Keyboard Shortcuts
ctrl + shift + ? :
Show all keyboard shortcuts
ctrl + g :
Navigate to a group
ctrl + shift + f :
Find
ctrl + / :
Quick actions
esc to dismiss
Likes
- Assunnah
- Messages
Search
>>Adab-Adab Menyembelih Hewan<<
ADAB-ADAB MENYEMBELIH HEWAN
Oleh Syaikh Salim bin Ali bin Rasyid Asy-Syubli Syaikh Muhammad bin Khalifah bin Muhammad Ar-Rabah [1]. HARAM MENYEMBELIH UNTUK SELAIN ALLAH Abu Thufail Amir bin Watsilah berkata : Aku berada di sisi Ali bin Abi Thalib, lalu datanglah seseorang menemuinya, orang itu bertanya : 'Apakah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ada merahasiakan sesuatu kepadamu? Abu Thufail berkata : Mendengar ucapan tersebut, Ali marah dan berkata : Tidaklah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam merahasiakan sesuatu kepadaku yang beliau sembunyikan dari manusia kecuali beliau telah menceritakan padaku empat perkara : Orang itu berkata : Apa itu yang Amirul Mukminin ?' Ali berkata : Beliau bersabda : Artinya : Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah dan Allah melaknat orang yang memberi tempat bagi orang yang membuat bid'ah dan Allah melaknat orang yang merubah tanda-tanda di bumi. [1] Maka tidak boleh menyembelih untuk selain Allah berdasarkan hadits ini dan hadits-hadits lainnya yang melarang dari semisal perbuatan tersebut. Adapun yang diperbuat oleh orang awam pada hari ini dengan menyembelih untuk para wali maka masuk dalam laknat yang disebutkan dalam hadits ini, karena sembelihan untuk wali adalah sembelihan untuk selain Allah. [2]. BERBUAT KASIH SAYANG KEPADA HEWAN (KAMBING) Dari Qurrah bin Iyyas Al-Muzani : Bahwa ada seorang lelaki berkata : Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mengasihi kambing jika aku menyembelihnya. Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Artinya : Jika engkau mengasihinya maka Allah merahmatinya.[2] [3]. BERBUAT BAIK (IHSAN) KETIKA MENYEMBELIH Dengan melakukan beberapa perkara : [a]. Menajamkan Parang Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu 'anhu ia berkata : Dua hal yang aku hafal dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau berkata. Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh (dalam qishah,-pent) maka berbuat ihsanlah dalam cara membunuh dan jika kalian menyembelih maka berbuat ihsanlah dalam cara menyembelih, dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan parangnya dan menyenangkan sembelihannya.[3] [b]. Menjauh Dari Penglihatan Kambing Ketika Menajamkan Parang Dalam hal ini ada beberapa hadits di antaranya. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengamati seorang lelaki yang meletakkan kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah perangnya sedangkan kambing tersebut memandang kepadanya, maka beliau mengatakan: "Tidaklah diterima hal ini. Apakah engkau ingin benar-benar mematikannya. (dalam riwayat lain : Apakah engkau ingin mematikannya dengan beberapa kematian)." [4] Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata. "Jika salah seorang dari kalian menajamkan parangnya maka janganlah ia menajamkannya dalam keadaan kambing yang akan disembelih melihatnya". [5] [c]. Menggiring Kambing Ke Tempat Penyembelihan Dengan Baik Ibnu Sirin mengatakan bahwa Umar Radhiyallahu anhu melihat seseorang menyeret kambing untuk disembelih lalu ia memukulnya dengan pecut, maka Umar berkata dengan mencelanya : Giring hewan ini kepada kematian dengan baik. [5] [d]. Membaringkan Hewan Yang Akan Disembelih Aisyah Radhiyallahu 'anha menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk dibawakan kibas, lalu beliau mengambil kibas itu dan membaringkannya kemudian beliau Shallallahu alaihi wa sallam menyembelihnya. [6] Berkata Imam Nawawi dalam Syarhus Shahih Muslim (13/130) : Hadits ini menunjukkan sunnahnya membaringkan kambing ketika akan disembelih dan tidak boleh disembelih dalam keadaan kambing itu berdiri atau berlutut tetapi dalam keadaan berbaring karena lebih mudah bagi kambing tersebut dan hadits-hadits yang ada menuntunkan demikian juga kesepakatan kaum muslimin. Ulama sepakat dan juga amalan kaum muslimin bahwa hewan yang akan disembelih dibaringkan pada sisi kirinya karena cara ini lebih mudah bagi orang yang menyembelih dalam mengambil pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan dengan tangan kiri. [e]. Tempat (Bagian Tubuh) Yang Disembelih Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata : Penyembelihan dilakukan di sekitar kerongkongan dan labah. [7] Labah adalah lekuk yang ada di atas dada dan unta juga disembelih di daerah ini. [8] [4]. MENGHADAPKAN HEWAN SEMBELIHAN KE ARAH KIBLAT Nafi' menyatakan bahwa Ibnu Umar tidak suka memakan sembelihan yang ketika disembelih tidak diarahkan kearah kiblat. [8] [5]. MELETAKKAN TELAPAK KAKI DI ATAS SISI HEWAN SEMBELIHAN Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata. "Rasulullah menyembelih hewan kurban dengan dua domba jantan yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk. Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau, dengan mengucap basmalah dan bertakbir, dan beliau meletakkan satu kaki beliau di sisi-sisi kedua domba tersebut" [9] [6]. TASMIYAH (MENGUCAPKAN BISMILLAH) Berdasarkan firman Allah Ta'ala : "Dan janganlah kalian memakan hewan-hewan yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaithan itu mewahyukan kepada wali-walinya (kawan-kawannya) untuk membantah kalian". [Al-An'am : 121] Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu berkata : "Rasulullah menyembelih hewan kurban dengan dua domba jantan. Beliau mengucap bismillah dan bertakbir. Dan dalam riwayat Muslim : Beliau mengatakan Bismillah wallahu Akbar. Siapa yang lupa untuk mengucap basmalah maka tidak apa-apa. Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma pernah ditanya tentang orang yang lupa bertasmiyah (membaca basmalah) maka beliau menjawab : Tidak apa-apa" [10] [7]. TIDAK BOLEH MENGGUNAKAN TARING/GADING DAN KUKU KETIKA MENYEMBELIH KAMBING Dari Ubadah bin Rafi' dari kakeknya ia berkata : Ya Rasulullah, kami tidak memiliki pisau besar (untuk menyembelih). Maka beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. "Hewan yang telah dialirkan darhanya dengan menggunakan alat selain dzufur (kuku) dan sinn (taring/gading) maka makanlah. Adapun dzufur merupakan pisaunya bangsa Habasyah sedangkan sinn adalah idzam".[11] [Disalin dari kitab Ahkamul Maulud Fi Sunnatil Muthahharah, Edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak Dalam Sunnah Yang Suci, Penulis Salim bin Ali bin rasyid Asy-Syubli Abu Zur'ah dan Muhammad bin Khalifah bin Muhammad Ar-Rabah Abu Abdirrahman, Penerbit Pustaka Al-Haura] _________ Foote Note [1]. Shahih. Dikeluarkan oleh Muslim (13/1978-Nawawi), An-Nasai (7/232) Ahmad (1/108-118) dari hadits Ibnu Abbas yang juga dikeluarkan oleh Ahmad (1/217-39-317) dan Abu Ya'la (4/2539) [2]. Shahih. Dikeluarkan oleh Al-Hakim (3/586), Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (373), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (19/44-45-46), dalam Al-Ausathh (161) dan Ash-Shaghir (1/109) dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (2/302-6/343) [3]. Shahih. Dikeluarkan oleh Muslim (13/1955-Nawawi), Ibnu Majah (3670), Abdurrazzaq (8603-8604) dan Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa (899) [4]. Shahih, Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi (9/280), Al-Hakim (3/233), Abdurrazzaq (8609) dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi dan hadits ini memang shahih sebagaimana dikatakan keduanya. Isnad Al-Baihaqi rijalnya tsiqat dan rawi yang bernama Abdullah bin Ja'far Al-Farisi kata Adz-Dzahabi dalam As-Siyar : Imam Al-Alamah ilmu Nahwu ia menulis beberapa karya tulis dan ia diberi rezki dengan isnad yang ali, beliau tsiqah dan ditsiqahkan oleh Ibnu Mandah [5]. Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq 98606-8608) dengan sanad yang ada didalamnya ada kelemahan karena bercampurnya hafalan Shalih Maula At-Tauamah. [6]. Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi (9/281), Abdurrazzaq (8605) dan isnadnya munqathi (terputus), karena Ibnu Sirin tidak bertemu dengan Umar, maka isnadnya dlaif. Namun keumuman hadits dan hadits yang mengharuskan bersikap rahmah pada kambing menjadi syahid baginya hingga hadits ini maknanya shahih. [7]. Shahih. Dikeluarkan oleh Muslim (13/1967-Nawawi), Abu Daud (2792) dan Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (9/276-280-286) [8]. Shahih diriwayatkan Abdurrazzaq (8615) [9]. An-Nihayah Fi Gharibil Hadits oleh Ibnul Atsir (4/223) [10]. Shahih. Diriwayatkan Abdurrazzaq (8605), dan di sisi Al-Baihaqi (9/280) dan jalan Ibnu Juraij dan Nafi bahwasanya : Ibnu Umar menganggap sunnah untuk menghadapkan sembelihan ke arah kiblat jika disembelih. Ibnu Juraij ini mudallis dan ia meriwayatkan dengan an-anah. [11]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (10/18-Fathul Bari), Muslim (13/1966-Nawawi), Abu Daud (2794), Al-Baihaqi (9/258-259) dan Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa (909) [11]. Shahih. Diriwayatkan Malik (2141-riwayat Abi Mush'ab Az-Zuhri) dan dishahihkan sanadnya oleh Al-Hafidzh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/624) [12]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (9/630-31-633-638-Fathul Bari), Muslim (13/1966-Nawawi), Abu Daud (2821), Al-Baihaqi (9/281) dan Abudrrazzaq (8618), Ath-Thahawi dalam Maanil Atsar (4/183) _________________________________________________________________ Call friends with PC-to-PC calling FREE |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Re: Tanya hukum menerima tanda terima kasih
Wa'alaykumussalaam warohmatullohi wabarokatuh,
toggle quoted message
Show quoted text
Bu Nenden, saran ana sebaiknya ucapan terimakasih yang biasanya terjadi dimasyarakat kita , kita salurkan kepada yang berhak seperti misalnya di samping meja nya Bu Nenden di siapkan kotak amal jariyah misalnya untuk Masjid atau Yatim piatu dan nanti jika ada yang mau memberi hadiah bisa langsung memasukan kedalam kotak tersebut tanpa harus memberati Bu Nenden, jangan sampai kita terkena fitnah dunia dan akhirat dengan menerima hadiah yang jumlahnya tidak seberapa tetapi memberatkan diri kita nanti di yaumul qiyamah. Wallahu a'lam. ----- Original Message ----
From: nenden lucu <nendenlucu@...> To: assunnah@... Sent: Wednesday, 12 December, 2007 12:38:20 PM Subject: [assunnah] Tanya hukum menerima tanda terima kasih Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, rekan-rekan sekalian saya adalah seorang pegawai negeri yang sebagaimana dimaklumi banyak sekali godaan berupa iming-iming dari masyarakat agar urusan lancar, karena selama ini citra birokratik lekat dengan yang namanya KKN. Saya ingin bertukar fikiran dengan rekan-rekan semua, bagaimana hukumnya jika kita menerima uang sebagai tanda terima kasih karena tugas yang sudah kita laksanakan sudah selesai? padahal kita tidak meminta dan tidak menjanjikan apapun untuk mempercepat proses permohonan mereka? Syukron Nenden |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Re: >>Kapan kita puasa arafah dan sholat idul adha<<
Assalamu'alaikum
Jadi bagaimana menyikapi Iedh adha di indonesia yang jatuh pada hari kamis, sedangkan iedh adha di KSA jatuh pada hari rabu. Apakah kita boleh sholat Iedh pada hari kamis(11 Dzulhijjah)? --- In assunnah@..., abu hasanain <abu.hasanain@...> wrote: AlHalabi AlAtsari hafidhohulloh waktu dauroh di puncak bogor , beliau menjawab : wukuf di arafah dalilnya hadits riwayat muslim : lalu dan setahun yang akan datang". dimana jamaah haji sedang wukuf di arafah. maka kata syekh, penentuan ied adha berbeda dengan ied fitri, jika ied fitri tiap negara berhak menentukan awal ramadhan berdasarkan ru'yah hilal masing2 negara. Tapi ied adha harus mengikuti keputusan majlis qodho ali di Riyadh KSA, yg telah memutuskan bahwa 1 dzulhijjah jatuh pada hari senin, jadi hari arafah 9 dzulhijjah jatuh hari selasa, ied adha rabo, begitu pula kita.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Re: >>Hukum Wanita Haidh dan Nifas masuk masjid<<
From: prastuti ari <prastutiari@...>Alhamdulillah..., Untuk masalah Hukum Wanita Haidh dan Nifas masuk masjid, saya copy secara ringkas penjelasan Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat yang ada di almanhaj.or.id dan untuk lebih jelasnya silakan merujuk ke alamat dibawah ini. Wallahu 'alam HUKUM TINGGAL ATAU DIAM DI MASJID BAGI ORANG JUNUB, PEREMPUAN HAID DAN NIFAS Oleh Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat .... Setelah kita mengetahui bahwa seluruh riwayat yang melarang orang yang junub dan perempuan haid/nifas berdiam atau tinggal di masjid semuanya dlaif. Demikian juga tafsir ayat 43 surat An-Nisaa yang melarang orang yang junub dan perempuan haid berdiam atau tinggal di masjid semuanya dlaif tidak ada satupun yang sah (shahih atau hasan). Bahkan tafsir yang shahih dan sesuai dengan maksud ayat ialah tafsir dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas di atas. Yaitu, musafir yang terkena janabah dan dia tidak mendapatkan air lalu dia tayammum sampai dia memperoleh air. Jadi yang dimaksud dengan firman Allah aabiri sabil ialah musafir. Bukanlah yang dimaksud orang yang masuk ke dalam masjid sekedar melewatinya tidak diam atau tinggal di dalamnya. Tafsir yang demikian selain tidak sesuai dengan susunan ayat dan menyalahi tafsir shahabat dan sejumlah dalil di bawah ini yang menjelaskan kepada kita bahwa orang yang junub dan perempuan yang haid atau nifas boleh diam atau tinggal di masjid. Dalil Pertama Dari 'Aisyah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku, "Ambilkanlah untukku sajadah kecil [6] di masjid." Jawabku, "Sesungguhnya aku sedang haidh." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya haidhmu itu tidak berada di tanganmu." Shahih riwayat Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan Ahmad dan Iain-lain. Pengambilan dalil dari hadits yang mulia ini ialah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan 'Aisyah masuk ke dalam masjid walaupun sedang haidh. Dan ketegasan jawaban beliau kepada 'Aisyah menunjukkan bahwa haidhmu tidak menghalangimu masuk ke dalam masjid karena haidhmu tidak berada di tanganmu. Ada yang mengatakan, bahwa hadits di atas hanya menunjukkan bolehnya bagi perempuan haidh sekedar masuk ke dalam masjid atau melewatinya untuk satu keperluan kemudian segera keluar dari dalam masjid bukan untuk diam dan tinggal lama di dalam masjid. Saya jawab: Subhaanallah! Inilah ta'thil, yaitu menghilangkan sejumlah faedah yang ada di dalam hadits 'Aisyah di atas. Kalau benar apa yang dikatakannya tentu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan pengecualian kepada 'Aisyah bahwa dia hanya boleh masuk ke dalam masjid dalam waktu yang singkat atau melewatinya sekedar mengambil sajadah kecil beliau dan tidak boleh diam dan tinggal lama di dalam masjid. Akan tetapi beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda secara umum masuk ke dalam masjid tanpa satupun pengecualian. Padahal saat itu 'Aisyah sangat membutuhkan penjelasan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang memerintahkannya masuk ke dalam masjid dalam keadaan haidh. Sedangkan mengakhirkan penjelasan dari waktu yang dibutuhkan tidak diperbolehkan menurut kaidah ushul yang telah disepakati. Oleh karena itu wajib bagi kita menetapkan dan mengamalkan keumuman sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu diperbolehkan bagi perempuan haidh untuk masuk ke dalam masjid secara mutlak, baik sebentar atau lama bahkan tinggal atau menetap di dalamnya sebagaimana ditunjuki oleh dalil ketiga dan keempat. ... _________________________________________________________________ Try it now! Live Search: Better results, fast. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Re: >>Tanya Umur Kambing Qurban<<
From:"Hendri ( KSA Bandung )"<ksabdg@...>Alhamdulillah.., Dibawah ini saya copy dari alamanhaj.or.id, syarat-syarat hewan kurban Hewan Kurban Tidak Buta Sebelah, Sakit, Pincang Dan Kurus Hilang Setengah Tanduk Atau Telinganya Syarat-Syarat Hewan Kurban Dan Hewan Kurban Yang Utama Dan Yang Dimakruhkan Oleh Dr Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar Kurban memiliki beberapa syarat yang tidak sah kecuali jika telah memenuhinya, yaitu. [1]. Hewan kurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik domba atau kambing biasa. [2]. Telah sampai usia yang dituntut syariat berupa jazaah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya. a. Ats-Tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun b. Ats-Tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun c. Ats-Tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun d. Al-Jadza adalah yang telah sempurna berusia enam bulan [3]. Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. a. Buta sebelah yang jelas/tampak b. Sakit yang jelas. c. Pincang yang jelas d. Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas dimasukkan ke dalam aib-aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berkurban dengannya, seperti buta kedua matanya, kedua tangan dan kakinya putus, ataupun lumpuh. [4]. Hewan kurban tersebut milik orang yang berkurban atau diperbolehkan (di izinkan) baginya untuk berkurban dengannya. Maka tidak sah berkurban dengan hewan hasil merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua orang yang beserikat kecuali dengan izin teman serikatnya tersebut. [5]. Tidak ada hubungan dengan hak orang lain. Maka tidak sah berkurban dengan hewan gadai dan hewan warisan sebelum warisannya di bagi. [6]. Penyembelihan kurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan kurbannya tidak sah [Lihat Bidaayatul Mujtahid (I/450), Al-Mugni (VIII/637) dan setelahnya, BadaaIush Shanai (VI/2833) dan Al-Muhalla (VIII/30). HEWAN KURBAN YANG UTAMA DAN YANG DIMAKRUHKAN Yang paling utama dari hewan kurban menurut jenisnya adalah unta, lalu sapi. Jika penyembelihannya dengan sempurna, kemudian domba, kemudian kambing biasa, kemudian sepertujuh unta, kemudian sepertujuh sapi. Yang paling utama menurut sifatnya adalah hean yang memenuhi sifat-sifat sempurna dan bagus dalam binatang ternak. Hal ini sudah dikenal oleh ahli yang berpengalaman dalam bidang ini. Di antaranya. a. Gemuk b. Dagingnya banyak c. Bentuk fisiknya sempurna d. Bentuknya bagus e. Harganya mahal Sedangkan yang dimakruhkan dari hewan kurban adalah. [1]. Telinga dan ekornya putus atau telinganya sobek, memanjang atau melebar. [2]. Pantat dan ambing susunya putus atau sebagian dari keduanya seperti misalnya putting susunya terputus- [3]. Gila [4]. Kehilangan gigi (ompong) [5]. Tidak bertanduk dan tanduknya patah Ahli fiqih Rahimahullah juga telah memakruhkan Al-Adbhaa (hewan yang hilang lebih dari separuh telinga atau tanduknya), Al-Muqaabalah (putus ujung telinganya), Al-Mudaabirah (putus dari bagian belakang telinga), Asy-Syarqa (telinganya sobek oleh besi pembuat tanda pada binatang), Al-Kharqaa (sobek telinganya), Al-Bahqaa (sebelah matanya tidak melihat), Al-Batraa (yang tidak memiliki ekor), Al-Musyayyaah (yang lemah) dan Al-Mushfarah [1] [Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir] _________ Foote Note [1]. Para ulama berselisih tentang makna Al-Mushfarah, ada yang menyatakan bahwa ia adalah hewan yang terputus seluruh telinganya dan ada yang mengatakan bahwa ia adalah kambing yang kurus. Lihat Nailul Authar (V/123) .-pent _________________________________________________________________ Windows Live Spaces is here! Its easy to create your own personal Web site. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
al Udhiiyyah (Hewan Qurban)
Al Udh-hiyyah (Hewan Qurban) ? Definisi Udhhiyyah ? Al Udhhiyyah adalah hewan yang disembelih pada hari an nahr (Iedul Adha) dan hari-hari tasyrik dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah
Taala. ? ? Hukum Udhhiyyah ? Seluruh kaum muslimin telah sepakat mengenai disyariatkannya udhhiyah.? Allah Taala berfirman, ? Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu dan berkurbanlah (QS. Al Kautsar : 2) ? Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
dirizkikan Allah kepada mereka, maka Ilahmu ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya (QS. Al Hajj : 34) ? Dari Anas bin Malik radhiyallaHu anHu, ia berkata, ? Nabi telah berkurban dengan dua domba yang berbulu hitam di atas warnanya yang putih.? Beliau menyembelih dengan tangannya, membaca basmalah dan bertakbir.? Beliau meletakkan kakinya di atas tubuh domba tersebut (HR. al Bukhari dan Muslim) ? Namun demikian para ulama berbeda pendapat mengenai hukum udhhiyah ini dan Syaikh al Utsaimin menjelaskan perbedaan tersebut, ? Jumhur ulama berpendapat bahwa udhhiyah hukumnya sunnah muakkadah dan ini merupakan pendapat madzhab Syafii, Malik dan Ahmad menurut riwayat yang masyhur dari mereka berdua (yakni Imam Malik dan Imam Ahmad). ? Sedangkan sebagian ulama berpendapat bahwa hukum
udhhiyah adalah wajib.? Pendapat ini merupakan madzhab Abu Hanifah dan salah satu diantara dua riwayat dari Imam Ahmad.? Pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Hukum Udhhiyah hal. 17) ? Dan nampaknya hukum udhhiyah ini wajib bagi yang mampu berdasarkan sabda Rasulullah ShallallaHu alaiHi wa sallam, ? Man kaana laHu saatun wa lam yudhahhi fa laa yaqrabanna mushallaanaa yang artinya Barangsiapa memiliki kemampuan dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami (HR. Ibnu Majah no. 3123, dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiih Sunan Ibni Majah no. 2532) ? ? Syarat-syarat Hewan Kurban? Kurban tidak boleh kecuali dari sapi, kambing dan unta, berdasarkan firman Allah Taala, ? Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka, maka Ilahmu ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya (QS. Al Hajj : 34) ? Syaikh al Utsaimin menjelaskan, ? Yang dimaksud binatang ternak adalah unta, sapi dan kambing.? Makna ini terkenal di kalangan bangsa Arab.? Hal ini telah dikatakan oleh al Hasan dan Qatadah serta ulama yang lain (Hukum Udhhiyah hal. 24) ? Dan hendaklah hewan ternak yang dikurbankan adalah hewan ternak yang sehat.? Dari Ubaid bin Fairuz, ia berkata, ? Aku berkata kepada al Bara bin Azib, Beritahukanlah kepadaku apa saja binatang kurban yang dibenci atau dilarang Rasulullah ?, Dia (al Bara bin Azib) berkata, ? Rasulullah mengisyaratkan dengan tangan beliau begini, namun tanganku lebih pendek dari tangan beliau, ? Ada empat binatang yang tidak boleh digunakan untuk kurban, yaitu (1) hewan yang pincang dan yang nyata kepincangannya, (2) hewan yang salah satu matanya buta dan nyata kebutaannya, (3) hewan yang sakit dan nyata sakitnya dan (4) hewan yang kurus sehingga tidak bersumsum (HR. Imam Malik
dalam al Muwatha) ? Dan mengenai batasan umur hewan kurban yang akan disembelih Rasulullah ShallallaHu alayHi wa sallam bersabda, ? Janganlah kalain menyembelih kurban kecuali berupa musinnah
kecuali apabila sulit bagi kalian maka sembelihlah jadzah dari domba (HR. Muslim) ? Musinnah adalah binatang ternak yang sudah tanggal giginya atau yang lebih tua dari itu.? Dan jadzah adalah apa yang di bawahnya.? Syaikh al Utsaimin menjelaskan, ? Unta yang sudah tanggal giginya adalah yang telah sempurna lima tahun.? Adapun sapi apabila telah sempurna dua tahun. ?Pada kambing apabila telah sempurna satu tahun.? Dan yang dimaksud dengan jadzah adalah yang telah berusia enam bulan.? Jadi, tidak sah meyembelih kurban yang belum genap dari umur yang telah disebutkan (Hukum Udhhiyah hal. 24-25) ? ? Waktu Penyembelihan Hewan Kurban? Waktu untuk menyembelih hewan kurban adalah dari setelah shalat Ied hingga terbenamnya matahari pada hari-hari tasyrik, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.? Jadi
waktu menyembelih kurban ada empat hari yaitu hari Ied setelah shalat, dan tiga hari sesudahnya. ? Barangsiapa yang menyembelih sebelum selesai shalat Ied atau sesudah matahari terbenam pada tanggal tiga belas maka sembelihannya tidak sah.? Dari al Bara bin Azib radhiyallaHu anHu, Rasulullah ShallallaHu alaiHi wa sallam bersabda, ? Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat, maka sembelihannya hanyalah daging yang dipersembahkan kepada keluarganya, dan tidaklah mendapatkan dari nusuk sedikit pun (HR. al Bukhari) ? ? Seekor Kambing Cukup untuk Satu Keluarga? Dari Abu Ayyub al Anshari radhiyallaHu anHu, ia berkata, ? Dahulu seseorang pada zaman Nabi, seseorang menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya.? Lantas mereka memakannya dan membagikannya kepada orang lain (HR. Ibnu Majah dan at Tirmidzi dan beliau menshahihkannya) ? Syaikh al Utsaimin menjelaskan, ? Apabila seseorang berkurban dengan seekor kambing atau domba dengan niat untuk diri dan keluarganya, maka telah cukup untuk orang yang dia niatkan dari keluarganya, baik yang masih hidup atau pun yang sudah mati. (Hukum Udhhiyah hal. 39) ? Sementara itu sepertujuh unta
atau sepertujuh sapi telah sah bagi seseorang sebagaimana dia menyembelih seekor kambing.? Karena Nabi ShallallaHu alaiHi wa sallam menjadikan sepertujuh unta atau sapi seperti kedudukan satu kambing dalam hadyu (binatang yang dipersembahkan ketika haji tamattu dan Qiran). ? ? Adab-adab Menyembelih?
?
?
?
?
? ? Berapa yang Dimakan dan yang Dibagikan ?? Allah Taala berfirman, ? Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir (QS. Al Hajj : 28) ? Maka makanlah sebagiannya dan berikanlah makan kepada orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta
(QS. Al Hajj : 36) ? Dari Salamah bin Akwa radhiyallaHu anHu, Nabi ShallallaHu alaiHi wa sallam bersabda, ? Kuluu wa athimuu wad dakhiruu yang
artinya Makanlah (dari udhhiyah), berikanlah makan kepada orang lain dan simpanlah (HR. al Bukhari) ? Itham artinya memberikan makan kepada orang lain meliputi hadiah bagi orang-orang kaya dan shadaqah kepada orang miskin.? Namun demikian para ulama berbeda pendapat tentang kadar daging yang dimakan, yang dihadiahkan dan yang disedekahkan.? ? Syaikh al Utsaimin rahimahullah memberikan pendapatnya, ? Pendapat yang paling tepat adalah dimakan sepertiga, dihadiahkan sepertiga dan disedekahkan sepertiga (Hukum Udhhiyah hal. 57).?
WallaHu alam. ? Maraji : ?
? Semoga Bermanfaat ? ? |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tanya hukum menerima tanda terima kasih
nenden lucu
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
rekan-rekan sekalian saya adalah seorang pegawai negeri yang sebagaimana dimaklumi banyak sekali godaan berupa iming-iming dari masyarakat agar urusan lancar, karena selama ini citra birokratik lekat dengan yang namanya KKN. Saya ingin bertukar fikiran dengan rekan-rekan semua, bagaimana hukumnya jika kita menerima uang sebagai tanda terima kasih karena tugas yang sudah kita laksanakan sudah selesai? padahal kita tidak meminta dan tidak menjanjikan apapun untuk mempercepat proses permohonan mereka? Syukron Nenden |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tanya qadha shalat, jama' dan qoshor
nenden lucu
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
rekan-rekan sekalian saya mau tanya : 1. beberapa waktu yang lalu saya bepergian ke Bandung, sewaktu perjalanan pulang ke rumah di Serpong-Tangerang, pada saat itu di tengah perjalanan sudah terdengar adzan maghrib, namun saya berniat untuk menjama' takhir saja dengan sholat Isya' nanti setibanya di rumah. Namun ternyata, tepat pukul 19.00 saya dapat haidh, sehingga saya tidak dapat melaksanakan niat tersebut. Yang jadi pertanyaan saya, apakah saya wajib mengqodho sholat maghrib dimaksud? dan apakah saya berdosa telah berniat untuk menjama' sholat maghrib dan Isya, sementara keluarnya darah haidh itu di luar kekuasaan saya, berhubung jadwal haidh saya tidak teratur sehingga tidak bisa ditentukan waktunya. 2. Bagaimana sesungguhnya hukum mengqashar sholat itu? apakah kalau kita musafir itu, rukhsohnya hanya qoshor saja dan tidak boleh menjama? dengan perkataan lain apakah kita boleh menggabungkan jama dan qoshor ? 3. Bagaimana tata cara menjama sholat? kalau kita jama' taqdim dan jama' takhir? Mohon penjelasan rekan-rekan disertai dengan hujjah yang jelas, Syukron. nenden |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tanya : Bolehkah Shalat 'Ied pada tanggal 11 atau 12 Dzulhijjah
Assalamu'alaykum.
Ikhwah Fillah, saya ingin bertanya, bolehkah kita melakukan shalat 'Ied pada tanggal 11 atau 12 Dzulhijjah ? JazakallaHu khairan atas jawabannya. Budi Ari. --------------------------------- Never miss a thing. Make Yahoo your homepage. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Re: Kapan kita puasa arafah dan sholat idul adha
Assalaamu'alaikum
toggle quoted message
Show quoted text
Masalah ini pernah ana tanyakan ke Ust. Abu Muhammad Abdurrahman di Karawang. Berikut jawabannya : Shaum arafah berdasarkan ketika orang wuquf di arafah, jadi kalau wuquf tgl 18/Des berarti shaum arafah pada tgl yg sama. Sedangkan shalat Ied tetap mengikuti penguasa/waliyul amri. Kita ber-Ied bersama waliyul amri karena perintah Nabi utk berjama'ah dalam pelaksanaan 3 ibadah, yaitu : shaum ramadhan, idul fithri dan idul adha. Hanya ada 3 hal, sedangkan shaum arafah tidak termasuk. Kita tidak punya wewenang utk menentukan waktu 3 ibadah tsb. Adalah HAK waliyul amri utk menentukan hari dalam 3 ibadah tsb dan ini masuk kategori ijtihad, benar dapat 2 pahala dan salah dapat 1 pahala. Bukan sebagai sebuah maksiat seperti dikatakan sebagian orang jahil. Jadi tidak ada shaum arafah setelah hari arafah. Wallahua'lam Wassalaamu'alaikum Iqbal At 06:29 PM 12/10/2007 -0800, you wrote:
Assalamu alaikum |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Jadual Kajian Rutin Di Kota Gresik
Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh,
?
afwan, ini ana sampaikan jadwal kajian di gresik kota.
?
Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh
?
?
?
?
? ? Never miss a thing. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Re: >>Mohon info imunisasi<<
zaki medan
Dede Fachri Zulkiram <dzulkiram@...>
wrote: Assalamualaikum, Mohon bantuan informasi tentang imunisasi. Apakah sudah ada vaksin imunisasi yang halal? Kalau sudah ada, ana mohon bisa dibantu nama vaksin dan peruntukannya agar mempermudah ana untuk follow up. JazakAllah Khair Wassalam, Abu Thalhah ==== wa'alaikumsalam, afwan akh kebetulan istri ana msih kuliah di fakultas kedokteran dan alhamdulillah sudah punya anak, setahu beliau imunisasi yang ada sekarang ini halal tidak ada unsur yang menyebabkannya menjadi haram. Terlampir pertanyaan yang sama yang pernah ditanyakan di milis ini, yang dikirim oleh "Abu Abdillah" <abdullah_abu@...> tanggal Mon Aug 13, 2007 5:24 pm From: Dwi Styobudi <ppic.sansyu@...>Alhamdulillah..., Imunisasi termasuk salah satu usaha manusia (ikhtiar) dalam pencegahan suatu jenis penyakit. Akan tetapi tidak berarti bahwa dengan imunisasi manusia akan terbebas dari segala penyakit, karena sakit dan sehatnya seseorang adalah sudah menjadi kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala, Sang Khaliq (Pencipta) alam ini. Pro, kontra masalah imunisasi beredar luas di masyarakat, dengan masing-masing pihak membawakan argumentasi dan rujukannya, maslahat serta madharatnya bagi manusia. Dibawah ini, akan saya ringkaskan penjelasan masalah imunisasi dari majalah assunnah dan juga dari situs almanhaj.or.id semoga bermanfaat. Imunisasi menurut kamus besar bahasa Indonesia, imunisasi diartikan "pengebalan" (terhadap penyakit). Kalau dalam istilah kesehatan imunisasi diartikan pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada mulut anak balita (bawah lima tahun) atau orang dewasa. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan. Dengan demikian. Imunisasi termasuk salah satu usaha manusia (ikhtiar) dalam pencegahan suatu jenis penyakit. Akan tetapi tidak berarti bahwa dengan imunisasi manusia akan terbebas dari segala penyakit, karena sakit dan sehatnya seseorang adalah sudah menjadi kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala, Sang Khaliq (Pencipta) alam ini. Suatu contoh misalnya, organisasi kesehatan dunia (WHO) telah mencanangkan bahwa dunia akan bebas penyakit Polio pada tahun 2000. Sebelumnya telah dilakukan program eradikasi Polio melalui gerakan imunisasi massal sejak tahun 1995-1997 yang ditindak lanjuti dengan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) di Indonesia dan diulang kembali tahun 2001. Manusia mempunyai rencana, tetapi Allah Subhanahu wa ta'ala menentukan segala sesuatun atas umatNya di dunia ini. Betapa tidak, manusia menganggap dunia akan bebas Polio, beberapa tahun kemudian justru penyakit yang dikira sudah pergi dan hilang karena program imunisasi tersebut, ternyata muncul kembali di Indonesia dan dunia-pun heboh karenanya. Sebagai muslim yang sudah ditunjuki kebenaran, tentunya kita harus yakin dan mengimani, bahwa semua penyakit itu datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, demikian juga obatnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit melainkan Allah akan menurunkan pula obat penawarnya" [Hadits Riwayat Bukhari kitab Ath-Thibb, Bab Maa Anzalallahu Da'an Illa Anzala Lahu Syifa'an, hadits no. 5678] Selain itu kita juga meyakini bahwa setiap musibah atau penyakit adalah kehendak dan takdir yang ditetapkan Allah terhadap seseorang, dan tidak ada seorang pun yang dapat menghalanginya atau menolaknya. Sekali lagi, bahwa imunisasi itu termasuk ikhtiar manusia dalam pencegahan suatu penyakit, namun jangan lupa kita pun harus tawakal setelah berupaya menghindari musibah tersebut. "Artinya : Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman" [Al-Maidah : 23] Wallahu 'alam Sumber : Majalah As-Sunnah edisi 04/Th IX/1426H dan sumber lainnya. HUKUM IMUNISASI Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Pertanyaan. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah hukum berobat dengan imunisasi sebelum tertimpa musibah ? Jawaban La basa (tidak masalah) berobat dengan cara seperti itu jika dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya. Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak atau menghindari wabah yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits shahih. Artinya : Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga jika dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan immunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau di mana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan pencegahan. Sebagaimana penyakit yang datang diobati, demikian juga penyakit yang dikhawatirkan kemunculannya. Tapi tidak boleh menggunakan jimat-jimat untuk menghindari penyakit, jin atau pengaruh mata yang jahat. Karena Nabi Shalallahu alaihi wa sallam melarang dari perbuatan itu. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam sudah menjelaskan itu termasuk syirik kecil. Kewajiban kita harus menghindarinya. [Fatawa Syaikh Abdullah bin Baz. Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun X/1427/2006M. Dikutip dari kitab Al-Fatawa Al-Mutaalliqah bi Ath-Thibbi wa Ahkami Al-Mardha, hal. 203. DArul Muayyad, Riyadh] |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Re: Tanya : Hukum berkurban, harus tiap tahun?
waalaikumus salam
1. Hukum Qurban, khilaf ulama, ada yang bilang sunnah muakkadah, ada yang bilang wajib. Yang bilang sunnah muakkadah adalah Jumhur (mayoritas) ulama, dan yang bilang wajib adalah Abu Hanifah. 2. Qurban dilakukan setiap tahun sekali, sebagaimana sholat setiap datang waktunya dikerjakan pada waktunya.. 3. Boleh berqurban di bukan daerah kita, boleh disembelihkan. Namun yang afdhal adalah sembelih sendiri, dalilnya adalah perbuatan nabi dalam berqurban, beliau menyembelih sendiri. Boleh disembelihkan, dalilnya adalah larangan Rasulullah memberi daging kepada tukang sembelih qurban dengan maksud gajinya/upahnya. Jadi, disembelihkan boleh. 4. Pequrban boleh memberikan semua daging qurbannya kepada orang lain. Boleh juga ia mengambil sepertiganya, sisanya untuk tetangga dan kawan-kawannya. bahkan boleh juga anda makan sendiri semuanya. Rasulullah pernah dalam safarnya berqurban dan tidak dibagikan dagingnya kepada siapapun. Wallahu a'lam == aam aminah <aminahyahya@...> wrote: assalamu'alaikumwarohmatulloh Ada yang nitip pertanyaan Bagaimana hukum berkurban? kemudian apakah kurban itu harus tiap tahun atau seumur hidup cukup 1 kali. dan bolehkah kita berkurban di daerah bukan tempat kita tinggal tanpa disaksikan penyembelihannya, hewan kurban diberikan semuannya? mohon jawabannya wassalamu'alaikumwarohmatulloh |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Re: Tentang hukum memakai celana jeans
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
toggle quoted message
Show quoted text
Ustadz Zainal pernah menjawab pertanyaan serupa di kajian di Radio. Beliau menjawab kurang lebih bahwa tidak ada yang salah dengan bahan Jeans. Yang haram adalah karena biasanya celana jeans itu ketat, isbal, terus jarang dicuci (padahal dipakainya biasanya dengan menyeret tanah). Belum lagi kalau celana itu dilobangi di daerah aurat. Selanjutnya beliau menjawab kurang lebih bahwa seandainya bahan jeans itu dibuat menjadi celana yang sesuai dengan syariat (tidak ketat, tidak isbal, dll) maka Insya Alloh, tidak masalah untuk memakainya. Wallahu a'lam Faidzin ibn Sumedi ibn Yasmudi ibn Naya (l.1979 M/1400 H) ----- Original Message ----
From: Zaenal Muttaqin <ze_software2007@...> To: assunnah <assunnah@...> Sent: Monday, December 10, 2007 10:52:30 AM Subject: [assunnah] Tentang hukum memakai celana jeans Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh Ana mau tanya bagaimana hukum nya jika kita memakai celana jeans? apakah diperbolehkan oleh syar'i? jika tidak apa landasan dan dalil yang menguatkan hal tersebut soalnya banyak teman -teman ana yang penasaran akan hal tsb. Terima kasih Wassalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Re: Tanya : Dalil Puasa Arofah
buntoro thok
--- Raras S <dey42s@...> wrote:
Assalamu'alaikum Warohmatulloh,Wa'alaykumussalam warohmatulloh wabarokatuh 1. Dalil puasa 'Arofah: "Dari Abu Qotadah radhiyallohu 'anhu, dia berkata, "Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari 'Arofah. Maka beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Menghapuskan dosa-dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang.'" (Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim no. 1162) 2. Saya tidak tahu, tapi dalam suatu kajian, ustadz Yazid ketika menjelaskan hadits tentang 'Keutamaan melakukan amal shalih di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah', menyatakan amal-amal tersebut adalah: - haji ke baitulloh - umroh - taubat kepada Alloh - memperbanyak dzikrulloh - puasa tanggal 9 Dzulhijjah - infaq dan shodaqoh Dan beliau menjelaskan bahwasanya puasa tanggal 1-9 Dzulhijjah maka Nabi tidak melakukannya, sebagaimana dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh 'Aisyah radhiyallohu 'anha. Wallohu a'lam Mungkin ada yang mau menambahkan atau mengoreksi Wassalamu'alaykum warohmatulloh abu aban |
to navigate to use esc to dismiss