim, tidak ada jalan lain kecuali beramal di atas bashirah dan ilmu yang akan menerangi jalan untuknya menuju keridhaan Allah. Maka dalam pembahasan masalah ini, penulis berusaha untuk memberikan pemahaman tentang sebab terjadinya perselisihan, dan kita yang tepat dalam bersikap, sehingga kita terlepas dari jeratan pertikaian dan termasuk orang yang berpegang teguh dengan tali Allah. Semoga Allah memberi taufiq kebenaran kepada penulis, sehingga dijauhkan dari kesalahan dalam penulisan dan pemahaman. MENGAPA BERSELISIH DALAM MENENTUKAN HARI RAYA? Perselisihan ini, tidak hanya terjadi di kalangan para ulama sebelumnya dalam permasalahan ijtihad, akan tetapi diperparah lagi dengan masuknya orang-orang yang tidak mengetahui agama (munafik) atau orang yang cenderung mengikuti akalnya sendiri [1], masuk ke dalam kancah permasalahan ini sehingga semakin memperkeruh masalah. Perselisihan yang terjadi dalam menentukan ke dua hari raya ini, dapat kita bagi dalam beberapa permasalahan. Pertama : Adanya silang pendapat dalam cara menentukan hari raya, dengan hisab ataukah ruyah hilal. Kedua : Adanya perbedaan pendapat yang menyangkut mathla hilal pada setiap negeri atau tidak. Dalam arti, jika misalnya terlihat hilal di Arab Saudi, wajibkah semua umat Islam untuk berpuasa atau berbuka? Ataukah setiap negeri berhukum dengan mathla nya sendiri-sendiri? Ketiga : Mensikapi keputusan pemerintah dalam menentukan jatuhnya hari raya. Sebagian yang tidak sependapat dengan pemerintah mengambil tindakan yang dianggapnya benar. Dan sebagian lagi, dalam melihat ruyah hilal, berkiblat kepada negara lain, dan begitu seterusnya sehingga terjadilan kekacauan dan perselisihan di mana-mana. RUYAH ATAU HISAB? Ada dua catatan penting menanggapi permasalahan di atas. Pertama : Menggunakan hisab untuk membuat sebuah hukum dalam syariat dan meninggalkan ruyah hilal, ditakutkan terkena ancaman dari ayat Allah, yaitu orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih setelah datang kebenaran, dan juga jatuh ke dalam takwil Rasulullah bahwa umat Islam akan mengikuti perjalanan umat terdahulu (tasyabbuh), baik secara disengaja ataupun tidak. Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah rahimahullah berkata : Telah sampai kepada saya, bahwa syariat sebelum kita juga mengaitkan hukum dengan hilai. Kemudian terjadi perubahan karena ulah tangan-tangan jahil dari para pengikut syariat itu sendiri, sebagaimana telah diperbuat oleh Yahudi dalam bertemunya dua bujur, serta menjadikan sebagian hari raya mereka dengan menggunakan tahun Masehi, sesuai dengan kejadian yang dialami Al-Masih. Begitu juga dengan kaum Shabiah, Majusi dan dari kalangan kaum musyrikin lainnya dalam penggunaan ishtillah (penanggalan). Adapun yang dibawa oleh syariat kita merupakan hal yang paling baik, apik, jelas tepat dan jauh dari pertentangan [2] Kedua : Pembahasan penentuan hari raya dengan menggunakan ruyah sudah bersifat final, setelah adanya ijma selama tiga abad berurut-turut. Sehingga tidak ada jalan untuk berijtihad setelah terjadinya ijma, sebagaimana yang telah diterangkan dalam ushul syariah. Syaikhul Islam rahimahullah berkata : Sebagaimana telah kita ketahui dari agama Islam, bahwa menggunakan hisab untuk menentukan sesuatu dengan cara melihat hilal, seperti ; puasa, haji, iddah, ila atau lainnya, yang menyangkut permasahan hukum dengan hilal, tidaklah dibenarkan. Nash-nash dari Nabi tentang hal ini sangatlah banyak. Dan kaum muslimin telah ijma (sepakat) dengan permasalah tersebut. Sama sekali tidak diketahui adanya perselisihan lama atau perselisihan baru, kecuali setelah abad ketiga, yakni oleh sebagian mutaakhirin dari kalangan ahli fiqih gadungan yang belum matang [3]. Yaitu dengan pernyataan Jika hilal terhalangi awan, maka ahli hisab diperbolehkan menggunakan hisab untuk dirinya sendiri. Jika hisab (tersebut) menunjukkan ruyah, maka dia boleh berpuasa. Jika tidak menunjukkan hilal, maka tidak boleh. Pendapat ini telah didahului oleh ijma yang mengingkarinya, meskipun hanya berlaku untuk cuaca mendung dan dikhususkan untuk orang yang mengetahui ilmu hisab itu sendiri. Akan tetapi, mengikuti hisab ketika cuaca cerah, atau menggantungkan hukum untuk kalangan umum dengan hisab, maka tidak seorang muslimpun pernah mengatakannya. [4] Ketika Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiah Wal Ifta Arab Saudi, ditanya tentang hal serupa, mereka menjawab : Sesungguhnya Allah mengetahui yang telah dan yang akan terjadi tentang perkembangan ilmu falak dan ilmu pengetahuan lainnya. Sekalipun begitu, Allah berfirman. Barangsiapa diantara kalian yang menyaksikan bulan tersebut, maka hendaklah berpusa [Al-Baqarah ; 185] Dan Rasul-Nya menerangkan lebih jelas dengan sabdanya. Berpuasalah kalian dengan melihat hilal, dan berbukalah dengan melihatnya [5] Maka beliau mengaitkan mulainya puasa bulan Ramadhan dan berakhirnya Ramadhan, yaitu dengan melihat hilal dan tidak mengaitkannya dengan hisab bintang-bintang. Sekalipun beliau mengetahui bahwa ilmu falak akan berkembang dengan hisab bintang dan menentukan perjalannya. Oleh karena itu, kaum muslimin wajib kembali kepada syariat Allah melalui lisan Nabi-Nya, dengan menggunakan ruyah hilal dalam berpuasa dan berhari raya. Dan ini merupakan ijma dari ahli ilmu. Barangsiapa yang menyelisihinya dan menggunakan hisab bintang-bintang, maka pendapatnya aneh dan tidak dapat digunakan [Tertanda. Ketua : Abdul Aziz, Wakil Ketua Abdur Razzaq Afifi. Anggota Abdullah bin Quud] [6] [Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun VIII/1425H/2004M, Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo - Solo] __________ Foote Note [1]. Lihat Majmu Fatawa (25/128-130) [2]. Majmu Fatawa (25/135) [3]. Sebagian pendapat ini kepada Ibnu Syuraih, Mutharif bin Abdullah dan Ibnu Qutaibah. Nisbat kepada Ibnu Syuraih dan Abdullah ini tidak benar. Adapun Ibnu Qutaibah, pendapatnya dalam masalah ini tidak perlu ditanggapi. Lihat Nailul Authar (4/502) Dar Ash-Shumaii, Tharhut Tatsrib, Al-Iraqi (2/2-112). [4]. Majmu Fatawa (25/132-133) [5]. HR Muslim, Kitab Shiyam, Bab Wujub Shaumi Ramadan Li Ruyatil Hilal, Syarh Muslim (3/134-135) [6]. Fatawa Ramadhan (1/118-19) _________________________________________________________________ Windows Live Spaces is here! Its easy to create your own personal Web site. |
Re: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<<
Abdullah Eli
Awal bulan ditetapkan ketika hilal sudah disaksikan kedatangannya oleh
toggle quoted message
Show quoted text
seorang muslim yang dipercaya dan diakui oleh ulil amri. Kita sama-sama tidak tahu apakah memang hilal terlihat oleh seseorang di Saudi, dalam hal ini saya memposisikan diri untuk berbaiksangka bahwa pemerintah Saudi menetapkan awal bulan Dzulhijjah berdasarkan disaksikannya hilal. Tidak mungkinnya terlihat hilal berdasarkan perhitungan astronomi bukanlah sesuatu yang mutlak bisa dijadikan alasan untuk menolak kesaksiaan orang yang mengaku melihat hilal. Jika misalnya Allah subhanahu wa ta'ala berkehendak hilal terlihat di Saudi apakah hal tersebut mustahil? Bagaimana misalnnya ketika ada orang yg bersaksi bahwa dia melihat hilal pada suatu tanggal di mana menurut perhitungan astronomi hal tersebut tidak mungkin terjadi. Kaidahnya adalah, kita kembali kepada dalil syar'i terlebih dahulu, baru kemudian kita pergunakan akal kita. Wallahu 'alam. Abdullah On 12/13/07, Faidzin Firdhaus <mandorsanim@...> wrote:
Assalamualaikum, |
Re: >>Kapan kita puasa arafah dan sholat idul adha<<
fnhouses
Hanya ingin menyampaikan bahwa pemahaman perkara ini masih ada sisi
pandang yg tidak satu,seperti contohnya Al-Imam Ibn Utsaimin rahimahullah shaum-arafah-tidak-mengikuti-saudi/ Salam, Abu Umair --- In assunnah@..., abdulloh <abdulloh_aljawawi@...> wrote: Makkah? Ditulis pada 11 Desember 2007 oleh Wirawilayah di dalam mathla' (tempat terbit) hilal, maka apakah kita berpuasa mengikuti ru'yah negeri tempat kita berada ataukah kita berpuasa mengikuti ru'yah Al-Haramain (Makkah dan Madinah ¨Cpent)? satu saja untuk seluruh dunia atau berbeda sesuai mathla'nya (tempat terbit bulan). Dan yang benar bahwa penampakan hilal berbeda sesuai dengan perbedaan mathla'. sekarang adalah hari ke sembilan (di Makkah), hilal juga terlihat di negeri yang lain satu hari lebih cepat daripada Makkah sehingga hari Arafah (di Makkah) adalah hari kesepuluh bagi mereka. Maka mereka tidak boleh berpuasa karena hari tersebut adalah hari raya. lambat daripada Makkah maka tanggal sembilan di Makkah merupakan tanggal delapan bagi mereka. Maka mereka berpuasa pada hari ke sembilan (menurut negeri mereka) bersamaan dengan tanggal sepuluh di Makkah. Ini merupakan pendapat yang kuat. Karena Nabi shallallahu `alaihi wasallam bersabda: kalian melihatnya maka berbukalah" (Dikeluarkan oleh Al-Imam Al- Bukhari Kitab Ash-Shaum, Bab Hal Yuqal Ramadhan (1900) dan Muslim di Kitab Ash-Shiyam, Bab Wujubus Shaum (20)(1081)). mereka berarti mereka t id aklah melihat hilal tersebut. Begitu juga manusia telah sepakat bahwa mereka menganggap terbitnya fajar dan terbenamnya matahari pada setiap wilayah disesuaikan dengan wilayah masing-masing. Maka demikian pulalah penetapan waktu bulan seperti penetapan waktu harian. (Fatawa Ahkamis Shiam no. 405)Hari selasa kemarin Ustadz Yazid Jawas pada Kajian di Masjid Al Furqon juga menjelaskan hal yang sama. Beliau mengutip perkataan Syaikh Shuraim (Imam Masjidil Haram Makkah) yang mengatakan bahwa puasa arafah disyariatkan untuk dikerjakan pada saat jama'ah haji wukuf di Arafah. Dan hanya satu Arafah di dunia ini yang terletak di Makkah, jadi puasa kita harus bertepatan dengan hari wukufnya jama'ah haji di makkah. Dan sehari sesudah wukuf adalah hari Raya. Fitri pada hari Rabu (10 Zulhijah versi saudi dan 9 zulhijah versi Indonesia) selama pemerintah memberikan kebebasan untuk memilih, memberikan izin serta tidak melarang untuk melaksanakannya. AlHalabi AlAtsari hafidhohulloh waktu dauroh di puncak bogor , beliau menjawab : sedang wukuf di arafah dalilnya hadits riwayat muslim : yg lalu dan setahun yang akan datang". hari dimana jamaah haji sedang wukuf di arafah. maka kata syekh, penentuan ied adha berbeda dengan ied fitri, jika ied fitri tiap negara berhak menentukan awal ramadhan berdasarkan ru'yah hilal masing2 negara. Tapi ied adha harus mengikuti keputusan majlis qodho ali di Riyadh KSA, yg telah memutuskan bahwa 1 dzulhijjah jatuh pada hari senin, jadi hari arafah 9 dzulhijjah jatuh hari selasa, ied adha rabo, begitu pula kita. assunnah
|
Re: Tentang kata AMIN
<< sunaryo >>
assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
toggle quoted message
Show quoted text
berkenaan dengan hadits : *Disebutkan : dari Abu Hurairah radhiyyalloohu 'anhu bahwasanya Rasulullooh Shollalloohu 'Alaihi wa Sallam bersabda : Apabila Imam mengucapkan amin maka hendaknya makmum mengucapkan amin, barangsiapa ucapan aminnya itu bersamaan dengan ucapan aminnya Malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu. * ucapan tersebut khusus pada saat sholat berjamaah yaitu selesai imam membaca al-Fatihah, bukan pada setiap do'a yang diucapkan imam. wallahu a'lam On Dec 11, 2007 1:51 PM, Susiana <Susi@...> wrote:
BismillaaHir Rohmaanir Rohiim |
Re: >>Kapan kita puasa arafah dan sholat idul adha<<
abdulloh
Kapankah Kita Puasa Arafah jika Ruyah Hilalnya Berbeda dengan Makkah?
toggle quoted message
Show quoted text
Ditulis pada 11 Desember 2007 oleh Wira Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya, "Apabila hari Arafah berbeda karena perbedaan masing-masing wilayah di dalam mathla (tempat terbit) hilal, maka apakah kita berpuasa mengikuti ruyah negeri tempat kita berada ataukah kita berpuasa mengikuti ruyah Al-Haramain (Makkah dan Madinah pent)? Maka beliau menjawab, Perkara ini dibangun di atas ikhtilaf para ulama, apakah hilal itu satu saja untuk seluruh dunia atau berbeda sesuai mathlanya (tempat terbit bulan). Dan yang benar bahwa penampakan hilal berbeda sesuai dengan perbedaan mathla. Sebagai contoh: Apabila hilal telah nampak di Kota Makkah, dan sekarang adalah hari ke sembilan (di Makkah), hilal juga terlihat di negeri yang lain satu hari lebih cepat daripada Makkah sehingga hari Arafah (di Makkah) adalah hari kesepuluh bagi mereka. Maka mereka tidak boleh berpuasa karena hari tersebut adalah hari raya. Demikian pula sebaliknya, jika di suatu negeri ruyahnya lebih lambat daripada Makkah maka tanggal sembilan di Makkah merupakan tanggal delapan bagi mereka. Maka mereka berpuasa pada hari ke sembilan (menurut negeri mereka) bersamaan dengan tanggal sepuluh di Makkah. Ini merupakan pendapat yang kuat. Karena Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Jika kalian melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah (Dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari Kitab Ash-Shaum, Bab Hal Yuqal Ramadhan (1900) dan Muslim di Kitab Ash-Shiyam, Bab Wujubus Shaum (20)(1081)). Orang-orang yang hilal itu t id ak nampak dari arah (daerah) mereka berarti mereka t id aklah melihat hilal tersebut. Begitu juga manusia telah sepakat bahwa mereka menganggap terbitnya fajar dan terbenamnya matahari pada setiap wilayah disesuaikan dengan wilayah masing-masing. Maka demikian pulalah penetapan waktu bulan seperti penetapan waktu harian. (Fatawa Ahkamis Shiam no. 405) Dodo Syuhada <dodosyu1@...> wrote:Assalamu'alaykum, Ana juga ingin menambahkan penjelasan dari ustadz Abu Hasanain. Hari selasa kemarin Ustadz Yazid Jawas pada Kajian di Masjid Al Furqon juga menjelaskan hal yang sama. Beliau mengutip perkataan Syaikh Shuraim (Imam Masjidil Haram Makkah) yang mengatakan bahwa puasa arafah disyariatkan untuk dikerjakan pada saat jama'ah haji wukuf di Arafah. Dan hanya satu Arafah di dunia ini yang terletak di Makkah, jadi puasa kita harus bertepatan dengan hari wukufnya jama'ah haji di makkah. Dan sehari sesudah wukuf adalah hari Raya. Ustadz Yazid Jawas juga menyarankan untuk melakukan Shalat Iedul Fitri pada hari Rabu (10 Zulhijah versi saudi dan 9 zulhijah versi Indonesia) selama pemerintah memberikan kebebasan untuk memilih, memberikan izin serta tidak melarang untuk melaksanakannya. Wallahu'alam Wasalam Abu Fathurrahman abu hasanain <abu.hasanain@...> wrote: Assalamu'alaikum akhi , saya pernah tanyakan masalah ini kpd Syekh Ali bin Hasan AlHalabi AlAtsari hafidhohulloh waktu dauroh di puncak bogor , beliau menjawab : Bahwa puasa arafah dilaksanakan pada hari ketika jamaah haji sedang wukuf di arafah dalilnya hadits riwayat muslim : "Puasa arafah,aku berharap kepada Alloh agar dihapus dosa setahun yg lalu dan setahun yang akan datang". Berdasarkan hadits diatas bahwa puasa arafah disyareatkan pada hari dimana jamaah haji sedang wukuf di arafah. maka kata syekh, penentuan ied adha berbeda dengan ied fitri, jika ied fitri tiap negara berhak menentukan awal ramadhan berdasarkan ru'yah hilal masing2 negara. Tapi ied adha harus mengikuti keputusan majlis qodho ali di Riyadh KSA, yg telah memutuskan bahwa 1 dzulhijjah jatuh pada hari senin, jadi hari arafah 9 dzulhijjah jatuh hari selasa, ied adha rabo, begitu pula kita. salam kenal dari saya Abu Hasanain buat semua anggota milis assunnah ----- Pesan Asli ---- Pada tanggal 11/12/07, |
Undangan Tabligh Akbar Meraih Surga dengan Menuntut Ilmu (koreksi)
Teddi Rafdianto
Assalammu'alaykum Warohmatullahi wabarokatuh.. InsyaALLAH Majelis Ta'lim Ibnu Taimiyah Yayasan Dar el-iman Padang Akan mengadakan acara Tabligh Akbar yang bertemakan :?? " Meraih surga Dengan Menuntut Ilmu " dengan pemateri : Ustad Abu Azzam Abdul Halim ( koreksi : afwan dalam mesege yang pertama ana menambahkan gelar Lc pada nama beliau, saat sekarang beliau masih melaksanakan study nya dan InsyaAllah tahun depan ) yang bertempat di Masjid Al-Azhar Air Tawar Padang (Depan Universitas Negeri Padang) Waktu :Ahad / 16 Desember 2007 pukul : 08.30 s./d selesai Fasilitas Snack dan makalah gratis Keterangan lebih Lanjut bisa dilihat di sites resmi yayasan dar el-iman padang di semoga bermanfaat Wassalammu'alaykum Warohmatullahi wabarokatuh ? Regards Teddi Rafdianto Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. |
OOT : Perubahan alamat email
Assalamualaikum
Afwan karena di luar topik. Kepada moderator, ikhwan dan akhwat sekalian rohimakumulloh dengan ini saya memberitahukan bahwa email saya ini tidak akan berlaku lagi sejak hari ini pukul 15.30 dan seterusnya dikarenakan saya yang tidak lagi bertugas di kalbe farma dan berhenti kerja sehingga untuk selanjutnya bisa langsung hubungi saya via email ke ibnu_rahmad@... atau untuk yang sudah tahu bisa hubungi saya ke nomor HP pribadi ana. Hidayatullah ibnu Rahmad Al Muwahid |
>>Derajat Hadits Puasa Hari Tarwiyah<<
DERAJAT HADITS PUASA HARI TARWIYAH
Oleh Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Sudah terlalu sering saya ditanya tentang puasa pada hari tarwiyah (tanggal delapan Dzulhijjah) yang biasa diamalkan oleh umumnya kaum muslimin. Mereka berpuasa selama dua hari yaitu pada tanggal delapan dan sembilan Dzulhijjah (hari Arafah). Dan selalu pertanyaan itu saya jawab : Saya tidak tahu! Karena memang saya belum mendapatkan haditsnya yang mereka jadikan sandaran untuk berpuasa pada hari tarwiyah tersebut. Alhamdulillah, pada hari ini (3 Agustus 1987) saya telah menemukan haditsnya yang lafadznya sebagai berikut. Artinya : Puasa pada hari tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun. Diriwayatkan oleh Imam Dailami di kitabnya Musnad Firdaus (2/248) dari jalan : [1]. Abu Syaikh dari : [2]. Ali bin Ali Al-Himyari dari : [3]. Kalbiy dari : [4]. Abi Shaalih dari : [5]. Ibnu Abbas marfu (yaitu sanadnya sampai kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam) Saya berkata : Hadits ini derajatnya maudlu. Sanad hadits ini mempunyai dua penyakit. Pertama. Kalbiy (no. 3) yang namanya : Muhammad bin Saaib Al-Kalbiy. Dia ini seorang rawi pendusta. Dia pernah mengatakan kepada Sufyan Ats-Tsauri, Apa-apa hadits yang engkau dengar dariku dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas, maka hadits ini dusta (Sedangkan hadits di atas Kalbiy meriwayatkan dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas). Imam Hakim berkata : Ia meriwayatkan dari Abi Shaalih hadits-hadits yang maudlu (palsu) Tentang Kalbiy ini dapatlah dibaca lebih lanjut di kitab-kitab Jarh Wat Tadil. [1]. At-Taqrib 2/163 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar [2]. Adl-Dluafaa 2/253, 254, 255, 256 oleh Imam Ibnu Hibban [3]. Adl-Dluafaa wal Matruukin no. 467 oleh Imam Daruquthni [4]. Al-Jarh Wat Tadil 7/721 oleh Imam Ibnu Abi Hatim [5]. Tahdzibut Tahdzib 9/5178 oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar Kedua : Ali bin Ali Al-Himyari (no. 2) adalah seorang rawi yang majhul (tidak dikenal). Kesimpulan [1]. Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) adalah hukumnya bidah. Karena hadits yang mereka jadikan sandaran adalah hadits palsu/maudlu yang sama sekali tidak boleh dibuat sebagai dalil. Jangankan dijadikan dalil, bahkan membawakan hadits maudlu bukan dengan maksud menerangkan kepalsuannya kepada umat, adalah hukumnya haram dengan kesepakatan para ulama. [2]. Puasa pada hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) adalah hukumnya sunat sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di bawah ini. Artinya : Dan puasa pada hari Arafah aku mengharap dari Allah- menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang. Dan puasa pada hari Asyura (tanggal 10 Muharram) aku mengharap dari Allah menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu. [Shahih riwayat Imam Muslim (3/168), Abu Dawud (no. 2425), Ahmad (5/297, 308, 311), Baihaqi (4/286) dan lain-lain] Kata ulama : Dosa-dosa yang dihapuskan di sini adalah dosa-dosa yang kecil. Wallahu alam! [Disalin dari buku Al-Masaail (Masalah-Masalah Agama) Jilid 2, Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qalam Jakarta, Cetakan I, Th. 1423H/2002M] _________________________________________________________________ Search from any Web page with powerful protection. Get the FREE Windows Live Toolbar Today! |
Re: Bls: >>Kapan kita puasa arafah dan sholat idul adha<<
Assalamu'alaykum,
toggle quoted message
Show quoted text
Ana juga ingin menambahkan penjelasan dari ustadz Abu Hasanain. Hari selasa kemarin Ustadz Yazid Jawas pada Kajian di Masjid Al Furqon juga menjelaskan hal yang sama. Beliau mengutip perkataan Syaikh Shuraim (Imam Masjidil Haram Makkah) yang mengatakan bahwa puasa arafah disyariatkan untuk dikerjakan pada saat jama'ah haji wukuf di Arafah. Dan hanya satu Arafah di dunia ini yang terletak di Makkah, jadi puasa kita harus bertepatan dengan hari wukufnya jama'ah haji di makkah. Dan sehari sesudah wukuf adalah hari Raya. Ustadz Yazid Jawas juga menyarankan untuk melakukan Shalat Iedul Fitri pada hari Rabu (10 Zulhijah versi saudi dan 9 zulhijah versi Indonesia) selama pemerintah memberikan kebebasan untuk memilih, memberikan izin serta tidak melarang untuk melaksanakannya. Wallahu'alam Wasalam Abu Fathurrahman abu hasanain <abu.hasanain@...> wrote: Assalamu'alaikum akhi , saya pernah tanyakan masalah ini kpd Syekh Ali bin Hasan AlHalabi AlAtsari hafidhohulloh waktu dauroh di puncak bogor , beliau menjawab : Bahwa puasa arafah dilaksanakan pada hari ketika jamaah haji sedang wukuf di arafah dalilnya hadits riwayat muslim : "Puasa arafah,aku berharap kepada Alloh agar dihapus dosa setahun yg lalu dan setahun yang akan datang". Berdasarkan hadits diatas bahwa puasa arafah disyareatkan pada hari dimana jamaah haji sedang wukuf di arafah. maka kata syekh, penentuan ied adha berbeda dengan ied fitri, jika ied fitri tiap negara berhak menentukan awal ramadhan berdasarkan ru'yah hilal masing2 negara. Tapi ied adha harus mengikuti keputusan majlis qodho ali di Riyadh KSA, yg telah memutuskan bahwa 1 dzulhijjah jatuh pada hari senin, jadi hari arafah 9 dzulhijjah jatuh hari selasa, ied adha rabo, begitu pula kita. salam kenal dari saya Abu Hasanain buat semua anggota milis assunnah ----- Pesan Asli ---- Pada tanggal 11/12/07, |
Re: >>Kapan kita puasa arafah dan sholat idul adha<<
On Dec 11, 2007 9:29 AM, wakhid nur <wakhidnurudin@...>
wrote: Assalamu alaikumWaalaikumsalam warahmatullah, Berikut ini saya kutipkan fatwa dari Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili berkenaan dengan hal ini; Fatwa ¨C Penetapan Hari Iedul Adha Oleh : asy-Syaikh Ibrohim bin 'Amir ar-Ruhaili ¨Chafidzohulloh- Pertanyaan: Assalamu'alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh, Syaikh, tentang dengan penetapan hari Iedul Adha di daerahku, Salafiyyun terbagi menjadi 2 bagian; sebagian mereka mengikuti Saudi dan sebagian lainnya mengikuti pemerintah. Yang mengikuti Saudi berhujjah dengan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu al-Fatawa bahwa kaum muslimin selalu mengambil rukyahnya jama'ah haji. Apakah ini benar? Jawaban: Wa'alaikumussalaam wa rohmatulloh wa barokaatuh, Pertama-tama, para 'ulama telah berbicara tentang masalah ini. Adapun tentang Romadhon : puasa dan iedul fithri, maka pada setiap negeri punya rukyah masing-masing. Dan tidak boleh bagi penduduk negeri ini atau yang selainnya berpuasa mengikuti Saudi dan negeri-negeri lainnya, bahkan setiap negeri memiliki rukyah masing-masing. Jika orang-orang berpuasa, mereka berpuasa bersamanya dan jika orang-orang berbuka (iedul Fithri, pent) mereka berbuka bersamanya, jika kalian berada di negeri muslim seperti negeri ini. Adapun pada Iedul Adha, pada penetapan hari Arofah, sebagian 'ulama menyebutkan masalah ini bahwa yang dianggap adalah rukyahnya negeri yang ditegakkan haji padanya. Karena hari Arofah adalah hari wukufnya manusia di Arofah. Ini dikatakan oleh sebagian ahlul ilmi. Dan masalahnya khilafiyyah antara ahlul ilmi. Akan tetapi tidak diragukan bahwa tarjih suatu pendapat atas pendapat lainnya jika hal ini akan menyebabkan keburukan dan fitnah, maka persatuan kaum muslimin atas sebagian pendapat yang akan menghasilkan kesatuan kata dari pendapat para mujtahidin dan bukan dari pendapat ahli bid'ah, maka itu lebih baik daripada perpecahan kaum muslimin. Kalian di negeri ini, jika pemerintah memberitahukan tentang sesuatu, maka ijtihadnya mengangkat khilaf. Dan jika kalian melihat ahlul ilmi wal fadhl, Ahlus Sunnah dan thullabul ilmi di kalangan mereka, jika mereka bersatu atas satu pendapat, jangan selisihi mereka. Salah seorang peserta dauroh bertanya menimpali : Akan tetapi musykilahnya pemerintah kami memberikan kebebasan yang sempurna bagi siapa yang ingin memilih pendapat ini, bagaimana pendapat anda? Asy-Syaikh menjawab: Jika mereka memberikan kebebasan maka ikutilah kebanyakan kaum muslimin yang mereka Ahlus Sunnah yang mereka menegakkan al-haq di setiap tempat dan waktu, jika kebanyakan dari mereka dan jama'ah mereka berada di atas sesuatu maka ikutilah mereka dan jangan bersikap syadz (nyeleneh, pent) dari mereka. Na'am. [Diterjemahkan dari rekaman Dauroh Masyayikh Madinah di Kebun Teh Wonosari Lawang ¨C Malang Juli 2007. File : syaikh ibrohim 4.mp3 >> 71:50 ¨C 74:26] dicopypaste dari situs ini: Wallahu a'lam Syamsul |
Bls: >>Kapan kita puasa arafah dan sholat idul adha<<
abu hasanain
Assalamu'alaikum
toggle quoted message
Show quoted text
Ta'liq : Mana ada sholat ied adha 11 dzulhijjah? apa nggak membuat bidah tuh? mana dalilnya sholat ied 11 dzulhijjah? Jika antum meyakini puasa arafah tanggal 9 dzulhijjah yang bertepatan dengan tanggal 18 desember, maka besoknya pasti ied adha , kalau antum nggak sholat ied tanggal 10 dzulhijjah, ya nggak usah sholat tanggal 11 nya . Taat kepada waliyyul amri hanya dalam perkara yg ma'ruf, kalau salah ya nggak wajib taat, bukankah ketaatan kepada mereka muqoyyad dengan qur'an dan sunnah?. Bacalah selengkapnya jawabannya di buku AlMasaail karya ustadzuna Abdul Hakim Abdat hafudhohulloh ta'ala jilid 5 masalah ke 110 halaman 88 ----- Pesan Asli ---- Dari: Iqbal <iqbal@...> Terkirim: Selasa, 11 Desember, 2007 11:42:11 Assalaamu'alaikum Masalah ini pernah ana tanyakan ke Ust. Abu Muhammad Abdurrahman di Karawang. Berikut jawabannya : Shaum arafah berdasarkan ketika orang wuquf di arafah, jadi kalau wuquf tgl 18/Des berarti shaum arafah pada tgl yg sama. Sedangkan shalat Ied tetap mengikuti penguasa/waliyul amri. Kita ber-Ied bersama waliyul amri karena perintah Nabi utk berjama'ah dalam pelaksanaan 3 ibadah, yaitu : shaum ramadhan, idul fithri dan idul adha. Hanya ada 3 hal, sedangkan shaum arafah tidak termasuk. Kita tidak punya wewenang utk menentukan waktu 3 ibadah tsb. Adalah HAK waliyul amri utk menentukan hari dalam 3 ibadah tsb. Dan ini masuk kategori ijtihad, benar dapat 2 pahala dan salah dapat 1 pahala. Bukan sebagai sebuah maksiat seperti dikatakan sebagian orang jahil. Jadi tidak ada shaum arafah setelah hari arafah. Wallahua'lam Wassalaamu'alaikum Iqbal At 06:29 PM 12/10/2007 -0800, you wrote:
Assalamu alaikum Pemerintah Arab Saudi telah menetapkan bahwa pelaksanaan wukuf tgl 18 Des 2007 dengan demikian idul adha jatuh pada tgl 19 des 2007 bagaimana dengan puasa arafah di Indonesia padahal pemerintah telah menetapkan idul adha jatuh tgl. 20 des 2007. Jazakumullahu khairan Wassalamu alikum |
to navigate to use esc to dismiss