Keyboard Shortcuts
Likes
- Assunnah
- Messages
Search
Re: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<<
Assalamu alaikum wr wb... Setelah saya mengikuti tulisan-tulisan singkat di sini tentang hilal dan keputusan KSA tentang 1 Dzul HIjjah, saya akhirnya ikutan bicara: 1. Kaidah bahwa tulisan di situs internet itu "laa ashla lahu" ini terlalu memaksakan diri dalam berdalil. Mayoritas ulama (kalo tidak semuanya) saat ini memiliki situs internet atau menampilkan tulisan-tulisan mereka di situs internet. Apakah para ulama tersebut menyangka bahwa dengan perbuatannya itu, semua tulisannya yang tadinya tsiqah-ilmiah, karena dimasukkan ke internet lalu menjadi LAA ASHLA LAHU????! Hasysyaa wa kallaa. ? 2. Bahkan tulisan sebagian ikhwan diantara kita, bukankah kita setiap saat saling bertanya, saling meluruskan? ini juga di internet? Apakah semua perbuatan ini laa ashla lahu?? MUHAAL? ? 3. Adapun tentang hilal Dzul Hijjah, maka harus didudukkan masalahnya: Pertama: Sepakat ulama bahwa
melihat hilal itu wajib, teknisnya bisa dengan mata telanjang atupun bantuan alat pandang. Kedua: Hanya bersandar kepada hisab dan menafikan rukyah hilal, juga sepakat ulama, sebagai bid'ah. Nah, selama pembahasan ikhwan-ikhwan seputar ini, saya lihat semuanya sepakat dengan syariat rukyah hilal. Jadi, yang sedang diperbincangkan adalah keputusan KSA. ? 4. Adapun keputusan KSA tentang melihat hilal, maka apapun keputusannya, buah mereka itu sah, tapi tidak mesti buat semua muslim di dunia (ingat, fiqh khilaf taaddudul mathali') ? 5. Yang diperbincangkan kawan-kawan adalah ketidakrincian keputusan KSA. Layaknya sebuah keputusan penting, dimanapun, bahkan Indonesia, setiap sidang itsbat, selalu dirincikan daerah-daerah yang dilihat rukyah hilal beserta semua data jam waktu bahkan menitnya. Setelah itu, hasil rukyahnya, kemudian diistbat/ditetapkan setelah mendengarkan semua pandangan ormas-ormas Islam. NAH, kebetulan
KSA, memang tidak merincinya, dan hanya sekedar mengatakan" setelah mendengar persaksian sejumlah orang yang adil" maka, bla bla bla... (Ini, memang sangat memungkinkan untuk dikatakan cacat dalam keilmiahan. Siapapun bisa mengriktik keilmiahannya. Memang yg saya tahu, semua ulama jika berfatwa pasti berdalil dulu atau beristinbath dulu baru memutuskan hukumnya, kecuali keputusan KSA tentang 1 Dzul Hijjah ini.). ? 6. Jadi, kawan-kawan yang yaqin dgn keputusan KSA, memang berhak untuk mengikuti KSA, namun juga jangan antipati dengan kritikan orang yang tidak yaqin dengan keputusan itu. Sebab, yang tahu tata-cara melihat bulan, bahkan bintang, khan juga bukan hanya KSA, to,..... ? 7. Kawan-kawan yang tidak yaqin dengan KSA, juga berhak untuk dikritik, tentu kritikan pada sisi-sisi data keakuratan rukyah hilal. Saya yakin, bahwa semua kita ingin semaksimal mungkin mengikuti sunnah Nabinya... maka,
santunlah dalam nasihat, selama kita satu keinginan, mengikuti kitab dan sunnah,... Namun, jika sudah beda, dengan hanya cukup mengikuti hawa-nafsu, maka tidak ada kesantunan dan kesopanan untuk orang-orang yang semisal ini...karena tidak ada yang berhak untuk disantuni dan disopani jika tidak menghormati kitab dan sunnah. ? wallahu a'lam == Faidzin Firdhaus wrote:
Looking for last minute shopping deals? |
Re: Tanya : Teknis Hijamah/bekam
Chandraleka
Wa'alaikum salam wa rahmatullah wa barakatuh ...
toggle quoted message
Show quoted text
Ada hadits hadits yang menjelaskan bahwa bekam itu dilakukan pada tanggal tanggal tertentu. Diantaranya Dari 'Abdullah bin Mas'ud, Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya sebaik baik bekam yang kalian lakukan adalah hari ketujuhbelas, kesembilanbelas, dan pada hari keduapuluh satu." (Shahih Sunan At Tirmidzi, Syaikh al Albani rahimahullah (II/204)). Juga ada larangan berbekam pada hari Rabu atau hari Sabtu. Dari Ibnu 'Umar radhiyallahu'anhuma, Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Berbekam dilakukan dalam keadaan perut kosong adalah yang paling ideal, di mana ia akan menambah kecerdasan otak dan menambah ketajaman menghafal. Ia akan menambah seorang penghafal menjadi lebih mudah menghafal. Oleh karena itu, barangsiapa hendak berbekam, maka sebaiknya dia melakukannya pada hari Kamis dengan menyebut nama Allah. Hindarilah berbekam pada hari Jum'at dan hari Sabtu serta hari Ahad. Berbekamlah pada hari Senin dan Selasa. Hindarilah berbekam pada hari Rabu, karena Rabu merupakan hari dimana Nabi Ayyub tertimpa malapetaka. Tidaklah timbul penyakit kusta dan lepra, kecuali pada hari Rabu atau malam hari Rabu." (Shahih Sunan Ibni Majah, (II/261), karya Imam al Albani). Lebih jelasnya bacalah buku karya Dr. Muhammad Musa Alu Nashr di bawah judul "Bekam-Cara Pengobatan Menurut Sunnah Nabi shallallahu'alaihi wa sallam", penerbit Pustaka Imam Asy Syafi'i, cet. Pertama, Maret 2005, hal. 79 - 82). Wassalamu'alaikum Abu Isa Hasan Cilandak al Faqir ila Allah ----- Original Message -----
7. Tanya : Teknis Hijamah/bekam Posted by: "Muhammad Ikhsan" mikhsan@... Fri Dec 14, 2007 4:54 pm (PST) Assalamualaikum Nama saya iksan, saya mau tanya secara detail sesuai dengan hadits yang Shohih dan penjelasan para ulama salaf mengenai pengobatan nabawiah, seperti hijamah, habatusaudah, madu dan lain lainya, misalnya apakah ada sunnahnya dan penjelasan para ulama salaf kalau kita mau bekam pada waktu siang hari dan pada waktu tanggal ganjil pertengahan bulan hijriah, Jazakallohu Khoir iksan |
Tanya : Lokasi sholat idul adha di Bekasi
Assalamu alaikum
Mohon Informasi lokasi Sholat Iedul Adha tanggal 19 Desember di daerah Bekasi dan sekitarnya. Jazakumullah khairan atas Informasinya Panji Dewanto OPERATION SUPPORT PT ARTAJASA PEMBAYARAN ELEKTRONIS Electronic Channel Department Gedung Menara Thamrin Lantai 2 Jl. MH Thamrin Kav. 3 Jakarta 10340 Telephone : 39830040 Ext. 4202 Cellular : 08128312845 Email : pjd@... |
Tanya puasa menjelang idul adha
yuni
Assalamu'alaikum..
Mohon penjelasannya, karena di mekkah ditentukan wukuf hari ini, apakah puasa(di Indonesia) yang dilakukan besok (19 Desember 2007) dimana mengikuti penanggalan pemerintah Indosia- dibolehkan? Keluarga saya memutuskan melakukan puasa dua hari yaitu hari ini dan besok.Tapi ada sebagian yang mengatakan bahwa besok sudah tidak boleh puasa karena wukuf di mekkah hari ini jadi besok adalah idul adha di mekah.(berdasarkan bahwa tidak boleh puasa bila sebagian sudah berhari raya?).Lalu apa yang terbaik kami lakukan?puasa hari ini saja atau besok juga boleh? Mohon bantuannya.Terimakasih Wasalam YUNI |
>>Apa Hukum Shalat Ied?<<
APA HUKUM SHALAT IED ?
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Pertanyaan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum shalat Ied ? Jawaban Yang saya pahami bahwa shalat ied adalah fardhu a'in, sehingga tidak boleh bagi kaum laki-laki untuk meninggalkannya. Mereka harus menghadirinya, karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkannya, bahkan beliau juga memerintahkan para gadis pingitan untuk ikut keluar menuju shalat ied. Bahkan beliau juga memerintahkan orang yang haidh untuk datang juga meskipun mereka harus menjauh dari tempat shalat. Hal ini menunjukkan pentingnya perkara tersebut. Pendapat yang saya sebutkan inilah yang raji dan diambil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Tetapi sebagaimana shalat Jum'at jika tidak mengerjakannya, seseorang tidak perlu mengqadhanya, sebab tidak ada dalil yang menunjukkan kewajibannya. Ia tidak harus melakukan shalat apapun sebagai penggantinya, karena shalat Jum'at jika ketinggalan mengerjakannya maka penggantinya adalah shalat dhuhur. Karena ia adalah waktu dhuhur. Adapun jika ketinggalan shalat ied maka ia tidak usah diqadha. Nasehat saya untuk saudaraku kaum muslimin hendaknya bertaqwa kepada Allah, melaksanakan shalat ini yang berisi kebaikan dan do'a, dan bertemunya manusia satu dengan yang lainnya, serta menumbuhkan rasa kasih sayag dan cinta. Sekiranya manusia diundang untuk menghadiri permainan tentu anda akan melihat mereka bersegera untuk mendatanginya, lalu bagaimana jika yang memanggil mereka adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk melakukan shalat ini yang dengannya mereka mendapatkan pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan janjinya kepada mereka ? Yang perlu diperhatikan bagi wanita yang pergi menuju shalat ied, mereka harus menjauhi tempat para lelaki, hendaknya mereka berada di bagian belakang tempat shalat yang jauh dari lelaki, dan jangan keluar dalam kondisi berhias ataupun bertabarruj (menampakkan auratnya), hal ini sebagaimana terjadi pada zaman Rasul ketika beliau memerintahkan kaum wanita untuk ikut keluar menuju tempat shalat, ada yang berkata : Ya, Rasulullah, di antara kami ada yang tidak mempunyai jilbab. Beliau menjawab : Hendaknya temannya meminjamkan jilbabnya padanya[1] Jilbab yaitu baju panjang atau sejenis mantel. Hal ini menunjukkan kewajiban wanita untuk memakai jilbab jika keluar rumah, karena ketika Rasulullah ditanya tentang wanita yang tidak mempunyai jilbab beliau tidak mengatakan hendaklah ia keluar dengan pakaian semampunya, tetapi beliau mengatakan. Hendaknya saudarinya meminjamkan jilbabnya Dan bagi imam shalat ied jika berkhutbah di depan kaum lelaki hendaknya juga mengkhususkan khutbah di depan kaum wanita jika mereka tidak mendengar khutbah di depan kaum lelaki. Tetapi jika mereka bisa mendengarkannya maka hal ini cukup. Hanya yang lebih utama dalam penghujung khutbah menyinggung khusus hukum hukum wanita sebagai nasihat dan untuk mengingatkan mereka, sebagaimana yang diperbuat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika beliau berkhutbah ied pada kaum lelaki lalu beliau berjalan menuju kaum wanita, lalu menasehati dan mengingatkan mereka [Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah] _________ Foote Note [1]. Hadits Riwayat Bukhari, Kitab Haidh, bab wanita haidh menghadiri shalat dua hari raya dan do'a kaum muslimin (324), Muslim, Kitab Shalat iedain, bab kebolehan wanta keluar pada dua hari raya BAGAIMANA TATA CARA SHALAT IED ? Pertanyaan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana tata cara shalat Ied ? Jawaban Cara shalat ied yaitu imam berdiri mengimami manusia melakukan shalat dua rakaat. Dimulai dengan takbiratul ihram, setelah itu bertakbir 6 kali, lalu membaca Al-Fatihah dilanjutkan dengan membaca surat Al-Qaf. Pada rakaat ke dua setelah bangkit dari sujud dengan mngucap takbir lalu dilanjutkan dengan bertakbir 5 kali. Kemudian membaca surat Al-Fatihah dan surat Al-Qamar. Itulah dua surat yang dibaca Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam shalat hari raya [1]. Ia juga bisa membaca surat Al-Ala dan Al-Ghasiyah pada rakaat berikutnya.[2] Ketahuilah bahwa ada persamaan dan perbedaan tentang surat yang dibaca pada shalat Jumat dan shalat hari raya. Persamaannya yaitu jika membaca surat Al-Ala dan Al-Ghasiyah, sedang perbedaannya jika membaca surat Qafdan surat Al-Qamar pada hari raya, maka pada waktu Jumat membacanya surat Jumah dan surat Al-Munafiqun. Diseyogyakan bagi imam untuk menghidupkan sunnah ini dengan membaca surat-surat tersebut sehingga kaum muslimin tahu tentang sunnah ini dan mereka tidak mengingkarinya bila surat tersebut dibaca. Setelah itu dilanjutkan dengan khutbah, dan sebaiknya dalam khutbah menyinggung masalah-masalah khusus tentang wanita dan memerintahkan kepada mereka hal-hal yang harus mereka kerjakan, dan melarang mereka dari hal-hal yang harus mereka hindari, sebagaimana yang dikerjakan Nabi Shallallahju alaihi wa sallam. BANYAKNYA TEMPAT SHALAT IED DI SUATU DAERAH Pertanyaan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana hukum banyaknya tempat shalat ied di sebuah daerah ? Berilah kami fatwa, Allah akan membalasi anda. Jawaban Bila memang kondisi membutuhkan maka tidak mengapa, sebagaimana bila diperlukan pula dalam shalat Jumat, karena Allah Subhanahu wa Taala berfirman. Artinya : Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka [Al-Hajj ; 78] Dan jika kita tidak katakan bolehnya berbagai tempat tentu akan haramlah shalat Jumat dan Ied yang dikerjakan sebagian manusia. Contoh dibutuhkannya beberapa tempat untuk shalat ied yaitu jika daerahnya sangat luas, sehingga menyulitkan manusia yang berada di tempat jauh untuk mendatangi satu tempat. Adapun jika tidak membutuhkan diadakannya dalam beberapa tempat maka cukuplah dengan satu tempat. [Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah] __________ Foote Note [1]. Hadits Riwayat Muslim, Kitab Iedain, Bab ; Apa yang dibaca dalam shalat hari raya (607) [2]. Hadits Riwayat Muslim, Kitab Jumah, Bab : Apa yang dibaca saat shalat Jumat (598) (890) _________________________________________________________________ Windows Live Spaces is here! Its easy to create your own personal Web site. |
>>Takbir Idul Fithri Dan Idul Adha<<
TAKBIR PADA IDUL FITHRI DAN IDUL ADHA
Oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al Halabi Al Atsari Allah Ta'ala berfirman : "Artinya : Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, mudah-mudahan kalian mau bersyukur". Telah pasti riwayat bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Artinya : Beliau keluar pada hari Idul fitri, maka beliau bertakbir hingga tiba di mushalla (tanah lapang), dan hingga ditunaikannya shalat. Apabila beliau telah menunaikan shalat, beliau menghentikan takbir"[1] Berkata Al-Muhaddits Syaikh Al Albani : "Dalam hadits ini ada dalil disyari'atkannya melakukan takbir secara jahr (keras/bersuara) di jalanan menuju mushalla sebagaimana yang biasa dilakukan kaum muslimin. Meskipun banyak dari mereka mulai menganggap remeh sunnah ini hingga hampir-hampir sunnah ini sekedar menjadi berita ... Termasuk yang baik untuk disebutkan dalam kesempatan ini adalah bahwa mengeraskan takbir disini tidak disyari'atkan berkumpul atas satu suara (menyuarakan takbir secara serempak dengan dipimpin seseorang -pent) sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang. Demikian pula setiap dzikir yang disyariatkan untuk mengeraskan suara ketika membacanya atau tidak disyariatkan mengeraskan suara, maka tidak dibenarkan berkumpul atas satu suara seperti yang telah disebutkan. Hendaknya kita hati-hati dari perbuatan tersebut[2], dan hendaklah kita selalu meletakkan di hadapan mata kita bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam". Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya, maka beliau rahimahullah menjawab : "Segala puji bagi Allah, pendapat yang paling benar tentang takbir ini yang jumhur salaf dan para ahli fiqih dari kalangan sahabat serta imam berpegang dengannya adalah : Hendaklah takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq ( tanggal 11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Ini merupakan kesepakatan para imam yang empat". [Majmu Al -Fatawa 24/220 dan lihat 'Subulus Salam' 2/71-72] Aku katakan : Ucapan beliau rahimahullah : '(dilakukan) setelah selesai shalat' -secara khusus tidaklah dilandasi dalil. Yang benar, takbir dilakukan pada setiap waktu tanpa pengkhususan. Yang menunjukkan demikian adalah ucapan Imam Bukhari dalam kitab 'Iedain dari "Shahih Bukhari" 2/416 : "Bab Takbir pada hari-hari Mina, dan pada keesokan paginya menuju Arafah". Umar Radliallahu 'anhu pernah bertakbir di kubahnya di Mina. Maka orang-orang yang berada di masjid mendengarnya lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang berada di pasar hingga kota Mina gemuruh dengan suara takbir. Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu dan setelah shalat (lima waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majlis dan di tempat berjalannya pada hari-hari itu seluruhnya. Maimunnah pernah bertakbir pada hari kurban, dan para wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam hari Tasyriq bersama kaum pria di masjid". Pada pagi hari Idul Fitri dan Idul Adha, Ibnu Umar mengeraskan takbir hingga ia tiba di mushalla, kemudian ia tetap bertakbir hingga datang imam. [Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni, Ibnu Abi Syaibah dan selainnya dengan isnad yang shahih. Lihat "Irwaul Ghalil' 650] Sepanjang yang aku ketahui, tidak ada hadits nabawi yang shahih tentang tata cara takbir. Yang ada hanyalah tata cara takbir yang di riwayatkan dari sebagian sahabat, semoga Allah meridlai mereka semuanya. Seperti Ibnu Mas'ud, ia mengucapkan takbir dengan lafadh : Allahu Akbar Allahu Akbar Laa ilaha illallaha, wa Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu. "Artinya : Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian". [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/168 dengan isnad yang shahih] Sedangkan Ibnu Abbas bertakbir dengan lafadh. Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, wa lillahil hamdu, Allahu Akbar, wa Ajalla Allahu Akbar 'alaa maa hadanaa. "Artinya : Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi Allah lah segala pujian, Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar atas petunjuk yang diberikannya pada kita". [Diriwayatkan oleh Al Baihaqi 3/315 dan sanadnya shahih] Abdurrazzaq[3] -dan dari jalannya Al-Baihaqi dalam "As Sunanul Kubra" (3/316)- meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Salman Al- Khair Radliallahu anhu, ia berkata : "Artinya : Agungkanlah Allah dengan mengucapkan : Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar kabira". Banyak orang awam yang menyelisihi dzikir yang diriwayatkan dari salaf ini dengan dzikir-dzikir lain dan dengan tambahan yang dibuat-buat tanpa ada asalnya. Sehingga Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam "Fathul Bari (2/536) : "Pada masa ini telah diada adakan suatu tambahan[4] dalam dzikir itu, yang sebenarnya tidak ada asalanya". [Disalin dari buku Ahkaamu Al'Iidaini Fii Al Sunnah Al Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid al-Halabi Al-Atsari hal. 19-22, terbitan Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein] _________ Foote Note. [1]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam "Al-Mushannaf" dan Al-Muhamili dalam "Kitab Shalatul 'Iedain" dengan isnad yang shahih akan tetapi hadits ini mursal. Namun memiliki pendukung yang menguatkannya. Lihat Kitab "Silsilah Al Hadits As-Shahihah" (170). Takbir pada Idul Fithri dimulai pada waktu keluar menunaikan shalat Ied [2]. Silsilah Al Hadits As-Shahihah 91/121) Syaikh Al Alamah Hamud At-Tuwaijiri rahimahullah memiliki risalah tersendiri tentang pengingkaran takbir yang dilakukan secara berjamaah. Risalah ini sedang di cetak. [3]. Aku tidak melihatnya dalam kitabnya "Al Mushannaf". [4]. Bahkan tambahan yang banyak !! _________________________________________________________________ Try it! Live Search: New search found. |
>>Hukum Takbir Bersama-Sama Dengan Satu Suara<<
HUKUM TAKBIR BERSAMA-SAMA DENGAN SATU SUARA
Oleh Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah waI Ifta Pertanyaan Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah waI Ifta ditanya : Kami menginginkan dari anda penjelasan terntang hukum takbir pada hari-hari tasyriq dan ied Ramadhan dengan cara bersama-sama, seperti Imam membaca pada setiap shalat. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa Ilaha Illallah Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahilhamdu Lalu jamaah mengulangi dengan satu suara yang tinggi dan lagu. Hal ini mereka mengulang-ulangi tiga kali tiap-tiap seusai shalat selama tiga hari. Perlua diketahui, bahwa amalan itu tersebar di sebagian kampong di berbagai penjuru provinsi. Jawaban Takbir di syariatkan pada malam Iedul fithri dan Iedul adha dan setiap sepuluh Dzulhijjah secara mutlaq (umum). Juga setelah setiap shalat dari fajar hari Arafah sampai akhir hari-hari tasyriq, karena firman Allah Subhanahu wa Taala. Artinya : Dan hendaklah kamu mecukupkan bilangan dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadmu [Al-Baqarah : 185] Dan firman Allah Artinya : Dan berdzikirlah (dengan menyebutt) Allah dalam beberapa hari yang berbilang [Al-Baqarah : 203] Dan telah dinukil dari Imam Ahmad, bahwa ia ditanya : Hadits apa yang anda pegangi sehingga beranggapan, bahwa takbir dimulai dari shalat fajar hari Arafah sampai akhir hari-hari tasyriq? Dia menjawab, Dengan landasan ijma (kesepakatan ulama). Tapi takbir bersama dengan satu suara tidak disyariatkan. Bahkan cara itu merupakan bidah. Karena telah sah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda. Artinya : Barangsiapa yang mengada-ada pada urusan agama kami ini tanpa ada landasannnya, maka hal itu tertolak. Amalan itu tidak pernah dilakukan oleh generasi As-Salaf Ash-Shalih, baik dari kalangan sahabat Nabi, tabiin maupun tabii-tabiin. Padahal mereka itu sebagai teladan. Yang wajib ialah ittiba (menuruti dalil) serta tidak ibtida (mengada-ada) terhadap agama ini. Dan kepada Allah-lah kita mengharapkan taufiq. Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepad nabi kita Muhammad, para keluarganya serta para sahabatnya. [Fatawa Lajnah Daimah 8/311-312 No. 9887] Pertanyaan Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah waI Ifta ditanya : Telah sah bagi kami bahwa, takbir pada hari-hari tasyriq merupakan sunnah. Maka, benarkah jika imam takbir lalu orang-orang mengikuti dari belakang ? Atau apakah setiap orang takbir sendiri-sendiri dengan suara pelan atau keras? Jawaban Setiap orang takbir sendiri dengan suara keras. Karena sesungguhnya tidak ada hadits yang sah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang takbir bersama-sama, dan beliau telah bersabda. Artinya : Barangsiapa yang mengada-ada pada urusan agama kami ini tanpa ada landasannnya, maka hal itu tertolak. Dan kepada Allah-lah kita mengharapkan taufiq. Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepad nabi kita Muhammad, para keluarganya serta para sahabatnya. [Fatwa Lajnah Daimah 8/310 No. 8340] Pertanyaan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Di sebagian tempat, pad hari ied sebelum shalat, imam takbir dengan microphone dan orang-orang yang hadir mengikutinya. Bagaimana hukum alaman ini ? Jawaban Cara takbir yang disebutkan oleh penanya tidak ada contohnya dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat beliau. Adapun menurut sunnah (ajaran) Nabi setiap orang bertakbir sendiri. [Fatawa Arkanul Isam, hal 399] Pertanyaan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimanakah hukum takbir bersama-sama pada hari-hari ied ? Dan bagaimanakah ajaran sunnah dalam bertakbbir ? Jawaban Yang nampak (benar), bahwa takbir bersama-sama pada hari-hari Ied tidaklah masyru. Ajaran sunnah dalam takbir ini, ialah setiap orang bertakbir dengan suara yang keras. Masing-masing bertakbir sendiri. [Al-Kalimaat An-Nafiaat Haula Badli Al Bidai wa Al-Munkarat Al-Waqah hal.26] HUKUM TAKBIR JAMAI DI MASJID-MASJID DAN SEBELUM SHALAT IED Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Saya telah menelaah apa yang disebarkan oleh Fadhilah Al-Akh Syaikh Ahmad bin Muhammad Jamal semoga Allah menujukannya kepada yang diridhai-Nya. Yaitu yang dimuat di sebagian Koran lokal, tentang penilaiannya yang menganggap aneh pelarangan takbir jamai di masjid-masjid sebelum shalat Ied, dengan anggapan bahwa amalan ini merupakan bidah yang wajib dilarang. Syaikh Ahmad dalam makalahnya tersebut berusaha untuk memberikan dalil, bahwa takbir jamai bukan bidah dan tidak boleh dilarang. Dan pandangannya ini di dukung oleh sebagian penulis lain. Karena khawatir persoalan ini menjadi kabur bagi orang yang tidak mengetahui hakikat masalahnya, maka saya ingin menjelaskannya. Bahwasanya hukum asal takbir pada malam Ied, sebelum shalat Iedul Fithri, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan pada hari-hari tasyriq merupakan amalan yang di syariatkan pada waktu-waktu yang utama ini. Pada amalan tersebut terdapat keutamaan yang banyak, karena firman Allah Subhanahu wa Taala tentang takbir Iedul Fithri. Artinya : Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu dan agar kamu bersyukur [Al-Baqarah : 185] Dan firman Allah Subhanahu wa Taala tentang sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan pada hari-hari tasyriq. Artinya : Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka, dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang dimaklumkan (ditentukan) atas rizki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak [Al-Hajj : 28] Dan firman Allah Azza wa Jalla. Artinya : Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang madudat (yang berbilang) [Al-Baqarah: 203] Diantara dzikir yang masyru pada hari-hari yang malumat (ditentukan) dan hari-hari yang madudat (yang berbilang) ini ialah takbir muthlaq dan takbir muqayyad, sesuai yang ada dalam sunnah muthahharah dan pengamalan salaf. Dan sifat takbir yang masyru, ialah setiap muslim bertakbir dan mengeraskan suaranya sehingga orang-orang mendengarkan takbirnya, lalu merekapun mencontohnya dan ia mengingatkan mereka dengan takbir. Adapun takbir jamai yang mubtada (yang bidah), ialah adanya sekelompok jamaah dua orang atau lebih banyak- mengangkat suara semuanya. Mereka memulai bersama-sama dan berakhir bersama-sama dengan satu suara serta dengan cara khusus. Amalan ini tidak mempunyai dasar serta tidak ada dalilnya. Hal seperti itu merupakan bidah dalam cara bertakbir. Allah tidak menurunkan dalil keterangan untuknya. Maka, barangsiapa yang mengingkari cara takbir yang seperti ini, berarti dia berpihak kepada yang haq, karena sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Artinya : Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak berlandaskan perintah kami, maka amalan itu ditolak. Maksudnya : Tertolak dan tidak masyru Dan karena sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam Artinya : Waspadalah terhadap segala urusan yang diada-adakan, karena semua yang diada-adakan adalah bidah dan semua bidah sesat. Dan takbir jamai diada-adakan, maka amalan ini bidah. Amalan manusia jika menyalahi syariat, maka wajib diingkari. Karena ibadah bersifat tauqifiyyah. Yaitu ibadah itu tidak disyariatkan, kecuali yang tercakup dalam dalil Al-Kitab dan As-Sunnah. Adapun perkataan dan pendapat manusia, maka tidak ada nilai hujjahnya jika menyalahi dalil-dalil syari. Begitu juga al-mashlahah al-mursalah, ibadah tidak bisa ada dengan berpatokan padanya. Karena ibadah hanya ditetapkan dengan nash dari Al-Kitab dan As-Sunnah serta ijma yang qathi. Yang disyariatkan ialah setiap muslin bertakbir sesuai dengan cara yang masyru, yang sah berdasarkan dalil-dalil syari. Yaitu dengan cara sendiri-sendiri (masing-masing). Takbir jamai telah diingkari. Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Mufti Saudi rahimahullah telah melarang takbir jamai. Beliau telah mengeluarkan fatwa larangan ini. Dan telah keluar dari saya sendiri lebih dari satu fatwa larangan takbir jamai. Dan telah keluar fatwa larangan takbir jamai dari Komite Tetap Untuk Riset Ilmiah dan Fatwa. Syaikh Hammud bin Abdillah At-Tuwaijiri rahimahullah telah menyusun risalah yang sangat bagus tentang pengingkaran takbir jamai dan pelarangannya risalah ini sudah dicetak dan tersebar. Dalam risalah itu terdapat dalil-dalil pelarangan takbir jamai yang memadai serta memuaskan, Alhamdulillah Adapun yang dijadikan hujjah oleh Syaikh Ahmad, yaitu perbuatan Umar Radhiyallahu anhu dan orang-orang di Mina, maka tidak ada hujjah-nya. Karena amalan Umar Radhiyallahu anhu dan amalan orang-orang di Mina bukan termasuk takbir jamai, tetapi itu merupakan takbir yang masyru. Yaitu karena Umar Radhiyallahu anhu mengeraskan suaranya dengan takbir untuk mengamalkan sunah, dan untuk mengingatkan orang-orang terhadap sunnah ini, sehingga merekapun ikut bertakbir. Setiap orang bertakbir menurut keadaannya, dan tidak ada kebersamaan antara mereka dengan Umar Radhiyallahu anhu untuk mengeraskan suara takbir dengan satu suara dari awal sampai akhir takbir seperti halnya cara orang-orang yang melakukan takbir jamai pada zaman sekarang ini. Begitulah semua cara takbir yang diriwayatkan dari As-Salaf Ash-Shalih rahimahullah dalam semua takbir, seperti cara yang disyariatkan. Barangsiapa yang mempunyai anggapan yang menyalahi cara tadi, maka ia wajib mendatangkan dalil. Seperti itu juga hukum nida (panggilan/himbauan) untuk shalat Ied, shalat tarawih, qiyamullail atau witir. Semuanya bidah dan tidak ada asal (dalil)nya. Dan telah sah dalam hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau shalat Ied tanpa ada adzan dan tanpa iqamat. Sepengetahuan kami tidak ada ahlul ilmi yang mengatakan adanya nida (panggilan/himbauan) tertentu, sehingga ia wajib menunjukkan dalil. Dan hukum asalnya adalah tidak ada. Maka, seseorang tidak boleh mensyariatkan suatu ibadah berupa perkataan atau perbuatan, kecuali dengan dalil dari Kitab Al-Aziz atau dari As-Sunnah yang shahih, atau ijma ahlul ilmi seperti yang sudah disebutkan. Karena umumnya dalil-dalil syari melarang bidah-bidah, serta memerintahkan untuk mewaspadainya. Diantaranya firman Allah. Artinya : Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka dien yang tidak diizinkan oleh Allah? [As-Syura : 21] Termasuk diantara dalil-dalil ini ialah kedua hadits yang disebutkan tadi, termasuk sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam Artinya : Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak berlandaskan perintah kami, maka amalan itu ditolak. Dan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam khutbah Jumat. Artinya : Amma badu. Maka sesungguhnya sebaik-baik hadits adalah kitab Allah. Sebaik-baik ajaran adalah ajaran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Dan sesungguhnya sejahat-jahat urusan ialah yang diada-adakan, dan setiap bidah adalah sesat Hadits-hadits serta atsar-atsar yang semakna dengan ini banyak. Kepada Allah semata (kita) memohon, agar Dia menunjukkan kepada kami dan Syaikh Ahmad serta semua ikhwan kita untuk memahami dienNya. Serta tetap berpegang padanya. Dan semoga Dia mejadikan kita semua termasuk ke dalam golongan duat yang menyerukan ajaran Allah dan membela kebenaran. Dan supaya Dia melindungi kita serta semua kaum muslimin dari segala sesuatu yang menyalahi syariatNya. Sesungguhnya Dia Maha Baik, lagi Maha Mulia. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VI/1423H/2003M, Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183] _________________________________________________________________ Call friends with PC-to-PC calling FREE |
Lokasi sholat idul adha di Bandung
Assalamu'alaium warohmatullahi wabarokatuuh,
Akhi & Ukhti, Ana lagi safar nih di Bandung dan tanggal 19 Des tidak libur jadi masih tetap di Bandung. Ada yang tahu lokasi sholat Idul Adha di Bandung tanggal 19 Des 2007, ana tinggal di daerah sukajadi nih Hotel Majesty. Jazakumullahu khoiron Wassalam, Nursaid |
Re: >> Tabligh Akbar di BSD Serpong <<
Abu Luqman
Tambahan transportasi :
Dari Kota/Mangga Dua naik Trans BSD jurusan BSD-Kota-Mannga Dua, Dari Senen naik Trans BSD jurusan Senen - BSD, Dari Ratu Plasa naik trans BSD jurusan Ratu Plasa - BSD, turun di Pasar Modern BSD --- In assunnah@..., Mobile-15 <dss15@...> wrote: naik angkot putih jurusan BSD City, turun di terminal BSD City |
Re: jika ada orang keristen yang mengucap Insya Alloh
Chandraleka
Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh ....
toggle quoted message
Show quoted text
Bila ada seorang kafir yang mengucapkan salam kepada kita (orang muslim), misal dengan 'Assalamu'alaikum' dengan ucapan yang fasih, benar dan tidak bermaksud mengolok-olok, maka harus kita jawab juga dengan ucapan yang sama, yaitu "Wa'alaikum SALAM". Ada penjelasan yang bermanfaat dari Ustadz Abdul Hakim dalam masalah ini yaitu di Al Masaa il jilid 7 Masalah ke 178 "Kewajiban Menjawab Salam". Beliau membawakan ayat berikut : "Dan apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu." (QS. An Nisaa' : 86). Kemudian berkata beliau "Dan dari ayat yang mulia ini pun dapat dikeluarkan hukum: Bahwa menjawab salam orang orang kafir yang mengucapkan salam kepada kita dengan salam islami dengan FASIH dan dengan maksud MENGHORMATI dan memuliakan kita, bukan untuk MENGEJEK atau mengolok-olok kita, maka hukumnya wajib bagi kita menjawab salam mereka sebagaimana perintah Allah di atas yang bersifat UMUM dan MUTLAK." (Abdul Hakim bin Amir Abdat, Al Masaa il Jilid 7, Darus Sunnah, Jakarta, Cet. I, Oktober 2006, hal. 39). Kemudian al Ustadz membawakan beberapa hadits lengkap dalam masalah ini sehingga bisa dilihat sebab sebabnya. Salah satunya adalah ini: Berkata Hisyam bin Zaid bin Anas bin Malik: Saya pernah mendengar Anas bin Malik berkata: Seorang Yahudi pernah lewat dihadapan Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam lalu dia mengucapkan (salam dengan ucapan): AS SAAMU' ALAIKA. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam menjawabnya: "WA'ALAIKA. Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda (kepada para Shahabat): "Tahukah kamu apa yang dia ucapkan? Dia mengucapkan (salam kepadaku dengan ucapan): AS SAAMU'ALAIKA." Para shahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, bolehkan kami membunuhnya? Beliau menjawb: "Jangan! (Tetapi) apabila Ahlul Kitab memberi salam kepada kamu maka jawablah: "WA'ALAIKUM (saja)." (HR. Bukhari no. 6926). Perlu diketahui bahwa ucapan Yahudi tersebut adalah AS SAAMU yang artinya KEMATIAN. Jadi AS SAAMU' ALAIKA artinya KEMATIAN atas kamu. Jadi Yahudi tersebut tidak mengucapkan dengan benar ucapan salam yang kaum muslimin ucapkan. Kemudian Ustadz Abdul Hakim melanjutkan, "Dari beberapa riwayat shahih di atas dapatlah kita mengetahi dengan jelas sekali SEBAB SEBAB Nabi yang mulia Shallallahu'alaihi wa sallam telah memerintahkan para shahabat untuk menjawab salamnya orang orang Yahudi dengan ucapan: WA 'ALAIKUM atau WA'ALAIKA saja tanpa tambahan SALAM dan seterusnya. Yaitu yang menjadi penyebabnya: Apabila mereka memberi salam kepada Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam dan para shahabat mereka mengucapkan AS SAAMU 'ALAIKA atau AS SAAMU 'ALAIKUM. Sedangkan arti dari AS SAAMU adalah MATI atau Kematian. Oleh karena itu Nabi yang mulia Shallallahu'alaihi wa sallam bersama para shahabat mencukupi menjawab salam mereka dengan ucapan yang SAMA dengan apa yang telah mereka ucapkan yaitu : WA'ALAIKA atau WA'ALAIKUM saja. Yakni ATASMU atau ATAS KAMU JUGA KEMATIAN." (Idem hal 45). Kemudian Ustadz Abdul Hakim melanjutkan lagi, "Ini. Kemudian setelah kita mengetahui sababul wuruudil hadits dapatlah kita mengeluarkan hukumnya -karena hukum itu beredar bersama 'illat atau sebabnya, maka apabila telah hilang 'illatnya dengan sendirinya hukum tersebut kembali kepada asalnya- yaitu: Kewajiban menjawab salam manusia hatta dia orang kafir atau musyrik, apabila mereka mengucapkan salam kepada kita dengan SALAM ISLAMI YANG FASIH dan dengan maksud menghormati kita dan bukan dengan lafazh AS SAAMU seperti yang pernah diucapkan orang orang Yahudi kepada Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam dan para shahabat. Karena 'illat atau sebab yang menyebabkan Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam memerintahkan para shahabat untuk menjawab salamnya orang orang Yahudi dengan jawaban WA'ALAIKUM atau WA'ALAIKA saja telah HILANG atau tidak ada. Yakni ketika mereka memberi salam kepada kita dengan salam islami yang fasih yaitu AS SALAAMU 'ALAIKUM, atau ASSALAMU 'ALAIKUM WA RAHMATULLAH, atau ASSALAMU'ALAIKUM WA RAHMATULLAH WA BARAKATUH, maka kewajiban kita menjawab salamnya dengan jawaban yang sama atau yang lebih baik sebagaimana perintah Allah Jalla Dzikruhu. Karena tidak ada alasan bagi kita untuk TETAP menjawab salamnya dengan ucapan WA'ALAIKUM atau WA'ALAIKA saja setelah 'illat yang ada dihadits tersebut hilang atau tidak ada." (Idem hal. 45-46). Wassalamu'alaikum Abu Isa Hasan Cilandak al Faqir ila Allah ----- Original Message -----
1a. Re: jika ada orang keristen yang mengucap Insya Alloh Posted by: "Ahmad Ridha" ahmad.ridha@... ahmad_ridha1980 Thu Dec 13, 2007 5:09 am (PST) On Dec 7, 2007 10:40 AM, obiatul_adawiyah <obiatul_adawiyah@...> wrote: > Saya kesel mendengarkan itu, karena tidak seharusnya mereka > mengucapkan itu. untuk yang berkata Assalamu'alaikum memang tidak saya > jawab. > Berkenaan ucapan salam dari mereka maka hal ini telah diatur dalam syari'at kita yakni menjawab dengan ucapan "Wa'alaykum." Dengan jawaban itu, jika ia mengucapkan kebaikan dalam salamnya maka kita doakan kebaikan berupa hidayah baginya sedangkan jika ia mengucapkan keburukan dalam salamnya maka itu kembali kepada dirinya. Sebagaimana yang dikatakan akh Abu Haekal, hal ini bisa menjadi jalan sampainya hidayah kepadanya, misalnya tanyakan kepadanya apakah ia paham makna ucapan-ucapan itu. Dapat dijelaskan bagaimana nilai sebuah ucapan "assalaamu'alaykum" lebih besar daripada ucapan-ucapan "selamat pagi", "halo" atau semacamnya. Begitu juga ucapan-ucapan lainnya. Jelaskan bahwa ucapan-ucapan itu diatur dalam Islam dan bukanlah sesuatu yang dibuat-buat atau semata-mata kebiasaan. -- Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim (l. 1400 H/1980 M) |
Radio Assunnah Fm Cirebon
abu ali diding
Assalamu Alaikum,
Bismillahi washolaatu wassalamu ala rosulillah, Amma Ba'du Untuk Ikhwan akhwat dan kaum muslimin di wilayah Cirebon kini telah mengudara Radio dakwah Salafiyah As-Sunnah FM di 107.9 berstatus radio komunitas. Beralamat di Ponpes As-Sunnah Cirebon Jalan Kalitanjung.52.B.Dengan siaran tilawah qur'an dan kajian ilmiyah islamiah.MP3 dan siaran langsung. Kajian MP3 para assatidz salafiyah seperti Ustadz Yazid Jawas, Ust.Abdul Hakim, Abu Haidar, Abu Qotadah, Zainal Abidin, Armen H.Naro - Rohimahulloh,Aunurropfiq Ghufron, dll. Siaran Langsung tauisiah dan tanya jwab via telp. dan sms setiap malam kecuali malam sabtu pukul 08.00. Pengennya sih suatu saat kita duduk di radio swasta FM atau AM seperti Hang dan Rodja, mohon do'a. Salah satu majelis ta'lim/ yayasan binaan dari ponpes As-Sunnah juga telah mendirikan radio SIS Fm yang bertempat di Karang suwung sindang laut Cirebon dengan wilayah jangkauan sindang laut, losari, kuningan. sementara masih di 88,2. Info Lanjut silahkan hub.0231-488728 Atau 0231-3305933 ( Abu Ali, Kepala produksi dan penyiaran ) |
Tanya : Masalah Mengangkat Tangan Ketika Sujud dan Bangkit Dari Sujud
Assalamu'alaikum,
Ana masih belum paham betul penjelasan tentang sunnah rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam "mengangkat tangan ketika sujud, dan bangkit dari sujud & duduk diantara dua sujud, sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Al-Masaa-il Jilid II karangan Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat. Apakah benar kesimpulan ana bahwa mengangkat tangan adalah pada saat : a. turun hendak sujud (dari posisi berdiri) b. mengangkat kepala dari sujud (posisi duduk) c. sujud kembali d. bangkit dari sujud (ke posisi berdiri) e. mengangkat kepala dari sujud (posisi duduk baik pada saat tahiyyat/tasyahhud awal, maupun tahiyyat/tasyahhud akhir) kalau benar kesimpulan ana seperti butir a s/d e, maka dengan demikian mengangkat tangan adalah pada setiap "ucapan takbir" yang mengawali setiap gerakan. Apakah benar demikian? demikian pertanyaan ana, terimakasih atas penjelasannya, jazakallah khoiron Wassalamu'alaikum --------------------------- Send instant messages to your online friends |
>> Tabligh Akbar di BSD Serpong <<
Mobile-15
Ikuti Tabligh Akbar
*FENOMENA HARI AKHIR* Bersama : Ustadz Abu Haedar As-Sundawy Lc Hari/Tgl: Selasa, 1 Januari 2008 Pukul : 08.30 - 12:00 Tempat : Masjid Ar-Rahman BSD City Sektor 1.1 Transportasi * Dari Bekasi, Pulo gadung dan Kp. Rambutan, naik AJA, turun Kebon Nanas, meyebrang naik angkot B04, turun terminal BSD City * Dari Ciputat naik angkot jurusan BSD City * Dari Tanah Abang / Kota, naik KRL turun stasiun Serpong, lantas naik angkot putih jurusan BSD City, turun di terminal BSD City CP: Zuhri/Ujang (021 5376920) Arifin (08176471547) |
Re: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<<
Terimakasih atas nasihatnya.
Untuk seterusnya saya akan lebih?berhati-hati dan menahan diri dalam forum milis ini.
Semoga saya dapat mengambil hikmah untuk tetap bersatu dalam keputusan?lembaga yang memang punya otoritas untuk menyatukan,... yaitu negara. Dan tidak berpecahbelah dengan keputusan-keputusan lembaga-lembaga lain.
Bagi saya yang tinggal di Indonesia, maka cukuplah keputusan pemerintah Indonesia?untuk saya.
Bagi yang?mukim di Saudi, maka cukuplah keputusan?pemerintah Saudi?untuk kalian.
Bagi yang tinggal di North America, maka cukuplah keputusan Islamic Center di daerah kalian untuk kalian.
Kebenaran dalam hal ini saya serahkan pada Alloh.
Semoga kita bisa bersama-sama disatukan di jannah-Nya.... Sehingga bisa bersama-sama tersenyum ketika Alloh memberitahukan kebenaran dalam masalah yang kita perselisihkan ini.
Dari Saudara?Anda yang mencintai Anda semua?karena Alloh.
Abu Zaid Faidzin ibn Sumedi ibn Yasmudi?ibn Naya?(l.1979 M/1400 H) ????? ??????? ??????? ?????????? ?????? ???????????? ?????? ???????? ????? ?????????????
?
?
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: ? Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al Hujurat : 6) ? Sebaiknya akhi Faidzin berhati-hati dalam melemparkan suatu berita/opini/ dugaan. Hujjah-hujjah yang dibawakan oleh akhi Faidzin terdiri dari 2 hal:
? Perlu diketahui kiranya, bahwa siapapun bisa saja menulis diwebsite, baik itu orang shalih, fasiq, kafir, munafik dsb. Tanpa diketahui siapa kiranya dirinya. Maka dalam hal ini ¨C menurut kaidah ¨C ilmu hadits, status tulisan diwebsite adalah ¡°LA ASH LALAHU/TIDAK ADA ASAL USULNYA¡± karena tidak diketahui secara pasti ¡°majhul¡± siapa sebenarnya penulisnya. Sehingga tulisan di internet ¡°SAMA SEKALI TIDAK BISA DIJADIKAN HUJJAH¡±. ? Adapun mengenai perhitungan posisi bulan, saya sama sekali tidak tahu bagaimana menghitungnya. Ana sama sekali jahil mengenai masalah ini. Tetapi yg ana tahu bahwa tidak ada satupun dalil syar¡¯I yg menyatakan bahwa penentuan tanggal menggunakan hisab, atau ru¡¯yat itu harus disesuaikan dengan hisab. ? Pada tulisan dari akhi warjiya yg lalu, beliau telah membawakan fatwa dari Dewan Pengadilan Tinggi Kerajaan Saudi Arabia, yang ana tahu isinya adalah para ahli ¡®ilmu/masyaikh ahlu sunnah yg ¡®alim, dan tsiqah. Maka tidaklah pantas menolak atau mempertanyakan fatwa mereka hanya berdasarkan perkataan yg berkualitas ¡°TIDAK ADA ASAL USULNYA¡± ataupun ¡°AKAL¡±. ? Kalau ada yg berkata bukankah mereka ini manusia biasa yg bisa saja salah dalam berfatwa? Maka ana jawab Ya! Memang benar mereka ini adalah manusia biasa yg bisa salah bisa benar. Akan tetapi ketika kita berpegang pada fatwa mereka, kita telah melaksanakan perintah Allah: maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui (16:43) sehingga telah gugur kewajiban kita, karena mereka ini telah sampai ke derajat mujtahid (org2 yg berhak untuk berijtihad). ? Adapun mengenai Puasa Arafah dan Idul Adha, ana lebih menguatkan pendapat yg menyatakan bahwa puasa Arafah mengikuti org2 wukuf dan Idul Adha mengikuti pemerintah setempat. Karena pendapat ini mengakomodir seluruh hadits yg ada mengenai puasa Arafah dan ¡®Ied. ? Wallahu A¡¯lam From: assunnah@yahoogroup s.com [mailto:assunnah@ yahoogroups. com] On Behalf Of Faidzin Firdhaus
Sent: Friday, December 14, 2007 5:53 PM To: assunnah@yahoogroup s.com Subject: Re: [assunnah] RE: >>Commentary Moonsighting. com about saudi Arabia << ? Perihal kesalahan keputusan Arab Saudi sudah sangat masyhur di kalangan para perukyat (bukan hanya para ahli hisab). Di situs ICOP (islamic crescent observation project) yang dikelola oleh Muhammad Odeh dimuat juga pernyataan resmi ICOP tentang kesalahan keputusan Arab Saudi tersebut. Silakan dibaca di: ? Baiklah, kalau memang di saudi ada saksi yang melihat bulan pada tanggal 9 desember, maka saya bisa memastikan?insya Alloh bahwa yang dia lihat adalah bulan tua?dari dzul qo'dah, bukan bulan baru dzul hijjah, karena pada tanggal itu bulan?"berjalan" di depan matahari. (kalau bulan baru kan bulan?"berjalan" di belakang matahari). Itupun kalau memang ada yang melihat... Saya kutipkan dari rukyatulhilal. org: Di Saudi pada Minggu, 9 Desember 2007 ghurub (matahari terbenam - red) terjadi pada pukul 17:39 Waktu Makkah sedangkan Ijtimak (konjungsi = matahari bumi bulan ada pada satu garis lurus = matahari "menyalip" bulan - red) terjadi pada pukul 20:42 Waktu Makkah. Tinggi hilal -5¡ã15' di bawah ufuk saat matahari terbenam (alias bulan terbenam lebih dulu daripada matahari) ? Pertanyaan?saya kepada anggota milis sekarang adalah: bagaimana hukum mengikuti keputusan?pemerintah negara lain?dan meninggalkan keputusan pemerintah sendiri?untuk mengerjakan suatu ibadah di wilayah kekuasaan pemerintah sendiri, bahkan ketika kita tahu bahwa?keputusan pemerintah negara lain itu salah?? ? Maaf kalau ada kata-kata saya yang?terdengar kasar, tapi saya masih lebih sopan dibandingkan moonsighters (perukyat hilal)?yang tidak berbasis manhaj salaf (yang bahkan oleh Umm Ismael disebutkan sebagai "kegeraman terhadap pemerintah Saudi") ? Wallahul musta'an Faidzin ibn Sumedi ibn Yasmudi?ibn Naya?(l.1979 M/1400 H) Btw, (secara resmi) saya bukan moonsighters, tapi saya punya beberapa teman moonsighters yang memiliki keheranan yang sama.
? Awal bulan ditetapkan ketika hilal sudah disaksikan kedatangannya oleh Looking for last minute shopping deals? |
TABLIG AKBAR
HADIRILAH
TABLIG AKBAR PRO & KONTRA DAKWAH WAHABI Pembicara: Ust. Badrussalam LC Ust. Arman Amri LC. SELASA, 25 DESEMBER 2007 PUKUL 09.00 WIB s /d SELESAI MASJID AL-AZHAR JAKAPERMAI - BEKASI Diselenggarakan Oleh : YAYASAN DAKWAH ISLAM CAHAYA ILMU Contact Person : Ikwan : 021-68815505 0812 9780823 Akwat : 021-92901800 Didukung Oleh : DKM MASJID AL-AZHAR 756 AM rodja SALURAN TILAWAH AL-QUR'AN DAN KAJIAN ISLAM |
Re: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<<
´¡²õ²õ²¹±ô²¹³¾³Ü¡¯²¹±ô²¹¾±°ì³Ü³¾
toggle quoted message
Show quoted text
Mohon ma¡¯af sebelumnya.., Saya sebenarnya ingin menahan diri dari masalah ini, apalagi memposisikan diri sebagai orang yang ahli dalam ru¡¯yatul hilal dan ilmu hisab. Tapi karena ada keinginan untuk saling nasehat-menasehati, maka dengan sangat terpaksa disertai kesusahan dalam menyusun kalimat, akhirnya tersususun juga apa yang ingin disampaikan ini. Ikhwati fillah¡ Permasalah khilaf dalam ru'yatul hilal penentuan 1 Dzulhijjah, (menurut saya) sebenanya mudah dan sederhana, yaitu ¡°Apabila kita ragu terhadap keputusan pemerintah Saudi dalam menetapkan 1 Dzulhijjah, jalan keluarnya adalah kita meninggalkan (tidak mengambil) keputusan tersebut dan mengambil keputusan yang sesuai dengan keyakinan kita¡±. Dan janganlah kita malah mempertentangkan atau mengurai dua pendapat yang saling berbeda, dikarenakan kita sendiri tidak mengetahuinya atau memastikan terlebih dahulu (tatsabbut) dan kita juga tidak dalam posisi sebagai hakim yang memutuskan dua perkara yang sama namun berbeda hasilnya. Apabila suatu ketetapan hukum, ternyata ada sebagian kecil masyarakat yang tidak menyetujuinya atau malahan menyalahkannya, tidak dengan sendirinya bahwa keputusan tersebut batal atau salah secara hukum, mungkin saja hal itu terjadi dikarenakan ada perbedaan persepsi tentang suatu masalah atau juga mungkin adanya pebedaan tentang defenisi dari masalah yang yang diperselisihkan tersebut, contohnya masalah hilal. Kapan dinamakan hilal menurut syari¡¯at Islam, apakah ia merupakan nama untuk hilal (bulan sabit) yang terbit di langit, ataukah tidak dinamakan hilal sampai manusia melihat dan mengetahuinya ? Keputusan jatuhnya awal bulan Dzulhijjah di Saudi Arabia oleh Majlis Qadha A¡¯la (Dewan Pengadilan Tinngi), haruslah kita hormati sebagai suatu ketetapan hukum syari'at yang telah diputuskan oleh orang-orang yang ahli dalam masalah tersebut. Majlis Qadha, tentunya adalah orang-orang pilihan dan berilmu, paham tentang Qur¡¯an dan Sunnah dan mengetahui mana yang halal dan mana yang haram, sehingga diharapkan dapat berlaku adil dan benar dalam memutuskan suatu perkara, seperti masalah ru¡¯yatul hilal ini, yang mana masalah ini adalah masalah agama yang sangat penting untuk dibuat keputusannya, karena jutaan orang berduyun-duyun dari berbagai penjuru dunia datang ke Saudi Arabia untuk melaksanakan ibadah haji dan mendatangi Baitullah. Apabila kita mendapati, keputusan Majlis Qadha A¡¯la (Dewan Pengadilan Tinggi) hanya menjelaskan jatuhnya tanggal 1 Dzulhijjah dan tidak melampirkan kronologis dari keputusan tersebut, bukan berarti bahwa mereka tidak melakukan ; penelitian, pengkajian, pembahasan, dan uji materi dari para saksi-saksi yang melakukan ru'yatul hilal, mungkin itu semua sudah masuk dalam proses persidangan, sedangkan publikasi kepada masyarakat adalah hasil keputusannya. Jadi sangatlah terburu-buru jika dikatakan keputusan pemerintah Saudi Arabia dalam masalah ru¡¯yatul hilal tidak ilmiah. Dengan demikian sebaiknya kita menahan diri dalam masalah ini, dan janganlah membebani diri dengan sesuatu diluar kemampuan kita, posisikanlah diri kita sesuai dengan tempatnya. Adapun pendapat atau komentar lain yang ada di komunitas moonsighting.com, ICOP, rukyatulhilal.org, tidaklah mengikat, dikarenakan komunitas tersebut bukanlah lembaga syari¡¯at yang memutuskan suatu hukum, mungkin saja komunitas tersebut kumpulan dari berbagai orang yang tidak diketahui latar belakangnya, namun mereka peduli terhadap masalah ru'yatul hilal dan astronomi. Saya cukup sampai disini saja, tentunya jika melihat adanya kesalahan sudilah untuk meluruskannya. Dibawah ini saya copy dari almanhaj nasehat yang baik. ¡°Hendaknya dipahami, perslisihan dalam pemasalahan ini, tidak mempunyai akibat yang perlu ditakutkan. Semenjak empat belas abad agama ini muncul, kami tidak mengetahui pernah terjadi bersatunya umat Islam dalam satu ru¡¯yah. Maka semua anggota Ha¡¯iah Kibar Ulama berpendapat, agar permasalahan ini dibiarkan sebagaimana biasanya, dan tidak diperkenankan untuk mengungkitnya. Setiap negeri Islam mempunyai hak ikhtiar melalui ¡®alim ulama negeri tersebut, dari dua pendapat yang telah disebutkan di atas, karena setiap pendapat mempunyai dalil dan sandarannya¡± Wallahu a'lam, Ibn Muchasan From: saipahgathers@... Date: Fri, 14 Dec 2007 11:53:25 -0800Subject: Re: [assunnah] RE: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<< Assalamu'alaykum,Komentar pak Faizdin, ini sangat masuk akal.Maaf,mengenai banyak orang yg geram itu bukan hanya dari moonsighting.com.Tapi lebih banyak dari orang2 yg bermanhaj Salaf,yg di North America atau yg di British selalu berselisih dengan keputusan HJC, krn mereka orang2 yg bermanhaj salaf di negri barat berdalil ke ruk'yat hilal,bukan hisab.Moonsighting itu utk semua muslim atau manhaj apa saja,krn disini tujuan nya adalah membantu memberi informasi secara detail dengan hisab atau ruk'yat. Salam ------ Original Message ----
From: Faidzin Firdhaus <mandorsanim@...> To: assunnah@... Sent: Friday, December 14, 2007 5:53:16 AM Subject: Re: [assunnah] RE: >>Commentary Moonsighting.com about saudi Arabia<< Perihal kesalahan keputusan Arab Saudi sudah sangat masyhur di kalangan para perukyat (bukan hanya para ahli hisab). Di situs ICOP (islamic crescent observation project) yang dikelola oleh Muhammad Odeh dimuat juga pernyataan resmi ICOP tentang kesalahan keputusan Arab Saudi tersebut. Silakan dibaca di:. org/icop/ hej28_long.pdf Baiklah, kalau memang di saudi ada saksi yang melihat bulan pada tanggal 9 desember, maka saya bisa memastikan insya Alloh bahwa yang dia lihat adalah bulan tua dari dzul qo'dah, bukan bulan baru dzul hijjah, karena pada tanggal itu bulan "berjalan" di depan matahari. (kalau bulan baru kan bulan "berjalan" di belakang matahari). Itupun kalau memang ada yang melihat... Saya kutipkan dari rukyatulhilal. org: Di Saudi pada Minggu, 9 Desember 2007 ghurub (matahari terbenam - red) terjadi pada pukul 17:39 Waktu Makkah sedangkan Ijtimak (konjungsi = matahari bumi bulan ada pada satu garis lurus = matahari "menyalip" bulan - red) terjadi pada pukul 20:42 Waktu Makkah. Tinggi hilal -5¡ã15' di bawah ufuk saat matahari terbenam (alias bulan terbenam lebih dulu daripada matahari) Pertanyaan saya kepada anggota milis sekarang adalah: bagaimana hukum mengikuti keputusan pemerintah negara lain dan meninggalkan keputusan pemerintah sendiri untuk mengerjakan suatu ibadah di wilayah kekuasaan pemerintah sendiri, bahkan ketika kita tahu bahwa keputusan pemerintah negara lain itu salah?? Maaf kalau ada kata-kata saya yang terdengar kasar, tapi saya masih lebih sopan dibandingkan moonsighters (perukyat hilal) yang tidak berbasis manhaj salaf (yang bahkan oleh Umm Ismael disebutkan sebagai "kegeraman terhadap pemerintah Saudi") Wallahul musta'an Faidzin ibn Sumedi ibn Yasmudi ibn Naya (l.1979 M/1400 H) Btw, (secara resmi) saya bukan moonsighters, tapi saya punya beberapa teman moonsighters yang memiliki keheranan yang sama. ----- Original Message ---- From: Abdullah Eli <eljabbar@gmail. com> To: assunnah@yahoogroup s.com Sent: Friday, December 14, 2007 1:49:32 PM Subject: Re: [assunnah] RE: >>Commentary Moonsighting. com about saudi Arabia<< Awal bulan ditetapkan ketika hilal sudah disaksikan kedatangannya olehseorang muslim yang dipercaya dan diakui oleh ulil amri. Kitasama-sama tidak tahu apakah memang hilal terlihat oleh seseorang diSaudi, dalam hal ini saya memposisikan diri untuk berbaiksangka bahwapemerintah Saudi menetapkan awal bulan Dzulhijjah berdasarkandisaksikannya hilal. Tidak mungkinnya terlihat hilal berdasarkan perhitungan astronomibukanlah sesuatu yang mutlak bisa dijadikan alasan untuk menolakkesaksiaan orang yang mengaku melihat hilal. Jika misalnya Allahsubhanahu wa ta'ala berkehendak hilal terlihat di Saudi apakah haltersebut mustahil? Bagaimana misalnnya ketika ada orang yg bersaksi bahwa dia melihathilal pada suatu tanggal di mana menurut perhitungan astronomi haltersebut tidak mungkin terjadi. Kaidahnya adalah, kita kembali kepadadalil syar'i terlebih dahulu, baru kemudian kita pergunakan akal kita.Wallahu 'alam.Abdullah _________________________________________________________________ Don't get caught with egg on your face. Play Chicktionary! |
Re: Tanya : Kisah Al- Qomah
Abu Thalhah
Assalamualaikum,
Alhamdulillah, mengenai kisah Shahabat Alqamah dijelaskan oleh Ustadz Abdul Hakim Bin Amir Abdat dalam sebuah buku kecil yang berjudul Kisah Tsa'labah dan Alqamah terbitan Darul Qalam. berikut ana salin tulisan beliau dalam buku tersebut. KISAH SAKARATUL MAUTNYA ALQAMAH Hadist: Dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata: Kami pernah berada di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu datanglah seseorang, ia berkata, "Ada seorang pemuda yang nafasnya hampir putus, lalu dikatakan kepadanya, ucapkanlah Laa ilaaha illallah,akan tetapi ia tidak sanggup mengucapkannya." Beliau bertanya kepada orang itu," Apakah anak muda itu shalat?" Jawab orang itu,"Ya." Lalu Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam bangkit berdiri dan kami pun berdiri besama beliau, kemudian beliau masuk menemui anak muda itu, beliau bersabda kepadanya,"Ucapkan Laa ilaaha illallah." Anak muda itu menjawab, "Saya tidak sanggup." Beliau bertanya, "Kenapa?" Dijawab oleh orang lain, "Dia telah durhaka kepada ibunya." Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, "Apakah ibunya masih hidup?" Mereka menjawab, "Ya". Beliau bersabda, "Panggillah ibunya kemari," Lalu datanglah ibunya, maka belaiu bersabda, "Ini anakmu?" Jawabnya, "Ya." Beliau bersabda lagi kepadanya, "Bagaimana pandanganmu kalau sekiranya dibuat api unggun yang besar lalu dikatakan kepadamu: Jika engkau memberikan syafa'atmu (pertolonganmu -yakni maafmu-) kepadanya niscaya akan kami lepaskan dia, dan jika tidak pasti kami akan membakarnya dengan api, apakah engkau akan memberikan syafa'at kepadanya?" Perempuan itu menjawab, "Kalau begitu, aku akan memberikan syafa'at kepadanya." Beliau bersabda," Maka Jadikanlah Allah sebagai saksinya dan jadikanlah aki sebagai saksinya sesungguhnya engkau telah meridlai anakmu." Perempuan itu berkata, "Ya Allah sesungguhnya aku menjadikan Engkau sebagai saksi dan aku menjadikan Rasul-Mu sebagai saksi sesungguhnya aku telah meridlai anakku". Kemudia Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada anak muda itu, "Wahai anak muda ucapkanlah Laa ilaaha illallah wahdahu laa syarikalahu wa asyhadu anna muhammada 'abduhu wa rasuluhu," Lalu anak muda itupun dapat mengucapkannya. Maka bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dengan sebab aku dari api neraka." Derajat Hadist SANGAT LEMAH. Telah diriwayatkan oleh Thabrani di kitabnya Al Mu'jam Kabir dan Imam Ahmad meriwayatkan dengan ringkas. Demikian keterangan Al Imam Mundzir di kitabnya At Targhib wat Tarhib juz 3 hal. 331 Saya (ustadz abdul hakim): Imam Ahmad telah meriwayatkan di Musnad-nya juz 4 hal. 382 dari jalan Faa-id bin Abdurrahman dari Abdullah bin Aufa dengan ringkas. Al Imam Ibnul Jauzi telah meriwayatkan hadist di atas di kitabnya Al Maudlu'aat juz 3 hal.87 dari jalan Faa-id seperti diatas. Berkata Abdullah bin Ahmad (anaknya Imam Ahmad yang meriwayatkan kitab Musnad bapaknya) setelah meriwayatkan hadist di atas yang ia dapati di kitab bapaknya bahwa bapaknya tidak ridla terhadap hadistnya Faa-id bin Abdurrahman atau menurut beliau bahwa Faa-id bin Abdurrahman itu Matrukul hadist. Berkata Al Imam Ibnuk Jauzi setelah meriwayatkan hadist di atas, "Hadist ini tidak sah datangnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan di dalam sanadnya terdapat Faa- id, telah berkata Ahmad bin Hambal: Faa-id matrukul hadist. Dan telah berkata Yahya (bin Ma'in): Tidak ada apa-apanya. Berkata Ibnu Hibban: Tidak boleh berhujjah dengannya. Berkata Al 'Uqailiy: Tidak ada mutabi'nya (pembantunya) di dalam hadist ini dari rawi yang seperti dia." Saya berkata (Ustadz Abdul Hakim): Tentang Faa-id bin Abdurrahman seorang rawi yang sangat lemah telah lalu sejumlah keterangan dari para Imam ahlul hadist di hadist kedua (no.2) dari kitab hadist-hadist dla'if dan maudlu. Silahkan meruju' bagi siapa yang mau. Hadist Alqamah batil bila ditinjau dari matannya. Karena tidak ada seorang pun Shahabat yang datang dari hadist-hadist yang sah yang durhaka kepada orangtuanya istimewa kepada ibunya. Bahkan ada sebaliknya, bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat berbuat kebaikan (birrul walidain) kepada orang tua mereka apalagi kepada ibu mereka. Demikian semoga bermanfaat. |