开云体育

ctrl + shift + ? for shortcuts
© 2025 Groups.io
Date

Re: Tanya

Suharyanto
 

Assalamu'alaikum wr.wb.

1.boleh melakukan hal tersebut. ( makan atau minum )
shalat sunnah tawaf selalu dikerjakan seusai tawaf baik yang
wajib atau yang sunnah.
2.Penyembelihan hadya tidak boleh dilakukan sebelum
ihram,karena hal tersebut termasuk melaksanakan ibadah
sebelum waktunya.
3.Penyembelihan dam boleh di mina boleh di jabal qurban dan
tempat lainnya semasih di tanah haram, karena setiap tanah
haram tempat menyembelih dam.
4.Berbeda antara hadya hajji tamattu' dan qurban
5.Boleh berbisnis hewan qurban.

Wallahu 'alam
Wassalamu'alaikum wr.wb.

----- Original Message -----
From: <ute_rid_strc@...>
To: <assunnah@...>
Sent: Tuesday, February 29, 2000 2:10 PM
Subject: [assunnah] Tanya



Assalaamu'alaikum wR.wB.

Perkenankan saya bertanya tentang manasik haji.

1. Apakah didalam mengerjakan Thawaf kita dibolehkan makan
atau minum?
2. Apakah dalam pelaksanaan Thawaf sunnah selalu diiringi
dengan sholat
sunnah thawaf?
3. Apakah penyembelihan hadya haji tamattu' boleh
dilakukan sebelum ihram
haji?(Tetapi setelah ihram umrah) dan apakah harus
dilakukan di Mina atau
di jabal Qurban?
4.Apakah sama hadya (dam) karena haji tamattu' dengan
qurban?Atau adakah
memotong qurban lagi setelah memotong hadya karena
mengerjakan haji
tamattu'?
5. Bolehkah saya berbisnis hewan qurban?


Sekian dulu pertanyaan saya.Kepada siapapun yang dapat
memberikan
jawabansaya ucapkan Jazakumulloh Khoiron.

Wassalaamu'alaikum wR.wB.

Dwitas



----------------------------------------------------------
--------------
Subscribe assunnah-subscribe@...
Unsubscribe assunnah-unsubscribe@...
Feedback or comments assunnah-owner@...

----------------------------------------------------------
--------------
Get what you deserve with NextCard Visa! ZERO! Rates as
low as 0.0%
Intro or 9.9% Fixed APR, online balance transfers, Rewards
Points,
no hidden fees, and much more! Get NextCard today and get
the credit
you deserve! Apply now! Get your NextCard Visa at:


-- Create a poll/survey for your group!
--



Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 28 = 'Adalatus Shahabah 1/3]

Yayat Ruhiat
 

开云体育

?
SEMUA SHAHABAT RASULULLAH
Shallalahu 'alaihi wa sallam
ADALAH ADIL DAN HARAM HUKUMNYA
MENCACI/MENGHINA MEREKA
?
Oleh
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Bagian Pertama dari Tiga Tulisan [1/3]

?
Kata Pengantar.
?
"Artinya : Dari Abu Said Al-Khudri ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :"Jangan kalian mencaci maki/menghina para shahabatku, karena seandainya salah seorang diantara kalian berinfaq emas sebanyak gunung Uhud tak akan dapat menyamai derajat salah seorang diantara mereka, bahkan separuhnyapun tidak". (Hadits Shahih Riwayat : Bukhari 4:195, Muslim 7:188, Ahmad 3:11, Abu Dawud 4658 dan Tirmidzi 3952).
?
Taqdim
?
Para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang telah mendapatkan keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka telah berjuang bersama Rasulullah untuk menegakkan Islam dan mendakwahkannya keberbagai pelosok negeri, sehingga kita dapat merasakan ni'matnya iman dan Islam.
?
Perjuangan mereka dalam li'ila-i kalimatillah telah banyak menelan harta dan jiwa. Mereka adalah manusia yang sepenuhnya tunduk kepada Islam, benar-benar membela kepentingan umat Islam, setia kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa kompromi, mereka tunduk kepada hukum-hukum agama Allah, tujuan mereka adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah dan Sorga-Nya.
?
Model dan corak kehidupan masyarakat Islam terwujud dalam kehidupan mereka sehari-hari, model masyarakat Islam seperti yang tercermin dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah benar-benar dipraktekkan oleh mereka dan hal yang seperti ini belum pernah kita jumpai dalam sejarah umat sejak dulu sampai hari ini. Hidup mereka dilandasi Iman, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka selalu berjalan dalam prinsip-prinsip yang telah digariskan Allah.
?
?Persoalan 'Adalatus Shahabah (Keadilan Shahabat) sudah diyakini oleh umat Islam dari masa Shahabat sampai hari ini, bahwa merekalah orang-orang yang adil dan benar. Tetapi dalam rangkaian sejarah yang panjang ada saja kelompok yang selalu merongrong eksitensi perjuangan mereka bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
?
Kelompok/golongan ini mengaku diri mereka "Islam" ? Mereka lebih terkenal dengan nama "kelompok Syi'ah atau agama Syi'ah" karena aqidah mereka berbeda dengan aqidah kaum muslimin. Agama Syi'ah yang dianut sekarang ini adalah Agama Syi'ah Immamiyah Itsna 'Asy'ariyah. Syi'ah Imamiyah Itsna 'Asy'ariyah sejak dulu sampai hari ini telah sepakat mengkafirkan ketiga Khulafa'ur Rasyidin (mengecualikan Ali bin Abi Thalib) dan semua shahabat sesudah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kecuali 3 atau 4 shahabat.
?
Semua buku-buku mereka dipenuhi dengan caci makian, penghinaan, dan laknat kepada Khulafa'ur Rasyidin dan shahabat-shahabat yang lainnya. Di dalam kitab Al-Furu'ul Kaafi jilid 3 fatsal Kitabur Raudhah hal.115 karangan Al-Kulaini disebutkan : Bahwa ada seorang murid Muhammad Al-Baqir bertanya tentang Abu Bakar dan Umar. Lalu ia jawab : "Tidak ada seorangpun yang mati dari kalangan kami (Syi'ah) melainkan benci dan murka kepada Abu Bakar dan Umar". Bahkan Khumaini dalam kitabnya Kasyful Asrar hal. 113-114 (cet. Persia) menuduh para shahabat kafir. Wal-'Iyaadzu billah. 1)
?
Pengikut agama Syi'ah di Indonesia yang terdiri dari cendikiawan, mahasiswa dan orang-orang awam berusaha mencari-cari kesalahan individu dan meragukan 'adalah (keadilan) mereka para shahabat, untuk menguatkan aqidah mereka yang rusak tentang shahabat dan tujuannya untuk merusak Agama Islam, karena bila shahabat sudah dicela maka otomatis Al-Qur'an dan Sunnah dicela, karena merekalah (shahabat) yang pertama kali menerima risalah Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Pengikut agama Syi'ah berusaha agar Islam ini hancur.
?
Membicarakan sikap dan kedudukan shahabat dan mengkritiknya berarti mengkritik Al-Qur'an dan Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Meragukan keadilan mereka berarti meragukan kesaksian Allah dan pujian Allah serta pujian Rasulnya terhadap mereka.
?
Orang-orang Syi'ah mengkritik para shahabat dengan menggunakan portongan-potongan ayat Qur'an dan hadits Nabi untuk kepentingan hawa nafsu mereka, dan meninggalkan puluhan ayat dan ratusan hadits Nabi yang shahih yang memuji keadilan?shahabat.
?
Standar nilai dan tolok ukur prilaku mereka yang tepat adalah Al-Qur'an dan Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan sebagai penguat adalah pendapat Jumhur Ulama kaum Muslimin.
?
Oleh karena itu penulis akan paparkan nash-nash tentang 'adalah shahabat.
?
?
Difinisi Shahabat.
?
1. Menurut Lughah (Bahasa)
?
Shahabi diambil dari kata-kata Shahabat = Persahabatan, dan bukan diambil dari ukuran tertentu yakni harus lama bersahabat, hal ini tidak demikian, bahkan persahabatan ini berlaku untuk setiap orang yang menemani orang lain sebentar atau lama. Maka dapat dikatakan seseorang menemani si fulan dalam satu masa, setahun, sebulan, sehari atau sejam. Jadi persahabatan bisa saja sebentar atau lama. Abu Bakar Al-Baqilani (338-403H) berkata : "Berdasarkan defenisi bahasa ini, maka wajib berlaku? difinisi ini terhadap orang yang bersahabat dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kendatipun hanya sejam di siang hari.? Inilah asal kata dari kalimat Shahabat ini". 2)
?
2. Menurut Istilah Ulama Ahli Hadits
?
Kata Ibnu Katsir : "Shahabat adalah orang Islam yang bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, meskipun waktu bertemu dengan beliau tidak lama dan tidak meriwayatkan satu hadits pun dari beliau".
?
Kata Ibnu Katsir :" Ini pendapat Jumhur Ulama Salaf dan Khalaf (=Ulama terdahulu dan belakangan)". 3)
?
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-'Asqalani melengkapi definisi Ibnu Katsir, ia berkata :"Definisi yang paling shahih tentang Shahabat yang telah aku teliti ialah :"Orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan beriman dan wafat dalam keadaan Islam". Masuk dalam difinisi ini ialah orang yang bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam baik lama atau sebentar, baik meriwayatkan hadits dari beliau atau tidak, baik ikut berperang bersama beliau atau tidak. Demikian juga orang yang pernah melihat beliau sekalipun tidak duduk dalam majelis beliau, atau orang yang tidak pernah melihat beliau karena buta. Masuk dalam definisi ini orang yang beriman lalu murtad kemudian kembali lagi kedalam Islam dan wafat dalam keadaan Islam seperti Asy'ats bin Qais.
?
Kemudian yang tidak termasuk dari definisi shahabat ialah :
  1. Orang yang bertemu beliau dalam keadaan kafir meskipun dia masuk Islam sesudah itu (yakni sesudah wafat beliau).
  2. Orang yang beriman kepada Nabi Isa dari ahli kitab sebelum diutus Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan setelah diutusnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dia tidak beriman kepada beliau.
  3. Orang yang beriman kepada beliau kemudian murtad dan wafat dalam keadaan murtad. Wal'iyaadzu billah. 4)
Keluar pula dari definisi shahabat ialah orang-orang munafik meskipun mereka bergaul dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah dan Rasul-Nya mencela orang-orang munafik, dan nifaq lawan dari iman, dan Allah memasukkan orang munafik tergolong orang-orang yang sesat kafir dan ahli neraka (Lihat : Al-Qur'an surat An-Nisaa : 137,138,141,142,143,145. Juga surat Ali Imran : 8 - 20).
?
Sistim mu'amalah yang diterapkan oleh Rasulullah dan para shahabat dalam bergaul dengan orang-orang munafiqin jelas menunjukan bahwa shahabat bukanlah munafiqin dan munafiqin bukanlah shahabat. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa diantara shahabat ada yang munafik !!! Ayat-ayat Al-Qur'an dengan jelas membedakan mereka :
  • Allah menyuruh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam memerangi orang-orang kafir dan munafiq (At-Taubah:73, At-Tahriim:9), sedangkan kepada orang-orang yang beriman , Allah menyuruh beliau menyayangi mereka (Asy-Syu'araa' :215, Al-Fath:29).
  • Orang-orang munafiq tidak mendapat ampunan dari Allah (At-Taubah:80, Al-Munafiquun:6), sedangkan orang-orang beriman mendapatkan ampunan dari Allah (Muhammad:19).
  • Nabi, para shahabat dan orang-orang yang beriman dilarang menyalatkan mayat munafiqin (At-Taubah:84) sedangkan mayat orang yang beriman wajib di shalatkan sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits shahih. Dan ayat-ayat lain serta hadits yang membedakan mereka.
?
3. Pendapat Ulama Tentang Definisi Shahabat.
?
Definisi yang diberikan oleh Ibnu Hajar merupakan definisi Jumhur Ulama di antara mereka ialah Imam Bukhari, Imam Ahmad, Imam Madini, Al'iraqi, Al-Khatib, Al-Baghdadi, Suyuti dll. Ibnu Hajar berkata : Inilah pendapat yang paling kuat. Di antara ahli Ushul Fiqih yang berpendapat demikian Ibnul Hajib, Al-Amidi dan lain-lain. 5)
?
?
Bagaimana Bisa Diketahui Seseorang itu Dikatakan Shahabat ?
?
Kita dapat mengetahui seseorang itu dikatakan shahabat dengan :
  • Kabar Mutawatir seperti Khulafaur Rasyidin dan 10 orang ahli surga.
  • Kabar yang masyhur yang hampir mencapai derajat mutawatir seperti Dhamam bin Tsa'labah dan 'Ukkaasyah bin Mihsan.
  • Dikabarkan oleh seorang shahabat lain atau oleh Tabi'i Tsiqat (terpercaya) bahwa si fulan itu seorang shahabat, seperti Hamamah bin Abi Hamamah Ad-Dausiy wafat di Ashfahan. Abu Musa Al-Asy'ari menyaksikan bahwa ia (Hamamah) mendengar hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
  • Seseorang memberitakan tentang dirinya bahwa ia adalah seorang shahabat Rasulullah dan dimungkinkan bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menurut pemeriksaan ahli hadits bahwa ia memang seorang yang adil dan wafatnya tidak melebihi tahun 110H. 6).
Bersambung :
Makna 'Adalatus Shahabah

Fote Note.
1. Lihat Shurtani Mutadhodataani oleh Abul Hasan All Al-Hasani An-Nadwi : Aqaidus Syi'ah fii Miizan hal. 85-87 oleh
??? DR Muhammad Kamil Al-Hasyim cet. I th, 1409H/1988M
2. Lihat Lisanul "Arab II:7; Al-Kilayat fi 'Ilmir Riwayah hal.51 oleh Al-Khathib Al-Baghdadi ; As-Sunnah Qablat-Tadwin.
??? hal. 387.
3. Al-Baa'itsul Hatsits Syarah Ikhtisar 'Uluumil-Hadits Lil-Hafizh Ibnu Katsir oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir
??? hal. 151 cet. Darut turats Th. 1399H/1979M.
4. Al-Ishabah fil Tanyizis-Shahabah I hal. 7-8 cet. Daarul-fikr 1398H.
5. Lihat Fathul Mughits 3/93-95, 'Ulumul-Hadits oleh Ibnu Shaleh hal. 146 ; At-Taqyid wal-idah Al-'Iraqi hal. 292
??? Alfiyah Suyuti hal. 57; Fathul Bari 7/3;Al-Ihkam fi Ushulil-Ahkam Lil-Amidi:83; Tanbih Dzawi Najabah ila 'Adalatis
??? Shahabah hal. 11.
6. Lihat Tadribur-Rawi 2:213 oleh Imam Suyuthi cet. Daarul Maktabah ilmiyah 1399H/1979M ; Fathul-Mughits 3:140
??? Ushulul-Hadits 405-406.
?


Tanya

 

Assalaamu'alaikum wR.wB.

Perkenankan saya bertanya tentang manasik haji.

1. Apakah didalam mengerjakan Thawaf kita dibolehkan makan atau minum?
2. Apakah dalam pelaksanaan Thawaf sunnah selalu diiringi dengan sholat
sunnah thawaf?
3. Apakah penyembelihan hadya haji tamattu' boleh dilakukan sebelum ihram
haji?(Tetapi setelah ihram umrah) dan apakah harus dilakukan di Mina atau
di jabal Qurban?
4.Apakah sama hadya (dam) karena haji tamattu' dengan qurban?Atau adakah
memotong qurban lagi setelah memotong hadya karena mengerjakan haji
tamattu'?
5. Bolehkah saya berbisnis hewan qurban?


Sekian dulu pertanyaan saya.Kepada siapapun yang dapat memberikan
jawabansaya ucapkan Jazakumulloh Khoiron.

Wassalaamu'alaikum wR.wB.

Dwitas


Lowongan kerja

Abu Muadz
 

Assalaamu'alaikum
dibutuhkan seorang operator komputer untuk seorang
syeikh di Damam, Arab Saudi dengan persyaratan:
1. Muslim
2. Bisa bahasa Arab dan Inggris
3. Bisa bawa mobil
4. Tidak merokok
Hubungi abu_amma HP 0812-9217023

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Talk to your friends online with Yahoo! Messenger.


Masalah umroh dari Tan'im

Abu Muadz
 

Untuk Ikhwan sekalian ini adalah salah satu makalah
yang dikutip dari buletin An-Nuur, semoga bermanfaat
Masalah Umrah dari Tanim


Pada musim haji banyak kita lihat jamaah haji yang
mondar-mandir dari Makkah keluar ke Tanim ataupun
Jiranah kemudian masuk lagi ke Makkah untuk
melaksanakan umrah yang mereka sebut umrah sunnah.

Bagaimana sebenarnya? Penjelasan Syaikh Muhammad
Sulthan Al-Mashumi (wafat 1279H) dalam kitabnya
Ajwibah al-masaail ats-tsaman fis sunnah wal bidah,
walkufr, wal iimaan sebagai berikut:

Ketahuilah bahwa umrah itu adalah sunnah yang
dilakukan oleh penduduk Makkah dan seluruh penduduk
dunia. Umrah itu adalah ihram (dengan memakai pakaian
ihram), thawaf (mengelilingi Kabah 7 kali), dan sai
(berjalan antara bukit Shafa dan bukit Marwah
bolak-balik 7 kali).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu
al-Fatawa (26/248): Adapun orang yang berada di
Makkah (berasal) dari penduduk, tetangga dekat,
pendatang, dan lainnya, maka thawafnya di Baitullah
itu lebih utama baginya daripada umrah, dan sama juga
dalam hal ini keluar ke tanah halal yang terdekat
yaitu Tanim yang dibangun di sana masjid-masjid baru
yang disebut masjid-masjid Aisyah!, ataupun ke tanah
halal terjauh. Dan ini muttafaq alaih (telah
disepakati atasnya) di kalangan salaful ummah
(pendahulu ummat ini), dan tidak saya ketahui adanya
perbedaan pendapat dari para imam Islam dalam hal
umrah Makkiyyah.

Adapun umrah yang disunnahkan itu hanyalah bagi orang
yang memasuki Tanah Haram (Makkah), bukan orang yang
keluar darinya. Karena Nabi Shallallahu alaihi wasalam
setelah berumrah sebanyak 4 kali, salah satunya umrah
Hudaibiyah dan telah dihalangi (oleh orang kafir),
kedua umrah qadha, ketiga umrah Jiranah setelah
Fathu Makkah, perang Hunain, dan kembalinya dari
perang Thaif, dan keempat umrah beserta haji.

Semua umrah ini dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu
alaihi wasalam hanyalah ketika ia masuk ke Makkah,
tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini, tidak
keluar dari Makkah lalu masuk lagi ke Makkah seperti
yang dilakukan orang-orang pada hari ini!

Aisyah ke Tanim karena qadha
Adapun Umrah Aisyah Shallallahu alaihi wasalam dari
Tanim ada sebab khusus padanya. Karena Aisyah
radiallahu anha waktu itu ihram bersama Nabi
Shallallahu alaihi wasalam dalam haji wada untuk
ibadah haji dan umrah dari Dzil Hulaifah Abaar Ali
atau sekarang disebut Bir Ali, lalu ketika Aisyah
memasuki Sarif (nama tempat) dekat Makkah, dia haidh,
lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam
memerintahkannya untuk menunaikan perbuatan-perbuatan
haji seluruhnya, dan meninggalkan thawaf (mengelilingi
kabah), karena orang yang haidh dilarang memasuki
Baitullah, shalat, dan thawaf.

Setelah menunaikan ibadah haji, Nabi Shallallahu
alaihi wasalam ingin kembali ke Madinah, maka
menangislah Aisyah ra, dan berkata: Kalian pulang
membawa haji dan umrah, sedang saya hanya membawa haji
saja!? Sedangkan semula Aisyah berniat umrah bersamaan
dengan haji dalam berihramnya. Luputnya umrah dari
diri Aisyah itu hanyalah karena haidh, maka Nabi
Shallallahu alaihi wasalam memerintahkan saudara
Aisyah, yaitu Abdur Rahman radiallahu anhu, untuk
mengantarkan saudarinya, Aisyah radhiallahu anha,
untuk umrah dari tanah halal (luar Makkah). Tidak
diragukan lagi bahwa tanah halal yang paling dekat
dengan Makkah adalah Tanim. Maka Abdur Rahman
memboncengkan Aisyah di atas onta dan membawanya umrah
dari Tanim. Adapun Abdur Rahman sendiri dia tidak
berumrah dari Tanim, dan tidak diriwayatkan mengenai
dia tentang hal itu sama sekali.

Dan tidaklah Nabi Shallallahu alaihi wasalam
memerintahkan untuk membawa Aisyah keluar ke Tanim
dan membawanya berihram untuk umrah dari sana, kecuali
karena umrah ini adalah umrah qadha. Imam Ibnul
Qayyim dalam Zaadul Maaad 2/175 membantah orang yang
menjadikan hadits Aisyah ini sebagai dalil atas
disunnahkannya mengulang-ulang umrah dari Tanim,
beliau berkata: dan tidak ada hujjah (argumen) bagi
mereka dalam (umrah) Aisyah; karena umrahnya adalah
sebagai qadha (ganti) bagi umrah yang gugur karena
dia haidh, sehingga dia wajib mengqadhanya.

Dan qadha itu harus dilakukan sesuai dengan ada
(pelaksanaan pada waktunya), sedangkan Aisyah
radhiallahu datang dari luar Makkah, dan ia berihram
untuk umrah dan haji dari miqat (tempat mulai ihram)
di luar Makkah, tepatnya di Dzil Hulaifah, maka yang
paling dianjurkan adalah melaksanakan ihram umrah
qadha dari Tanah Halal (luar Makkah), sebagaimana
disebutkan dalam riwayat shahih yang jelas dalam
kitab-kitab mutabarah (terpercaya) dari para imam
yang tsiqah (terpercaya).

Adapun umrah penduduk Makkah dan penduduk Al-Haram
(Tanah Haram) adalah dari Makkah dan Al-Haram,
sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang
shahih. Untuk lebih jelasnya kami sebutkan beberapa di
antaranya.
Berkata imam mujaddid Syaikh Islam Ahmad Ibn Taimiyyah
dalam kitab Manaasik-nya (5/1) yang teksnya sebagai
berikut:
Sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wasalam ketika
berhaji wada beliau menggiring al-hadyu (binatang
sembelihan) dan menggabungkan antara haji dan umrah,
maka beliau berkata:

Aku penuhi panggilanMu ya Allah dalam keadaan- haji
dan umrah. Dan tidak seorang pun berumrah dari Tanim
di antara orang-orang yang bersama Nabi Shallallahu
alaihi wasalam kecuali Aisyah radhiallahu anha
sendiri, karena dia telah haidh dan tidak
memungkinkannya thawaf, karena Nabi Shallallahu alaihi
wasalam bersabda:

Orang yang haidh melaksanakan manasik haji seluruhnya
kecuali thawaf di Baitullah. (HR Al-Bukhari 294, dan
Muslim 1211 dari Aisyah).
Kemudian Aisyah meminta kepada Nabi Shallallahu alaihi
wasalam untuk membawanya umrah, maka Nabi Shallallahu
alaihi wasalam mengirim-kannya bersama saudaranya,
Abdur Rahman, dan Aisyah pun berumrah dari Tanim.

Tanim adalah tanah halal yang paling dekat dengan
Makkah, dan di sana dibangun masjid sepeninggal Nabi
Shallallahu alaihi wasalam, oleh karenanya masjid ini
dan shalat di dalamnya bukanlah sunnah, bahkan
menyengaja yang demikian itu dan mempercayai
bahwasanya itu disunahkan adalah bidah makruhah (yang
dibenci). Tetapi barangsiapa keluar dari Makkah untuk
umrah, kemudian memasuki salah satu masjid dan shalat
di dalamnya karena ihram, maka tidak apa-apa yang
demikian itu.

Pentahqiq (editor) kitab ini, Syaikh Ali bin Hasan bin
Ali Al-Halabi Al-Atsari berkomentar: Saya tidak
mengetahui dalil yang mengkhususkan ihram dengan
shalat tertentu. Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam
kitab Manasik-nya halaman 15: Tidak ada shalat yang
dikhususkan untuk ihram, tetapi apabila shalat telah
masuk waktu sebelum ihramnya maka shalatlah, kemudian
ihram setelah shalatnya, karena hal itu dicontohkan
dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, dimana
beliau ihram setelah shalat zhuhur. Tetapi orang yang
miqatnya di Dzul Hulaifah: disunnahkan baginya untuk
shalat di sana, tidak karena kekhususan ihram, tetapi
hanyalah karena kekhususan tempat dan berkahnya

Tidak ada pada masa Nabi Shallallahu alaihi wasalam
dan khulafaur Rasyidin seorangpun yang keluar dari
Makkah untuk berumrah kecuali karena udzur tidak di
bulan Ramadhan dan tidak pula di bulan lainnya, dan
orang-orang yang berhaji bersama Nabi n tidak ada yang
berumrah dari Makkah setelah berhaji, kecuali Aisyah
seperti yang telah kami tuturkan, yakni karena
qadha, dan hal ini tidak ada (pula) dalam perbuatan
Khulafaur Rasyidien.

Dan di dalam bab umrah di kitab al-Hajji dalam Shahih
Al-Bukhari (1/213) dari Aisyah radhiallahu anha
bahwasanya ia berkata: Kami keluar beserta Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam bersamaan dengan tanggal
awal Dzulhijjah, maka beliau bersabda pada kami:
Barangsiapa di antara kalian ingin berihram untuk
haji maka ihramlah dengannya, dan barangsiapa ingin
berihram untuk umrah maka ihramlah untuk umrah, maka
seandainya aku tidak membawa hewan sembelihan (hadyu)
pasti aku berihram untuk umrah. (Diriwayatkan
Al-Bukhari 317, 1783, dan 1786; dan Muslim 1211).
Aisyah berkata: Maka saya waktu itu termasuk orang
yang berihram untuk umrah, lalu masuk hari Arafah aku
haidh, maka aku mengaduh kepada Nabi Shallallahu
alaihi wasalam, lalu beliau berkata:

Tundalah umrahmu, uraikan (rambutmu), dan
bersisirlah, lalu berihramlah untuk haji. Maka ketika
malam melontar jumrah beliau melepasku bersama Abdur
Rahman ke Tanim, maka aku berihram untuk umrah
sebagai pengganti umrahku (yang kutunda).
Dan dalam satu riwayat: (maka ia mengganti) umrahnya,
maka Allah telah menetapkan haji dan umrahnya.
Pada bagian awal kitab haji dalam Shahih Al-Bukhari
1/184 bab tempat ihram penduduk Makkah untuk haji dan
umrah: Dari Ibnu Abbas ra bahwasanya ia berkata:
Sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wasalam
menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzul
Hulaifah, bagi penduduk Syam di Al-Juhfah, bagi
penduduk Nejd di Qarnul Manazil, dan bagi penduduk
Yaman di Yalamlam, tempat-tempat itu masing-masing
untuk mereka dan untuk orang-orang yang ingin berhaji
dan umrah yang datang padanya dari selain
tempat-tempat itu; dan barangsiapa berada lebih dekat
dari tempat-tempat tersebut maka (miqatnya) dari mana
saja ia memulai, sehingga penduduk Makkah (miqatnya)
dari Makkah. (Diriwayatkan Al-Bukhari 1524, 1526,
1529, 1530, 1845; dan Muslim 1181 dari Ibnu Abbas).

Bukan sunnah
Walhasil keluar dari Makkah ke Tanim atau Jiranah
dengan maksud ihram darinya untuk umrah maka hukumnya
bukan sunnah, bukan pula mustahab sebagaimana
dinyatakan oleh para peneliti, maka camkanlah.

(Dipetik dari Ajwibah al-masaail ats-tsaman fis sunnah
wal bidah wal kufr wal iimaan, oleh As-Syaikh
Muhammad Sulthan Al-Mashumi, ditahqiq oleh Syaikh Ali
bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halbi Al-Atsari,
Darur Rayah, Riyadh Cetakan I, 1417H). Hartono.
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Talk to your friends online with Yahoo! Messenger.


Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 24 = Pokok-Pokok Manhaj SALAF 3/6]

Yayat Ruhiat
 

开云体育

?
POKOK-POKOK MANHAJ SALAF
?
Oleh
Khalid bin Abdur Rahman al-'Ik
Bagian ketiga dari enam tulisan [3/6]

?
Kaidah Kedua
Tidak Mempertentangkan Nash-nash Wahyu Dengan Akal.
?
Semua firqah ahli kalam yang suka menakwilkan sifat-sifat Allah, ternyata satu sama lain saling bertentangan, dan secara diametral pendapat-pendapatnya saling berlawanan sama sekali.
?
Untuk membuktikan hal itu, kita tidak perlu pergi terlalu jauh, lihat saja misalnya, di dalam kitab Kubra al-Yaqiniyat al-Kauniyah bagaimana cara ahlu kalam yang tercermin pada ta'wil nya terhadap sifat istiwa' dalam firman Allah Ta'ala.
"Artinya : (Yaitu) Rabb Yang Maha Rahman, yang bersemayam (ber-istiwa) di atas "Arsy". (Thaha : 5).
Dalam kitab ini, istiwa' di ta'wil-kan dengan taslith al-quwwah wa as-sulthan (menangnya kekuatan serta kekuasaan-Nya)".
?
Kita perhatikan ta'wil itu berbeda bahasanya dengan ta'wil-nya kaum Asy'ariyah terhadap istiwa' tersebut yaitu istiila' (berkuasa), ta'wil yang juga dilakukan oleh kaum Jahmiyah dan Mu'tazilah. Namun model ta'wil dalam buku Kubra al-Yaqiniyat itu tidak menggunakan istilah istiila, melainkan dengan istilah Taslith al-Quwwah wa as- Sulthan.
?
Tentu ini merupakan kata-kata yang bejat, sebab konsekwensi dari kata-kata itu menunjukan bahwa 'Al-Arsy tidak masuk dalam kekuasaan Allah, sebelum Allah ber- 'istiwa (bersemayam) di atasnya. Penulis buku tersebut (Said Ramdhan al-Buthi, pen) bisa terperosok pada pemahaman yang rusak.
?
Hal ini dikarenakan ia tidak ridha terhadap apa yang ditempuh oleh kaum salaf dalam mengimani sifat 'istiwa. Walaupun sebenarnya hanya mengemukakan pernyataan madzhab khalaf (lawan salaf, pen), yakni orang-orang Asy'ariyah. Akan tetapi kenyataannya ia setuju dengan madzhab tersebut. Hal itu terbukti dengan pernyataannya : "Itulah makna yang jelas, yang bisa dimengerti menurut bahasa Arab".1)
?
Selanjutnya ia melegitimasi manhaj kalam dengan pernyataannya sebagai berikut : "Mereka menafsirkan al-Yad (tangan) dalam ayat lain dengan "kekuatan dan kemurahan", al-'Ain (mata) dengan "pertolongan dan pemeliharaan", dan menafsirkan al-Ishba'ain (dua jari-jari) yang terdapat dalam hadits riwayat Muslim dalam kitab Shahih-nya No. 2654, dengan "kehendak dan kekuasaan". Begitulah seterusnya. Mereka merubah-rubah sifat-sifat Allah Ta'ala tanpa disertai sebuah dalilpun, baik dari al-Qur'an maupun as-Sunnah.
?
Berdasar inilah, maka salah satu kaidah manhaj salaf ialah menolak ta'wil model ahlu kalam. Dan cukuplah bagi para pengikut manhaj salaf satu ketetapan, yaitu ilitizam kepada perintah Allah Ta'ala berikut :
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui". (Al-Hujuraat : 1).
Oleh sebab itulah, tiada dijumpai seorangpun di antara mereka yang mempertentangkan nash-nash wahyu dengan akal. Apabila mengetahui suatu perkara dari ajaran agama, maka ia akan melihat kepadanya yang dikatakan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dari sanalah ia belajar, dengannyalah ia berkata, mengenainyalah ia merenung dan berpikir dan dengannyalah ia berdalil.
?
Berkebalikan dengan manhaj ini, di sana di ujung seberang yang sama sekali berlawanan, berdiri tegaklah para penganut manhaj ilmu kalam yang mempercayakan sandarannya kepada ra'yu (pendapatnya). Sesudah ra'yu, mereka memperhatikan al-Qur'an dan as-Sunnah. Apabila didapati nash-nash tersebut bersesuaian dengan akal, mereka ambil nash-nash itu. Tetapi, jika mereka dapati bertentangan, maka akan mereka singkirkan atau mereka otak-atik dengan ta'wil. 2)
?
Bersambung :
Ta'wil Bisa Dibenarkan bila Maksudnya Tafsir

Fote Note
1)? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Dar'u Ta'arudh al-Aql wa an-Naql, jilid 5/382, mengatakan :"Adapun ta'wil dalam arti 'mengalihkan satu lafal dari kandungan makna yang rajih (benar) menuju kemungkinan makna yang marjuh (tidak rajih/tidak benar), seperti 'istiwa menjadi istaula, dan seterusnya maka hal ini menurut kaum salaf dan para imam jelas merupakan kebatilan. Hakikatnya tidak ada sama sekali, bahkan hal ini meruapak tahrif (mengubah) kata-kata dari yang semestinya dan termasuk ilhad (ingkar) terhadap Asma' Allah serta ayat-ayat-Nya.".
?
2) Risalah al-Furqan Baina al-Haq wa al-Bathil, Ibnu Taimiyah, hal.47.
?


Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 27 = Tsa'labah bin Hatib]

Yayat Ruhiat
 

开云体育

?
TSA'LABAH BIN HATHIB
?
oleh
Yazid bin Abdul Qadir Jawas

?
Kata Pengantar.
?
Ibnu Abbas berkata : "Janganlah kalian mencaci maki atau menghina para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya kedudukan salah seorang dari mereka bersama Rasulullah sesaat itu lebih baik dari amal seorang dari kalian selama 40 (empat puluh tahun)". (Hadits Riwayat Ibnu Batthah dengan sanad yang shahih. Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 469, Takhrij Syaikh Al-Albani).
?
Menjungjung tinggi nama baik shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan kewajiban syar'i dan merupakan tuntunan agama. Memberikan penghormatan, keridhaan, serta pujian kepada mereka adalah salah satu prinsip dasar dari prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
?
Tulisan dibawah ini sengaja kami angkat dengan maksud?untuk Meluruskan Cerita Tentang Tsa'labah bin Hathib, dimana sebagian dari kaum muslimin sering membawakan riwayat Tsa'labah untuk contoh kebakhilan, tanpa berusaha untuk merujuk atau memeriksa kembali kebenaran dari riwayat tersebut.
?
?
Hadits Tsa'labah bin Hathib
"Artinya : Celaka engkau wahai Tsa'labah ! Sedikit engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi Allah ?. Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku".
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bawardy, Al-Baghawy, Ibnu Qani', Ibnu Sakan, Ibnu Syahiin, Thabrany, Dailamy dan Al-Wahidi dalam Asbabun Nuzul (hal. 191-192). Semua meriwayatkan dari jalan Mu'aan bin Rifa'ah As-Salamy dari Ali bin Yazid dari Al-Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah Al-Baahiliy, ia berkata : "Bahwasanya Tsa'labah bin Hathib Al-Anshary datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia berkata : 'Ya Rasulullah, berdo'alah kepada Allah agar aku dikaruniai harta'. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "(Ia menyebutkan lafadz hadits di atas)".
?
Kemudian ia berkata, demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, seandainya engkau memohonkan kepada Allah agar aku dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya (zakat/sedekah) kepada yang berhak menerimanya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bedo'a :'Ya Allah, karuniakanlah harta kepada Tsa'labah'.
?
Kemudian ia mendapatkan seekor kambing. lalu kambing itu tumbuh beranak sebagaimana tumbuhnya ulat. Kota Madinah terasa sempit baginya. Sesudah itu, ia menjauh dari Madinah dan tinggal di satu lembah (desa). Karena kesibukannya, ia hanya berjama'ah pada shalat Dhuhur dan Ashar saja, dan tidak pada shalat-shalat lainnya. Kemudian kambing itu semakin banyak, maka mulailah ia meninggalkan shalat berjama'ah sampai shalat Jum'ahpun ia tinggalkan.
?
Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada para shahabat : "Apa yang dilakukan Tsa'labah ?" Mereka menjawab :"Ia mendapatkan seekor kambing, lalu kambingnya bertambah banyak sehingga kota Madinah terasa sempit baginya ...." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus dua orang untuk mengambil zakatnya seraya berkata :"Pergilah kalian ke tempat Tsa'labah dan tempat fulan dari Bani Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua". Lalu keduanya pergi mendatangi Tsa'labah untuk meminta zakatnya. Sesampainya disana dibacakan surat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sertamerta Tsa'labah berkata : "Apakah yang kalian minta dari saya ini pajak atau sebangsa pajak ? Aku tidak tahu apa yang sebenarnya yang kalian minta ini !.
?
Lalu keduanya pulang dan menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala beliau melihat keduanya (pulang tidak membawa hasil), sebelum berbicara, beliau bersabda : "Celaka engkau, wahai Tsa'labah ! Lalu turun ayat :
"Artinya : Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah :'Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)". (At-Taubah : 75-76).
Setelah ayat ini?turun, Tsa'labah datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia mohon agar diterima zakatnya. Beliau langsung menjawab :"Allah telah melarangku menerima zakatmu". Sampai Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, beliau tidak mau menerima sedikitpun dari zakatnya. Dan Abu Bakar, Umar, serta Usman-pun tidak mau menerima zakatnya di masa khilafah mereka.
?
?
Keterangan :
?
Hadits ini sangat Lemah Sekali.
Dalam sanad hadits ini ada dua rawi yang lemah :
1. Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik, seorang rawi yang sangat lemah.
Imam Al-Bukhari dalam kitabnya berkata :"Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik Al-Alhany Ad-Dimasyqy adalah rawi munkarul hadits". (Lihat : Adh Dhu'afaa'us Shaghiir No. 255).
?
Imam Nasa'i berkata : "Ia meriwayatkan dari Qasim (bin Abdur Rahman), ia matrukul hadits". (Lihat : Adh-Dhua'faa wal Matrukiin No. 455).
?
Imam Daruquthny berkata : "Ia seorang matruk (yang ditinggalkan)".
?
Imam Abu Zur'ah berkata :"Ia bukan orang yang kuat" .
(Periksa : Mizanul I'tidal 3:161, Taqribut Tahdzib 2:46, Al-Jarhu wat Ta'dil 6:208, Lisanul Mizan 7 : 314).
2. Mu'aan bin Rifaa'ah As-Salamy, seorang rawi yang lemah.
Ibnu Hajar berkata : "Ia rawi lemah dan sering? memursalkan hadits". (Periksa : Taqribut Tahdzib 2:258).
?
Kata Imam Adz-Dzahabi :"Ia tidak kuat haditsnya". (Periksa Mizanul I'tidal 4:134).
?
Para Ulama yang melemahkan hadits-hadits ini diantaranya ialah :
?
Ibnu Hazm, ia berkata :"Riwayat ini Bathil".(Al-Muhalla 11:207-208).
?
Al-Iraqy berkata : "Riwayat ini Dha'if". (Lihat Takhrij Ahadist Ihya Ulumudin 3:272)
?
Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata : "Riwayat tersebut Dha'if dan tidak boleh dijadikan hujjah". (Lihat : Fathul Bari 3 :266).
?
Ibnu Hamzah menukil perkataan Baihaqi :"Dha'if". (Lihat Al-Bayan wat Ta'rif 3:66-67).
?
Al-Manawi berkata : "Dha'if" (Lihat : Faidhul Qadir 4:527).
?
Riwayat Yang Benar.
?
Tsa'labah bin Hathib adalah seorang shahabat yang ikut dalam perang Badar sebagaimana disebutkan oleh :
Ibnu Hibban dalam kitab Ats-Tsiqaat? 3:36.
?
Ibnu Abdil Barr dalam kitab Ad-Durar. halaman 122.
?
Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla 11:208
?
Ibnu Hajar Al-Asqalany dalam kitab Al-Ishaabah fil Tamyiizis Shahaabah I:198
Dalam buku At-Tasfiyah wat Tarbiyah wa Atsarihima Fisti'nafil Hayat Al-Islamiyyah (hal. 28-29) oleh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary disebutkan pembelaan terhadap shahabat Tsa'labah bin Hathib, ia berkata :"Tsa'labah bin Hathib adalah shahabat yang ikut (hadir) dalam perang Badr".
?
Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang ahli Badar.
"Artinya : Tidak akan masuk Neraka seseorang yang ikut serta dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah". (Hadits Riwayat Ahmad 3:396).
?
Sikap Kita
?
Sesudah kita mengetahui kelemahan riwayat ini maka tidak halal bagi kita membawakan riwayat Tsa'labah bin Hathib untuk contoh kebakhilan, karena bila kita bawakan riwayat itu berarti :
  1. Kita berdusta atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
  2. Kita menuduh shahabat ahli Surga dengan tuduhan yang jelek.
  3. Kita berdusta kepada orang yang kita sampaikan cerita tersebut kepadanya.
Ingat, kita tidak boleh sekali-kali mencela, memaki atau menuduh dengan tuduhan yang jelek kepada para shahabat Rasululluh shallallahu 'alaihi wa sallam.
?
Beliau bersabda :
"Artinya : Barangsiapa mencela shahabatku, maka ia mendapat laknat dari Allah, malaikat dan seluruh manusia". (Hadits Riwayat Thabrani).
?
Wallaahu a'lam bish shawaab.
?


Re: [LK] Mengusap Muka

Abu Abdullah
 

--- Lenggang Kangkung <tunang@...> wrote:
From: TuanHassan Tn-Lah <thtlbpr@...>


------- Forwarded Message Follows -------
From: "Yayat Ruhiat" <yayat@...>
To: <assunnah@...>

KELEMAHAN HADITS-HADITS
Tentang Mengusap Muka Dengan Kedua Tangan Sesudah
Selesai Berdo'a

Oleh Abdul Hakim bin Amir Abdat

------------------------------------------------------

Pendahuluan.

Sering kita melihat diantara saudara-saudara kita
apabila telah selesai berdo'a, kemudian mereka
mengusap muka mereka dengan kedua telapak tangannya.
Mereka yang mengerjakan demikian itu, ada yang sudah
mengetahui dalilnya, tapi mereka tidak mengetahui
derajat dari dalil tersebut. Apakah sah datang dari
Nabi shallallau 'alaihi wa sallam atau tidak .? Ada
juga yang mengerjakan karena ikut-ikutan (taklid)
saja.

-------------------------------------------

Jawab:

Benar sekali pendapat Abd Hakim itu.

Di Malaysia, menurut madzhab Syafi'iy, antaranya
Imam
Nawawi (al Azkar) hukumnya sunat berbuat demikian.

Isu ini adalah khilaf.

sekian
thtl



__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Talk to your friends online with Yahoo! Messenger.

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Talk to your friends online with Yahoo! Messenger.


Re: Jihad Ambon

muhidin
 

Assalaamu 'alaikum Wr.Wb.

Ana harap kita tidak usah berpolemik dalam masalah ini, yang penting
sekarang, bagaimana
kita (muslimin) dapat memenangkan peperangan di AMBON. Tidak usah
memperdebatkan fardhu
kifayah atau apa-pun ...., kita harus menggalang kekuatan (mengirimkan
sukarelawan dan juga dana)
untuk membantu muslimin disana. Kalau muslimin diserang terus menerus, bisa2
habis muslimin disana,
dan muslimin yang minoritas didaerah lain-pun akan mengalami hal yang
serupa. Marilah kita renungkan
sama2 dan mari kita bantu dengan segala daya muslimin yang ada di AMBON ini.
*
...................................... Hidup Mulia Atau Mati Sebagai Syuhada
...................................................
*
Wassalam .......

-----Original Message-----
From: Abu Muadz [SMTP:abu_amma@...]
Sent: Tuesday, February 22, 2000 8:42 PM
To: assunnah@...
Subject: [assunnah] Jihad Ambon

untuk al-akh Supriyatno di tempat
Assalaamu'alaikum Wr Wb
akhii menanggapi tanggapan anta terhadap jawaban ana
masalah Jihad ke Ambon, sebenarnya ana sengaja
memendekkan jawaban tentang jawaban ini adalah karena
kemaslahatan yang ana tidak bisa ana beberkan memalui
e-mail ini diantaranya adalah bahwa ana tidak kenal
siapa anta karena jawaban suatu pertanyaan itu juga
harus memperhatikan keadaan penanya inipun kalau mau
memahaminya bukankan Rosuulullah SAW juga demikian
bahkan para 'ulama yang sampai sekarang masih hiduppun
demikian yang ana dapati
ringkasnya sebenarnya masaslahnya sudah jelas hanya
ana sedikit memberi gambaran berikut ini dan
sebelumnya ada yang perlu untuk diperhatikan adalah
bahwa belajar tentang islam dalam artian sistematik
itu menurut para 'ulama dari dahulu sampai kini adalah
harus langsung melalui guru dan bukan melalui
autodidak dimana seseorang mencari, mencerna dan
memahami kemudian mengamalkan ataupun bahkan
menda'wahkannya secara langsung sedang ML ini ataupun
computer dan sejenisnya tidak bisa dikata gorikan
sebagai guru/syekh langsung bahkan justru jangan
dijadikan sebagai rujukan standar hal ini bisa
dimaklumi karena data-data tentang al-qur'an atau
assunnah dll uang sekarang asda pada data computer itu
bukan hasil koreksi para ulama mu'tabar oleh karena
itu tidak mustahil ada kesalahan
adapun tentang jihad sebenarnya secara bahasa diantara
artinya adalah perang ( Ibnu Mandzur dan Imam
Al-Qostholany )oleh karena itu secara syar'ipun
menurut para 'ulama apabila dilontarkan istilah
"JIHAD" maka artinya adalah memerangi kaum kafir dalam
rangka tegaknya kalimah Allah SWT sebagaimana terdapat
juga pengertian ini dalam hadits riwayat Imam Ahmad
dari seorang shohaby yang bernama 'Amr Bin 'Ambasah
disana Rosulullah menjelaskan bahwa jihad adalah :
....kamu memerangi orang-orang kafir apabila kamu
bertemu dengan mereka tetapi kadang-kadang - harus di
ingat bahwa jihad juga bisa berma'na bukan perang saja
misalnya bisa berarti Birrul waalidaini ( berbuat
kepada orang tua sebagai mana dapat kita fahami dar i
hadits seorang shohaby yang memohon izin utuk berjihad
lalu ditanya oleh nabi : apakah kedua orang tuamu
masih hidup ? Shohaby ini menjawab : benar ya Rosul
lalu Rosul menegaskan : maka hendaknya kamu berjihad
kepadanya ( HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Imam Hakin (
lihat kitab Zaadul ma'aad ) jadi jihad dalam hadits
ini tidak mungkin difahami dengan memerangi orang tua
Kemudian, JIHAD itu sendiri sebagai mana yang telah
kemukakan ada dua macan jihad yang fardhu 'ain (
dimana setiap muslim berdosa apabila sengaja
bersembunyi meninggalkan diri dari kaum muslimin untuk
ikut berperang ) dan jihad yang fardhu kifayah( yaitu
jihad yang apabila sudah ada sebagian kaum muslimin
yang berangkat kemedan perang maka kewajiban jihad itu
telah jatuh dari muslimin yang lain) ; sekarang jihad
yang mana yang hukumnya fardhu kifayah itu ?
jawabannya adalah apa yang dipegang oleh Jumhur ulama
yaitu yang dsebut Jihaduth-Tholab wal Ibtida' ( yaitu
jihad dalam artian mencari orang-orang kafir dirumah
rumah mereka dan menyeru mereka agar menerima islam
dan apabila enggan maka peranglah pemecahannya ) jihad
dalam hal seperti ini Ibnu 'Athiyyah memberitakannya
dengan derajat 'IJMA' adapun jihad dalam artian fardhu
'ain adalah jihadud-difa' ( yaitu jihad dalam kerangka
mempertahankan diri) seperti apa yang dikemukakan oleh
Imam Al-Qurthuby : apabila musuh telah memasuki suatu
wilayah dianatara wilayah kaum muslimin bahkan mungkin
sudah masuk ketengah rumah mereka maka wajib atas
seluruh warga negri itu untuk berlaga kemedan perang
dalam keadaan ringan maupun berat pemuda mauopun orang
yang sudah tua sesuai dengan kemampuannya barang siapa
yang mempunyai orang tua maka tanpa izin mereka
......lihat tafsir aAl-Qurthuby 8/151 )
dalam hal ini juga Imam As-Sakhosy memberikan suatu
pengarahan : .... kare jika jihad ini diwajibklan pada
setiap waktu maka masalahnya akan menjadi
kurang/lemah( ((sedang maksud jihad itu adalah agar
kaum muslimin mampu menegakkan kemaslahtan mereka baik
yang bersifat dunyawy maupun ukhrowy maka apabila
selurugh kaum muslimin menyibukkan diri dengan jihad
maka siapa yang akan menjalankan kemaslahatan mereka
dalam bidang dunia ( lihat kitab al-mabsut 3/10 )
perhatikan juga firman Allah QS At-Taubah 122 dan QS
An-Nisa' 95
Namun jangan setelah penjelasan ini seorang diantara
kita lalu berpendapat apriori terhadap perjuangan kaum
muslimin di Ambon atau pun dibelahan lain karena
seluruh kaum muslimin itu menjadi tangan ( penolong
bagi yang lain ) dan hal itu bisa kita wujudkan dalam
bentuk apa yang kita mampu seperti sabda Rosulullah
SAW bersabda : ...barang siapa yang membekali seorang
Ghozy ( prajurit ) maka dia telah (ikut berperang ( HR
Muslim .....
dan demikian seterusnya
dan suatu berita yang ana dengar langsung dari orang
telah dan akan kembali kesana bahwa disana kita kurang
sekali persenjataan sedang senjata ini harganya
relatif mahal sedang mereka disaat kita belum punya
apa-apa mereka sudah berpasukan sneper bahkan
diberitakan lonceng gereja dan atau nyanyian gereja
sebagai tanda komando terhadap suatu penyerangan sudah
berjalan sebagai komando disetiap saat juga dibeberapa
daerah dramben sebagai komando penyerangan
besar-besaran sudah meraka miliki bahkan Maret ini
diisyukan akan terjadi penyerangan besa-besaran
Nah masalahnya dari pada banyak berdiskusi siapa
diantara antum yang siap dengan kemampuannya untuk
berkiprah nyata dan kongkrit dan kalau ada yang siap
dan tulus ana siap menjadi posnya informasi,materil
ataupun jiwanya
sekian saja semoga kita senantiasa dihidayahi oleh
Allah kejalan yang membawa kita sekalian menuju ridhoNya
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Talk to your friends online with Yahoo! Messenger.


------------------------------------------------------------------------
Subscribe assunnah-subscribe@...
Unsubscribe assunnah-unsubscribe@...
Feedback or comments assunnah-owner@...

------------------------------------------------------------------------
GET A NEXTCARD VISA, in 30 seconds! Get rates as low as 2.9%
Intro or 9.9% Fixed APR and no hidden fees. Apply NOW!


eGroups.com Home:
- Simplifying group communications


Koreksi

A L S
 

Assalamu'alaikum wr. wb.

Pada kesempatan yang lalu saya membuat kutipan dengan kesalahan yang cukup parah(walau saya katakan secara bebas dan mohon dicek). Dengan ini saya sampaikan koreksi. Semoga kedepannya saya bisa lebih hati-hati, dan semoga (dengan ini) saya terlepas dari berdusta atas nama ahlus sunnah. Sekali lagi seperti yang diingatkan ustadz Abu Muadz (Jazakallahukhoir) bahwa akurasi suatu informasi (ilmu) perlu diperhatikan (dengan pengecekkan). FATABAYYANU! (perhatikan QS Al hujjrot ayat 6)

Saya sampaikan bahwa:

Dalam bundel terakhir majalah as-sunnah (tahun ke III) termuat jawaban atas pertanyaan bagaimana seorang akhwat berda'wah( dibagian akhir hukum memberi salam). Disana As-sunnah merujuk ke nasehat Ibnu Qoyiim yang disebutkan termuat dalam kitab Fathul Majid bab mendakwahkan kalimat LAA ILAHA ILLA ALLAH yakni penjelasan terhadapat QS An-Nahl 125 atau QS Yusuf 108.
Kutipan seharusnya sbb:
Sumber: Majalah As-sunnah Edisi No. 10 tahun III (pasal jawaban pertanyaan)
------------------

QS. An-Nahl 125

"Serulah (manusia) menuju jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalannya dan Dialah yang lebih mengetahui orang yang mendapatakan petunjuk."

Al-'alamah Ibnu Qoyyim berkata tentang makna ayat tsb.: "Allah swt menyebutkan tingkatan-tingkatan da'wah dan menjadikannya tiga bagian sesuai keadaan obyek da'wah,

1. apabila obyek da'wah itu adalah pencari al-haq, pecinta al-haq dan mengutamakan jika sudah mengetahui, maka dia diajak dengan hikmah saja, tidak membutuhkan nasehat dan diskusi.

2. apabila obyek da'wah itu adalah orang yang sibuk dengan kebalikan al-haq akan tetapi jika dia mengetahui al-haq niscaya dia memprioritaskan dan mengikutinya, maka orang ini membutuhkan nasehat targhib (dorongan dan anjuran) dan tarhib (peringatan).

3. apabila obyek da'wah itu adalah seorang yang mengingkari setelah tahu dan menentang maka orang ini dibantah dengan cara yang baik. Jika dia kembali kepada al-haq maka (itulah yang diharapkan) jika tidak maka beralih dengan kekuatan jika mungkin."
(Fathul Majid: bab: Ad-Du'a ila syahadati laa ilaaha illallah)

--------------------
Semoga kita tergolong orang yang dapat mengambil pelajaran dari orang lain.

NB:
-Menyadari akan kelemahan, saya mohon agar apa-apa yang pernah saya sampaikan berupa apapun juga dalam ML ini agar dicek dulu keabsahannya sebelum diambil sebagai pelajaran, sedang sekedar sebagai pengingatan maka itulah yang saya harapkan.
-Ilmu itu dicari dan bukan mencari!!

FATABAYYANU!!!!

Wassalam

Abu Luthfi Ad-dhoif




______________________________________________________


Mustajabud Du'a

 

Assalamu'alaikum w.w.

Saya mendapat kiriman lewat e-mail (terlampir) dari seorang teman tentang
Adab dan Syarat berdo'a.
Karena di dalamnya tidak dilampiri dengan hukum-hukum Al-Qur'an dan
Haditsnya, saya akan sangat bergembira jika ada di antara teman-teman yang
sudi menunjukkan pada saya yang ilmunya cetek ini : Mana yang mempunyai
dasar hukum dan mana yang tidak mempunyai dasar hukumnya, atau lemah
hukumnya.
Terimakasih.
Wassalamualaikum w.w.
Ngudihadi


subscribe

Hamzah Sallim
 


Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 26 = Tempat Berdirinya Ma'mum Jika Seorang Diri]

Yayat Ruhiat
 

开云体育

?
DIMANAKAH TEMPAT BERDIRINYA
MAKMUM APABILA SEORANG DIRI ?
?
Oleh
Abdul Hakim bin Amir Abdat
?

?
Pendahuluan.
?
Judul diatas merupakan sebuah pertanyaan yang?perlu sekali kita jawab dengan jelas dan benar dengan mengambil keterangan dan contoh dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dimanakah sebenarnya tempat berdiri ma'mum apabila seorang atau sendirian ..? Apakah dibelakang Imam atau seharusnya sejajar dengan Imam .? Dengan kita melakukan penyelidikan untuk mengetahui contoh yang pernah dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dapatlah kita beramal sesuai yang dikehendaki oleh agama Islam.
?
Maka dibawah ini saya akan sampaikan dalil-dalil yang tegas dan terang yang menunjukan tempat berdiri ma'mum jika seorang diri/sendirian.
?
?
Dalil Pertama
"Artinya : Dari Ibnu Abbas, ia berkata ; "Aku pernah shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu malam. Lalu aku berdiri di sebelah kiri beliau, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegang kepalaku dari belakangku, lalu ia tempatkan aku disebelah kanannya ...." (Shahih Riwayat Bukhari I/177).
?
Dalil Kedua
"Artinya : Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata ; "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdiri shalat, kemudian aku datang, lalu aku berdiri disebelah kirinya, maka beliau memegang tanganku, lantas ia memutarkan aku sehingga ia dirikan aku sebelah kanannya. Kemudian datang Jabbar bin Shakr yang langsung ia berdiri di sebelah kiri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu beliau memegang tangan kami dan beliau mendorong kami sehingga beliau mendirikan kami dibelakangnya". (Shahih Riwayat Muslim & Abu Dawud).
Dua dalil di atas mengandung hukum sebagai berikut :
  1. Apabila ma'mum satu orang harus berdiri disebelah kanan Imam.
  2. Dan ma'mum yang seorang itu berdiri disebelah kanan harus sejajar? dengan Imam bukan di belakangnya. Saya katakan demikian karena di dalam hadits Jabir bin Abdullah sewaktu datang Jabbar bin Shakhr lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menempatkannya keduanya dibelakangnya. Ini menunjukan kedua sahabat itu tadinya berada disamping Nabi sejajar dengan beliau. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendirikan mereka di belakangnya. Tidak akan dikatakan "Di belakang" kalau pada awalnya sahabat itu tidak berada sejajar dengan beliau.
  3. Apabila ma'mum dua orang atau lebih, maka harus berdiri dibelakang Imam.
?
Dalil Ketiga
"Artinya : Dari Ibnu Abbas, ia berkata ; "Aku pernah shalat di sisi/tepi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Aisyah shalat bersama kami dibelakang kami, sedang aku (berada) di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, aku shalat bersamanya (berjama'ah)". (Shahih Riwayat Ahmad & Nasa'i).
?
Keterangan
  1. Perkataan, "Aku sahalat di sisi/tepi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, terjemahan dari kalimat "Shallaitu ila janbin nabiyi shallallahu 'alaihi wa sallam".
  2. JANBUN menurut kamus-kamus bahasa Arab artinya : sisi, tepi, samping, sebelah, pihak, dekat.
  3. Jika dikatakan dalam bahasa Arab "JANBAN LI JANBIN" maka artinya : Sebelah menyebelah, berdampingan, bahu-membahu.
  4. Dengan memperhatikan hadits di atas dan memahami dari segi bahasanya, maka dapatlah kita mengetahui bahwa Ibnu Abbas ketika shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berada di samping/sejajar dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
  5. Hadits ini menunjukan bahwa perempuan tempatnya di belakang. Baik yang jadi ma'mum itu hanya seorang perempuan saja atau campur laki-laki dengan perempuan. Di dalam kitab AL-MUWATTHA karangan Imam Malik diterangkan bahwa Ibnu Mas'ud pernah shalat bersama Umar. Lalu Ibnu Mas'ud berdiri dekat di sebelah kanan Umar sejajar dengannya.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Juraij pernah bertanya kepada Atha' (seorang tabi'in), "Seorang menjadi ma'mum bagi seorang, dimanakah ia (ma'mum) harus berdiri .? Jawab Atha', "Di tepinya". Ibnu Juraij bertanya lagi, "Apakah si Ma'mum itu harus dekat dengan Imam sehingga ia satu shaf dengannya, yaitu tidak ada jarak antara keduanya (ma'mum dan imam) ?" Jawab Atha'; "Ya!" Ibnu Juraij bertanya lagi, "Apakah si ma'mum tidak berdiri jauh sehingga tidak ada lowong antara mereka (ma'mum dan imam)? Jawab Atha' : "Ya". (Lihat : Subulus Salam jilid 2 hal.31).
?
Dari tiga dalil di atas dan atsar dari sahabat dan seorang tabi'in besar, maka sekarang dapatlah kita berikan jawaban bahwa ; "Ma'mum apabila seorang saja harus berdiri di sebelah kanan dan sejajar dengan Imam".
?
Tidak ada keterangan dan contoh dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang menunjukan atau menyuruh ma'mum apabila seorang diri harus berdiri di belakang Imam meskipun jaraknya hanya sejengkal seperti yang dilakukan oleh kebanyakan saudara-saudara kita sekarang ini. Mudah-mudahan mereka suka kembali kepada sunnah Nabi-nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aamiin.
?

?


Jihad Ambon

Abu Muadz
 

untuk al-akh Supriyatno di tempat
Assalaamu'alaikum Wr Wb
akhii menanggapi tanggapan anta terhadap jawaban ana
masalah Jihad ke Ambon, sebenarnya ana sengaja
memendekkan jawaban tentang jawaban ini adalah karena
kemaslahatan yang ana tidak bisa ana beberkan memalui
e-mail ini diantaranya adalah bahwa ana tidak kenal
siapa anta karena jawaban suatu pertanyaan itu juga
harus memperhatikan keadaan penanya inipun kalau mau
memahaminya bukankan Rosuulullah SAW juga demikian
bahkan para 'ulama yang sampai sekarang masih hiduppun
demikian yang ana dapati
ringkasnya sebenarnya masaslahnya sudah jelas hanya
ana sedikit memberi gambaran berikut ini dan
sebelumnya ada yang perlu untuk diperhatikan adalah
bahwa belajar tentang islam dalam artian sistematik
itu menurut para 'ulama dari dahulu sampai kini adalah
harus langsung melalui guru dan bukan melalui
autodidak dimana seseorang mencari, mencerna dan
memahami kemudian mengamalkan ataupun bahkan
menda'wahkannya secara langsung sedang ML ini ataupun
computer dan sejenisnya tidak bisa dikata gorikan
sebagai guru/syekh langsung bahkan justru jangan
dijadikan sebagai rujukan standar hal ini bisa
dimaklumi karena data-data tentang al-qur'an atau
assunnah dll uang sekarang asda pada data computer itu
bukan hasil koreksi para ulama mu'tabar oleh karena
itu tidak mustahil ada kesalahan
adapun tentang jihad sebenarnya secara bahasa diantara
artinya adalah perang ( Ibnu Mandzur dan Imam
Al-Qostholany )oleh karena itu secara syar'ipun
menurut para 'ulama apabila dilontarkan istilah
"JIHAD" maka artinya adalah memerangi kaum kafir dalam
rangka tegaknya kalimah Allah SWT sebagaimana terdapat
juga pengertian ini dalam hadits riwayat Imam Ahmad
dari seorang shohaby yang bernama 'Amr Bin 'Ambasah
disana Rosulullah menjelaskan bahwa jihad adalah :
....kamu memerangi orang-orang kafir apabila kamu
bertemu dengan mereka tetapi kadang-kadang - harus di
ingat bahwa jihad juga bisa berma'na bukan perang saja
misalnya bisa berarti Birrul waalidaini ( berbuat
kepada orang tua sebagai mana dapat kita fahami dar i
hadits seorang shohaby yang memohon izin utuk berjihad
lalu ditanya oleh nabi : apakah kedua orang tuamu
masih hidup ? Shohaby ini menjawab : benar ya Rosul
lalu Rosul menegaskan : maka hendaknya kamu berjihad
kepadanya ( HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Imam Hakin (
lihat kitab Zaadul ma'aad ) jadi jihad dalam hadits
ini tidak mungkin difahami dengan memerangi orang tua
Kemudian, JIHAD itu sendiri sebagai mana yang telah
kemukakan ada dua macan jihad yang fardhu 'ain (
dimana setiap muslim berdosa apabila sengaja
bersembunyi meninggalkan diri dari kaum muslimin untuk
ikut berperang ) dan jihad yang fardhu kifayah( yaitu
jihad yang apabila sudah ada sebagian kaum muslimin
yang berangkat kemedan perang maka kewajiban jihad itu
telah jatuh dari muslimin yang lain) ; sekarang jihad
yang mana yang hukumnya fardhu kifayah itu ?
jawabannya adalah apa yang dipegang oleh Jumhur ulama
yaitu yang dsebut Jihaduth-Tholab wal Ibtida' ( yaitu
jihad dalam artian mencari orang-orang kafir dirumah
rumah mereka dan menyeru mereka agar menerima islam
dan apabila enggan maka peranglah pemecahannya ) jihad
dalam hal seperti ini Ibnu 'Athiyyah memberitakannya
dengan derajat 'IJMA' adapun jihad dalam artian fardhu
'ain adalah jihadud-difa' ( yaitu jihad dalam kerangka
mempertahankan diri) seperti apa yang dikemukakan oleh
Imam Al-Qurthuby : apabila musuh telah memasuki suatu
wilayah dianatara wilayah kaum muslimin bahkan mungkin
sudah masuk ketengah rumah mereka maka wajib atas
seluruh warga negri itu untuk berlaga kemedan perang
dalam keadaan ringan maupun berat pemuda mauopun orang
yang sudah tua sesuai dengan kemampuannya barang siapa
yang mempunyai orang tua maka tanpa izin mereka
......lihat tafsir aAl-Qurthuby 8/151 )
dalam hal ini juga Imam As-Sakhosy memberikan suatu
pengarahan : .... kare jika jihad ini diwajibklan pada
setiap waktu maka masalahnya akan menjadi
kurang/lemah( ((sedang maksud jihad itu adalah agar
kaum muslimin mampu menegakkan kemaslahtan mereka baik
yang bersifat dunyawy maupun ukhrowy maka apabila
selurugh kaum muslimin menyibukkan diri dengan jihad
maka siapa yang akan menjalankan kemaslahatan mereka
dalam bidang dunia ( lihat kitab al-mabsut 3/10 )
perhatikan juga firman Allah QS At-Taubah 122 dan QS
An-Nisa' 95
Namun jangan setelah penjelasan ini seorang diantara
kita lalu berpendapat apriori terhadap perjuangan kaum
muslimin di Ambon atau pun dibelahan lain karena
seluruh kaum muslimin itu menjadi tangan ( penolong
bagi yang lain ) dan hal itu bisa kita wujudkan dalam
bentuk apa yang kita mampu seperti sabda Rosulullah
SAW bersabda : ...barang siapa yang membekali seorang
Ghozy ( prajurit ) maka dia telah (ikut berperang ( HR
Muslim .....
dan demikian seterusnya
dan suatu berita yang ana dengar langsung dari orang
telah dan akan kembali kesana bahwa disana kita kurang
sekali persenjataan sedang senjata ini harganya
relatif mahal sedang mereka disaat kita belum punya
apa-apa mereka sudah berpasukan sneper bahkan
diberitakan lonceng gereja dan atau nyanyian gereja
sebagai tanda komando terhadap suatu penyerangan sudah
berjalan sebagai komando disetiap saat juga dibeberapa
daerah dramben sebagai komando penyerangan
besar-besaran sudah meraka miliki bahkan Maret ini
diisyukan akan terjadi penyerangan besa-besaran
Nah masalahnya dari pada banyak berdiskusi siapa
diantara antum yang siap dengan kemampuannya untuk
berkiprah nyata dan kongkrit dan kalau ada yang siap
dan tulus ana siap menjadi posnya informasi,materil
ataupun jiwanya
sekian saja semoga kita senantiasa dihidayahi oleh
Allah kejalan yang membawa kita sekalian menuju ridhoNya
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Talk to your friends online with Yahoo! Messenger.


Re: Tanggapan dan Penjelasan Jawaban ke-1

A L S
 

Assalamu'alaikum wr. wb.

Menanggapi diskusi masalah JIHAD ke AMBON, dengan diikuti kesadaran bahwa saya bukanlah seorang yang berkapasitas untuk memberikan jawaban, ijinkan saya memberikan beberapa pandangan dengan harapan (niat) agar kita dapatkan ilmu (al-haq).

Pertama: Untuk sebuah hikmah, sebelumnya ijinkan saya menyampaikan beberapa point pengingatan berkaitan dengan tanya jawab.

Dalam bundel terakhir majalah as-sunnah (tahun ke III) termuat jawaban atas pertanyaan bagaimana seorang akhwat berda'wah( dibagian akhir hukum memberi salam). Disana As-sunnah merujuk ke nasehat Ibnu Qoyiim yang disebutkan termuat dalam kitab Fathul Majid bab mendakwahkan kalimat LAA ILAHA ILLA ALLAH yakni penjelasan terhadapat QS An-Nahl 125 atau QS Yusuf 108.

saya angkat ini karena kita dapat menempatkan penanya adalah mad'u dan penjawab dalah da'i, sedang masalah jihad tidak lepas kaitannya dengan pendakwahan/penegakan kalimat tauhid tsb.

Secara bebas (sebatas yang saya terkesan) dan mohon di cek lafal persisnya (FATABAYYANU!!) ibnu Qoyiim menasehati da'i agar memperhatikan mad'u apakah ia:
A. seorang pengikut al-haq dan senantiasa sibuk dengan pencarian al^haq? kepada mad'u seperti ini tidak perlu diskusi dan nasehat tapi cukuplah menyampaikan al-hikmah
B. seorang pengikut al-haq tetapi menyibukkan diri dengan urusan lain, pun demikian bila ia tahu al-haq maka akan diikutinya. kepada orang ini sebaiknya disamapaikan at-targib (keutamaan mengamalkan) dan At-tarhib (bahaya meningglkan)
C. seorang yang BUKAN pengikut al-haq dan bila diberi tahu mungkin mengikuti dan mungkin juga berbalik menyerang. Ringkasanya perlakuan secara hikmah pada kelompok C ini tentunya berbeda dengan A dan B.

Apa maksud saya?
Jawaban Al-akh Abu Muadz terhadap pertanyaan tentang jihad ke Ambon (walau secara pribadi saya melihat belum menyentuh inti pertanyaan) DAPAT DIPAHAMI dari pengantar yang diberikan oleh al-akh Yayat (mohon dicek ulang).
Dengan kata lain, penjawab ,insyaallah, telah mempertimbangkan / memperhatikan penanya (terlepas dari tepat/tidaknya),wallahu a'alam.

Besar harapan saya, bahwa seluruh anggota milis ini, bukan hanya akhi Suprayitno hafidzuhullah, ada di kelompok A. Jadi yang diharapkan adalah hikmah (yakni qoola Alla, qoola Rasul wa qoola Sahabah).
Maka kepada penyampai pertanyaan, Jazakallahu khoiron katsir, saya berharap agar kondisi (secara global) anggota ML ini diceritakan lebih jelas lagi kepada penjawab.

Disinilah, insyaallah, tampak pentingnya HIKMAH dan BASHIROH dalam dakwah, semoga allah mengkaruniakannya pada kita semua.

Kedua: Tentang pertanyaan Jihad KeAmbon?
Pertanyaan:

Ana ingin menanyakan masalah yang berkaitan dengan jihad ke Ambon.
1.. Bagaimana hukum pergi jihad ke Ambon ?
2.. Jika Fardhu Kifayah tetapi tetap pergi dengan meninggalkan keluarga, mengajar din Islam, apakah dibolehkan ?

saya melihat penanya telah tahu hukum jihad jadi yang ditanyakan adalah: ke AMBON dan meninggalkan keluarga dan mengajar untuk jihad (ke AMBON).

Bila benar demikian, maka saya sampaiakn bahwa:
1. Tentang hukum jihad dan perang (karena jihad tidak harus perang), Sayyid Sabiq, rh, telah mengupas cukup banyak dalam kitab FIQIH SUNNAH. Disana disebutkan disamping keutamaan jihad juga tentang fiqih jihad seperti kapan jihad menjadi wajib 'ain dll.

2. Tentang ke Ambon, Wallahu a'alam. Saya tidak tahu. Meskipun kita telah memiliki fakta yang akurat tentang kondisi Ambon yang sebenarnya, sehingga jelas maslahah dan mafsadahnya, dimasalah ini tentunya ada juga hukum tentang Syiyasah (politik). Bila telah ada hakim (ulul amr) yang telah syah (terlepas dari tingkat kesempurnaannya) bolehkah kita mengangkat hakim-hakim baru (yang memberangkatkan orang ke jihad) dalam hal ini? Sekali lagi wallahu a'alam.

3.Adapun tentang mana yang perlu didahulukan antara kwajiban 'ain dan kifayah, insyaallah telah jelas dari kaidah fiqih. Disini pertimbangan Maslahah dan mafsadah (menurut Qur'an dan Sunnah, tentunya) masih diperlukan dan bisa jadi CASE by CASE tergantung orangnya. Insyaallah penjelasan dari Al-akh Abu dan Ammu Muadz telah jelas. Wallahu a'lam.


Akhuka fillah ad-dhoir al faqir
Abu Luthfi




______________________________________________________


Tanggapan dan Penjelasan Jawaban ke-1

Yayat Ruhiat
 

开云体育

?
Jazaakumullah atas koreksi dari akhi Suprayitno.
?
Saya akan mecoba menjelaskan maksud dari jawaban Abu Muadz tentang pertanyaan hukum pergi jihad ke Ambon, dan dalam hal ini sengaja saya muat ulang?jawaban tersebut secara utuh (tidak dipotong-potong), supaya jelas permasalahannya :
?
?
Pertanyaan.
?
Ana ingin menanyakan masalah yang berkaitan dengan jihad ke Ambon.
  1. Bagaimana hukum pergi jihad ke Ambon ?
  2. Jika Fardhu Kifayah tetapi tetap pergi dengan meninggalkan keluarga, mengajar din Islam, apakah dibolehkan ?
?
?
Jawab.
?
Hukum dasar jihad memang Fardhu Kifayah, demikian juga dengan hukum pergi ke Ambon, oleh karena itu kalau ada Fardhu Kifayah dan Fardhu 'Ain, maka hendaknya dahulukanlah Fardhu 'Ain, sebab dia merupakan kewajiban yang tidak boleh diwakili dan diwakilkan oleh orang lain, apalagi sampai misalnya menelantarkan anak dan istri yang menjadi tanggungannya kalau dia seorang suami, atau meninggalkan ummat yang sangat memerlukan ilmunya kalau dia seorang yang 'alim.
?
?
Penjelasan :
?
Uraian diatas?Isnya Allah sudah menjawab pertanyaan No.1 dan 2 yaitu :
?
Hukum dasar jihad memang Fardhu Kifayah, demikian juga dengan hukum pergi ke Ambon [termasuk Fardhu Kifayah juga]
?
Kemudian dari uraian diatas dilanjutkan dengan kalimat : "Oleh karena itu kalau ada Fardhu Kifayah dan Fardhu 'Ain, maka hendaknya dahulukanlah Fardhu 'Ain". Disini saya akan jelaskan? yang termasuk atau dimaksud dengan Fardhu 'Ain adalah kembali ke pertanyaan No. 2 yaitu ; "Jika Fardhu Kifayah tetapi tetap pergi dengan meninggalkan keluarga, mengajar din Islam, apakah dibolehkan .?".
?
Kalimat dengan hurup tebal termasuk kepada? pekerjaan Fardhu 'Ain, sebab dia merupakan kewajiban yang tidak boleh diwakili dan di wakilkan oleh orang lain. Mengurus?anak dan istri (keluarga) apabila dia seorang suami, dan mendakwahkan tauhid kepada ummat (mengajar din Islam) kalau dia seorang?'Alim.
?
Demikian penjelasan dari saya, dan mudah-mudahan Al-Akh Abu Muadz atau yang lainnya bisa melengkapi dan mengoreksi ulang,?disamping itu?juga bisa meluruskan apabila telah terjadi kekeliruan yang sangat nyata.
?
?
Wallahu a'lam bishawaab.
Yayat
?


Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 24 = Pokok-Pokok Manhaj SALAF 2/6]

Yayat Ruhiat
 

开云体育

?
POKOK-POKOK MANHAJ SALAF
?
Oleh
Khalid bin Abdur Rahman al-'Ik
?
Bagian kedua dari enam tulisan [2/6]

?
Kaidah Pertama
Mendahulukan Syara' atas Akal 1)
?
Kaidah yang paling pertama ialah ittiba' kepada as-salafu ash-shalih dalam memahami, menafsiri, mengimani serta menetapkan sifat-sifat ilahiyah tanpa takyif (bertanya atau menetapkan hakekat bagaimananya) dan tanpa ta'wil (membuat perubahan lafal/maknanya), juga dalam menetapkan persoalan-persoalan aqidah lainnya, dan menjadikan generasi pertama sebagai panutan dalam berpikir maupun beramal.
?
Jadi pertama kali Al-Qur'an dan Hadits, selanjutnya berqudwah (mengikuti jejak dan mengambil suri teladan) kepada para shahabat nabi, sebab di tengah-tengah merekalah wahyu turun. Dengan demikian, mereka (para shahabat) adalah orang-orang yang paling memahami tafsir Al-Qur'an, dan lebih mengerti tentang ta'wil (tafsir) Al-Qur'an dibandingkan dengan generasi-generasi berikutnya. Mereka satu dalam hal ushuluddin, tidak berselisih mengenainya, dan tidak terlahir dari mereka hawa nafsu-hawa nafsu dan bid'ah. 2).
?
Dari sanalah lahir ciri yang dominan pada pengikut manhaj salaf. Mereka adalah ahlul hadits, para ulama penghafal (hafidz) hadits, para perawi serta para alim hadits yang ittiba' pada atsar. (Itulah jalannya kaum mukminin). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Artinya : Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukan ia ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk tempat kembali". (An-Nisaa' : 115).
Jadi mereka berbeda dengan kaum mutakallimin (ahlul kalam), sebab mereka (pengikut manhaj salaf) selalu memulai dengan syara'. kitab was-sunnah, selanjutnya mereka tenggelam dalam memahami serta merenungi nas-nash Al-Qur'an dan sunnah tersebut.
?
Pengikut Manhaj salaf menjadikan akal tunduk kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari sini maka akal yang sehat tidak mungkin bertentangan dengan naql (nash) yang shahih. Apabila terjadi pertentangan, maka nash yang shahih harus didahulukan atas akal, sebab nash-nash Al-Qur'an bersifat ma'shum (terjaga) dari kesalahan, dan nash-nash sunnah bersifat ma'shum (terjaga) dari hawa nafsu.
?
Oleh karenanya sikap mendahulukan Al-Qur'an dan Sunnah atas akal-akal bagi kaum salaf merupakan pemelihara dari perselisihan serta kekacauan dalam aqidah dan agama.
?
Sesuatu yang masuk akal menurut manhaj salaf adalah sesuatu yang sesuai dengan Al-Kitab was-Sunnah, sedangkan sesuatu yang tidak masuk akal (majhul) adalah sesuatu yang menyalahi Al-Qur'an was Sunnah. Petunjuk (hidayah) ialah sesuatu yang selaras dengan manhaj shahabat, dan tidak ada jalan lain untuk mengenali petunjuk serta pola-pola shahabat melainkan atsar-atsar ini. 3)
?
Prinsip-prinsip aqidah bagi pengikut manhaj salaf nampak jelas pada keimanannya terhadap sifat-sifat dan Asma' Allah Ta'ala ; tanpa membuat penambahan, pengurangan, ta'wil yang menyalahi zhahir nash dan tanpa membuat penyerupaan dengan sifat-sifat mahluk, tetapi membiarkannya sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam Kitabullah Ta'ala serta sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Sedangkan kaifiyah (hakikat bagaimana)nya mereka kembalikan kepada Dzat yang telah memfirmankannya sendiri. 4)
?
Melalui konteks ini kita mesti paham cara-cara salaf dalam menjadikan akal tunduk kepada nash, baik nash itu berupa ayat Al-Qur'an maupun berupa sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, bukan sebaliknya. Berbeda dengan manhaj kaum ahlul kalam dari kalangan Mu'tazilah, Maturidiyah dan Asy'ariyah yang lebih mendahulukan akal daripada nash. Sedangkan nash mereka ta'wil kan hingga sesuai dengan akal.
?
Tentu saja hal ini berarti memperkosa nash agar sesuai tuntutan akal. Padahal mestinya hukum-hukum akal-lah yang wajib diserahkan keputusannya kepada nash-nash al-Kitab maupun Sunnah. Jadi, apa saja yang ditetapkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah, kitapun harus menetapkannya. Sedangkan apa saja yang dikesampingkan oleh keduanya, kitapun harus menolaknya.
?
Sesungguhnya, ta'wil menurut kaum ahlu kalam dan kaum filosofis pada umumnya mengandung tuntutan untuk menjadikan akal sebagai sumber syara', mendahului nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah. Oleh karena itu jika terlihat ada pertentangan antara nash dengan akal, maka mereka akan mendahulukan akal, dan akan segera bergegas melakukan ta'wil terhadap nash tersebut hingga sesuai dengan tuntutan akal. Akan tetapi manhaj salaf kebalikannya, syara' didahulukan dan akal mengikut kepada syara'.
?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah menyebutkan bahwa kaum salaf menyerahkan hukum kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi. Mereka merasa cukup dengan nash-nash tersebut. Mereka jadikan pemahaman-pemahaman akalnya patuh pada nash-nash itu, sebab "akal" menurut Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam ada sesuatu yang bisa ada jika ada pemilik (pelaku)nya. "Akal" bukanlah dzat yang bisa berdiri sendiri seperti anggapan kaum filosof. 5)
?
Akal tidak mampu meliputi kenyataan-kenyataan yang dijelaskan oleh Kitabullah maupun sunnah Rasul-Nya shalallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan akalpun tidak kuasa untuk meliputi segenap hakikat alam kongkrit yang telah ditemukan berdasarkan penemuan-penemuan ilmiah akal itu sendiri. Maka bagaimana mungkin akal akan dapat menjangkau kenyataan alam ghaib ?.
?
Oleh sebab itulah, wajib hukumnya untuk pasrah kepada nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah. Wajib mengimani segala apa yang dinyatakan di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, baik yang menyangkut alam ghaib maupun alam nyata. Lebih khusus lagi ayat-ayat yang menyangkut sifat-sifat ilahiyah, maka kita wajib mengimaninya tanpa ta'wil (mengubah makna atau lafalnya) dan tanpa ta'thil (menolak hakikatnya atau menafikannya).
Bersambung
Kaidah kedua : Tidak Mempertentangkan ..

?
Fote Note.
1.? Qawa'id al-Manhaj as-Salafi, hal. 187. Dr. Musthafa Helmi, cet. Daar ad-Da'wah, Iskandariyah
2.? 'Aqa'id as-Salaf, karya Dr. Ali Sami an-Nasysyar, hal.309, cet. Daar al-Ma'arif. Iskandariyah.
3.? Naqdhu al-Mantiq, Ibnu Taimiyah, hal. 309.
4.? Naqdhu al-Mantiq, Ibnu Taimiyah, hal. 3
5.? Majmu' Fatawa, jilid 9, hal. 279
?


Re: [Jawaban ke-1] Hukum Jihad ke Ambon, Badal Haji d an Hewan Qurban

Suprayitno MCDP
 

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kepada Al-Akh Abu Muadz / Akhi Yayat, ana sedikit menyampaikan
koreksi
terhadap jawaban pertanyaan yang diajukan Akhi Najib F. tentang
Hukum Jihad ke Ambon.

Dari jawaban singkat yang di berikan, setelah ana baca nampaknya
terdapat Kontradiksi (pertentangan) antara penetapan Hukum Jihad yang
Fardu Kifayah terhadap alasan sikap yang harus dilakukan yaitu dengan
mendahulukan Fardu Ain. Sebagaimana kutipan jawaban berikut :

Pertanyaan.

Ana ingin menanyakan masalah yang berkaitan dengan jihad ke Ambon.

1.
Bagaimana hukum pergi jihad ke Ambon ?
2.
Jika Fardhu Kifayah tetapi tetap pergi dengan meninggalkan
keluarga, mengajar din Islam, apakah dibolehkan ?

Jawab.

Hukum dasar jihad memang Fardhu Kifayah, demikian juga dengan hukum
pergi ke Ambon, oleh karena itu kalau ada Fardhu Kifayah dan Fardhu 'Ain,
maka hendaknya dahulukanlah Fardhu 'Ain,
sebab dia merupakan kewajiban yang tidak boleh diwakili dan
diwakilkan oleh orang lain,
apalagi sampai misalnya menelantarkan anak dan istri yang menjadi
tanggungannya kalau dia seorang suami, atau meninggalkan ummat yang sangat
memerlukan ilmunya kalau dia seorang yang 'alim.

Nah pada bagian pertama jawaban menyebutkan hukum Fardhu 'Ain dari
Jihad tsb. akan tetapi pada kalimat bergaris bawah yang merupakan
penegasan untuk melakukannya malah bertentangan yang sepertinya
menganjurkan untuk tidak memilih yang Fardhu 'Ain (lebih baik kita pilih
yang Fardhu Kifayah).
Mohon agar penjelasan ini dipertegas lagi, karena penetapan
akan wajib atau tidaknya suatu Ibadah merupakan fatwa , serta agar jawaban
singkat ini dapat difahami ikhwan kita yang lainnya.

Demikianlah untuk ditindak lanjuti, Semoga Alloh Swt. tetap
memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk tetap meniti jalan Haq ini serta
senantiasa berada di dalamnya berdasarkan Ilmu yang Haq / Shohih.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


ttd,

SUPRAYITNO



Subscribe assunnah-subscribe@...
<mailto:assunnah-subscribe@...>
Unsubscribe assunnah-unsubscribe@...
<mailto:assunnah-unsubscribe@...>
Feedback or comments assunnah-owner@...
<mailto:assunnah-owner@...>
_____

<>
eGroups.com Home: <>
www.egroups.com <> - Simplifying group
communications


Re: [Jawaban ke-1] Hukum Jihad ke Ambon, Badal Haji d an Hewan Qurban

Suprayitno MCDP
 

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kepada Al-Akh Abu Muadz / Akhi Yayat, ana sedikit menyampaikan
koreksi
terhadap jawaban pertanyaan yang diajukan Akhi Najib F. tentang
Hukum Jihad
ke Ambon.

Dari jawaban singkat yang di berikan, setelah ana baca nampaknya
terdapat Kontradiksi (pertentangan) antara penetapan Hukum Jihad yang Fardu
Kifayah terhadap alasan sikap yang harus dilakukan yaitu dengan mendahulukan
Fardu Ain. Sebagaimana kutipan jawaban berikut :

Pertanyaan.

Ana ingin menanyakan masalah yang berkaitan dengan jihad ke Ambon.

1.
Bagaimana hukum pergi jihad ke Ambon ?
2.
Jika Fardhu Kifayah tetapi tetap pergi dengan meninggalkan keluarga,
mengajar din Islam, apakah dibolehkan ?

Jawab.

Hukum dasar jihad memang Fardhu Kifayah, demikian juga dengan hukum pergi
ke Ambon, oleh karena itu kalau ada Fardhu Kifayah dan Fardhu 'Ain, maka
hendaknya dahulukanlah Fardhu 'Ain,

sebab dia merupakan kewajiban yang tidak boleh diwakili dan diwakilkan
oleh orang lain, apalagi sampai misalnya menelantarkan anak dan istri yang
menjadi tanggungannya kalau dia seorang suami, atau meninggalkan ummat
yang sangat memerlukan ilmunya kalau dia seorang yang 'alim.
Nah di paragraph kedua di atas yang perlu dikoreksi kembali, karena
hal ini menyangkut Fatwa (sepemahaman ana) kepada Ikhwan-2 yang belum
mengetahuinya.

Demikianlah untuk ditindak lanjuti, Semoga Alloh Swt. tetap
memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk tetap meniti jalan Haq ini serta
senantiasa berada di dalamnya berdasarkan Ilmu yang Haq / Shohih.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

ttd,

SUPRAYITNO



Subscribe assunnah-subscribe@...
<mailto:assunnah-subscribe@...>
Unsubscribe assunnah-unsubscribe@...
<mailto:assunnah-unsubscribe@...>
Feedback or comments assunnah-owner@...
<mailto:assunnah-owner@...>
_____

<>
eGroups.com Home: <>
www.egroups.com <> - Simplifying group
communications


Bergabung

Eko Prabowo Heru Kurnianto
 

Bismillahir rohmanir rohim.
Assalamu'alaikum Wr Wb.

Dari saudara yang sama-sama belajar di Kobe University, ana mendapatkan informasi
keberadaan mailing list assunnah ini. Ana selama ini hanya mendapatkan beberapa
tulisan di assunnah, itupun karena kebaikan dari saudara yang mau membuat
hardcopynya. Dari beberapa tulisan tersebut ana sebenarnya ingin lebih banyak
mendapatkan nasihat atau kesempatan untuk belajar.

Untuk itu sekiranya mendapat perkenan ana ingin sekali bergabung dengan mailing
list ini.

Jazakallah.

Wassalamu'alaikum Wr Wb.

Eko Prabowo Heru Kurnianto

NB:
Ana mendapatkan informasi dari Abu Lutfi Sudaryanto.