Hibah Dalam Perspektif Fikih
HIBAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH
Oleh Ustadz Kholid Syamhudi Lc.
Hibah, hadiah, dan wasiat adalah istilah-istilah syariat yang sudah menjadi perbendaharaan bahasa Indonesia, sehingga istilah-istilah ini bukan lagi suatu yang asing. Hibah, hadiah dan wasiat merupakan bagian dari tolong menolong dalam kebaikan yang diperintahkan agama islam. Dalam hukum Islam,? seseorang diperbolehkan untuk memberikan atau menghadiahkan sebagian harta kekayaan ketika masih hidup kepada orang lain. Pemberian semasa hidup itu sering disebut sebagai hibah.
All?h Azza wa Jalla mensyariatkan hibah karena mendekatkan hati dan menguatkan tali cinta antara manusia, sebagaimana disabdakan Ras?lull?h Shallallahu ¡®alaihi wa sallam :
?????????? ??????????
Saling memberilah kalian, niscaya kalian saling mencintai [HR. Al-Bukh?ri dalam al-Ad?bul Mufrad no. 594. Hadits ini dinilai sahih oleh al-Alb?ni dalam kitab al-Irwa¡¯, no. 1601].
Oleh karena itu, permasalahan hibah ini perlu diperhatikan dalam rangka mewujudkan rasa cinta diantara kaum Muslimin yang sangat perlu sekali terus dipelihara dan ditumbuh kembangkan.
HAKEKAT HIBAH
Kata hibah berasal dari bahasa Arab dari kata (????????) yang berarti pemberian yang dilakukan seseorang saat dia masih hidup kepada orang lain tanpa imbalan (pemberian cuma-cuma), baik berupa harta atau bukan harta. Diantaranya kata ini digunakan dalam firman All?h Azza wa Jalla :
???????? ?????? ???????????? ???? ???????? ????????? ?????????? ???????? ?????? ??? ???? ???????? ???????? ??? ????????? ???????? ???? ??? ????????? ? ??????????? ????? ????????
Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya?q?b; dan jadikanlah ia, ya Rabbku, seorang yang diridhai [Maryam/19:5-6].
Sedangkan pengertian hibah menurut para Ulama ahli fikih, disampaikan syaikh Abdurrahm?n as-Sa¡¯di rahimahullah dengan ungkapan:
????????? ?????????? ???? ??????? ?????????? ?? ??????????
Pemberian harta cuma-cuma dalam keadaan hidup dan sehat. [Minh?jus S?likin, hlm 175].
Dengan demikian pengertian hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan dalam keadaan sehat. Serah terima harta yang diberikan itu dilakukan pada waktu penghibah masih hidup.
Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan tentang hibah sebagai pemberian cuma-cuma (tabarru¡¯) dengan menyatakan, ¡°Imam as-Sy?fi¡¯i rahimahullah membagi pemberian dengan menyatakan, ¡®Pemberian harta oleh manusia tanpa imbalan (tabarru¡¯) kepada orang lain terbagi menjadi dua (yaitu) yang berhubungan dengan kematian yaitu wasiat dan yang dilaksanakan dalam masa hidupnya. Yang kedua ini terbagi menjadi dua jenis; salah satunya adalah murni pemberian (at-taml?k al-mahdh) seperti hibah dan sedekah. Yang kedua adalah wakaf.
Pemberian murni ada tiga jenis yaitu hibah, hadiah dan sedekah tatawwu¡¯ (sedekah yang hukumnya tidak wajib). Cara membedakannya adalah pemberian tanpa bayaran adalah hibah, apabila diiringi dengan memindahkan barang yang diberikan dari tempat ke tempat orang yang diberi sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan maka itu dinamakan hadiah. Apabila diiringi dengan pemberian kepada orang yang membutuhkan (miskin) dalam rangka mendekatkan diri kepada All?h Azza wa Jalla dan mencari pahala akhirat maka dinamakan sedekah. Perbedaan hadiah dari hibah adalah dengan dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ketempat lainnya.
Berdasarkan ini, pemberian hewan onta buat tanah haram disebut hadiah (????????? ????????? ????? ????????). Oleh karena itu, tidak bisa menggunakan lafaz hadiah pada pemberian bumi dan bangunan sama sekali. Seseorang tidak boleh mengatakan:
??????? ???????? ?????? ? ??? ???????
Dia menghadiahinya rumah atau tanah
Hadiah hanya digunakan pada pemberian harta yang bisa diangkat dan dipindah-pindah seperti baju atau yang lainnya. (Raudhatuth Th?lib?n 5/364).
Berkaitan dengan hibah ini, dapat disimpulkan:
1. Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan oleh penghibah ketika hidupnya untuk memberikan suatu barang dengan cuma-cuma kepada penerima hibah.;
2. Hibah harus dilakukan antara dua orang yang masih hidup;
PENSYARIATAN HIBAH
Hibah ini disyariatkan All?h Azza wa Jalla sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur`an dan as-Sunnah serta sudah menjadi kesepakatan para Ulama. Adapun dalil dari al-Qur`an adalah firman All?h Azza wa Jalla :
??????? ?????????? ?????????????? ???????? ? ?????? ?????? ?????? ???? ?????? ?????? ??????? ????????? ???????? ????????
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya [An-Nis?¡¯/4:4]
Dalam ayat ini All?h Azza wa Jalla menghalalkan memakan sesuatu yang berasal dari hibah. Ini menunjukkan bahwa hibah itu boleh.
sedangkan dalam sabda Ras?lull?h Shallallahu ¡®alaihi wa sallam banyak sekali, diantaranya sabda Ras?lull?h Shallallahu ¡®alaihi wa sallam :
?????????? ??????????
Saling memberilah kalian, niscaya kalian saling mencintai [HR. Al-Bukh?ri dalam al-Ad?bul Mufrad no. 594. Hadits ini dinilai sahih oleh al-Alb?ni dalam kitab al-Irwa¡¯, no. 1601]
Demikian juga sabda Beliau Shallallahu ¡®alaihi wa sallam :
???????? ?? ???????? ??????????? ???????? ??? ????????
Orang yang menarik kembali hibahnya seperti anjing yang menjilat kembali muntahnya [HR. Al-Bukh?ri]
Larangan menarik kembali hibah dalam hadits ini menunjukkan secara tegas bahwa hibah ini disyari¡¯atkan.
Demikian telah ada ijma¡¯ atas pensyariatannya. [Lihat Durar al-Huk?m Syarh Majall?h al-Ahk?m,1/396].
RUKUN HIBAH
Mayoritas Ulama memandang bahwa hibah memiliki empat rukun yaitu orang yang memberi (al-w?hib), orang yang diberi (al-mauh?b lahu), benda yang diberikan (al-mauh?b) dan tanda serah terima (shighat). (lihat Mughni al-Muht?j, 2/397 dan Kasy?f al-Qan?¡¯ 4/299). Sedangkan mazhab Hanafiyah memandang rukunnya hanya satu yaitu shighat saja. (lihat al-Mabs?th 12/57 dan Bad?¡¯i ash-Shan?¡¯i 6/115).
Pemberi (al-W?hib)
Dalam hibah disyaratkan al-Waahib beberapa syarat berikut:
1. Pemberi adalah seorang yang merdeka bukan budak. Pemberian yang dilakukan oleh seorang budak itu tidak sah. Karena dia dan semua miliknya adalah milik tuannya. Imam Ibnu Qud?mah rahimahullah berkata, ¡°Seorang hamba sahaya tidak boleh memberi hibah kecuali dengan izin tuannya, karena dia adalah milik tuannya. Diperbolehkan bagi sang budak menerima hibah tanpa izin tuannya.¡± (al-Mughni 8/256).
2. Pemberi adalah seorang yang berakal dan tidak sedang dilikuidasi (al-hajr) karena kurang akal atau gila.
3. Pemberi telah mencapai usia baligh.
4. Pemberi adalah pemilik sah barang yang dihibahkan (diberikan). Tidak boleh menghibahkan harta orang lain tanpa izin karena si pemberi tidak memiliki hak kepemilikan pada barang yang bukan miliknya.
[diringkas dari al-Fiqhul Muyassar, hlm 297-298 dan lihat lebih lengkap pada Bad?¡¯i ash-Shan?¡¯i 6/118; al-Qaw?n?n al-Fiqhiyah hlm 315; Mughni al-Muht?j 2/397; al-Mughni 4/315]
Penerima Pemberian (al-Mauh?b lahu)
Tidaklah terdapat persyaratan tertentu bagi pihak yang akan menerima hibah, sehingga hibah bisa saja diberikan kepada siapapun dengan beberapa pengecualian sebagai berikut :
Bila hibah terhadap anak di bawah umur atau orang yang tidak waras akal pikirannya, maka harus diserahkan kepada wali atau pengampu yang sah dari mereka.
Barang yang dihibahkan (al-Mauhuub). Diantara syarat-syarat berkenaan dengan harta yang dihibahkan adalah:
1. Barangnya jelas ada pada saat dihibahkan Akad hibah (pemberian) suatu barang dinyatakan tidak sah, jika saat hibah, barang yang dihibahkan tidak ada. Misalnya, menghibahkan buah kebun yang akan ada dan berbuah tahun depan atau janin yang belum ada. Inilah pendapat mazhab Hanafiyah, Hanabilah dan Syafi¡¯iyah. Imam Ibnu Qud?mah rahimahullah berkata, ¡®Tidak sah hibah janin yang ada dalam perut dan susu yang masih belum diperas. Inilah pendapat Abu Han?fah rahimahullah, asy-Sy?fi¡¯i rahimahullah dan Abu Tsaur rahimahullah, karena sesuatu yang dihibahkan itu belum ada dan tidak bisa diserahkan. (al-Mughni, 8/249).
2. Barang yang dihibahkan sudah diserah terimakan. inilah pendapat mayoritas Ulama. Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, ¡°Orang yang diberi hibah tidak bisa memiliki hibah tersebut kecuali setelah serah terima.¡± [al-Majm?¡¯, Syarhul Muhadzdzab, 16/351]
3. Benda yang dihibahkan adalah milik orang yang memberi hibah Tidak boleh menghibahkan milik orang lain tanpa izin pemiliknya. Syarat ini adalah syarat yang telah disepakati para ulama.
Shighat.
Shighat, menurut para Ulama fikih ada dua jenis yaitu shighat perkataan (lafazh) yang dinamakan ijab dan qabul dan shighat perbuatan seperti penyerahan tanpa ada ijab dan qabul.
Para Ulama fikih sepakat ijab dan qab?l dalam hibah itu mu¡¯tabar (diperhitungkan), namun mereka berselisih tentang shighat perbuatan atau al-mu¡¯athah dalam dua pendapat.
Baca Juga? Berwasiat Tidak Memberikan Warisan, Apakah Harus Mengikutinya?
Mayoritas para Ulama mensyaratkan adanya ijab dan qab?l dalam hibah, sedangkan mazhab Hanabilah memandang al-mu¡¯athah (serah terima tanpa didahulu kalimat penyerahan dan penerimaan-red) dalam hibah itu juga sah selama menunjukkan adanya serah terima, dengan alasan Ras?lull?h Shallallahu ¡®alaihi wa sallam dan para Sahabat Beliau pada zaman dahulu juga memberikan hibah dan menerimanya. Namun tidak dinukilkan dari mereka adanya syarat ijab dan qab?l dan sejenisnya, sehingga tetap diberlakukan semua bentuk shighat boleh dalam hibah. Inilah pendapat yang dirajihkan penulis kitab al-Fiqhul Muyassar [Lihat, hlm. 296]
TABIAT AKAD HIBAH DAN HUKUM MENARIK KEMBALI HIBAH
Telah dijelaskan bahwa akad hibah tidak sah kecuali setelah diserah terimakan menurut pendapat mayoritas Ulama. Hal ini menghasilkan akad hibah dari sisi kepermanenannya melalui dua fase:
1. Fase sebelum diserah-terimakan. Ketika itu, hibah belum bersifat permanen. Mayoritas Ulama berdalil dengan hadits Ummu Kultsum binti Abu Salamah Radhiyalahu anhuma yang menyatakan:
?????? ????????? ??????? ??????? ?????? ????? ???????? ????????? ????? ???????? ????? ?????: ?????? ???? ?????????? ????? ????????????? ??????? ???????????? ???? ??????? ????? ????? ????????????? ?????? ???? ?????? ????? ????? ?????? ?????????? ??????????? ???????? ?????? ??????? ??????? ?????? ????? ? ?????: ??????? ????? ????? ??????? ??????? ?????? ????? ???????? ?????????? ????????? ???????? ???????????? ????????? ????? ????????? ???? ????????? ?????????? ??????? ????????? ????? ???????? ????????? ????????? ????????????
Ketika Ras?lull?h Shallallahu ¡®alaihi wa sallam menikahi Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, Beliau Shallallahu ¡®alaihi wa sallam berkata kepadanya, ¡°Sungguh aku telah memberikan hadiah kepada Najasyi berupa pakaian dan beberapa botol misk dan saya yakin Najasyi sudah wafat dan hadiahku tersebut akan dikembalikan kepadaku. Apabila dikembalikan kepadaku maka itu menjadi milikmu.¡± Ummu Kultsum Radhiyallahu anhuma berkata, ¡°Dan terjadilah seperti yang Ras?lull?h Shallallahu ¡®alaihi wa sallam katakan dan dikembalikan hadiahnya kepada Beliau, lalu Beliau Shallallahu ¡®alaihi wa sallam memberikan setiap istrinya sebotol minyak misk dan memberikan sisa minyak misk dan pakaian kepada Ummu Salamah [HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, namun hadits ini dihukumi lemah oleh Syaikh al-Albani dalam al-Irwa¡¯, no. 1620].
Juga karena hibah adalah akad tabarru¡¯ (nirlaba), seandainya sah tanpa serah terima, tentulah yang diberi hibah memiliki hak untuk menuntut pemberi hibah agar menyerahkan hadiah tersebut kepadanya, sehingga menjadi seperti akad dham?n (ganti rugi). Ini tidak sesuai. Ditambah lagi penarikan hibah sebelum terjadi serah terima menunjukkan si pemberi hibah tidak ridha dengan pemberian tersebut. Apabila dipaksa harus menyerahkan, maka sama dengan mengeluarkan harta tanpa keridhaan. Ini bertentangan dengan tabiat hibah itu sendiri.
2. Fase setelah terjadi serah terima. Hibah dalam keadaan seperti ini bersifat permanen dan mengikat sehingga tidak boleh ditarik kembali, sebagaimana dilarang Ras?lull?h Shallallahu ¡®alaihi wa sallam dalam sabda Beliau Shallallahu ¡®alaihi wa sallam :
???????? ?? ???????? ??????????? ???????? ??? ????????
Orang yang menarik kembali hibahnya seperti anjing yang menjilat kembali muntahnya [HR. Al-Bukh?ri].
Juga sabda Beliau Shallallahu ¡®alaihi wa sallam :
?? ??????? ???????? ??? ???????? ?????????? ??? ??????? ????? ???????? ??????? ???? ?????????? ?????? ??????? ????????
Tidak diperbolehkan bagi seorang yang memberikan pemberian atau hibah kemudian ia menarik kembali pemberiannya kecuali pemberian orang tua kepada anaknya. [HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Abu Dawud. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shah?h al-J?mi, no. 2775].
Dengan demikian jelaslah setelah serah terima, hibah menjadi milik yang diberi dan dilarang menarik kembali.
Demikian beberapa hukum berkenaan dengan hibah dalam fikih Islam, semoga All?h memberikan manfaat kepada kaum Muslimin dengan pembahasan singkat ini.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo ¨C Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Referensi : ?
|
Apakah Mu¡¯adzin Diam di antara Kalimat-kalimat Adzan Supaya Pendengar Bisa Menjawab Adzan ?
Apakah Mu¡¯adzin Diam di antara Kalimat-kalimat Adzan Supaya Pendengar Bisa Menjawab Adzan ?
Pertanyaan:?
Apakah benar mu¡¯adzin diam sebentar di setiap kalimat adzan, supaya para pendengar dapat menjawab adzan ?
Ringkasan Jawaban Tidak disebutkan nash secara khusus tentang mu¡¯adzin diam sebentar antara kalimat-kalimat adzan supaya para pendengar dapat menjawab adzannya, akan tetapi hal itu dipahami dari kesunahan perlahan-lahan dalam adzan dan juga kesunahan menjawab adzan yang dikumadangkan mu¡¯adzin. Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya. Tidak disebutkan riwayat khusus dalam hadits yang menyatakan perintah kepada mu¡¯adzin untuk berhenti sejenak di antara kalimat-kalimat adzan supaya para pendengar dapat menjawab adzan. Akan tetapi, secara umum, itu dipahami dari bentuk kesunahan adzan. Di antara kesunahan adzan yang disepakati adalah mu¡¯adzin mengumandankan adzan dengan tempo lambat (Tarassul).?Tarassul?inilah yang membedakannya dengan iqamah. Dalam Al-Mausu¡¯ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah, 6/8, disebutkan, ¡°Para fuqaha sepakat bahwasanya?Hadr?(mengumandangkan dengan tempo cepat) disunahkan dalam iqamah, sedangkan?Tarassul?(mengumandangkan dengan tempo lambat) disunahkan dalam adzan. Tarassul adalah perlahan-lahan, tartil, tidak cepat-cepat dan berhenti di ujung kalimat untuk mengambil napas. Ibnu Qudamah?Rahimahullah?mengatakan, ¡°Tarassul adalah pelan-pelan. Ia berasal dari kata?Ja¡¯a Fulan min rislihi?(Si Fulan datang dengan pelan-pelan). Sedangkan Hadr adalah lawan katanya. Ia bermakna cepat-cepat dan tidak memperpanjang. Inilah adab dan sunah dalam adzan.¡± (Al-Mughni, 2/60). Ibnu Ar-Rif¡¯ah?Rahimahullah?mengatakan, ¡°Adzan secara Tarassul adalah mengumandangkan adzan dengan memperjelas huruf-hurufnya secara perlahan-lahan. Ia mengirimkan napas ketika mengumandangkan setiap kata dalam adzan.¡± (Kifayatun Nabih fi Syarhit Tanbih, 2/414). Tidak ragu lagi bahwasanya berhenti untuk mengambil napas akan membuat pendengar dapat menjawab adzan. Dalam Al-Mausu¡¯ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah, 2/366, disebutkan, ¡°Tarassul atau Tartil. Tarassul adalah pelan-pelan, yaitu dengan diam antara dua kalimat adzan.¡± Jika pendengar sunah menjawab adzan yang di kumandangkan mu¡¯adzin, maka terpenting lagi adalah mu¡¯adzin perlahan-lahan yang sekiranya pendengar dapat menjawab adzan di setiap kalimat adzan yang dikumandangkannya. Wallahu A¡¯lam.
?
|
Berwasiat Tidak Memberikan Warisan, Apakah Harus Mengikutinya?
KAKEKNYA BERWASIAT TIDAK MEMBERIKAN WARISAN KEPADA ANAK WANITA. APAKAH HARUS MENGIKUTINYA DALAM PEMBAGIAN WARISAN AYAH MEREKA?
Pertanyaan.
Kakekku berwasiat dengan tegas bahwa (pembagian warisan) hanya untuk laki-laki tanpa wanita. Sementara orang tuaku tidak ada dalam wasiat. Apakah kami harus melaksanakan wasiat tersebut?
Jawaban
Alhamdulillah.
Pertama:? Wasiat dengan mengharamkan warisan untuk wanita adalah wasiat tidak benar dan diharamkan. Karena bertolak belakang dengan pembagian yang telah Allah bagikan dan dijelaskan dalam kitab-Nya. Allah bahkan mengancam orang yang menyalahinya.
Allah berfirman setelah menyebutkan bagian waris,
?????? ???????? ??????? ? ?????? ??????? ??????? ???????????? ?????????? ??????? ???????? ???? ????????? ??????????? ?????????? ??????? ? ???????? ????????? ??????????? ¨C ?????? ??????? ??????? ???????????? ??????????? ?????????? ?????????? ?????? ???????? ???????? ?????? ??????? ?????????
¡°(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah? dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.¡± [An-Nisaa/4:13-14]
Ahli waris tidak diperkenankan melaksanakan wasiat yang tidak benar ini. Anak wanita harus diberikan bagiannya dari harta warisan.
Penting diketahui bahwa tidak dibolehkan berwasiat kepada ahli waris, baik laki-laki maupun wanita. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud, 2870. Timizi, 2120. An-Nasa¡¯i, 4641. Ibnu Majah, 2713 dari Abu Umamah radhiallahu¡¯anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah sallallahu¡¯alaihi wa sallam bersabda:
????? ??????? ???? ??????? ????? ??? ????? ??????? ????? ????????? ?????????? ????? ???????? ?? ???? ??? ????
¡°Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada pemiliknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.¡± [Dishahihkan oleh Al-Albany dalam shahih Abu Daud]
Wasiat seperti ini tidak boleh dilaksanakan kecuali atas persetujuan ahli waris, berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
??? ??????? ???????????? ????????? ?????? ???? ??????? ???????????? ???? ?????????
¡°Tidak diperkenankan wasiat kepada ahli waris kecuali ahli waris menghendakinya¡± [HR. Daraqutni, dinyatakan hasan oleh Ibnu Hajar di Bulugul Maram]
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab Al-Mugni, 6/58: ¡°Kalau ada wasiat untuk ahli waris, dan seluruh ahli waris tidak menyetujuinya, maka tidak sah (wasiat tersebut) tanpa ada perbedaan di antara para ulama.¡±
Ibnu Munzir dan Ibnu Abdul Bar berkata: ¡°Para ulama sepakat (ijmak) akan hal ini. Terdapat riwayat dari Rasulullah sallallahu¡¯alaihi wa sallam akan hal ini. Diriwayatkan dari Abu Umamah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda: ¡°Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada pemiliknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.¡± (HR. abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmizi). Kalau dikehendaki (ahli waris), maka tidak apa-apa menurut pendapat mayoritas ulama.¡±
Dengan demikian, kalau kakek berwasiat untuk anak laki-laki, maka ini termasuk wasiat kepada ahli waris. Maka tidak boleh dilaksanakan kecuali atas persetujuan ahli waris lainnya dan mereka adalah? para wanita.
Kedua :? Orang tua anda telah berbuat yang terbaik dengan tidak mewasiatkan kepada salah seorang pun dari ahli waris. Kalau seorang yang wafat? tidak meninggalkan wasiat, maka tidak seorang pun diperkenankan menggantikan wasiatnya. Apalagi kalau dia berwasiat dengan wasiat yang zalim dan tidak benar. Seharusnya anda semua membagi warisan sebagaimana yang Allah perintahkan. Dan memberikan hak kepada masing-masing pemiliknya.
°Â²¹±ô±ô²¹³ó³Ü¡¯²¹±ô²¹³¾.
Disalin dari islamqa
Referensi : ?
|
Mengapa Mereka Bisa Menangis di Bulan Ramadhan Sementara Saya Tidak
Mengapa Mereka Bisa Menangis di Bulan Ramadhan Sementara Saya Tidak?Oleh: Ibr?h?m Al-Hamd Sesungguhnya di antara sebab seseorang dapat meraih keberuntungan dan kesuksesan dalam urusan agama dan dunia adalah sikap jujur terhadap dirinya sendiri dan tidak mencari-cari alasan, sehingga ia dikejutkan oleh kematian, kemudian ia pun menyesal. Di saat itu, penyesalan tidak lagi berguna. Wahai saudara dan saudariku sekalian. Sesungguhnya keutamaan menangis karena takut kepada Allah itu besar. ¸é²¹²õ³Ü±ô³Ü±ô±ô²¹³ó¡ª ¡ªtelah bersabda,?"Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan pada hari itu kecuali naungan-Nya."?Beliau menyebutkan di antara mereka adalah,?"Seseorang yang berdzikir mengingat Allah di kesunyian, lalu air matanya mengalir."?[HR. Al-Bukh?ri dan Muslim] Wahai saudara dan saudariku sekalian. ketika diperdengarkan ayat-ayat Al-Quran, hadits-hadits ¸é²¹²õ³Ü±ô³Ü±ô±ô²¹³ó¡ª , atau kisah-kisah orang-orang shalih terdahulu, kita dapati banyak di antara orang-orang yang berhati lembut menangis. Mengapa mereka bisa menangis sedangkan saya tidak? Saya sudah berusaha untuk khusyu' dan menangis, tapi tidak bisa. Orang di samping, di depan, dan di belakang saya menangis. Apa sebabnya? Inilah pertanyaan yang selalu berputar di dalam pikiran kebanyakan orang-orang yang lalai¡ªkita semua adalah orang-orang yang lalai, dan kita berdoa semoga Allah mengampuni kita semua. Saudara dan saudariku sekalian. Sebabnya telah dijelaskan oleh ´¡±ô±ô²¹³ó¡ªSubh?nahu wata`?l?¡ªdalam firman-Nya (yang artinya):?"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka."?[QS. Al-Muthaffif?n: 14] Artinya, karena amal perbuatan mereka sendirilah, hati-hati mereka menjadi tertutup dari kebaikan dan semakin bertambah dalam kelalaian. Inilah penyebab hakiki yang membuat seseorang sedikit menangis karena takut kepada ´¡±ô±ô²¹³ó¡ªSubh?nahu wata`?l?. Mengapa mereka bisa menangis? Apa yang menjadikan mereka bisa khusyu' dan menangis, bahkan menikmatinya, sementara kita tidak? Sesungguhnya mereka menjauhi maksiat, dan menjadikan akhirat ada di depan mata mereka, di saat mereka sendiri, maupun ketika bersama orang lain. Pada saat itulah, hati mereka membaik, dan air mata mereka pun mengalir. Sedangkan kita, ketika kita kehilangan perkara-perkara tersebut, hati kita menjadi rusak, dan mata kita pun kering. Saudara dan saudariku sekalian. Ketahuilah bahwa rasa takut kepada ´¡±ô±ô²¹³ó¡ªSubh?nahu wata`?l?¡ªyang diiringi tangisan tidak akan datang, dan tidak akan berlanjut, kecuali dengan sikap komitmen untuk melakukan hal-hal berikut: 1.?Bertaubat dan memohon ampun kepada Allah dengan hati dan lisan. Dia menghadap kepada Allah dalam keadaan bertaubat dan takut. Hatinya dipenuhi rasa malu kepada Rabbnya Yang Maha Agung lagi Maha Penyantun, yang telah memberinya tenggang waktu, mencurahkan kenikmatan kepadanya, serta memberinya taufik untuk bertaubat. Cara ini menuntut perenungan jujur yang kuat dengan diri sendiri, serta introspeksi diri. 2.?Meninggalkan kemaksiatan, dan betul-betul waspada terhadap kemaksiatan, baik yang kecil, yang besar, yang tampak, maupun yang tersembunyi. Maksiat adalah penyakit kronis yang dapat menghalangi hati dari dekat dengan Allah. Dan maksiatlah yang menggelapkan hati, dan menjadikannya sempit. 3.?Mendekatkan diri kepada Allah dengan segala bentuk ketaatan, seperti puasa, shalat, haji, sedekah, dzikir, dan semua kebaikan. 4.?Mengingat akhirat. Sungguh sangat mengherankan, wahai saudara dan saudariku, bila kita mengetahui bahwa dunia akan berakhir, dan masa depan yang hakiki adalah akhirat, namun sungguhpun demikian kita tidak berbuat untuk masa depan yang hakiki nan abadi itu. ´¡±ô±ô²¹³ó¡ªSubh?nahu wata`?l?¡ªberfirman (yang artinya): "Siapa yang menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik."?[QS. Al-Isr?': 18-19] 5.?Memiliki ilmu tentang ´¡±ô±ô²¹³ó¡ªSubh?nahu wata`?l?¡ª, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan syari'at-Nya. Sebagaimana firman ´¡±ô±ô²¹³ó¡ªSubh?nahu wata`?l?¡ª(yang artinya):?"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu."?[QS. F?thir: 28] Dan seperti dikatakan, "Siapa yang lebih mengenal Allah, maka ia akan lebih takut kepada Allah." 6.?Kemudian saya berpesan kepada Anda untuk banyak membaca buku tentang keadaaan orang-orang yang shalih, dan berusaha meneladani mereka. Saudara dan saudariku sekalian. Sesungguhnya di dalam hari-hari bulan Ramadhan, yang merupakan hari-hari kebaikan dan keberkahan terdapat banyak peluang besar untuk seorang hamba kembali kepada Rabbnya. Karena pada hari-hari itu syetan-syetan dirantai, pintu-pintu kebaikan dibuka, dan ketaatan meningkat. Maka, kembalilah kepada Rabb Anda, mendekat dan menghadaplah kepada-Nya. Berlepasdirilah dari belenggu kemaksiatan dan pagar-pagar dosa. Pada saat itulah, Anda akan mendapatkan air mata Anda berlinang, dan hati Anda menjadi khusyu'. Sumber:?D?rul Wathan
?
|
Sikap Ahli Sunah terhadap Istilah Mujmal
Sikap Ahli Sunah terhadap Istilah Mujmal yang Digunakan oleh Ahli Bid¡¯ah untuk Menolak Sifat Allah
PendahuluanDi antara metode ahli?²ú¾±»å¡¯²¹³ó?dalam menolak sifat-sifat Allah adalah menggunakan istilah yang tidak terdapat dalam Al-Qur¡¯an dan hadis serta tidak dikenal oleh para salaf saleh. Mereka menggunakan istilah yang mengandung makna?mujmal?(ambigu) sebagai alasan untuk menolak sifat-sifat Allah. Mereka beralasan bahwa makna dalam istilah tersebut merupakan konsekuensi dari makna sifat yang ditetapkan ahli sunah waljamaah, padahal makna tersebut merupakan makna batil menurut persangkaan mereka. Pada pembahasan ini, akan dijelaskan bagaimana sikap ahli sunah waljamaah terhadap istilah-istilah?mujmal?tersebut. Akan disebutkan pula beberapa contohnya serta bagaimana ahli sunah menyikapinya dan memahami makna dari istilah tersebut. Metode ahli sunah waljamaah dalam menetapkan nama dan sifat AllahSebelumnya, perlu kita pahami bahwa metode ahli sunah waljamaah dalam menetapkan nama dan sifat untuk Allah adalah sebagaimana penjelasan??rahimahullah?berikut: Pertama: Dalam hal penetapan Menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya tanpa melakukan?tahrif,?³Ù²¹¡¯³Ù³ó¾±±ô,?takyif, maupun?tamtsil. Kedua: Dalam hal peniadaan Meniadakan apa yang telah ditiadakan oleh Allah dan rasul-Nya disertai meyakini adanya penetapan sifat kesempurnaan bagi Allah yang merupakan kebalikan dari sifat yang ditiadakan tersebut. Ketiga: Dalam hal yang tidak terdapat penetapan ataupun peniadaaan Terkait istilah-istilah yang tidak terdapat penetapan ataupun peniadaanya dalam Al-Qur¡¯an dan hadis, seperti istilah?jism,?hayyiz,?jihah,?makan, dan semisalnya. Sikap ahli sunah adalah?tawaqquf?mengenai lafaznya, yaitu tidak menetapkan untuk Allah dan tidak pula meniadakannya dari Allah karena tidak terdapat dalil dalam hal ini. Adapun mengenai maknanya, maka perlu dirinci. Jika yang dimaksud dari makna tersebut adalah makna batil, maka Allah tersucikan darinya dan ahli sunah menolak makna tersebut. Namun, apabila yang dimaksudkan dengannya adalah makna benar dan tidak bertentangan dengan kesempurnaan Allah, maka mereka menerimanya. (Syarhu Fathi Rabbil Bariyyah bi Talkhiisi Al-Hamawiyyah) Lafaz?mujmal?dalam pandangan ahli sunah waljamaahDalam buku-buku akidah, dibahas mengenai pembahasan istilah yang?mujmal?(??????? ???????). Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait istilah-istilah yang?mujmal?ini, yaitu: Pertama: Yang dimaksud kalimat?mujmal?adalah kalimat yang digunakan oleh ahli?³Ù²¹¡¯³Ù³ó¾±±ô?yang menolak sifat-sifat Allah dan sering digunakan juga oleh ahli?kalam?secara umum. Kedua: Disebut makna?mujmal?karena mengandung kemungkinan benar dan batil atau dalam lafaz ini terkumpul antara makna benar dan makna batil, sehingga maknanya masih samar. Tidak diketahui makna yang terkandung dalam lafaz tersebut, kecuali setelah dijelaskan secara rinci mengenai maknanya. Ketiga: Maksud dari ahli?³Ù²¹¡¯³Ù³ó¾±±ô?menggunakan istilah seperti ini adalah sebagai batu loncatan untuk menolak sifat-sifat Allah dengan berdalih ingin menyucikan Allah dari sifat-sifat kekurangan. Keempat: Alasan mereka melakukan hal ini karena ketidakmampuan mereka untuk melawan argumentasi ahli sunah dengan hujjah dalil sehingga mereka menggunakan metode ini. Kelima: Lafaz-lafaz yang?mujmal?ini sama sekali tidak terdapat dalam Al-Qur¡¯an dan hadis, namun semata-mata merupakan istilah baru yang dilontarkan oleh ahli?kalam. Keenam: Metode ahli sunah dalam menyikapi istilah?mujmal?ini, yaitu?tawaqquf?terhadap lafaznya dan memberikan perincian terhadap makna dari lafaz tersebut. (Rasa¡¯ilu fil ¡®Aqidah) Ada dua hal yang perlu diperhatikan mengenai sikap ahli sunah waljamaah dalam menyikapi lafaz?mujmal: Pertama: Terkait lafaznya, maka sikap ahli sunah adalah?tawaqquf, yaitu tidak menetapkan dan tidak meniadakan. Contohnya lafaz?jihah. Mereka tidak mengatakan Allah berada dalam?jihah?dan tidak pula mengatakan Allah tidak berada dalam?jihah. Mereka tidak menetapkannya karena tidak terdapat dalil penetapannya dan mereka tidak meniadakannya karena juga tidak terdapat dalil peniadaannya baik dalam Al-Qur¡¯an maupun hadis. Kedua: Terkait makna dari lafaz-lafaz tersebut, maka hal ini perlu dirinci. Termasuk kaidah umum dalam ahli sunah terhadap lafaz yang?mujmal,?yaitu: bahwasanya lafaz?mujmal?yang mengandung kemungkinan makna benar dan makna batil, maka tidak ditetapkan secara mutlak dan tidak ditiadakan secara mutlak; akan tetapi, perlu dirinci sehingga diketahui maksud dari makna tersebut. Apabila mengandung makna benar, maka diterima; namun apabila mengandung makna batil, maka ditolak. Tidak boleh meniadakan secara mutlak karena bisa jadi maknanya benar sehingga tidak boleh ditolak. Tidak pula langsung menerima maknanya secara mutlak karena bisa jadi mengandung makna batil sehingga tidak bisa diterima. Oleh karena itu, perlu dirinci berdasarkan apa yang dimaksud dari makna tersebut. Inilah sikap ahli sunah terhadap makna dari istilah yang?mujmal. (Qawa¡¯idu fi Tauhidi Ar-Rububiyyah wal-Uluhiyyah wal-Asma¡¯i was-Shifati) Pada asalnya, kita harus meninggalkan penggunaan istilah?mujmal?yang merupakan istilah?muhdas?(istilah baru yang tidak dikenal oleh salaf saleh), seperti istilah:?jihah,?hayyiz,?hudus,?tarkib,?jauhar,?¡®²¹°ù²¹»å, dan sebagainya. Tidak boleh menggunakan istilah-istilah ini ketika menjelaskan akidah ahli sunah waljamaah. (Al-Mufid fi Qawa¡¯idi At-Tauhid) Hukum penggunaan istilah?mujmal?ini hanya boleh digunakan ketika terjadi perdebatan dengan ahli?²ú¾±»å¡¯²¹³ó?dalam rangka membantah dan menjelaskan kekeliruan pemahaman mereka pada kondisi yang memang dibutuhkan. Adapun ketika menjelaskan keyakinan akidah ahli sunah waljamaah, maka wajib menggunakan istilah yang telah ditetapkan oleh Al-Qur¡¯an dan hadis. Tidak boleh sama sekali menggunakan istilah?mujmal?ini karena tidak ada kebutuhan untuk menggunakannya. Oleh karena itu, tidak kita dapati para imam ahli sunah waljamaah ketika menjelaskan akidah menggunakan istilah-istilah tersebut. (Adillatu Shifatillahi wa Wujuhu Dalalatiha wa Ahkamuha) Bahkan,??rahimahullah?menegaskan bahwa penggunaan lafaz?mujmal?seperti lafaz?jism?termasuk?²ú¾±»å¡¯²¹³ó?meskipun digunakan dalam makna yang sahih. Beliau berkata dalam kitab?Bayan Talbisi Al-Jahmiyyah,?¡°Adapun lafaz?jism,?maka ini termasuk?²ú¾±»å¡¯²¹³ó, baik dalam penetapannya maupun peniadaanya. Tidak terdapat dalam Al-Qur¡¯an dan hadis serta tidak pula terdapat dalam perkataan satu pun dari salaf saleh penggunaan lafaz?jism?dalam sifat Allah, baik itu dalam penetapan ataupun peniadaan.¡± (Al-¡®Uqud Adz-Dzahabiyyah ¡®ala Maqasid Al-¡®Aqidah Al-Wasithiyyah) Berikutnya akan kami paparkan tiga contoh lafaz?mujmal?yang sering digunakan oleh ahli?²ú¾±»å¡¯²¹³ó?dan bagaimana ahli sunah dalam menyikapinya, yaitu lafaz?jihah,?jism, dan?hayyiz. Menyikapi lafaz?jihahMengenai lafaznya, maka ahli sunah bersikap?tawaqquf?dengan tidak menetapkannya dan tidak pula meniadakannya. Adapun mengenai maknanya, maka perlu dirinci, karena makna?jihah?mengandung kemungkinan makna benar dan makna batil. Lafaz?jihah?memiliki beberapa kemungkinan makna: Pertama: Apabila yang dimaksud dengan?jihah?adalah arah bawah, maka ini makna batil yang tidak sesuai dengan keagungan Allah. Hal ini juga bertentangan dengan sifat?¡®³Ü±ô³Ü·É?bagi Allah yang telah ditetapkan berdasar dalil dari Al-Qur¡¯an, hadis, akal, fitrah, dan?¡¯. Kedua: Apabila yang dimaksud?jihah?adalah Allah berada di seluruh arah, Dia berada di dalam makhluk-Nya, dan Zat Allah berada di setiap tempat, maka ini tidak mungkin bagi Allah dan bertentangan dengan sifat?¡®³Ü±ô³Ü·É. Ketiga: Jika yang dimaksud Allah tidak berada pada arah dan tempat, yaitu tidak berada di dalam alam maupun di luar alam, tidak bersatu dan tidak pula terpisah, tidak di atas dan tidak pula di bawah, maka ini juga makna batil karena yang seperti ini hakikatnya adalah sesuatu yang tidak ada. Keempat: Apabila yang dimaksud?jihah?adalah arah atas berupa makhluk yang meliputi Zat Allah, maka ini juga merupakan makna batil, karena Allah Maha Besar dan tidak diliputi oleh satupun makhluk-Nya. Kelima: Adapun apabila yang dimaksud?jihah?adalah Allah berada di arah atas yang berada di luar alam (di luar seluruh makhluk-Nya) dan Dia?¾±²õ³Ù¾±·É²¹¡¯?di atas?¡®´¡°ù²õ²â?dan terpisah dari makhluk-Nya, maka ini merupakan makna benar. Dalam hal ini, Allah berada di arah atas secara mutlak. (Al-Mufid fi Qawa¡¯idi At-Tauhid) Akan tetapi, kita tidak boleh memberitakan Allah dengan lafaz ini yang mengandung makna kemungkinan benar dan batil. Kita hanya boleh menggunakan lafaz-lafaz yang terdapat dalam Al Qur¡¯an dan hadis, semisal dalam firman Allah, ??????? ????? ?????????????????? ¡°Sucikanlah nama Tuhanmu?Yang Mahatinggi.¡° (QS. Al A¡¯la: 1) ???????????????????????????? ¡°Dialah Yang Mahatinggi?lagi Mahabesar.¡° (QS. Saba¡¯: 23) ?????????? ???????? ??????????????? ¡°Mereka takut kepada Tuhan mereka yang?berada di atas mereka.¡°?(QS. An-Nahl: 50) Allah berada di atas ketinggian yang mutlak. Lafaz?¡®³Ü±ô³Ü·É?digunakan untuk Allah dalam Al-Qur¡¯an dan hadis, bahkan sifat?¡®³Ü±ô³Ü·É?merupakan sifat paling agung yang banyak terdapat penetapannya dalam Al-Qur¡¯an dan hadis. Oleh karena itu, tidak boleh meninggalkan lafaz yang sudah ditetapkan oleh syariat, yaitu?¡®³Ü±ô³Ü·É?dan menggantinya dengan lafaz yang?mujmal?dan tidak pernah digunakan oleh para salaf salih, semisal lafaz?jihah. Tidak sepantasnya mengganti yang lebih baik dengan sesuatu yang lebih rendah. (Qawa¡¯idu fi Tauhidi Ar-Rububiyyah wal-Uluhiyyah wal-Asma¡¯i was-Shifati) Baca juga:? Menyikapi lafaz?jismApakah Allah memiliki?jism? Jawaban hal ini sesuai dengan kaidah yang sudah dibahas di atas. Dari sisi lafaz, maka ahli sunah bersikap?tawaqquf, tidak menetapkan dan tidak meniadakan. Mereka tidak mengatakan Allah punya?jism?dan tidak pula mengatakan Allah tidak punya?jism, karena di dalam Al-Qur¡¯an maupun hadis tidak terdapat dalil yang menetapkan dan meniadakan. Adapun mengenai maknanya maka perlu dirinci. Jika yang dimaksud?jism?adalah Allah memiliki tubuh atau jasad seperti makhluk yang merupakan bagian terbagi-bagi dan terpisah satu dengan yang lainnya, maka ini adalah penyataan?mumatsilah?yang menganggap bahwa?jism?Allah seperti?jism?makhluk. Mahasuci Allah dari persangkaan mereka. Ini merupakan kedustaan yang sangat besar dan maknanya batil. Allah?°Õ²¹¡¯²¹±ô²¹?berfirman, ?????? ?????????? ?????? ?????? ?????????? ????????? ¡°Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.¡° () Jika yang dimaksud?jism?adalah seperti tubuh makluk yang keberadaanya tersusun dari bagian-bagian organ yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, serta membutuhkan makan dan minum untuk keberlangsungan tubuh tersebut, maka ini juga merupakan makna batil dan tidak boleh ditetapkan untuk Allah. (Syarhu Fathi Rabbil Bariyyah bi Talkhisi Al-Hamawiyyah) Adapun apabila yang dimaksud?jism?adalah apa yang terdapat pada Zat Allah hakiki yang berdiri sendiri, seperti sifat wajah, tangan, mata, dan telapak kaki yang merupakan sifat kesempurnaan dan keagungan dari segala sisi, maka ini adalah makna yang benar. (Syarhu Al-¡®Aqidah Al-Wasitiyyah,?Ibnu Al-¡®Utsaimin) Namun, selayaknya tidak menggunakan istilah?jism?dan cukup menggunakan istilah zat dan sifat. Jadi cukup dikatakan bahwa Allah mempunyai zat dan sifat sebagaimana ditetapkan oleh ahli sunah.?(Qowa¡¯idu fi Tauhidi Ar-Rububiyyah wal-Uluhiyyah wal-Asma¡¯i was-Shifati) Menyikapi lafaz?hayyizMengenai lafaz?hayyiz, maka ahli sunah bersikap?tawaqquf?dengan diam, yaitu tidak menetapkan dan tidak pula meniadakan. Tidak dikatakan Allah punya?hayyiz?dan tidak pula dikatakan Allah tidak punya?hayyiz?karena tidak terdapat dalil yang menetapkan ataupun meniadakan. Adapun mengenai maknanya, maka perlu dirinci. Jika yang dimaksud?hayyiz?adalah melingkupi sesuatu yang dilingkupi, yaitu berada di dalamnya dan menyatu, maka ini adalah makna yang batil. Tidak boleh meyakini demikian untuk Allah. Bahkan, mereka mengingkari?al-hululiyyah?yang menganggap Allah bersatu dengan sebagian zat makhluk-Nya, apalagi?al-wujudiyyah/al-ittihadiyyah?yang meyakini bahwa zat Allah adalah makhluk itu sendiri.? Ini adalah keyakinan kufur akbar yang mengeluarkan dari Islam. Barangsiapa yang meyakini bahwa ada bagian dari mahkluk yang menyatu dengan zat Allah atau ada bagian dari zat Allah yang menyatu dengan sebagian makhluk-Nya, maka dia telah kafir dengan kufur kabar. Adapun apabila?hayyiz?bermakna terpisah dan tidak menyatu, maka ini adalah makna yang benar. Oleh karena itu, ahli sunah sepakat bahwa Allah terpisah dari mahkluk-Nya dan berada di atas seluruh makhluk, ber-¾±²õ³Ù¾±·É²¹¡¯?di atas Arasy-Nya. Tidak ada bagian Zat Allah yang berada pada zat makhluk, dan tidak ada bagian zat makhluk yang berada pada Zat Allah. Zat Allah dan makhluk adalah dua zat yang terpisah karena Zat Allah berada pada ketinggian yang mutlak. (Qawa¡¯idu fi Tauhidi Ar-Rububiyyah wal-Uluhiyyah wal-Asma¡¯i was-Shifati) KesimpulanSebagai kesimpulan, bahwa ahli sunah waljamaah dalam akidah?asma¡¯ wa shifat?adalah menetapkan dan meniadakan sesuai dalil yang terdapat dalam Al-Qur¡¯an dan hadis dan berusaha meninggalkan lafaz yang tidak terdapat dalam keduanya. Adapun mengenai lafaz yang tidak terdapat dalam Al-Qur¡¯an dan hadis, maka ahli sunah bersikap?tawaqquf, yaitu diam dengan tidak menetapkan dan tidak meniadakan. Adapun mengenai makna dari lafaz tersebut, maka perlu dirinci. Apabila makna yang dimaksudkan adalah makna benar, maka diterima; namun apabila mengandung makna batil, maka ditolak. Dengan memahami permasalahan ini dengan baik, maka jelaslah kebatilan ahli?²ú¾±»å¡¯²¹³ó?yang sering menggunakan istilah?mujmal?untuk menuduh bahwa ketika?ahli sunah waljamaah?menetapkan sifat-sifat Allah, maka memberikan konsekuensi makna yang batil bagi Allah. Justru sebaliknya, tuduhan mereka keliru karena makna dari lafaz?mujmal?yang mereka gunakan ternyata memiliki makna yang sesuai dengan keagungan nama dan sifat Allah apabila dipahami dengan makna yang benar.?Allahu a¡¯lam. Baca juga:? *** Penyusun:?Adika Mianoki Artikel:? ? Referensi: Syarhu Fathi Rabbil Bariyyah bi Talkhisi Al-Hamawiyyah, Syekh Muhammad bin Shalih Al-¡®Utsaimin. Rasa¡¯ilu fil-¡®Aqidah, Syekh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd. Qawa¡¯idu fi Tauhidi Ar-Rububiyyah wal-Uluhiyyah wal-Asma¡¯i was-Shifati, Syekh Walid bin Rasyid As-Su¡¯aidan. Al-Mufid fi Qawa¡¯idi At-Tauhid, Syekh Thoriq bin Sa¡¯id bin ¡®Abdillah Al-Qahthany. Adillatu Shifatillahi wa Wujuhu Dalalatihaa wa Ahkamuha, Syekh Muhammad bin ¡®Abdirrahman Abu Sayyif Al-Juhany. Al-¡®Uquud Adz-Dzahabiyyah ¡®ala Maqasid Al-¡®Aqidah Al-Wasithiyyah, Syekh Sulthan bin ¡®Abdirrahman Al-¡®Umairy. Syarhu Al-¡®Aqidah Al-Wasitiyyah,?Syekh Muhammad bin Shalih Al-¡®Utsaimin.
?
|
Tidak Ada Wasiat Untuk Ahli Waris
TIDAK ADA WASIAT UNTUK AHLI WARIS
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kenapa Islam melarang wasiat untuk ahli waris ?
Jawaban.
Islam melarang wasiat untuk ahli waris karena akan melanggar ketentuan-ketentuan Allah Azza wa Jalla, sebab Allah Subhanahu wa °Õ²¹¡¯²¹±ô²¹ telah menetapkan hukum-hukum pembagian waris, sebagaimana firmanNya.
?????? ??????? ??????? ? ?????? ?????? ??????? ??????????? ?????????? ???????? ??????? ???? ????????? ???????????? ?????????? ?????? ? ????????? ????????? ???????????????????? ?????? ??????? ??????????? ??????????? ????????? ?????????? ?????? ???????? ?????? ?????? ??????? ???????
¡°(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah dan RasulNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya ; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar ketentuan-ketentuanNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya ; dan baginya siksa yang menghinakan¡°.[An-Nisa/4: 13-14]
Jika seseorang mempunyai seorang anak permpuan dan seorang saudara perempuan sekandung, umpamanya, maka si anak mempunyai hak setengahnya sebagai bagian yang telah ditetapkan (fardh), sementara saudara perempuannya berhak atas sisanya sebagai ashabah. Jika diwasiatkan sepertiganya untuk anak perempuannya, umpamanya, berarti si anak akan mendapat dua pertiga bagian, sementara saudara perempuannya mendapat sepertiga bagian saja. Ini berarti pelanggaran terhadap ketetapan Allah.
Demikian juga jika ia mempunyai dua anak laki-laki, maka ketentuannya bahwa masing-masing berhak atas setengah bagian. Jika diwasiatkan sepertiganya untuk salah seorang mereka, maka harta tersebut menjadi tiga bagian. Ini merupakan pelanggaran terhadap ketetapan Allah dan haram dilakukan.
Demikian ini jika memang dibolehkan mewasiatkan harta warisan untuk ahli waris, maka tidak ada gunanya ketentuan pembagian warisan itu, dan tentu saja manusia akan bermain-main dengan wasiat sekehendaknya, sehingga ada ahli waris mendapat bagian lebih banyak, sementara yang lain malah bagiannya berkurang.
[Fatawa Nur Ala Ad-Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 2, hal 558]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar¡¯iyyah Fi Al-Masa¡¯il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Muthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]
Referensi : ?
|
Barang Siapa Yang Melakukan Safar ke Arah Barat, Waktu Shalat dan Buka Puasa Menjadi Mundur Bersamaan Dengan Terbenamnya Matahari di Negara Yang Ia Tinggalkan
Barang Siapa Yang Melakukan Safar ke Arah Barat, Waktu Shalat dan Buka Puasa Menjadi Mundur Bersamaan Dengan Terbenamnya Matahari di Negara Yang Ia Tinggalkan
Pertanyaan:?
Seorang dari Nigeria melakukan safar ke Korea, ia sedang berpuasa di Nigeria dan berharap untuk berbuka di Korea, dan di tengah perjalanan ia telah melaksanakan shalat dzuhur dan ashar berjama¡¯ah di dalam pesawat bersama para penumpang yang lain, dan berharap bisa shalat maghrib di Korea dan berbuka di sana, yang mencengangkan adalah ia bertemu dengan beberapa orang yang adzan untuk shalat dzuhur, sementara ia melihat jam yang ada di masjid menunjukkan pukul: 13.30 dan matahari di Korea masih ada, ia bingung dengan kondisinya, lalu menghubungi isterinya via telpon di Nigeria, ia mengabarkan bahwa mereka di rumah sudah berbuka di Nigeria, mereka juga sudah shalat tarawih dan persiapan mau tidur, di Nigeria jam sudah menunjukkan pukul: 21.00, maka apakah ia melanjutkan puasanya menyesuaikan waktu yang ada di Korea ?, dan juga apakah ikut shalat Dzuhur bersama mereka atau shalat Maghrib dan lalu berbuka berdasarkan info dari istrinya di Nigeria ?
Ringkasan Jawaban Barang siapa yang sudah masuk waktu lalu ia shalat, lalu ia sampai tujuan dan waktu sudah masuk atau belum masuk, maka ia tidak diwajibkan untuk mengulangi shalatnya yang telah dilakukan; karena shalat itu tidak dilaksanakan dua kali dalam satu hari; maka kapan saja shalatnya sah, maka tidak diwajibkan untuk mengulanginya lagi. Adapun orang yang berpuasa maka tidak boleh berbuka sampai terbenam matahari meskipun terbenamnya mundur jika ia berjalan ke arah barat, dan tidak bertumpu terbenamnya matahari di negara yang ia tinggalkan, selama ia tidak mengikuti prosesi terbenamnya tersebut sebelum safarnya. Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya. Pertama: Barang siapa yang melakukan safar ke arah barat, lalu sampai di tujuan pada waktu Dzuhur, sementara ia sudah shalat di perjalanan, maka ia tidak wajib mengulanginya lagi; karena shalat itu tidak dilakukan dua kali, dan sebagaimana diketahui dengan mengarah ke arah barat maka akan memperlambat masuknya waktu. Demikian juga jika ia telah melaksanakan shalat ashar, ia tidak wajib mengulanginya lagi, baik ia sampai di tujuan pada waktu dzuhur atau ashar. Lihat juga untuk faedah jawaban soal nomor:? Namun barang siapa yang ada di masjid, dan telah di kumandangkan iqamah, maka ia mengulangi shalatnya bersama jama¡¯ah setempat, dan menjadi shalat sunnah; berdasarkan riwayat Tirmidzi (219) dan Nasa¡¯i (858) dari Yazid bin Aswad berkata: ????????? ???? ?????????? ?????? ??????? ???????? ????????? ?????????? ??????????? ?????? ??????? ????????? ??? ???????? ????????? ???????? ????? ????????? ????????? ??????? ???? ???????????? ??? ??????? ???????? ???? ?????????? ??????? ???????:????????? ??????? ? ??????? ??????? ???????? ??????????????? ???????:????? ??????????? ???? ?????????? ??????? ?? ????????: ??? ??????? ???????? ?????? ?????? ???? ?????????? ??? ??????????? ?????:?????? ?????????? ????? ???????????? ??? ???????????? ????? ??????????? ???????? ?????????? ?????????? ????????? ?????????? ??????? ????????????????? ???????? ?? "???? ???????". ¡°Saya ikut hadir bersama Nabi ¨Cshallallahu ¡®alaihi wa sallam pada haji beliau, lalu saya shalat bersama beliau shalat subuh di masjid Khoif, saat beliau selesai shalat beliau beranjak dan ternyata ada dua orang laki-laki dari kaum yang lain tidak ikut shalat bersama beliau, maka beliau bersabda: ¡°Tolong panggilkan keduanya¡±, lalu keduanya pun dihadirkan dengan bergemetar lengannya, dan beliau bertanya: ¡°Apa yang menghalangi kalian untuk ikut shalat bersama kami ?¡±, keduanya menjawab: ¡°Wahai Rasulullah, sungguh kami telah mendirikan shalat dalam perjalanan¡±,? beliau menjawab: ¡°Jangan diulangi lagi, jika kalian sudah shalat dalam perjalanan lalu anda mendapati shalat berjama¡¯ah di masjid, maka shalatlah bersama mereka dan shalat tersebut menjadi sunnah bagi kalian¡±. (Telah ditashih oleh Albani dalam Shahih Tirmidzi) Kedua: Adapun puasa, maka tidak boleh berbuka kecuali terbenamnya matahari di tempat di mana ia berada pada saat terbenam, jika ia sudah sampai tujuan sementara matahai masih belum terbenam, maka haram baginya berbuka sampai terbenam, meskipun jedanya masih lama, berdasarkan firman Allah °Õ²¹¡¯²¹±ô²¹: ????? ????????? ?????????? ????? ?????????? ??????/187 ¡°Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam¡±. (QS. Al Baqarah: 187) Dan berdasarkan sabda Nabi ¨Cshallallahu ¡®alaihi wa sallam-: ????? ???????? ????????? ???? ??? ????? ?????????? ?????????? ???? ??? ????? ?????????? ????????? ?????? ???????? ??????????? ???? ??????? (1954)? ????? (1100( ¡°Jika malam sudah tiba dari sini dan siang sudah berlalu dari sini, dan matahari sudah terbenam, maka tiba waktunya berbuka puasa¡±. HR. Bukhori: 1954 dan Muslim: 1100) Dan atas dasar itulah, maka musafir tersebut jika sudah sampai Korea dan manusia masih berada dalam shalat dzuhur, dan ia ingin menyempurnakan puasanya, maka wajib baginya menunggu sampai terbenamnya matahari, dan terbenamnya matahari di? Nigeria tidak perlu dihiraukan. Dan jika ia mau,? ia bisa mengambil keringanan dengan membatalkan puasanya karena sebagai musafir, hal itu juga boleh. Apalagi waktu siang masih lama dengan perubahan mendadak ini, dan ia merasa kesulitan untuk meneruskan puasanya sampai malam di tempatnya yang baru, kemudian ia mengqadha¡¯ puasanya setelah Ramadhan dari hari yang telah ia batalkan puasanya.??? Syeik Ibnu Utsaimin ¨Crahimahullah- pernah ditanya: ¡°Ada seorang mahasiswa di salam satu kota di Amerika telah menceritakan pengalamannya bahwa ia terpaksa melakukan safar dari kotanya tempat ia belajar setelah fajar, dan sampai di kota tujuan setelah mahrib sesuai waktu setempat, namun ia telah mendapatkan dirinya melewati 18 jam dan puasanya belum selesai untuk hari itu, padahal pada hari biasa ia berpuasa selama 14 jam, maka apakah ia melanjutkan puasanya dengan tambahan 4 jam atau ia berbuka mengikuti berakhirnya waktu puasa di negara asal di mana ia bermukim sebelumnya, dan saat kembali terjadi sebaliknya, yaitu; berkurang waktu siang 3 jam menjadi 14 jam ????? Maka beliau menjawab: ¡°Hendaknya ia melanjutkan puasanya sampai terbenamnya matahari; karena Nabi ¨Cshallallahu ¡®alaihi wa sallam- bersabda: ??? ???? ????? ?? ???? ????? ??? ?????? ????? ?????? ?? ???? ????? ??? ?????? ????? ????? ? ??? ???? ??????? ¡°Jika malam sudah tiba dari arah sini dan beliau menunjuk ke arah timur dan siang sudah berlalu dari sini dan beliau menunjuk ke arah barat dan matahari sudah terbenam, maka sudah tiba waktu berbuka bagi orang yang berpuasa¡±. Maka ia wajib berada dalam puasanya sampai terbenam matahari, meskipun bertambah 4 jam. Yang serupa dengan ini di Kerajaan Saudi Arabia, jika seseorang melakukan safar dari kawasan timur setelah sahur menuju kawasan barat, maka ia akan menambah? sesuai dalam perbedaan itu. Selesai¡±. (Majmu¡¯ Fatawa Ibnu Utsaimin:? 19/322) DR. Abdullah As Sakakir berkata di dalam Nawazil As Shiyam: Pada masalah kedua: Orang yang berpuasa melakukan safar menuju ke arah barat? sesaat sebelum terbenamnya matahari di negaranya, maka baginya terbenamnya matahari menjadi terlambat, sebagaimana jika matahari terbenam di negaranya pada jam 18:00, dan 10 menit sebelum jam 18:00 ia naik pesawat melakukan safar ke arah barat, maka setiap ia berjalan pada jalur itu maka waktu siang akan menjadi panjang, matahari tidak terbenam di ufuk barat kecuali pada pukul 20:00, maka ia akan mendapatkan satu atau dua jam matahari masih terang benderang, maka apa yang kita katakan kepadanya ? ¡°Kami menjawab; tidak berbuka sampai terbenamnya matahari, sehingga meskipun bertambah 2, 4, 5 jam atau lebih, maka ia bisa memilih, bisa mengambil hukum sebagai musafir maka ia membatalkan puasanya karena ada keringanan, atau dia tetap menahan jika ia ingin melanjutkan puasanya; karena Al Qur¡¯an telah menjadikan buka puasa ada batasnya: ????? ????????? ?????????? ????? ?????????? ??????: 187? ¡°Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam¡±. (QS. Al Baqarah: 187) Dan Nabi ¨Cshallallahu ¡®alaihi wa sallam- bersabda: ??? ?????? ???????? ??? ?????? ??????? ??????? ??? ?????? ????????? ??????? ??? ?????? ??????? ¡°Jika malam sudah tiba dari arah sini, dan siang berakhir dari arah sini, dan matahari sudah terbenam, maka sudah tiba waktu berbuka bagi orang yang berpuasa¡±. Selama matahari belum terbenam, maka satu hari belum selesai bagi orang tersebut maka ia wajib terus menahan sampai terbenamnya matahari, atau ia mengambil rukhsah (keringanan) safar dengan membatalkan puasanya dan mengganti pada hari lain. Selesai¡±.? Dari situs:
Kesimpulan: - Bahwa orang yang telah masuk waktu baginya dan ia telah shalat, lalu ia sampai pada tujuannya dan waktunya sudah masuk atau belum masuk, maka ia tidak wajib mengulangi shalat yang telah ia lakukan; karena shalat itu tidak dilaksanakan dua kali dalam satu hari, maka kapan saja shalatnya sah, maka tidak wajib mengulanginya.
- Dan bahwa orang yang berpuasa tidak boleh berbuka sampai terbenamnya matahari, meskipun terbenamnya terlambat, jika ia menuju ke arah barat, dan tidak dianggap lagi terbenamnya negara asal yang ia tinggalkan, selama ia belum mengikuti terbenamnya matahari sebelum ia keluar safarnya.
Wallahu A¡¯lam
?
|
SEHAT DAN SEGAR DI BULAN RAMADHAN
SEHAT DAN SEGAR DI BULAN RAMADHAN, ADAB-ADAB TERHADAP AL-QURAN
Berlebih-lebihan dalam makanan dan minuman mengandung banyak keburukan. Diantaranya, setiap kali manusia menikmati kebaikan-kebaikan di dunia, maka bagiannya di akhirat akan berkurang. Rasulullah Shallallahu ¡®alaihi wa sallam bersabda:
????? ???????? ???????? ??????? ??? ?????????? ???????????? ?????? ?????? ????????????
¡°Sesungguhnya orang yang paling banyak kenyang di dunia, mereka adalah orang yang paling? lapar di hari kiamat¡±
Baca selengkapnya Sehat dan Segar Di Bulan Ramadhan
Puasa Untukku dan Aku yang Akan Membalasnya
Adab-Adab Terhadap Al-Qur¡¯an
? Video Pendek :: Setiap Muslim dan Muslimah Wajib Baca Al-Quran ::
:: Menuntut Ilmu Syar'i adalah Kunci Kebahagiaan Dunia dan Akhirat ::
:: Bersungguh-Sungguh Dalam Menuntut Ilmu, Berdakwah dan Berpegang Teguh dengan Manhaj Salaf ::
Tolong dibaca dan dengarkan sampai selesai, dan silahkan dishare. Mudah-mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan Allah Ta¡¯aala memberikan Hidayah Taufiq kepada kaum muslimin untuk memahami Agama yang benar dan beramal dengan Ikhlas karena Allah dan Ittiba¡¯ kepada Rasulullah Shollallahu ¡®alaihi wa sallam. Jazaakumullahu khairan.
|
Sengaja Menelan Kembali Isi Sendawa yang Sampai ke Mulut Membatalkan Puasa
Sengaja Menelan Kembali Isi Sendawa yang Sampai ke Mulut Membatalkan Puasa
PertanyaanSuatu ketika, saya bersendawa secara tidak sengaja pada pagi hari Ramadh?n, setelah azan Shubuh. Pada waktu sahurnya, saya minum susu. Yang menjadi masalah adalah bahwa saya merasakan ada sedikit air susu di ujung kerongkongan saya yang ikut keluar bersama sendawa itu, dan rasanya sampai ke mulut saya. Kemudian saya kembali menelan air liur secara tidak sengaja sebelum meludah. Apakah itu membatalkan puasa, dan apakah saya harus mengqadha puasa itu? Kejadian seperti ini saya alami kembali pada hari berikutnya, tetapi tidak ada yang sampai ke mulut, hanya ada rasa yang sampai ke tenggorokan paling bawah, tapi saya tidak berusaha meludah karena memang saya tidak bisa mengeluarkan apa-apa. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan. JawabanSegala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, beserta keluarga dan para shahabat beliau.?Amm? ba`d. Masuknya sesuatu ke dalam tenggorokan karena tidak sengaja, lupa, atau terpaksa tidaklah membatalkan puasa. Karena ´¡±ô±ô²¹³ó¡ªSubh?nahu wata`?l?¡ªtelah mengajarkan kita berdoa dalam firman-Nya (yang artinya):?"Wahai Rabb kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa akau tersalah."?[QS. Al-Baqarah: 286]. ´¡±ô±ô²¹³ó¡ªSubh?nahu wata`?l?¡ªjuga telah berfirman (yang artinya):?"Dan tidak ada dosa atas kalian terhadap apa yang kalian khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hati kalian."?[QS. Al-Ahz?b: 5] ¸é²¹²õ³Ü±ô³Ü±ô±ô²¹³ó¡ª ¡ªjuga telah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abb?s¡ª ,?"Sesungguhnya Allah menghapuskan dari umatku (dosa) perbuatan yang dilakukan karena kesalahan (tidak sengaja), lupa, dan karena paksaan."?[HR. Ibnu M?jah. Menurut Al-Alb?ni:?shah?h] Berarti puasa Anda?insy?all?h?tetap sah bila itu terjadi karena ketidaksengajaan. Tetapi apabila Anda sengaja menelan kembali sesuatu yang keluar dari kerongkongan Anda ke mulut Anda itu, padahal Anda bisa mengeluarkannya dari mulut Anda, maka Anda wajib mengqadha puasa hari itu. Sulaiman Al-Jamal Asy-Sy?fi`i berkata,?"Apabila orang yang sedang berpuasa mengalami sendawa sehingga keluar sesuatu dari kerongkongannya, hendaklah ia meludahkannya dan mencuci mulutnya, dan itu tidak membuat puasanya batal, walaupun terjadi berkali-kali." Wall?hu a`lam.
?
|
Dilewati Orang, Mengurangi Pahala Shalat
Dilewati Orang, Mengurangi Pahala Shalat
Benarkah jika dilewati orang, shalat kita pahalanya berkurang? Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ¡®ala Rasulillah, wa ba¡¯du, Nabi?shallallahu ¡®alaihi wa sallam?menekankan agar orang yang shalat, berusaha semaksimal mungkin tidak melupakan penggunaan sutrah dan berusaha mendekat ke sutrah. Anggap sutrah itu ibarat sabuk pengaman bagi orang shalat. Dalam hadis dari sahabat Sahl bin Abi Hatsmah al-Anshari radhiyallahu ¡®anhu, Nabi?shallallahu ¡®alaihi wa sallam?bersabda, ????? ?????? ?????????? ????? ???????? ?????????? ??????? ? ??? ???????? ???????????? ???????? ????????? Apabila kalian shalat ke arah sutrah, mendekatlah ke sutrah. Jangan sampai setan memutus shalatnya.?(HR. Abu Daud 695 dan dishahihkan an-Nawawi dalam al-Majmu¡¯ 3/255). Makna ¡°jangan sampai setan memutus shalatnya¡± dijelaskan Adzim Abadi, Jangan memberi kesempatan setan untuk hadir dan membisikkan was-was, dan menggangg shalatnya. Lalu beliau mengatakan, ??????? ??? ?? ?????? ???? ??????? ??????? ??? ?????? ? ?????? ?? ???? ???????? ? ??? ?????? ? ?? ???? Dari hadis ini bisa diambil pelajaran bahwa sutrah akan menghalangi setan untuk mengganggu orang yang shalat, dan mudah untuk membisikkan was-was di hati. Baik secara keseluruhan maupun sebagian. (Aunul Ma¡¯bud, 2/275). Karena itulah, Nabi shallallahu ¡®alaihi wa sallam juga mengajarkan, selama shalat agar memasang sutrah dan menghalangi setiap orang yang lewat di depannya. Jika tetap nekat lewat, tolak dengan keras karena dia bersama setan. Beliau bersabda, ????? ????? ?????????? ???????? ????? ?????? ??????? ??????? ?????? ???????? ?????? ????? ??????????????? ??????? ?????? ?????????? Apabila kalian sedang shalat maka jangan biarkan siapapun lewat di depannya. Jika dia tidak bersedia, tolak dengan keras. Karena hakekatnya dia sedang bersama setan.?(HR. Bukhari 3274 & Muslim 1158) Apakah jika ada orang yang lewat di depan kita bisa membahayakan shalat kita? Jika yang lewat di depan itu adalah anjing hitam, keledai, dan wanita yang sudah baligh, maka ini bisa membatalkan shalat. Dari Ibnu Abbas?radhiyallahu ¡®anhuma, Nabi?shallallahu ¡®alaihi wa sallam?bersabda, ???????? ?????????? ????????? ?????????? ????????????? ?????????? Yang bisa membatalkan shalat, anjing hitam, dan wanita yanng sudah baligh. (HR. Ibn Majah 1002, Ibnu Abi Syaibah 2919 dan dishahihkan al-Albani). Apakah ini berlaku untuk semua yang lewat? Ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas¡¯ud?radhiyallahu ¡®anhu,?bahwa beliau mengatakan, ??? ???? ??? ?? ??? ??? ???? ???? ???? ??? ???? ???? ???? ??? ????? Apabila ada orang yang lewat di depanmu dan kamu sedang shalat, jangan biarkan dia. Karena ini bisa mengulangi setengah shalatmu. (HR. Abdurrazaq dalam Mushannaf 2342). Karena itu, dalam kondisi shalat, jangan biarkan siapapun lewat di depan anda. Termasuk anak kecil, kita ajarkan agar tidak lewat di depan orang yang shalat. Allahu a¡¯lam. Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits?(Dewan Pembina?Konsultasisyariah.com)
Referensi:?
|
Hukum Wasiat Seorang Muslim Kepada Orang Kafir
HUKUM WASIAT SEORANG MUSLIM KEPADA ORANG KAFIR DAN ORANG KAFIR KEPADA SEORANG MUSLIM
Pertanyaan
Apa hukum wasiat seorang muslim kepada orang kafir dengan memberikan kepadanya kurang dari sepertiga dari hartanya dan bagaimana pula jika sebaliknya. Apakah boleh seorang muslim menerima harta dari orang kafir bila dia berwasiat demikian.?
Jawaban
Alhamdulillah.
Para fuqoha kaum muslimin dari kalangan Hanafiah dan Hanabilah serta kebanyakan Syafi¡¯iyah telah sepakat tentang sahnya wasiat dari seorang muslim kepada kafir dzimmy atau dari kafir dzimmy kepada seorang muslim dengan syarat wasiat syar¡¯iyyah. Mereka berhujjah dengan firman Allah:
??? ??????????? ??????? ???? ?????????? ???? ??????????????? ??? ????????? ?????? ?????????????? ????? ??????????? ???? ????????????? ?????????????? ??????????? ????? ??????? ??????? ???????????????
¡°Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam urusan ad dien (agama) dan tidak mengusir kamu dari negeri-negeri kamu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.¡± [Al-Mumtahanah/60:8].
Karena kekufuran tidak menghapuskan hak memiliki sebagaimana boleh pula seorang kafir berjual beli dan hibah, demikian pula wasiatnya.
Sebagian ulama Syafi¡¯iyah berpendapat bahwa hanya sah kepada sorang dzimmy bila ditentukan orangnya seperti kalau dia mengatakan: ¡°Saya berwasiat untuk si Fulan.¡± Tapi kalau dia mengatakan: ¡°Saya berwasiat untuk Yahudi atau Nashara¡±, maka tidaklah sah karena dia telah menjadikan kekafiran sebagai pembawa wasiat.
Adapun Malikiyah maka mereka menyetujui orang-orang yang menyatakan sahnya wasiat seorang dzimmy kepada orang muslim. Adapun wasiat seorang muslim kepada seorang dzimmy maka Ibnul Qosim dan Asyhab berpendapat boleh apabila dalam rangka silaturahim karena termasuk kerabat kalau bukan maka hukumnya makruh karena tidak akan berwasiat kepada orang kafir dengan membiarkan orang muslim kecuali seorang muslim yang sakit imannya. [Al-Maushu¡¯ah Al-Fiqhiyah 2/312]
Zaman sekarang ini amat disayangkan kita melihat sebagian kaum muslimin khususnya yang tinggal di negeri kafir mewasiatkan hartanya dengan jumlah yang banyak kepada lembaga-lembaga Nasrani atau Yahudi atau lembaga kafir yang lainnya dengan alasan bahwa mereka adalah lembaga-lembaga sosial atau pendidikan, atau kemanusiaan atau sejenisnya yang tidak bisa dimanfaatkan oleh kaum muslimin dan tidak ada yang bisa memanfaatkan harta tersebut kecuali orang-orang kafir dan membiarkan saudara-saudara mereka sesama muslim yang teraniaya, terlantar serta kelaparan di dunia tanpa bantuan dan pertolongan. Ini adalah merupakan kelemahan iman dan termasuk tanda-tanda terkikisnya iman juga merupakan bukti loyalnya kepada orang-orang kafir serta masyarakatnya yang kafir serta wujud rasa kagum kepada mereka.
Kita mohon keselamatan dan kesehatan kepada Allah dan semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ¡®Alaihi wa sallam .
Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid
Disalin dari islamqa
Referensi : ?
|
Amalan Manakah Yang Lebih Utama Pada Bulan Ramadhan, Membaca Al-Qur¡¯an Ataukah Mengerjakan Shalat-Shalat Sunnat?
Amalan Manakah Yang Lebih Utama Pada Bulan Ramadhan, Membaca Al-Qur¡¯an Ataukah Mengerjakan Shalat-Shalat Sunnat?
Pertanyaan:
Amalan manakah yang lebih utama pada bulan Ramadhan, membaca Al-Qur'an ataukah mengerjakan shalat-shalat sunnat? Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya. , petunjuk Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam pada bulan Ramadhan adalah memperbanyak jenis-jenis ibadah. Malaikat Jibril selalu mendatangi Rasulullah pada malam hari bulan Ramadhan untuk membacakan Al-Qur'an kepada beliau. Dan beliau lebih cepat berbuat kebaikan daripada angin berhembus apabila Malaikat Jibril datang menemui beliau. Beliau adalah seorang yang sangat dermawan terutama pada bulan Ramadhan. Pada bulan Ramadhan beliau memperbanyak shadaqah, amal kebaikan, tilawah Al-Qur'an, shalat, dzikir dan i'tikaf. Itulah petunjuk Nabi di bulan Ramadhan yang mulia ini. Adapun mengenai perbandingan keutamaan antara tilawah Al-Qur'an dan shalat sunnat, maka hal itu bergantung kepada situasi dan kondisi orang yang melakukannya. Dan perhitungan masalah tersebut kembali kepada Allah Azza Wajalla, sebab Dia-lah yang meliputi segala sesuatu. (Silakan lihat buku Al-Jawabus Shahih min Ahkami Shalatil Lail wat Tarawih karangan Syaikh Abdul Aziz bin Baz hal 45). Boleh jadi sebuah amalan menjadi lebih utama bagi seseorang sementara bagi orang lain amalan lain pula yang lebih utama baginya. Semua itu bergantung kepada bisa tidaknya amalan itu mendekatkan diri pelakunya kepada Allah Azza Wajalla. Bagi sebagian orang shalat-shalat sunnat lebih memberikan pengaruh baginya dan membuatnya lebih khusyu' hingga lebih mendekatkan dirinya kepada Allah, dibanding dengan amala-amal lainnya. Maka shalat sunnat adalah amalan yang paling ideal bagi dirinya.
Refrensi:? Syekh Muhammad Sholeh Al-Munajid
?
|
UMRAH RAMADHAM MEMYAMAI PAHALA HAJI
UMRAH RAMADHAM MEMYAMAI PAHALA HAJI, KEISTIMEWAAN AIR ZAM-ZAM
Siapa yang umrah di bulan Ramadan, maka dia akan meraih seukuran pahala ibadah haji, hanya saja perbuatan ibadah haji memiliki keutamaan-keutamaan, keistimewaan-keistimewaan dan kedudukan yang tidak terdapat dalam umrah, berupa doa di Arafah, melontar jumrah, menyembelih kurban dan lainnya. Keduanya, meskipun sama kadar pahalanya dari sisi kualitas, maksudnya jumlahnya, akan tetapi tidak sama dari sisi kualitasnya.
Baca selengkapnya Umrah Ramadhan Sama Dengan Haji
Sekilas Sejarah Masjidil Haram
Keistimewaan dan Kemuliaan Masjid Nabawi
Keistimewaan dan Keutamaan Air Zam-Zam
? Video Pendek :: Sikap yg Benar Menghadapi Cobaan Kefakiran dan Kemiskinan ::
:: Apabila Allah Mencintai Suatu Kaum Maka Allah Pasti Akan Mengujinya ::
:: Al-Quran Kitab yang Barokah, Barokah Ketika Membacanya, Mendengarnya, Memahaminya dan Mengenalkannya::
Tolong dibaca dan dengarkan sampai selesai, dan silahkan dishare. Mudah-mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan Allah Ta¡¯aala memberikan Hidayah Taufiq kepada kaum muslimin untuk memahami Agama yang benar dan beramal dengan Ikhlas karena Allah dan Ittiba¡¯ kepada Rasulullah Shollallahu ¡®alaihi wa sallam. Jazaakumullahu khairan.
|
Hukum Kaos Bergambar Tengkorak
Hukum Kaos Bergambar Tengkorak
Ustadz, apa hukumnya memakai baju bergambar tengkorak, gambar hantu, iblis? Hamba Allah
Jawaban: Bismillah was shalatu was salamu ¡®ala rasulillah, amma ba¡¯du, Pertama, Allah menurunkan nikmat pakaian dengan dua fungsi, sebagai penutup aurat dan sebagai hiasan, ??? ????? ????? ???? ??????????? ?????????? ???????? ???????? ??????????? ???????? Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. (QS. Al-A¡¯raf: 26) Gambar tengkorak adalah gambar menakutkan, yang jauh dari karakter hiasan. Karena itu, adanya gambar tengkorak di baju, tidak sesuai dengan tujuan Allah menurunkan pakain bagi Bani Adam. Terkecuali jika tabiat orang ini telah terjungking, sehingga sesuatu yang menakutkan justru menjadi perhiasan baginya. Kedua, Allah mengajarkan kepada kita untuk berlindung dari setan. ?????? ????? ??????? ???? ???? ????????? ?????????????. ????????? ???? ????? ???? ??????????? Katakanlah: ¡°Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.¡± (QS. Al-Mukminun: 97 ¨C 98) Seperti yang kita tahu, gambar jin, iblis, tengkorak, hantu, dst.. adalah lambang ¡¯setan¡¯. Sementara memajang gambar sesuatu di kaos atau di baju, termasuk bentuk membanggakan apa yang tertera di gambar itu. Jika Allah perintahkan kita untuk berlindung dari setan, akankah kita justru memajang gambarnya? Ketiga, Islam mengajarkan kita agar pakaian yang kita gunakan itu sederhana, sehingga tidak mengundang perhatian orang lain. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ¡®anhuma, Rasulullah shallallahu ¡®alaihi wa sallam bersabda, ???? ?????? ?????? ???????? ?????????? ??????? ?????? ???????????? ?????? ????????? Siapa yang memakai pakaian syuhrah, maka kelak di hari kiamat Allah akan memberinya pakaian kehinaan. (HR. Ibnu Majah 3606 dan dishahihkan al-Albani). Yang dimaksud pakaian syuhrah adalah pakaian yang sangat tidak dikenal masyarakat, sehingga menimbulkan perhatian banyak orang. Baju bergambar tengkorak, jelas mengundang perhatian, sehingga bertentangan dengan hadis di atas. Keempat, islam mengajarkan agar dalam berpakaian atau kegiatan apapun, agar kita tidak meniru ciri khas orang kafir atau orang yang tidak baik. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ¡®anhuma, Rasulullah shallallahu ¡®alaihi wa sallam bersabda, ???? ????????? ???????? ?????? ???????? ¡°Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia bagian dari kaum itu.¡± (HR. Ahmad 5115, Abu Daud 4031 dan dishahihkan al-Albani). Seperti yang kita tahu, umumnya yang menggunakan pakaian dengan gambar tengkorak, iblis, setan, dst. adalah mereka yang jarang wudhu, jarang shalat, pecandu musik underground, preman, anak pank yang tidak tahu jalan pulang, dst. Bahkan semacam ini telah menjadi ciri khas mereka. Sebagai orang mukmin yang baik, tentu kita sangat tidak ingin disamakan dengan mereka. Sementara hadis di atas menyatakan orang yang meniru ciri khas sekelompok orang tertentu, dia dianggap bagian dari kelompok itu. Kelima, Mengingat berbagai pertimbangan di atas, tidak selayaknya seorang muslim menggunakan pakaian bergambar tengkorak, gambar hantu, iblis, atau gambar jorok. Khusus untuk kaos bergambar tengkorak, ini pernah ditanyakan kepada Dr. Ahmad al-Hajji ¨C anggota lembaga fatwa Kuwait -. Jawaban beliau sangat ringkas, ??? ????? ?????? ????.?????? ????? ????. Tidak selayaknya bagi seorang muslim memakainya. Allah a¡¯lam. Sumber:? Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits?(Dewan Pembina?Konsultasisyariah.com)
Referensi:?
|
Kapankah Disyari¡¯atkan Berwasiat?
KAPANKAH DISYARI¡¯ATKAN BERWASIAT?
Pertanyaan.
Kapankah berwasiat itu disyari¡¯atkan? Apakah ada batasannya?
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjawab[1]:
Wasiat itu disyari¡¯atkan setiap saat. Ketika seseorang memiliki sesuatu yang hendak diwasiatkan, maka hendaknya dia segera memberikan wasiat. Ini berdasarkan hadits Ras?lull?h Shallallahu ¡®alaihi wa sallam :
??? ????? ??????? ???????? ???? ?????? ?????? ????? ??????? ???????????? ?????? ????????????? ??????????? ????????
Tidak selayaknya seorang Muslim yang memiliki sesuatu untuk diwasiatkan untuk tidur selama dua malam kecuali wasiatnya sudah tertulis disisinya [HR. Al-Bukh?ri dan Muslim]
Hadits menunjukkan bahwa disyari¡¯atkan untuk bergegas atau segera memberikan wasiat, jika memang ada sesuatu yang perlu diwasiatkan.
Batas maksimal harta yang boleh diwasiatkan adalah sepertiganya.[2] Jika dia mewasiatkan ? atau 1/5 hartanya atau kurang dari itu, maka tidak apa-apa. Ini berdasarkan sabda Ras?lull?h Shallallahu ¡®alaihi wa sallam :
??????????? ??????????? ???????
Sepertiga dan sepertiga itu sudah banyak [HR. Al-Bukh?ri, no. 2742]
???? ????? ???????? ?????? ??????? ????????? ????? ???? ????? ???????? ????? ????????? ??????? ??????? ??????? ?????? ??????? ???????? ????????? ????? ????????? ??????????? ??????? ???? ???????
¡°Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma mengatakan, Seandainya umat manusia mengurangi harta yang diwasiatkan dari sepertiga ke seperempat, karena Ras?lull?h Shallallahu ¡®alaihi wa sallam bersabda bahwa (terbanyak) sepertiga dan sepertiga itupun sudah banyak.¡± [HR. Al-Bukh?ri, no. 2743]
Abu Bakr ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu berwasiat dengan seperlima hartanya. Jika seseorang berwasiat dengan seperempat atau seperlima hartanya, maka itu lebih baik, apalagi jika hartanya banyak. Namun jika dia berwasiat dengan sepertiga hartanya, maka itu tidak apa-apa.
Wallahu a¡¯lam
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XXI/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo ¨C Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______
Footnote
[1] Lihat Fat?w? N?r alad Darbi, 19/410 [2] Ini jika sesuatu yang diwasiatkan itu berupa harta
Referensi : ?
|
Doa orang yang berpuasa, apakah ada hubungannya dengan awal waktu berbuka, ataukah dengan berbuka itu sendiri, meskipun tertunda ?
Doa orang yang berpuasa, apakah ada hubungannya dengan awal waktu berbuka, ataukah dengan berbuka itu sendiri, meskipun tertunda ?
Pertanyaan:? Rasulullah shallallahu ¡®alaihi wasallam bersabda: ¡°"Ada tiga orang yang tidak akan ditolak do'anya,¡, orang yang berpuasa hingga berbuka). Apakah berakhir batasan waktu yang ditentukan Nabi shallallahu ¡®alaihi wasallam dengan masuknya waktu maghrib, atau apakah ia berakhir saat orang yang berpuasa berbuka puasa walaupun tertunda sampai setelah selesai adzan ? Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya. Pertama: dari [Abu Hurairah] ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ?????????? ??? ??????? ????????????: ?????????? ??????????? ???????????? ?????? ????????? ?????????? ???????????? ???????? ????? ??????????? ?????????? ????? ????????? ?????????????? ????????? ???????? ????? ???????: ?????????? ??????????????? ?????? ?????? ????? ???? ???? ?? "??????" (13 / 410)? ???????? (3598)? ???? ???? (1752). "Ada tiga orang yang tidak akan ditolak do'anya; imam yang adil, orang yang berpuasa hingga berbuka dan do'a orang yang teraniaya. Allah akan mengangkatnya di bawah naungan awan pada hari kiamat, pintu-pintu langit akan dibukakan untuknya seraya berfirman: "Demi keagungan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu meski setelah beberapa saat. " diriwayatkan oleh Ahmad dalam ¡°al-musnad¡± (13/410), dan Tirmidzi (3598), dan Ibnu Majah (1752). At-Tirmidzi berkata: ¡°ini adalah hadis hasan¡±, dan di golongkan hasan oleh al-hafidz Ibnu Hajar seperti dalam ¡°al-futuhat ar-rabbaniyah¡± oleh Ibnu ¡®Alan (4/338), dan digolongkan sahih oleh para peneliti al-musnad dengan pendukung kuat lainnya. Dan diriwayatkan oleh Ibnu hibban seperti dalam ¡°al-Ihsan¡± (8/214), beliau mengklasifikasinya dalam bab tersendiri yang disebutkan ¡°harapan dikabulkannya doa orang yang berpuasa pada saat berbuka¡±, akhir kutipan. Dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1753), dari Abdillah bin ¡®Amr bin ¡®Ash berkata: Rasulullah shallallahu ¡®alaihi wasallam bersabda: "Sungguh orang yang berpuasa mempunyai do`a yang dikabulkan dan tidak akan ditolak tatkala berbuka puasa¡±. Dan menurut para peneliti hadis sanadnya hasan. ¡°akhir kutipan¡±. Untuk keterangan lebih lanjut, lihat jawaban soal no. () Kedua: Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud dari hadis-hadis ini adalah berbuka dilihat dari perspektif waktu masuk berbuka puasa (hukmi) yaitu terbenamnya matahari. Dan ada juga kemungkinan bahwa yang dimaksud disini adalah berbuka dalam makna sesungguhnya (hakiki), yaitu dengan makan atau minum, bahkan ketika itu dilakukan beberapa saat sesudah terbenamnya matahari. Dan pandangan yang kedua ini nampaknya lebih kuat. Al-Kamal al-Dumairi rahimahullah berkata: dalam riwayat (Ibnu Majah) (1753) dari Ibnu Amr bin ¡®Ash radhiyallahu ¡®anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ¡®alaihi wasallam bersabda: (dikabulkan doa orang yang berpuasa saat berbuka), dan Ibnu Umar radhiyallahu ¡®anhu pada saat berbuka mengucapkan: ?????? ??? ????? ?????? ?????? ???? ????? ?? ??? ????? ?????? ?? ???? ??????? ???? ?? (ya Allah; Telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah serta pahala tetap, insyaallah . Ya Allah, Engkau yang Maha memiliki ampunan yang luas, maka ampunilah dosaku)¡±. Dapat difahami dari doa tersebut, bahwa ia mengucapkannya setelah berbuka, dan ini cukup jelas. akhir kutipan dari ¡°an-najm al-wahaj fi syarh al-manhaj¡± (3/325). Ibnu ¡®alan rahimahullah berkata: (bab apa yang diucapkan saat berbuka), ia mengatakan dalam al-khadim: demikian pernyataan as-Syafi¡¯i dalam Harmala yang menganjurkan ucapan doa tersebut saat berbuka puasa, dan tidak menjelaskan apakah itu sebelum berbuka puasa, maka dilihat dari lafadz yang digunakan terlihat lebih jelas. Dan ucapanya: (?????) (aku telah berbuka) boleh dimaknai dengan berbuka dilihat dari perspektif waktunya, yaitu masuknya waktu berbuka, dan ini semua memungkinkan. Namun makna yang lebih kuat: adalah sesudah berbuka atau sebelumnya. Dan semuanya sama-sama mengerjakan amalan yang dianjurkan. Saya mengatakan: yang jelas adalah do¡¯a setelah berbuka puasa. Kemudian beliau menyebutkan yang disebutkan didalam aslinya. Akhir kutipan dari ¡°al-futuhat ar-rabbaniyah ala al-adzkar an-nabawiyah¡± (4/339) Kesimpulan: Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk berdoa, baik pada saat ia menyegerakan berbuka atau mengakhirkannya, baik ia berdoa setelah masuk waktu berbuka, sebelum ia benar-benar membatalkan puasanya, atau pada saat berbuka, atau setelahnya; perkara ini adalah perkara yang sangat terbuka insyaAllah. Akan tetapi perlu memperhatikan adanya Sunnah menyegerakan berbuka puasa, sebagaimana dijelaskan dalam jawaban soal no. (). Wallahu a¡¯lam.
?
|
Fatwa Ulama: Berbeda Waktu Karena Naik Pesawat, Bagaimana Cara Berbukanya?
Fatwa Ulama: Berbeda Waktu Karena Naik Pesawat, Bagaimana Cara Berbukanya?
Dengan pesawat yang memiliki kecepatan tinggi, maka kita bisa sampai ke tempat tujuan lebih cepat atau lebih lama dari waktu di tempat kira berangkat. Terjadi perbedaan yang jauh, misalnya kita berangkat ke daerah yang lebih cepat 2 jam, kita berangkat jam 2 siang dengan lama perjalanan 2 jam, maka kita sampai di tujuan sudah jam 6 sore dan sudah dekat waktu berbuka. Begitu juga jika lebih lambat 2 jam, ia berangkat naik pesawat jam 4 dengan lama perjalanan 2 jam, maka ia sampai di tempat tujuan masih jam 4. Apakah kita harus ikut berbuka bersama penduduk di tempat tersebut atau kita menghitung lama puasa dari tempat awalnya? Berikut jawaban?Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Wal Ifta¡¯?mengenai hal ini: Ulama semuanya bersepakat (ijma¡¯) bahwa puasa itu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya. Sebagaimana firman Allah?°Õ²¹¡¯²¹±ô²¹, ???????? ??????????? ?????? ??????????? ?????? ????????? ??????????? ???? ????????? ??????????? ???? ????????? ????? ????????? ?????????? ????? ????????? ¡°dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam hari (terbenam)¡± (QS. Al-Baqarah: 187) Kemudian Sabda Rasulullah?shallallahu ¡®alaihi wa sallam, ??? ???? ????? ?? ?? ??? ????? ?????? ?? ?? ??? ????? ????? ??? ???? ?????? ¡°Jika telah datang malam dari sini kemudian siang telah berlalu dan matahari sudah tenggelam, maka (ini waktu) orang berpuasa berbuka.¡± Dan bagi setiap orang yang berpuasa berlaku hukum di tempat ia berada. Baik itu di puncak tertinggi bumi atau di atas pesawat di udara (berarti ia ikut berbuka bersama penduduk di tempat itu). Oleh karena itu bagi yang berbuka di pesawat pada waktu di negeri asalnya dan ia tahu bahwa matahari belum tenggelam, maka puasanya rusak karena ia berbuka sebelum tenggelamnya matahari berdasarkan waktu asalnya. Maka ia wajib mengqadha puasanya. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah?no. 1402) ¡ª Penerjemah: Raehanul Bahrain. Sumber:?
|
HIBAH (PEMBERIAN/HADIAH)
Oleh Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Definisi Hibah
Hibah yaitu seseorang memberikan kepemilikan hartanya kepada orang lain di saat hidup tanpa imbalan.
Anjurannya
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam, beliau bersabda:
??? ??????? ?????????????? ??? ??????????? ??????? ???????????? ?????? ???????? ?????.
¡°Wahai kaum muslimah, janganlah sekali-kali seorang wanita meremehkan pemberian tetangganya walaupun hanya ujung kaki kambing.¡± [1]
Darinya pula bahwa Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam bersabda:
????????? ??????????.
¡°Saling memberi hadiahlah, niscaya kalian akan saling mencintai.¡±[2]
Menerima Hibah Walaupun Sedikit
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam, beliau bersabda:
???? ??????? ????? ??????? ???? ??????? ????????? ?????? ???????? ??????? ??????? ???? ??????? ??????????.
¡°Kalau aku diundang untuk makan dziraa¡¯ atau kuraa¡¯[3] niscaya aku akan datang, dan kalau aku diberi hadiah dziraa¡¯ atau kuraa¡¯ niscaya aku akan terima.¡±[4]
Hadiah Yang Tidak Boleh Ditolak
Dari ¡®Azrah bin Tsabit al-Anshari, ia berkata, ¡°Telah bercerita kepadaku Tsumamah bin ¡®Abdillah, ia berkata, ¡®Aku masuk menemuinya, ia lalu memberiku minyak wangi dan berkata, ¡®Anas Radhiyallahu ¡®anhu tidak menolak minyak wangi.¡¯ Ia berkata, ¡®Anas baranggapan bahwa Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam dahulu tidak pernah menolak minyak wangi.¡¯¡±[5]
Dari Ibnu ¡®Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, ¡°Rasulullah Shallallahu ¡®alaihi wa sallam bersabda:
??????? ??? ??????? ???????????? ??????????? ???????????.
¡°Tiga hal yang tidak boleh ditolak; (1) bantal, (2) minyak rambut dan (3) susu.¡¯¡±[6]
Membalas Hadiah
Dari ¡®Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata:
????? ?????????? ?????? ??????? ???????? ????????? ????? ???????? ???????????? ?????????? ?????????.
¡°Rasulullah Shallallahu ¡®alaihi wa sallam menerima hadiah dan beliau membalasnya.¡±[7]
Siapa Yang Paling Utama Mendapatkan Hadiah?
Dari ¡®Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, ¡°Aku berkata kepada Rasulullah, ¡®Sesungguhnya aku memiliki dua orang tetangga, kepada siapakah aku akan memberi hadiah?¡¯ Beliau menjawab,
????? ????????????? ?????? ??????.
¡°Kepada orang yang paling dekat pintunya denganmu.¡¯¡±[8]
Dari Kuraib, maula Ibnu ¡®Abbas, bahwa Maimunah binti al-Harits Radhiyallahu anhuma (isteri Rasulullah Shallallahu ¡®alaihi wa sallam) memberitahukan kepadanya bahwa ia memerdekakan budaknya dan belum izin kepada Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam, maka tatkala datang hari gilirannya, ia berkata, ¡°Wahai Rasulullah apakah engkau merasa bahwa aku telah memerdekakan budakku?¡± Beliau menjawab, ¡°Apakah engkau telah melakukannya?¡± Ia berkata, ¡°Ya.¡± Beliau bersabda:
????? ??????? ???? ????????????? ??????????? ????? ???????? ??????????.
¡°Seandainya engkau memberikannya kepada bibi-bibimu, maka itu lebih besar pahalanya untukmu.¡±[9]
Haram Melebihkan Pemberian Kepada Sebagian Anak Saja
Dari an-Nu¡¯man bin Basyir, ia berkata, ¡°Ayahku bersedekah kepadaku dengan sebagian hartanya. Maka ibuku, (yaitu) ¡®Amrah binti Rawahah berkata, ¡®Aku tidak ridha hingga engkau mempersaksikannya kepada Rasulullah Shallallahu ¡®alaihi wa sallam.¡¯ Maka, ayahku berangkat menemui Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam untuk mempersaksikannya atas sedekahku. Lalu Rasulullah Shallallahu ¡®alaihi wa sallam berkata kepadanya, ¡®Apakah engkau melakukan ini kepada seluruh anak-anakmu?¡¯ Ia menjawab, ¡®Tidak.¡¯ Beliau bersabda:
????????? ????? ??????????? ??? ?????????????.
¡°Bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah kepada anak-anakmu.¡±
Lalu Ayahku pulang dan mengembalikan sedekah tersebut.¡±
Dan dalam suatu riwayat, beliau Shallallahu ¡®alaihi wa sallam bersabda:
????? ??????????? ?????? ???????? ??? ???????? ????? ??????.
¡°Kalau demikian maka janganlah engkau mempersaksikanku, sesungguhnya aku tidak bersaksi atas kezhaliman¡±
Dan dalam suatu riwayat: ¡°Kemudian beliau Shallallahu ¡®alaihi wa sallam bersabda, ¡®Tidakkah menggembirakanmu, jika mereka sama dalam berbuat kebaikan kepadamu?¡¯ Ia menjawab, ¡®Ya.¡¯ Beliau bersabda, ¡®Kalau begitu, maka jangan engkau lakukan.¡¯¡±[10]
Tidak Halal Bagi Siapapun Untuk Meminta Kembali Pemberiannya Tidak Pula Membelinya
Dari Ibnu ¡®Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata, ¡°Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam bersabda:
?????? ????? ?????? ????????? ??????? ??????? ??? ???????? ??????????? ???????? ??? ????????.
¡°Kami tidak memiliki permisalan yang keji, orang yang meminta kembali hibahnya bagaikan anjing yang menelan kembali muntahnya.¡¯¡±[11]
Dari Zaid bin Aslam dari ayahnya, aku mendengar ¡®Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata, ¡°Aku menyedekahkan seekor kuda (untuk jihad) fii sabilillah, namun pemiliknya telah menelantarkannya, sehingga aku ingin membeli kembali darinya, aku mengira ia akan menjualnya dengan harga yang murah. Kemudian aku bertanya tentang hal tersebut kepada Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam, beliau bersabda:
?????????? ?????? ??????????? ?????????? ??????? ??????? ?????????? ??? ?????????? ??????????? ??????? ??? ????????.
¡°Janganlah engkau membelinya, walaupun ia memberikannya kepadamu dengan harga satu dirham, sesungguhnya orang yang mengambil kembali shadaqohnya bagaikan anjing yang memakan kembali muntahnya.¡¯¡± [12]
Dikecualikan dari (Hukum) Itu Adalah Seorang Ayah (Ia Boleh Mengambil Kembali) Apa yang Ia Berikan Kepada Anaknya
Dari Ibnu ¡®Umar dan Ibnu ¡®Abbas Radhiyallahu anhum, keduanya merafa¡¯-kan hadits tersebut, beliau Shallallahu ¡®alaihi wa sallam bersabda:
??? ??????? ?????????? ???? ???????? ????????? ????? ???????? ?????? ?????? ?????????? ?????? ??????? ????????.
¡°Tidak halal bagi seseorang memberikan suatu pemberian kemudian ia memintanya kembali kecuali ayah pada apa yang ia berikan kepada anaknya (maka boleh diminta kembali).¡±[13]
Apabila Orang Yang Diberi Hadiah Mengembalikan Hadiah, Maka Tidak Mengapa Bagi Pemberi untuk Menerimanya
Dari ¡®Aisyah, bahwa Nabi Shalllallahu ¡®alaihi wa sallam shalat mengenakan khamishah[14] yang bergaris-garis, lalu beliau memandang kepada garis-garisnya sepintas. Maka, tatkala beliau selesai dari shalatnya, beliau bersabda:
????????? ???????????? ?????? ????? ????? ?????? ?????????? ?????????????????? ????? ?????? ?????????? ??????????? ?????? ???? ????????.
¡°Bawalah khamishahku ini kepada Abu Jahm dan bawalah untukku anbijaaniyahnya Abu Jahm, sesungguhnya khamishah ini telah melalaikan aku dari shalatku.¡±[15]
Dari ash-Sha¡¯b bin Jutstsamah al-Laitsi -ia termasuk Sahabat Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam-, bahwa ia pernah memberi hadiah kepada Rasulullah Shallallahu ¡®alaihi wa sallam berupa keledai liar saat beliau berada di Abwa -atau di Waddan- dan beliau sedang ihram, maka beliau pun menolaknya. Sha¡¯b berkata, ¡°Tatkala beliau melihat perubahan raut wajahku karena penolakannya terhadap hadiahku. Beliau bersabda:
?????? ????? ????? ???????? ?????????? ??????.
¡°Kami tidak menolak (karena ada sesuatu) atas dirimu, akan tetapi (karena) kami sedang dalam keadaan ihram.¡¯¡±[16]
Orang Yang Menyedekahkan Sesuatu Kemudian Ia Mewarisinya
Dari ¡®Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, ia berkata, ¡°Seorang wanita datang kepada Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam lalu berkata, ¡®Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menyedekahkan seorang budak wanita kepada ibuku, dan ia (ibuku) telah wafat.¡¯ Lalu beliau bersabda:
??????? ????? ??????? ???????? ?????????.
¡°Semoga Allah memberimu pahala dan Allah mengembalikan warisan kepadamu¡±[17]
Hadiah Bagi Para Pekerja Adalah Ghulul (Pengkhianatan)
Dari Abu Humaid as-Sa¡¯idi Radhiyallahu anhu, ia berkata, ¡°Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam mempekerjakan seseorang dari (bani) al-Azd yang bernama Ibnul Lut-iyah untuk (mengambil) zakat, tatkala datang ia berkata, ¡°Ini untuk kalian dan ini hadiah untukku.¡± Nabi Shallallahu ¡®alaihi wa sallam lantas berdiri di atas mimbar, beliau mengucapkan hamdalah dan memuji-Nya kemudian bersabda:
??? ????? ?????????? ?????????? ????????? ???????? ???? ???? ?????? ??? ???????? ?????? ??? ?????? ??????? ????????? ?????????? ????????? ???? ???? ???? ????????? ??????? ???????? ??? ??????? ???????? ?????? ????? ???? ?????? ???????????? ?????????? ????? ?????????? ???? ????? ???????? ???? ??????? ???? ???????? ????? ??????? ???? ????? ????????.
¡°Apakah gerangan yang terjadi pada seorang ¡®amil, kami mengutusnya lalu ia datang seraya berkata, ¡®Ini untukmu dan ini untukku.¡¯ Mengapakah ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya, lalu ia menunggu apakah ia akan diberi hadiah atau tidak? Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah ia membawa sesuatu kecuali ia akan membawanya pada hari Kiamat, ia memanggulnya di atas lehernya, apabila unta ia memiliki suara, atau sapi melenguh atau kambing mengembik.¡®
Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya hingga kami melihat putih kedua ketiaknya (seraya bersabda), ¡®Bukankah telah aku sampaikan (diucapkan tiga kali).¡¯¡±[18]
Umra Dan Ruqba
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA ¨C Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 ¨C September 2007M] _______
Footnote
[1] Muttafaq ¡®alaih: Shahiih al-Bukhari (V/197, no. 2566), Shahiih Muslim (II/714, no. 1030) [2] Hasan: [Shahiih al-Jaami¡¯ish Shaghiir (no. 3004), Irwaa-ul Ghaliil (no. 1601)], Sunan al-Baihaqi (VI/169). [3] Dzirra¡¯ dari hewan adalah kaki bagian atas, sedangkan kuraa¡¯ dari hewan adalah bagian di bawah mata kaki dan yang tidak berdaging (sedikit daging-nya). Dziraa¡¯ dan kuraa¡¯ secara khusus disebutkan di sini untuk mengga-bungkan antara sesuatu yang rendah (tidak berharga) dan sesuatu yang ter-hormat (berharga). Karena dziraa¡¯ begitu disukai oleh beliau dari pada (ba-gian yang) lain. Sedangkan kuraa¡¯ tidak berharga, disebutkan dalam sebuah pepatah, ¡°Berilah kuraa¡¯ kepada seorang hamba, niscaya akan diminta dziraa¡¯ darimu.¡± [4] Shahih: [Shahiih al-Jaami¡¯ish Shaghiir (no. 5268)], Shahiih al-Bukhari (V/199, no. 2568) [5] Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 2240)], Shahiih al-Bukhari (V/209, no. 2582), Sunan at-Tirmidzi (IV/195, no. 2941) [6] Hasan: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 2241)], Sunan at-Tirmidzi (IV/199, no. 2942) [7] Shahih: Shahiih al-Bukhari (V/210, no. 2585), Sunan Abi Dawud (IX/451, no. 3519), Sunan at-Tirmidzi (III/227, no. 2019) [8] Shahih: Shahiih al-Bukhari (V/219, no. 2595), Sunan Abi Dawud (XIV/63, no. 5133) [9] Muttafaq ¡®alaih: Shahiih al-Bukhari (V/217, no. 2592), Shahiih Muslim (II/693, no. 999), Sunan Abi Dawud (V/109, no. 1674) [10] Muttafaq ¡®alaih: Shahiih al-Bukhari (V/211, no. 2587), Shahiih Muslim (III/ 1241, no. 1623), Sunan Abi Dawud (IX/457, no. 3525) [11] Muttafaq ¡®alaih: Shahiih al-Bukhari (V/234, no. 2622), dan ini adalah lafazh-nya. Shahiih Muslim (III/1240, no. 1622), Sunan Abi Dawud (IX/454, no. 3521), Sunan at-Tirmidzi (II/383, no. 1316), Sunan an-Nasa-i (VI/265). [12] Muttafaq ¡®alaih: Shahiih al-Bukhari (III/353, no. 1490), Shahiih Muslim (III/ 1239, no. 1620), Sunan an-Nasa-i (V/108) ia meriwayatkannya dengan ring-kas, Sunan at-Tirmidzi (II/89, no. 663), Sunan Abi Dawud (IV/483, no. 1578). [13] Shahih: [Shahiih al-Jaami¡¯ish Shaghiir (no. 7655)], Sunan Abi Dawud (IX/455, no. 3522), Sunan at-Tirmidzi (II/383, no. 1316), Sunan an-Nasa-i (VI/265), Sunan Ibni Majah (II/795, no. 2377). [14] Khamishah adalah pakaian persegi empat yang memiliki dua garis, sedang-kan anbijaaniyah adalah pakaian tebal yang tidak bergaris dinamakan demikian dinisbatkan kepada suatu tempat yang bernama Anbijaan [15] Muttafaq ¡®alaih: Shahiih al-Bukhari (I/482, no. 373), Shahiih Muslim (I/391, no. 556), Sunan Abi Dawud (III/182, no. 901), Sunan an-Nasa-i (II/72) [16] Muttafaq ¡®alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/31, no. 1825), Shahiih Muslim (II/850, no. 1193), Sunan at-Tirmidzi (II/170, no. 851), Sunan Ibni Majah (II/1032, no. 3090), Sunan an-Nasa-i (V/183). [17] Shahih: Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 535), Shahiih Muslim (II/805, no. 1149), Sunan at-Tirmidzi (II/89, no. 662), Sunan Abi Dawud (VIII/79, no. 2860) [18] Muttafaq ¡®alaih: Shahiih al-Bukhari (XIII/164, no. 7174), Shahiih Muslim (III/ 1463, no. 1832), Sunan Abi Dawud (VIII/162, no. 2930)
Referensi : ?
|
Apakah Duduk Di Masjid Setelah Shalat, Bukan Untuk Zikir Atau Bukan Menunggu Shalat, Mendapatkan Pahala?
Apakah Duduk Di Masjid Setelah Shalat, Bukan Untuk Zikir Atau Bukan Menunggu Shalat, Mendapatkan Pahala?
Pertanyaan:?
Sering sekali setelah menunaikan shalat secara berjamaah, dan setelah selesai zikir dan shalat sunnah, saya duduk-duduk di masjid karena saya mendapatkan ketenangan. Apakah dudukku ini (yang tidak diiringi dengan zikir atau ibadah) mendapatkan pahala? Atau sama saja seperti saya duduk di manapun juga? Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya. Kalau jamaah shalat telah selesai menunaikan shalat dan dia duduk di tempat shalatnya, maka para malaikat akan memintakan ampunan untuknya. Sebagaimana yang adalah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhor, (445) dan Muslim, (649) dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah sallallahu¡¯alaihi wa sallam bersabda: ?????????????? ???????? ????? ?????????? ??? ????? ??? ?????????? ??????? ?????? ????? ? ??? ???? ???????? ? ??????? : ?????????? ??????? ???? ? ?????????? ????????? ¡°Para Malaikat akan mendokan kepada salah seorang di antara kalian, selagi dia tetap duduk tempat shalatnya, selagi belum batal. Seraya dia (malaikat) mengatakan ¡®Ya Allah ampuni dia, Ya Alllah sayangi dia.¡± Dalam redaksi lainnya riwayat Bukhori dan Muslim: ??? ???? ???????? ????? ? ??? ???? ?????? ????? ¡°Selagi dia tidak batal di dalamnya, selagi dia tidak menyakiti orang lain di dalamnya.¡± Yang tampak bahwa keutamaan ini berlaku bagi orang yang duduk selagi tidak batal dan tidak mengganggu dengan menggunjing dan semacamnya, baik dia sibuk dengan zikir atau tidak. Keutamaan Allah sangat luas dan kedermawanan-Nya sangat agung. Maka kami berharap anda mendapatkan pahala ini insyaallah ta¡¯ala. Kalau anda sibukkan diri dengan zikir atau bacaan Qur¡¯an, maka hal ini lebih utama dan lebih sempurna lagi. Wallahu a¡¯lam
?
|
Notaris dan Riba
Jika notaris menerima klien yang mengajukan kpr di bank, apakah dia termasuk mencatat riba yang dilaknat oleh Rasul? Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ¡®ala Rasulillah, wa ba¡¯du, Fungsi notaris di tempat kita tidak hanya pencatatan. Mereka memiliki latar belakang ilmu hukum, dan bukan seorang akuntan. Sehingga fungsi notaris tidak sebatas mencatat, namun juga sekaligus sebagai saksi. Kaitannya dengan pencatat dan saksi riba, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang shahih, Nabi?shallallahu ¡®alaihi wa sallam?pernah melaknat 5 orang, karena mereka bekerja sama dalam masalah riba: Pemakan riba, pemberi riba, pencatatnya, dan dua orang yang menjadi saksi. Sahabat Jabir bin Abdillah?radhiyallahu ¡®anha?pernah mengatakan, ?????? ??????? ??????? -??? ???? ???? ????- ????? ???????? ??????????? ??????????? ????????????? ??????? ???? ???????. Rasulullah?shallallahu ¡®alaihi wa sallam?melaknat pemakan riba, yang memberi makan riba, yang menulis transaksi, dan dua saksi transaksi riba. Beliau mengatakan, ¡°Mereka semua sama.¡± (HR. Muslim 4177, Abu Daud 3335 dan yang lainnya). Siapa Pencatat Riba yang Terkena Laknat?Ketika seseorang berurusan dengan rekening bank, dalam rekening ada ribanya, sementara dia harus memasukkannya ke dalam pembukuan dan laporan keuangan. Apakah ini termasuk mencatat riba yang terkena laknat Nabi?shallallahu ¡®alaihi wa sallam? Kita bisa lihat penjelasan al-Hafidz Ibnu Hajar. Beliau mengutip keterangan Ibnu Tin, ?????? ??? ???? ??????? ????????? ????? ??? ??? ???? ???? ??? ??? ?? ???? ???? ????? ???? ???? ?? ???? ?? ??? ????? ????? ??? ??? ?? ?? ???? ????? ???? ????? ???? ???? ????? ?? ???? ?? ?????? ??????? ????? ???? ??? ?? ???? ???? ????? ??????? ??????? Nabi?shallallahu ¡®alaihi wa sallam?menyebutkan saksi dan pencatat dimasukkan dalam laknat, karena mereka berdua membantu orang untuk makan riba. Ini terjadi pada orang yang setuju dengan pemakan riba. Sementara orang yang menulis riba atau mendengar kisah tentang pelaku riba, untuk melihat kasusnya dan mengamalkan yang benar, maka yang semacam ini niatnya baik, tidak termasuk dalam ancaman. Yang masuk dalam ancaman adalah orang yang membantu pemakan riba, dengan mencatat transaksinya atau menjadi saksinya. (Fathul Bari, 4/314). Berdasarkan penjelasan di atas, pencatat riba ada 2, [1] Pencatat transaksi riba. Merekalah yang mencatat terjadinya transaksi riba. Merekalah yang mendapatkan laknat dari Nabi?shallallahu ¡®alaihi wa sallam. [2] Mencatat hasil transaksi riba, seperti yang dilakukan bagian laporan keuangan, mereka mencatat hasil transaksi dan bukan transaksinya. Transaksi riba dilakukan di bank.? Mereka sama sekali tidak terlibat dalam transaksi. Mereka hanya memindahkan angka di rekening, ke pembukuan. Untuk tugas yang kedua, tidak masuk hadis laknat di atas. Memahami keterangan di atas, keterlibatan notaris dalam transaksi kpr bank atau jual beli kredit, termasuk transaksi utang piutang dengan bank, mereka berada di posisi pencatat riba dan sekaligus saksi atas transaksi riba. Dan keterlibatan orang sebagai pencatat dan saksi atas transaksi riba, diancam laknat oleh Nabi?shallallahu ¡®alaihi wa sallam. Karena itu, tidak ada plihan bagi notaris selain harus memberanikan memilih klien. Berani menolak jika harus dilibatkan dalam trasaksi riba. Saya pernah mendengar seorang notaris mengeluhkan, jadi notaris kalau hanya lurus itu sulit. Dia bisa kehilangan banyak klien.. Namun bagi notaris mukmin, ini bukan masalah besar baginya. Karena cita-citanya, bukan sebatas mengumpulkan dunia, namun mereka juga memastikan bahwa pernghasilannya adalah penghasilan yang halal. Para notaris perlu meyakini, meninggalkan sesuatu yang haram karena Allah, akan diganti dengan yang lebih baik. Rasulullah?shallallahu ¡®alaihi wa sallam?pernah bersabda, ??????? ???? ?????? ??????? ??????? ?????? ????????? ????? ???? ??? ???? ?????? ???? ?????? Tidaklah anda meninggalkan sesuatu karena Allah, kecuali Allah akan menggantikan untuk anda yang lebih baik dari pada itu.?(HR. Ahmad 23074 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth) Rizki ada di tangan Allah, yang dibagikan kepada para hamba-Nya. Dan apa yang ada di tangan kita akan kita pertanggung jawabkan di hadapan Allah. Dengan membangun kesadaran akan akhirat, seorang notaris mukmin akan lebih teratur dalam mencari dunia. Mereka tidak liar, menelan apa saja layaknya binatang. Itulah yang membedakan kita sebagai orang mukmin dengan orang kafir. Orang kafir ketika mencari dunia, mereka tidak kenal halal haram, tidak pernah peduli dengan riba, tidak perhatian dengan transaksi bermasalah. Bagi mereka, selama itu menguntungkan, itu adalah peluang yang tidak boleh disia-siakan. Karena itulah, dalam al-Quran, Allah memisalkan semangat orang kafir dalam mencari dunia, layaknya binatang. Mereka makan, mereka menikmati dunia, tanpa pernah peduli, apakah itu rumput miliknya atau rumput milik tetangganya. Allah berfirman, ??????????? ???????? ?????????????? ????????????? ????? ???????? ???????????? ?????????? ??????? ?????? orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka.?(QS. Muhammad: 12) Tentu saja, kita sebagai muslim tidak ingin seperti mereka. Meniru karakter manusia yang Allah sebut seperti binatang. Semoga Allah ¨C ta¡¯ala ¨C memberikan hidayah bagi kaum muslimin untuk bersabar mencari yang halal, apapun profesinya. Tak terkecuali para notaris di sekitar kita. Allahu a¡¯lam Referensi: Buku ¡°Ada Apa dengan Riba?¡± Anda bisa mendapatkan buku itu di:? Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits?(Dewan Pembina?Konsultasisyariah.com)
Referensi:?
|