Keyboard Shortcuts
ctrl + shift + ? :
Show all keyboard shortcuts
ctrl + g :
Navigate to a group
ctrl + shift + f :
Find
ctrl + / :
Quick actions
esc to dismiss
Likes
- Assunnah
- Messages
Search
Re: Tanya
Suharyanto
Assalamu'alaikum wr.wb.
toggle quoted message
Show quoted text
1.boleh melakukan hal tersebut. ( makan atau minum ) shalat sunnah tawaf selalu dikerjakan seusai tawaf baik yang wajib atau yang sunnah. 2.Penyembelihan hadya tidak boleh dilakukan sebelum ihram,karena hal tersebut termasuk melaksanakan ibadah sebelum waktunya. 3.Penyembelihan dam boleh di mina boleh di jabal qurban dan tempat lainnya semasih di tanah haram, karena setiap tanah haram tempat menyembelih dam. 4.Berbeda antara hadya hajji tamattu' dan qurban 5.Boleh berbisnis hewan qurban. Wallahu 'alam Wassalamu'alaikum wr.wb. ----- Original Message -----
From: <ute_rid_strc@...> To: <assunnah@...> Sent: Tuesday, February 29, 2000 2:10 PM Subject: [assunnah] Tanya atau minum? 2. Apakah dalam pelaksanaan Thawaf sunnah selalu diiringidengan sholat sunnah thawaf?dilakukan sebelum ihram haji?(Tetapi setelah ihram umrah) dan apakah harusdilakukan di Mina atau di jabal Qurban?qurban?Atau adakah memotong qurban lagi setelah memotong hadya karenamengerjakan haji tamattu'?memberikan jawabansaya ucapkan Jazakumulloh Khoiron.-------------- Subscribe assunnah-subscribe@...-------------- Get what you deserve with NextCard Visa! ZERO! Rates aslow as 0.0% Intro or 9.9% Fixed APR, online balance transfers, RewardsPoints, no hidden fees, and much more! Get NextCard today and getthe credit you deserve! Apply now! Get your NextCard Visa at: |
Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 28 = 'Adalatus Shahabah 1/3]
Yayat Ruhiat
开云体育?
SEMUA SHAHABAT RASULULLAH
Shallalahu 'alaihi wa
sallam
ADALAH ADIL DAN HARAM
HUKUMNYA
MENCACI/MENGHINA MEREKA
?
Oleh
Yazid bin Abdul Qadir
Jawas
Bagian Pertama dari Tiga Tulisan
[1/3]
?
Kata
Pengantar.
?
Taqdim
?
Para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam adalah orang-orang yang telah mendapatkan keridhaan dari Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Mereka telah berjuang bersama Rasulullah untuk menegakkan
Islam dan mendakwahkannya keberbagai pelosok negeri, sehingga kita dapat
merasakan ni'matnya iman dan Islam.
?
Perjuangan mereka dalam li'ila-i
kalimatillah telah banyak menelan harta dan jiwa. Mereka adalah manusia yang
sepenuhnya tunduk kepada Islam, benar-benar membela kepentingan umat Islam,
setia kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa kompromi, mereka tunduk kepada
hukum-hukum agama Allah, tujuan mereka adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah
dan Sorga-Nya.
?
Model dan corak kehidupan masyarakat Islam
terwujud dalam kehidupan mereka sehari-hari, model masyarakat Islam seperti yang
tercermin dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah benar-benar dipraktekkan oleh mereka dan
hal yang seperti ini belum pernah kita jumpai dalam sejarah umat sejak dulu
sampai hari ini. Hidup mereka dilandasi Iman, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
dan mereka selalu berjalan dalam prinsip-prinsip yang telah digariskan
Allah.
?
?Persoalan 'Adalatus Shahabah
(Keadilan Shahabat) sudah diyakini oleh umat Islam dari masa Shahabat
sampai hari ini, bahwa merekalah orang-orang yang adil dan benar. Tetapi dalam
rangkaian sejarah yang panjang ada saja kelompok yang selalu merongrong
eksitensi perjuangan mereka bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam.
?
Kelompok/golongan ini mengaku diri mereka
"Islam" ? Mereka lebih terkenal dengan nama "kelompok Syi'ah atau agama Syi'ah"
karena aqidah mereka berbeda dengan aqidah kaum muslimin. Agama Syi'ah yang
dianut sekarang ini adalah Agama Syi'ah Immamiyah Itsna 'Asy'ariyah. Syi'ah
Imamiyah Itsna 'Asy'ariyah sejak dulu sampai hari ini telah sepakat mengkafirkan
ketiga Khulafa'ur Rasyidin (mengecualikan Ali bin Abi Thalib) dan semua shahabat
sesudah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kecuali 3 atau 4
shahabat.
?
Semua buku-buku mereka dipenuhi dengan caci
makian, penghinaan, dan laknat kepada Khulafa'ur Rasyidin dan shahabat-shahabat
yang lainnya. Di dalam kitab Al-Furu'ul Kaafi jilid 3 fatsal Kitabur Raudhah
hal.115 karangan Al-Kulaini disebutkan : Bahwa ada seorang murid Muhammad
Al-Baqir bertanya tentang Abu Bakar dan Umar. Lalu ia jawab : "Tidak ada
seorangpun yang mati dari kalangan kami (Syi'ah) melainkan benci dan murka
kepada Abu Bakar dan Umar". Bahkan Khumaini dalam kitabnya Kasyful Asrar hal.
113-114 (cet. Persia) menuduh para shahabat kafir. Wal-'Iyaadzu billah.
1)
?
Pengikut agama Syi'ah di Indonesia yang
terdiri dari cendikiawan, mahasiswa dan orang-orang awam berusaha mencari-cari
kesalahan individu dan meragukan 'adalah (keadilan) mereka para
shahabat, untuk menguatkan aqidah mereka yang rusak tentang shahabat dan
tujuannya untuk merusak Agama Islam, karena bila shahabat sudah dicela maka
otomatis Al-Qur'an dan Sunnah dicela, karena merekalah (shahabat) yang pertama
kali menerima risalah Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. Pengikut agama Syi'ah berusaha agar Islam ini
hancur.
?
Membicarakan sikap dan kedudukan shahabat
dan mengkritiknya berarti mengkritik Al-Qur'an dan Sunnah Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Meragukan keadilan mereka berarti meragukan kesaksian Allah
dan pujian Allah serta pujian Rasulnya terhadap mereka.
?
Orang-orang Syi'ah mengkritik para shahabat
dengan menggunakan portongan-potongan ayat Qur'an dan hadits Nabi untuk
kepentingan hawa nafsu mereka, dan meninggalkan puluhan ayat dan ratusan hadits
Nabi yang shahih yang memuji keadilan?shahabat.
?
Standar nilai dan tolok ukur prilaku mereka
yang tepat adalah Al-Qur'an dan Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
sebagai penguat adalah pendapat Jumhur Ulama kaum Muslimin.
?
Oleh karena itu penulis akan paparkan
nash-nash tentang 'adalah shahabat.
?
?
Difinisi
Shahabat.
?
1. Menurut Lughah
(Bahasa)
?
Shahabi diambil dari kata-kata
Shahabat = Persahabatan, dan bukan diambil dari ukuran tertentu yakni harus lama
bersahabat, hal ini tidak demikian, bahkan persahabatan ini berlaku untuk setiap
orang yang menemani orang lain sebentar atau lama. Maka dapat dikatakan
seseorang menemani si fulan dalam satu masa, setahun, sebulan, sehari atau
sejam. Jadi persahabatan bisa saja sebentar atau lama. Abu Bakar Al-Baqilani
(338-403H) berkata : "Berdasarkan defenisi bahasa ini, maka wajib berlaku?
difinisi ini terhadap orang yang bersahabat dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam kendatipun hanya sejam di siang hari.? Inilah asal kata dari kalimat
Shahabat ini". 2)
?
2. Menurut Istilah Ulama Ahli
Hadits
?
Kata Ibnu Katsir : "Shahabat adalah orang
Islam yang bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, meskipun
waktu bertemu dengan beliau tidak lama dan tidak meriwayatkan satu hadits pun
dari beliau".
?
Kata Ibnu Katsir :" Ini pendapat Jumhur
Ulama Salaf dan Khalaf (=Ulama terdahulu dan belakangan)". 3)
?
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-'Asqalani melengkapi
definisi Ibnu Katsir, ia berkata :"Definisi yang paling shahih tentang Shahabat
yang telah aku teliti ialah :"Orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dalam keadaan beriman dan wafat dalam keadaan Islam". Masuk
dalam difinisi ini ialah orang yang bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam baik lama atau sebentar, baik meriwayatkan hadits dari beliau atau tidak,
baik ikut berperang bersama beliau atau tidak. Demikian juga orang yang pernah
melihat beliau sekalipun tidak duduk dalam majelis beliau, atau orang yang tidak
pernah melihat beliau karena buta. Masuk dalam definisi ini orang yang beriman
lalu murtad kemudian kembali lagi kedalam Islam dan wafat dalam keadaan Islam
seperti Asy'ats bin Qais.
?
Kemudian yang tidak termasuk dari definisi
shahabat ialah :
Keluar pula dari definisi shahabat ialah
orang-orang munafik meskipun mereka bergaul dengan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam. Allah dan Rasul-Nya mencela orang-orang munafik, dan nifaq
lawan dari iman, dan Allah memasukkan orang munafik tergolong orang-orang yang
sesat kafir dan ahli neraka (Lihat : Al-Qur'an surat An-Nisaa :
137,138,141,142,143,145. Juga surat Ali Imran : 8 - 20).
?
Sistim mu'amalah yang diterapkan oleh
Rasulullah dan para shahabat dalam bergaul dengan orang-orang munafiqin jelas
menunjukan bahwa shahabat bukanlah munafiqin dan munafiqin bukanlah shahabat.
Jadi tidak bisa dikatakan bahwa diantara shahabat ada yang munafik !!! Ayat-ayat
Al-Qur'an dengan jelas membedakan mereka :
?
3. Pendapat Ulama Tentang Definisi
Shahabat.
?
Definisi yang diberikan oleh Ibnu Hajar
merupakan definisi Jumhur Ulama di antara mereka ialah Imam Bukhari, Imam Ahmad,
Imam Madini, Al'iraqi, Al-Khatib, Al-Baghdadi, Suyuti dll. Ibnu Hajar berkata :
Inilah pendapat yang paling kuat. Di antara ahli Ushul Fiqih yang berpendapat
demikian Ibnul Hajib, Al-Amidi dan lain-lain. 5)
?
?
Bagaimana Bisa Diketahui Seseorang
itu Dikatakan Shahabat ?
?
Kita dapat mengetahui seseorang itu
dikatakan shahabat dengan :
Bersambung :
Makna 'Adalatus
Shahabah
Fote Note.
1. Lihat Shurtani
Mutadhodataani oleh Abul Hasan All Al-Hasani An-Nadwi : Aqaidus Syi'ah fii
Miizan hal. 85-87 oleh
??? DR
Muhammad Kamil Al-Hasyim cet. I th, 1409H/1988M
2. Lihat Lisanul "Arab
II:7; Al-Kilayat fi 'Ilmir Riwayah hal.51 oleh Al-Khathib Al-Baghdadi ;
As-Sunnah Qablat-Tadwin.
??? hal.
387.
3. Al-Baa'itsul Hatsits
Syarah Ikhtisar 'Uluumil-Hadits Lil-Hafizh Ibnu Katsir oleh Syaikh Ahmad
Muhammad Syakir
??? hal.
151 cet. Darut turats Th. 1399H/1979M.
4. Al-Ishabah fil
Tanyizis-Shahabah I hal. 7-8 cet. Daarul-fikr 1398H.
5. Lihat Fathul Mughits
3/93-95, 'Ulumul-Hadits oleh Ibnu Shaleh hal. 146 ; At-Taqyid wal-idah Al-'Iraqi
hal. 292
???
Alfiyah Suyuti hal. 57; Fathul Bari 7/3;Al-Ihkam fi Ushulil-Ahkam Lil-Amidi:83;
Tanbih Dzawi Najabah ila 'Adalatis
???
Shahabah hal. 11.
6. Lihat Tadribur-Rawi
2:213 oleh Imam Suyuthi cet. Daarul Maktabah ilmiyah 1399H/1979M ;
Fathul-Mughits 3:140
???
Ushulul-Hadits 405-406.
?
|
Tanya
Assalaamu'alaikum wR.wB.
Perkenankan saya bertanya tentang manasik haji. 1. Apakah didalam mengerjakan Thawaf kita dibolehkan makan atau minum? 2. Apakah dalam pelaksanaan Thawaf sunnah selalu diiringi dengan sholat sunnah thawaf? 3. Apakah penyembelihan hadya haji tamattu' boleh dilakukan sebelum ihram haji?(Tetapi setelah ihram umrah) dan apakah harus dilakukan di Mina atau di jabal Qurban? 4.Apakah sama hadya (dam) karena haji tamattu' dengan qurban?Atau adakah memotong qurban lagi setelah memotong hadya karena mengerjakan haji tamattu'? 5. Bolehkah saya berbisnis hewan qurban? Sekian dulu pertanyaan saya.Kepada siapapun yang dapat memberikan jawabansaya ucapkan Jazakumulloh Khoiron. Wassalaamu'alaikum wR.wB. Dwitas |
Lowongan kerja
Abu Muadz
Assalaamu'alaikum
dibutuhkan seorang operator komputer untuk seorang syeikh di Damam, Arab Saudi dengan persyaratan: 1. Muslim 2. Bisa bahasa Arab dan Inggris 3. Bisa bawa mobil 4. Tidak merokok Hubungi abu_amma HP 0812-9217023 __________________________________________________ Do You Yahoo!? Talk to your friends online with Yahoo! Messenger. |
Masalah umroh dari Tan'im
Abu Muadz
Untuk Ikhwan sekalian ini adalah salah satu makalah
yang dikutip dari buletin An-Nuur, semoga bermanfaat Masalah Umrah dari Tanim Pada musim haji banyak kita lihat jamaah haji yang mondar-mandir dari Makkah keluar ke Tanim ataupun Jiranah kemudian masuk lagi ke Makkah untuk melaksanakan umrah yang mereka sebut umrah sunnah. Bagaimana sebenarnya? Penjelasan Syaikh Muhammad Sulthan Al-Mashumi (wafat 1279H) dalam kitabnya Ajwibah al-masaail ats-tsaman fis sunnah wal bidah, walkufr, wal iimaan sebagai berikut: Ketahuilah bahwa umrah itu adalah sunnah yang dilakukan oleh penduduk Makkah dan seluruh penduduk dunia. Umrah itu adalah ihram (dengan memakai pakaian ihram), thawaf (mengelilingi Kabah 7 kali), dan sai (berjalan antara bukit Shafa dan bukit Marwah bolak-balik 7 kali). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu al-Fatawa (26/248): Adapun orang yang berada di Makkah (berasal) dari penduduk, tetangga dekat, pendatang, dan lainnya, maka thawafnya di Baitullah itu lebih utama baginya daripada umrah, dan sama juga dalam hal ini keluar ke tanah halal yang terdekat yaitu Tanim yang dibangun di sana masjid-masjid baru yang disebut masjid-masjid Aisyah!, ataupun ke tanah halal terjauh. Dan ini muttafaq alaih (telah disepakati atasnya) di kalangan salaful ummah (pendahulu ummat ini), dan tidak saya ketahui adanya perbedaan pendapat dari para imam Islam dalam hal umrah Makkiyyah. Adapun umrah yang disunnahkan itu hanyalah bagi orang yang memasuki Tanah Haram (Makkah), bukan orang yang keluar darinya. Karena Nabi Shallallahu alaihi wasalam setelah berumrah sebanyak 4 kali, salah satunya umrah Hudaibiyah dan telah dihalangi (oleh orang kafir), kedua umrah qadha, ketiga umrah Jiranah setelah Fathu Makkah, perang Hunain, dan kembalinya dari perang Thaif, dan keempat umrah beserta haji. Semua umrah ini dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam hanyalah ketika ia masuk ke Makkah, tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini, tidak keluar dari Makkah lalu masuk lagi ke Makkah seperti yang dilakukan orang-orang pada hari ini! Aisyah ke Tanim karena qadha Adapun Umrah Aisyah Shallallahu alaihi wasalam dari Tanim ada sebab khusus padanya. Karena Aisyah radiallahu anha waktu itu ihram bersama Nabi Shallallahu alaihi wasalam dalam haji wada untuk ibadah haji dan umrah dari Dzil Hulaifah Abaar Ali atau sekarang disebut Bir Ali, lalu ketika Aisyah memasuki Sarif (nama tempat) dekat Makkah, dia haidh, lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam memerintahkannya untuk menunaikan perbuatan-perbuatan haji seluruhnya, dan meninggalkan thawaf (mengelilingi kabah), karena orang yang haidh dilarang memasuki Baitullah, shalat, dan thawaf. Setelah menunaikan ibadah haji, Nabi Shallallahu alaihi wasalam ingin kembali ke Madinah, maka menangislah Aisyah ra, dan berkata: Kalian pulang membawa haji dan umrah, sedang saya hanya membawa haji saja!? Sedangkan semula Aisyah berniat umrah bersamaan dengan haji dalam berihramnya. Luputnya umrah dari diri Aisyah itu hanyalah karena haidh, maka Nabi Shallallahu alaihi wasalam memerintahkan saudara Aisyah, yaitu Abdur Rahman radiallahu anhu, untuk mengantarkan saudarinya, Aisyah radhiallahu anha, untuk umrah dari tanah halal (luar Makkah). Tidak diragukan lagi bahwa tanah halal yang paling dekat dengan Makkah adalah Tanim. Maka Abdur Rahman memboncengkan Aisyah di atas onta dan membawanya umrah dari Tanim. Adapun Abdur Rahman sendiri dia tidak berumrah dari Tanim, dan tidak diriwayatkan mengenai dia tentang hal itu sama sekali. Dan tidaklah Nabi Shallallahu alaihi wasalam memerintahkan untuk membawa Aisyah keluar ke Tanim dan membawanya berihram untuk umrah dari sana, kecuali karena umrah ini adalah umrah qadha. Imam Ibnul Qayyim dalam Zaadul Maaad 2/175 membantah orang yang menjadikan hadits Aisyah ini sebagai dalil atas disunnahkannya mengulang-ulang umrah dari Tanim, beliau berkata: dan tidak ada hujjah (argumen) bagi mereka dalam (umrah) Aisyah; karena umrahnya adalah sebagai qadha (ganti) bagi umrah yang gugur karena dia haidh, sehingga dia wajib mengqadhanya. Dan qadha itu harus dilakukan sesuai dengan ada (pelaksanaan pada waktunya), sedangkan Aisyah radhiallahu datang dari luar Makkah, dan ia berihram untuk umrah dan haji dari miqat (tempat mulai ihram) di luar Makkah, tepatnya di Dzil Hulaifah, maka yang paling dianjurkan adalah melaksanakan ihram umrah qadha dari Tanah Halal (luar Makkah), sebagaimana disebutkan dalam riwayat shahih yang jelas dalam kitab-kitab mutabarah (terpercaya) dari para imam yang tsiqah (terpercaya). Adapun umrah penduduk Makkah dan penduduk Al-Haram (Tanah Haram) adalah dari Makkah dan Al-Haram, sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahih. Untuk lebih jelasnya kami sebutkan beberapa di antaranya. Berkata imam mujaddid Syaikh Islam Ahmad Ibn Taimiyyah dalam kitab Manaasik-nya (5/1) yang teksnya sebagai berikut: Sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wasalam ketika berhaji wada beliau menggiring al-hadyu (binatang sembelihan) dan menggabungkan antara haji dan umrah, maka beliau berkata: Aku penuhi panggilanMu ya Allah dalam keadaan- haji dan umrah. Dan tidak seorang pun berumrah dari Tanim di antara orang-orang yang bersama Nabi Shallallahu alaihi wasalam kecuali Aisyah radhiallahu anha sendiri, karena dia telah haidh dan tidak memungkinkannya thawaf, karena Nabi Shallallahu alaihi wasalam bersabda: Orang yang haidh melaksanakan manasik haji seluruhnya kecuali thawaf di Baitullah. (HR Al-Bukhari 294, dan Muslim 1211 dari Aisyah). Kemudian Aisyah meminta kepada Nabi Shallallahu alaihi wasalam untuk membawanya umrah, maka Nabi Shallallahu alaihi wasalam mengirim-kannya bersama saudaranya, Abdur Rahman, dan Aisyah pun berumrah dari Tanim. Tanim adalah tanah halal yang paling dekat dengan Makkah, dan di sana dibangun masjid sepeninggal Nabi Shallallahu alaihi wasalam, oleh karenanya masjid ini dan shalat di dalamnya bukanlah sunnah, bahkan menyengaja yang demikian itu dan mempercayai bahwasanya itu disunahkan adalah bidah makruhah (yang dibenci). Tetapi barangsiapa keluar dari Makkah untuk umrah, kemudian memasuki salah satu masjid dan shalat di dalamnya karena ihram, maka tidak apa-apa yang demikian itu. Pentahqiq (editor) kitab ini, Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Al-Halabi Al-Atsari berkomentar: Saya tidak mengetahui dalil yang mengkhususkan ihram dengan shalat tertentu. Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam kitab Manasik-nya halaman 15: Tidak ada shalat yang dikhususkan untuk ihram, tetapi apabila shalat telah masuk waktu sebelum ihramnya maka shalatlah, kemudian ihram setelah shalatnya, karena hal itu dicontohkan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, dimana beliau ihram setelah shalat zhuhur. Tetapi orang yang miqatnya di Dzul Hulaifah: disunnahkan baginya untuk shalat di sana, tidak karena kekhususan ihram, tetapi hanyalah karena kekhususan tempat dan berkahnya Tidak ada pada masa Nabi Shallallahu alaihi wasalam dan khulafaur Rasyidin seorangpun yang keluar dari Makkah untuk berumrah kecuali karena udzur tidak di bulan Ramadhan dan tidak pula di bulan lainnya, dan orang-orang yang berhaji bersama Nabi n tidak ada yang berumrah dari Makkah setelah berhaji, kecuali Aisyah seperti yang telah kami tuturkan, yakni karena qadha, dan hal ini tidak ada (pula) dalam perbuatan Khulafaur Rasyidien. Dan di dalam bab umrah di kitab al-Hajji dalam Shahih Al-Bukhari (1/213) dari Aisyah radhiallahu anha bahwasanya ia berkata: Kami keluar beserta Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersamaan dengan tanggal awal Dzulhijjah, maka beliau bersabda pada kami: Barangsiapa di antara kalian ingin berihram untuk haji maka ihramlah dengannya, dan barangsiapa ingin berihram untuk umrah maka ihramlah untuk umrah, maka seandainya aku tidak membawa hewan sembelihan (hadyu) pasti aku berihram untuk umrah. (Diriwayatkan Al-Bukhari 317, 1783, dan 1786; dan Muslim 1211). Aisyah berkata: Maka saya waktu itu termasuk orang yang berihram untuk umrah, lalu masuk hari Arafah aku haidh, maka aku mengaduh kepada Nabi Shallallahu alaihi wasalam, lalu beliau berkata: Tundalah umrahmu, uraikan (rambutmu), dan bersisirlah, lalu berihramlah untuk haji. Maka ketika malam melontar jumrah beliau melepasku bersama Abdur Rahman ke Tanim, maka aku berihram untuk umrah sebagai pengganti umrahku (yang kutunda). Dan dalam satu riwayat: (maka ia mengganti) umrahnya, maka Allah telah menetapkan haji dan umrahnya. Pada bagian awal kitab haji dalam Shahih Al-Bukhari 1/184 bab tempat ihram penduduk Makkah untuk haji dan umrah: Dari Ibnu Abbas ra bahwasanya ia berkata: Sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wasalam menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam di Al-Juhfah, bagi penduduk Nejd di Qarnul Manazil, dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam, tempat-tempat itu masing-masing untuk mereka dan untuk orang-orang yang ingin berhaji dan umrah yang datang padanya dari selain tempat-tempat itu; dan barangsiapa berada lebih dekat dari tempat-tempat tersebut maka (miqatnya) dari mana saja ia memulai, sehingga penduduk Makkah (miqatnya) dari Makkah. (Diriwayatkan Al-Bukhari 1524, 1526, 1529, 1530, 1845; dan Muslim 1181 dari Ibnu Abbas). Bukan sunnah Walhasil keluar dari Makkah ke Tanim atau Jiranah dengan maksud ihram darinya untuk umrah maka hukumnya bukan sunnah, bukan pula mustahab sebagaimana dinyatakan oleh para peneliti, maka camkanlah. (Dipetik dari Ajwibah al-masaail ats-tsaman fis sunnah wal bidah wal kufr wal iimaan, oleh As-Syaikh Muhammad Sulthan Al-Mashumi, ditahqiq oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halbi Al-Atsari, Darur Rayah, Riyadh Cetakan I, 1417H). Hartono. __________________________________________________ Do You Yahoo!? Talk to your friends online with Yahoo! Messenger. |
Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 24 = Pokok-Pokok Manhaj SALAF 3/6]
Yayat Ruhiat
开云体育?
POKOK-POKOK MANHAJ SALAF
?
Oleh
Khalid bin Abdur Rahman
al-'Ik
Bagian ketiga dari enam tulisan
[3/6]
?
Kaidah Kedua
Tidak Mempertentangkan Nash-nash
Wahyu Dengan Akal.
?
Semua firqah ahli kalam yang suka
menakwilkan sifat-sifat Allah, ternyata satu sama lain saling bertentangan, dan
secara diametral pendapat-pendapatnya saling berlawanan sama
sekali.
?
Untuk membuktikan hal itu, kita tidak perlu
pergi terlalu jauh, lihat saja misalnya, di dalam kitab Kubra al-Yaqiniyat
al-Kauniyah bagaimana cara ahlu kalam yang tercermin pada ta'wil
nya terhadap sifat istiwa' dalam firman Allah Ta'ala.
Dalam kitab ini, istiwa' di
ta'wil-kan dengan taslith al-quwwah wa as-sulthan (menangnya
kekuatan serta kekuasaan-Nya)".
?
Kita perhatikan ta'wil itu berbeda
bahasanya dengan ta'wil-nya kaum Asy'ariyah terhadap
istiwa' tersebut yaitu istiila' (berkuasa), ta'wil
yang juga dilakukan oleh kaum Jahmiyah dan Mu'tazilah. Namun model ta'wil
dalam buku Kubra al-Yaqiniyat itu tidak menggunakan istilah
istiila, melainkan dengan istilah Taslith al-Quwwah wa as-
Sulthan.
?
Tentu ini merupakan kata-kata yang bejat,
sebab konsekwensi dari kata-kata itu menunjukan bahwa 'Al-Arsy tidak
masuk dalam kekuasaan Allah, sebelum Allah ber- 'istiwa (bersemayam) di
atasnya. Penulis buku tersebut (Said Ramdhan al-Buthi, pen) bisa
terperosok pada pemahaman yang rusak.
?
Hal ini dikarenakan ia tidak ridha terhadap
apa yang ditempuh oleh kaum salaf dalam mengimani sifat 'istiwa.
Walaupun sebenarnya hanya mengemukakan pernyataan madzhab khalaf (lawan
salaf, pen), yakni orang-orang Asy'ariyah. Akan tetapi kenyataannya ia
setuju dengan madzhab tersebut. Hal itu terbukti dengan pernyataannya : "Itulah
makna yang jelas, yang bisa dimengerti menurut bahasa Arab".1)
?
Selanjutnya ia melegitimasi manhaj kalam
dengan pernyataannya sebagai berikut : "Mereka menafsirkan al-Yad
(tangan) dalam ayat lain dengan "kekuatan dan kemurahan", al-'Ain
(mata) dengan "pertolongan dan pemeliharaan", dan menafsirkan
al-Ishba'ain (dua jari-jari) yang terdapat dalam hadits riwayat Muslim
dalam kitab Shahih-nya No. 2654, dengan "kehendak dan kekuasaan".
Begitulah seterusnya. Mereka merubah-rubah sifat-sifat Allah Ta'ala tanpa
disertai sebuah dalilpun, baik dari al-Qur'an maupun as-Sunnah.
?
Berdasar inilah, maka salah satu kaidah
manhaj salaf ialah menolak ta'wil model ahlu kalam.
Dan cukuplah bagi para pengikut manhaj salaf satu ketetapan, yaitu
ilitizam kepada perintah Allah Ta'ala berikut :
Oleh sebab itulah, tiada dijumpai seorangpun
di antara mereka yang mempertentangkan nash-nash wahyu dengan akal. Apabila
mengetahui suatu perkara dari ajaran agama, maka ia akan melihat kepadanya yang
dikatakan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dari sanalah ia belajar, dengannyalah ia
berkata, mengenainyalah ia merenung dan berpikir dan dengannyalah ia
berdalil.
?
Berkebalikan dengan manhaj ini, di
sana di ujung seberang yang sama sekali berlawanan, berdiri tegaklah para
penganut manhaj ilmu kalam yang mempercayakan sandarannya kepada
ra'yu (pendapatnya). Sesudah ra'yu, mereka memperhatikan
al-Qur'an dan as-Sunnah. Apabila didapati nash-nash tersebut bersesuaian dengan
akal, mereka ambil nash-nash itu. Tetapi, jika mereka dapati bertentangan, maka
akan mereka singkirkan atau mereka otak-atik dengan ta'wil. 2)
?
Bersambung :
Ta'wil Bisa Dibenarkan
bila Maksudnya Tafsir
Fote Note
1)? Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah dalam Dar'u Ta'arudh al-Aql wa an-Naql, jilid 5/382, mengatakan
:"Adapun ta'wil dalam arti 'mengalihkan satu lafal dari kandungan makna yang
rajih (benar) menuju kemungkinan makna yang marjuh (tidak rajih/tidak
benar), seperti 'istiwa menjadi istaula, dan seterusnya maka
hal ini menurut kaum salaf dan para imam jelas merupakan kebatilan. Hakikatnya
tidak ada sama sekali, bahkan hal ini meruapak tahrif (mengubah)
kata-kata dari yang semestinya dan termasuk ilhad (ingkar) terhadap
Asma' Allah serta ayat-ayat-Nya.".
?
2) Risalah al-Furqan
Baina al-Haq wa al-Bathil, Ibnu Taimiyah, hal.47.
?
|
Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 27 = Tsa'labah bin Hatib]
Yayat Ruhiat
开云体育?
TSA'LABAH BIN HATHIB
?
oleh
Yazid bin Abdul Qadir
Jawas
?
Kata
Pengantar.
?
Ibnu Abbas berkata : "Janganlah kalian
mencaci maki atau menghina para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam. Sesungguhnya kedudukan salah seorang dari mereka bersama Rasulullah
sesaat itu lebih baik dari amal seorang dari kalian selama 40 (empat puluh
tahun)". (Hadits Riwayat Ibnu Batthah dengan sanad yang shahih. Lihat Syarah
Aqidah Thahawiyah hal. 469, Takhrij Syaikh Al-Albani).
?
Menjungjung tinggi nama baik shahabat Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan kewajiban syar'i dan merupakan tuntunan
agama. Memberikan penghormatan, keridhaan, serta pujian kepada mereka adalah
salah satu prinsip dasar dari prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama'ah.
?
Tulisan dibawah ini sengaja kami angkat
dengan maksud?untuk Meluruskan Cerita Tentang Tsa'labah bin
Hathib, dimana sebagian dari kaum muslimin sering membawakan riwayat
Tsa'labah untuk contoh kebakhilan, tanpa berusaha untuk merujuk atau
memeriksa kembali kebenaran dari riwayat tersebut.
?
?
Hadits Tsa'labah bin
Hathib
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bawardy,
Al-Baghawy, Ibnu Qani', Ibnu Sakan, Ibnu Syahiin, Thabrany, Dailamy dan
Al-Wahidi dalam Asbabun Nuzul (hal. 191-192). Semua meriwayatkan dari
jalan Mu'aan bin Rifa'ah As-Salamy dari Ali bin Yazid
dari Al-Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah Al-Baahiliy, ia berkata
: "Bahwasanya Tsa'labah bin Hathib Al-Anshary datang kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia berkata : 'Ya Rasulullah, berdo'alah
kepada Allah agar aku dikaruniai harta'. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda : "(Ia menyebutkan lafadz hadits di atas)".
?
Kemudian ia berkata, demi Dzat yang
mengutusmu dengan benar, seandainya engkau memohonkan kepada Allah agar aku
dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya
(zakat/sedekah) kepada yang berhak menerimanya. Lalu Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bedo'a :'Ya Allah, karuniakanlah harta kepada
Tsa'labah'.
?
Kemudian ia mendapatkan seekor kambing. lalu
kambing itu tumbuh beranak sebagaimana tumbuhnya ulat. Kota Madinah terasa
sempit baginya. Sesudah itu, ia menjauh dari Madinah dan tinggal di satu lembah
(desa). Karena kesibukannya, ia hanya berjama'ah pada shalat Dhuhur dan Ashar
saja, dan tidak pada shalat-shalat lainnya. Kemudian
kambing itu semakin banyak, maka mulailah ia meninggalkan shalat berjama'ah
sampai shalat Jum'ahpun ia tinggalkan.
?
Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bertanya kepada para shahabat : "Apa yang dilakukan Tsa'labah
?" Mereka menjawab :"Ia mendapatkan seekor kambing, lalu kambingnya
bertambah banyak sehingga kota Madinah terasa sempit baginya ...." Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus dua orang untuk mengambil
zakatnya seraya berkata :"Pergilah kalian ke tempat Tsa'labah dan tempat
fulan dari Bani Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua". Lalu keduanya
pergi mendatangi Tsa'labah untuk meminta zakatnya. Sesampainya disana dibacakan
surat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sertamerta Tsa'labah
berkata : "Apakah yang kalian minta dari saya ini pajak atau sebangsa pajak ?
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya yang kalian minta ini !.
?
Lalu keduanya pulang dan menghadap Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala beliau melihat keduanya (pulang tidak
membawa hasil), sebelum berbicara, beliau bersabda : "Celaka engkau, wahai
Tsa'labah ! Lalu turun ayat :
Setelah ayat ini?turun, Tsa'labah
datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia mohon agar diterima
zakatnya. Beliau langsung menjawab :"Allah telah melarangku menerima
zakatmu". Sampai Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, beliau tidak
mau menerima sedikitpun dari zakatnya. Dan Abu Bakar, Umar, serta Usman-pun
tidak mau menerima zakatnya di masa khilafah mereka.
?
?
Keterangan :
?
Hadits ini sangat Lemah
Sekali.
Dalam sanad hadits ini ada dua rawi yang
lemah :
1. Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik,
seorang rawi yang sangat lemah.
2. Mu'aan bin Rifaa'ah As-Salamy,
seorang rawi yang lemah.
Riwayat Yang
Benar.
?
Tsa'labah bin Hathib adalah seorang shahabat
yang ikut dalam perang Badar sebagaimana disebutkan oleh :
Dalam buku At-Tasfiyah wat Tarbiyah wa
Atsarihima Fisti'nafil Hayat Al-Islamiyyah (hal. 28-29) oleh Ali Hasan Ali Abdul
Hamid Al-Halabi Al-Atsary disebutkan pembelaan terhadap shahabat Tsa'labah bin
Hathib, ia berkata :"Tsa'labah bin Hathib adalah shahabat yang ikut (hadir)
dalam perang Badr".
?
Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda tentang ahli Badar.
?
Sikap Kita
?
Sesudah kita mengetahui kelemahan riwayat
ini maka tidak halal bagi kita membawakan riwayat Tsa'labah bin Hathib untuk
contoh kebakhilan, karena bila kita bawakan riwayat itu berarti
:
Ingat, kita tidak boleh sekali-kali mencela,
memaki atau menuduh dengan tuduhan yang jelek kepada para shahabat Rasululluh
shallallahu 'alaihi wa sallam.
?
Beliau bersabda :
?
Wallaahu a'lam bish shawaab.
?
|
Re: [LK] Mengusap Muka
Abu Abdullah
--- Lenggang Kangkung <tunang@...> wrote:
From: TuanHassan Tn-Lah <thtlbpr@...>------------------------------------------------------ __________________________________________________ Do You Yahoo!? Talk to your friends online with Yahoo! Messenger. |
Re: Jihad Ambon
muhidin
Assalaamu 'alaikum Wr.Wb.
toggle quoted message
Show quoted text
Ana harap kita tidak usah berpolemik dalam masalah ini, yang penting sekarang, bagaimana kita (muslimin) dapat memenangkan peperangan di AMBON. Tidak usah memperdebatkan fardhu kifayah atau apa-pun ...., kita harus menggalang kekuatan (mengirimkan sukarelawan dan juga dana) untuk membantu muslimin disana. Kalau muslimin diserang terus menerus, bisa2 habis muslimin disana, dan muslimin yang minoritas didaerah lain-pun akan mengalami hal yang serupa. Marilah kita renungkan sama2 dan mari kita bantu dengan segala daya muslimin yang ada di AMBON ini. * ...................................... Hidup Mulia Atau Mati Sebagai Syuhada ................................................... * Wassalam ....... -----Original Message----- |
Koreksi
A L S
Assalamu'alaikum wr. wb.
Pada kesempatan yang lalu saya membuat kutipan dengan kesalahan yang cukup parah(walau saya katakan secara bebas dan mohon dicek). Dengan ini saya sampaikan koreksi. Semoga kedepannya saya bisa lebih hati-hati, dan semoga (dengan ini) saya terlepas dari berdusta atas nama ahlus sunnah. Sekali lagi seperti yang diingatkan ustadz Abu Muadz (Jazakallahukhoir) bahwa akurasi suatu informasi (ilmu) perlu diperhatikan (dengan pengecekkan). FATABAYYANU! (perhatikan QS Al hujjrot ayat 6) Saya sampaikan bahwa: Dalam bundel terakhir majalah as-sunnah (tahun ke III) termuat jawaban atas pertanyaan bagaimana seorang akhwat berda'wah( dibagian akhir hukum memberi salam). Disana As-sunnah merujuk ke nasehat Ibnu Qoyiim yang disebutkan termuat dalam kitab Fathul Majid bab mendakwahkan kalimat LAA ILAHA ILLA ALLAH yakni penjelasan terhadapat QS An-Nahl 125 atau QS Yusuf 108.Kutipan seharusnya sbb: Sumber: Majalah As-sunnah Edisi No. 10 tahun III (pasal jawaban pertanyaan) ------------------ QS. An-Nahl 125 "Serulah (manusia) menuju jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalannya dan Dialah yang lebih mengetahui orang yang mendapatakan petunjuk." Al-'alamah Ibnu Qoyyim berkata tentang makna ayat tsb.: "Allah swt menyebutkan tingkatan-tingkatan da'wah dan menjadikannya tiga bagian sesuai keadaan obyek da'wah, 1. apabila obyek da'wah itu adalah pencari al-haq, pecinta al-haq dan mengutamakan jika sudah mengetahui, maka dia diajak dengan hikmah saja, tidak membutuhkan nasehat dan diskusi. 2. apabila obyek da'wah itu adalah orang yang sibuk dengan kebalikan al-haq akan tetapi jika dia mengetahui al-haq niscaya dia memprioritaskan dan mengikutinya, maka orang ini membutuhkan nasehat targhib (dorongan dan anjuran) dan tarhib (peringatan). 3. apabila obyek da'wah itu adalah seorang yang mengingkari setelah tahu dan menentang maka orang ini dibantah dengan cara yang baik. Jika dia kembali kepada al-haq maka (itulah yang diharapkan) jika tidak maka beralih dengan kekuatan jika mungkin." (Fathul Majid: bab: Ad-Du'a ila syahadati laa ilaaha illallah) -------------------- Semoga kita tergolong orang yang dapat mengambil pelajaran dari orang lain. NB: -Menyadari akan kelemahan, saya mohon agar apa-apa yang pernah saya sampaikan berupa apapun juga dalam ML ini agar dicek dulu keabsahannya sebelum diambil sebagai pelajaran, sedang sekedar sebagai pengingatan maka itulah yang saya harapkan. -Ilmu itu dicari dan bukan mencari!! FATABAYYANU!!!! Wassalam Abu Luthfi Ad-dhoif ______________________________________________________ |
Mustajabud Du'a
Assalamu'alaikum w.w.
Saya mendapat kiriman lewat e-mail (terlampir) dari seorang teman tentang Adab dan Syarat berdo'a. Karena di dalamnya tidak dilampiri dengan hukum-hukum Al-Qur'an dan Haditsnya, saya akan sangat bergembira jika ada di antara teman-teman yang sudi menunjukkan pada saya yang ilmunya cetek ini : Mana yang mempunyai dasar hukum dan mana yang tidak mempunyai dasar hukumnya, atau lemah hukumnya. Terimakasih. Wassalamualaikum w.w. Ngudihadi |
Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 26 = Tempat Berdirinya Ma'mum Jika Seorang Diri]
Yayat Ruhiat
开云体育?
DIMANAKAH TEMPAT
BERDIRINYA
MAKMUM APABILA SEORANG DIRI
?
?
Oleh
Abdul Hakim bin Amir
Abdat
?
?
Pendahuluan.
?
Judul diatas merupakan sebuah pertanyaan
yang?perlu sekali kita jawab dengan jelas dan benar dengan mengambil
keterangan dan contoh dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dimanakah
sebenarnya tempat berdiri ma'mum apabila seorang atau sendirian ..? Apakah
dibelakang Imam atau seharusnya sejajar dengan Imam .? Dengan kita melakukan
penyelidikan untuk mengetahui contoh yang pernah dikerjakan oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, dapatlah kita beramal sesuai yang dikehendaki
oleh agama Islam.
?
Maka dibawah ini saya akan sampaikan
dalil-dalil yang tegas dan terang yang menunjukan tempat berdiri ma'mum jika
seorang diri/sendirian.
?
?
Dalil Pertama
?
Dalil Kedua
Dua dalil di atas mengandung hukum sebagai
berikut :
?
Dalil Ketiga
?
Keterangan
Diriwayatkan bahwa Ibnu Juraij pernah
bertanya kepada Atha' (seorang tabi'in), "Seorang menjadi ma'mum bagi seorang,
dimanakah ia (ma'mum) harus berdiri .? Jawab Atha', "Di tepinya". Ibnu Juraij
bertanya lagi, "Apakah si Ma'mum itu harus dekat dengan Imam sehingga ia satu
shaf dengannya, yaitu tidak ada jarak antara keduanya (ma'mum dan imam) ?" Jawab
Atha'; "Ya!" Ibnu Juraij bertanya lagi, "Apakah si ma'mum tidak berdiri jauh
sehingga tidak ada lowong antara mereka (ma'mum dan imam)? Jawab Atha' : "Ya".
(Lihat : Subulus Salam jilid 2 hal.31).
?
Dari tiga dalil di atas dan atsar dari
sahabat dan seorang tabi'in besar, maka sekarang dapatlah kita berikan jawaban
bahwa ; "Ma'mum apabila seorang saja harus berdiri di sebelah kanan
dan sejajar dengan Imam".
?
Tidak ada keterangan dan contoh dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang menunjukan atau menyuruh ma'mum
apabila seorang diri harus berdiri di belakang Imam meskipun jaraknya hanya
sejengkal seperti yang dilakukan oleh kebanyakan saudara-saudara kita sekarang
ini. Mudah-mudahan mereka suka kembali kepada sunnah Nabi-nya Shallallahu
'alaihi wa sallam. Aamiin.
?
?
|
Jihad Ambon
Abu Muadz
untuk al-akh Supriyatno di tempat
Assalaamu'alaikum Wr Wb akhii menanggapi tanggapan anta terhadap jawaban ana masalah Jihad ke Ambon, sebenarnya ana sengaja memendekkan jawaban tentang jawaban ini adalah karena kemaslahatan yang ana tidak bisa ana beberkan memalui e-mail ini diantaranya adalah bahwa ana tidak kenal siapa anta karena jawaban suatu pertanyaan itu juga harus memperhatikan keadaan penanya inipun kalau mau memahaminya bukankan Rosuulullah SAW juga demikian bahkan para 'ulama yang sampai sekarang masih hiduppun demikian yang ana dapati ringkasnya sebenarnya masaslahnya sudah jelas hanya ana sedikit memberi gambaran berikut ini dan sebelumnya ada yang perlu untuk diperhatikan adalah bahwa belajar tentang islam dalam artian sistematik itu menurut para 'ulama dari dahulu sampai kini adalah harus langsung melalui guru dan bukan melalui autodidak dimana seseorang mencari, mencerna dan memahami kemudian mengamalkan ataupun bahkan menda'wahkannya secara langsung sedang ML ini ataupun computer dan sejenisnya tidak bisa dikata gorikan sebagai guru/syekh langsung bahkan justru jangan dijadikan sebagai rujukan standar hal ini bisa dimaklumi karena data-data tentang al-qur'an atau assunnah dll uang sekarang asda pada data computer itu bukan hasil koreksi para ulama mu'tabar oleh karena itu tidak mustahil ada kesalahan adapun tentang jihad sebenarnya secara bahasa diantara artinya adalah perang ( Ibnu Mandzur dan Imam Al-Qostholany )oleh karena itu secara syar'ipun menurut para 'ulama apabila dilontarkan istilah "JIHAD" maka artinya adalah memerangi kaum kafir dalam rangka tegaknya kalimah Allah SWT sebagaimana terdapat juga pengertian ini dalam hadits riwayat Imam Ahmad dari seorang shohaby yang bernama 'Amr Bin 'Ambasah disana Rosulullah menjelaskan bahwa jihad adalah : ....kamu memerangi orang-orang kafir apabila kamu bertemu dengan mereka tetapi kadang-kadang - harus di ingat bahwa jihad juga bisa berma'na bukan perang saja misalnya bisa berarti Birrul waalidaini ( berbuat kepada orang tua sebagai mana dapat kita fahami dar i hadits seorang shohaby yang memohon izin utuk berjihad lalu ditanya oleh nabi : apakah kedua orang tuamu masih hidup ? Shohaby ini menjawab : benar ya Rosul lalu Rosul menegaskan : maka hendaknya kamu berjihad kepadanya ( HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Imam Hakin ( lihat kitab Zaadul ma'aad ) jadi jihad dalam hadits ini tidak mungkin difahami dengan memerangi orang tua Kemudian, JIHAD itu sendiri sebagai mana yang telah kemukakan ada dua macan jihad yang fardhu 'ain ( dimana setiap muslim berdosa apabila sengaja bersembunyi meninggalkan diri dari kaum muslimin untuk ikut berperang ) dan jihad yang fardhu kifayah( yaitu jihad yang apabila sudah ada sebagian kaum muslimin yang berangkat kemedan perang maka kewajiban jihad itu telah jatuh dari muslimin yang lain) ; sekarang jihad yang mana yang hukumnya fardhu kifayah itu ? jawabannya adalah apa yang dipegang oleh Jumhur ulama yaitu yang dsebut Jihaduth-Tholab wal Ibtida' ( yaitu jihad dalam artian mencari orang-orang kafir dirumah rumah mereka dan menyeru mereka agar menerima islam dan apabila enggan maka peranglah pemecahannya ) jihad dalam hal seperti ini Ibnu 'Athiyyah memberitakannya dengan derajat 'IJMA' adapun jihad dalam artian fardhu 'ain adalah jihadud-difa' ( yaitu jihad dalam kerangka mempertahankan diri) seperti apa yang dikemukakan oleh Imam Al-Qurthuby : apabila musuh telah memasuki suatu wilayah dianatara wilayah kaum muslimin bahkan mungkin sudah masuk ketengah rumah mereka maka wajib atas seluruh warga negri itu untuk berlaga kemedan perang dalam keadaan ringan maupun berat pemuda mauopun orang yang sudah tua sesuai dengan kemampuannya barang siapa yang mempunyai orang tua maka tanpa izin mereka ......lihat tafsir aAl-Qurthuby 8/151 ) dalam hal ini juga Imam As-Sakhosy memberikan suatu pengarahan : .... kare jika jihad ini diwajibklan pada setiap waktu maka masalahnya akan menjadi kurang/lemah( ((sedang maksud jihad itu adalah agar kaum muslimin mampu menegakkan kemaslahtan mereka baik yang bersifat dunyawy maupun ukhrowy maka apabila selurugh kaum muslimin menyibukkan diri dengan jihad maka siapa yang akan menjalankan kemaslahatan mereka dalam bidang dunia ( lihat kitab al-mabsut 3/10 ) perhatikan juga firman Allah QS At-Taubah 122 dan QS An-Nisa' 95 Namun jangan setelah penjelasan ini seorang diantara kita lalu berpendapat apriori terhadap perjuangan kaum muslimin di Ambon atau pun dibelahan lain karena seluruh kaum muslimin itu menjadi tangan ( penolong bagi yang lain ) dan hal itu bisa kita wujudkan dalam bentuk apa yang kita mampu seperti sabda Rosulullah SAW bersabda : ...barang siapa yang membekali seorang Ghozy ( prajurit ) maka dia telah (ikut berperang ( HR Muslim ..... dan demikian seterusnya dan suatu berita yang ana dengar langsung dari orang telah dan akan kembali kesana bahwa disana kita kurang sekali persenjataan sedang senjata ini harganya relatif mahal sedang mereka disaat kita belum punya apa-apa mereka sudah berpasukan sneper bahkan diberitakan lonceng gereja dan atau nyanyian gereja sebagai tanda komando terhadap suatu penyerangan sudah berjalan sebagai komando disetiap saat juga dibeberapa daerah dramben sebagai komando penyerangan besar-besaran sudah meraka miliki bahkan Maret ini diisyukan akan terjadi penyerangan besa-besaran Nah masalahnya dari pada banyak berdiskusi siapa diantara antum yang siap dengan kemampuannya untuk berkiprah nyata dan kongkrit dan kalau ada yang siap dan tulus ana siap menjadi posnya informasi,materil ataupun jiwanya sekian saja semoga kita senantiasa dihidayahi oleh Allah kejalan yang membawa kita sekalian menuju ridhoNya __________________________________________________ Do You Yahoo!? Talk to your friends online with Yahoo! Messenger. |
Re: Tanggapan dan Penjelasan Jawaban ke-1
A L S
Assalamu'alaikum wr. wb.
Menanggapi diskusi masalah JIHAD ke AMBON, dengan diikuti kesadaran bahwa saya bukanlah seorang yang berkapasitas untuk memberikan jawaban, ijinkan saya memberikan beberapa pandangan dengan harapan (niat) agar kita dapatkan ilmu (al-haq). Pertama: Untuk sebuah hikmah, sebelumnya ijinkan saya menyampaikan beberapa point pengingatan berkaitan dengan tanya jawab. Dalam bundel terakhir majalah as-sunnah (tahun ke III) termuat jawaban atas pertanyaan bagaimana seorang akhwat berda'wah( dibagian akhir hukum memberi salam). Disana As-sunnah merujuk ke nasehat Ibnu Qoyiim yang disebutkan termuat dalam kitab Fathul Majid bab mendakwahkan kalimat LAA ILAHA ILLA ALLAH yakni penjelasan terhadapat QS An-Nahl 125 atau QS Yusuf 108. saya angkat ini karena kita dapat menempatkan penanya adalah mad'u dan penjawab dalah da'i, sedang masalah jihad tidak lepas kaitannya dengan pendakwahan/penegakan kalimat tauhid tsb. Secara bebas (sebatas yang saya terkesan) dan mohon di cek lafal persisnya (FATABAYYANU!!) ibnu Qoyiim menasehati da'i agar memperhatikan mad'u apakah ia: A. seorang pengikut al-haq dan senantiasa sibuk dengan pencarian al^haq? kepada mad'u seperti ini tidak perlu diskusi dan nasehat tapi cukuplah menyampaikan al-hikmah B. seorang pengikut al-haq tetapi menyibukkan diri dengan urusan lain, pun demikian bila ia tahu al-haq maka akan diikutinya. kepada orang ini sebaiknya disamapaikan at-targib (keutamaan mengamalkan) dan At-tarhib (bahaya meningglkan) C. seorang yang BUKAN pengikut al-haq dan bila diberi tahu mungkin mengikuti dan mungkin juga berbalik menyerang. Ringkasanya perlakuan secara hikmah pada kelompok C ini tentunya berbeda dengan A dan B. Apa maksud saya? Jawaban Al-akh Abu Muadz terhadap pertanyaan tentang jihad ke Ambon (walau secara pribadi saya melihat belum menyentuh inti pertanyaan) DAPAT DIPAHAMI dari pengantar yang diberikan oleh al-akh Yayat (mohon dicek ulang). Dengan kata lain, penjawab ,insyaallah, telah mempertimbangkan / memperhatikan penanya (terlepas dari tepat/tidaknya),wallahu a'alam. Besar harapan saya, bahwa seluruh anggota milis ini, bukan hanya akhi Suprayitno hafidzuhullah, ada di kelompok A. Jadi yang diharapkan adalah hikmah (yakni qoola Alla, qoola Rasul wa qoola Sahabah). Maka kepada penyampai pertanyaan, Jazakallahu khoiron katsir, saya berharap agar kondisi (secara global) anggota ML ini diceritakan lebih jelas lagi kepada penjawab. Disinilah, insyaallah, tampak pentingnya HIKMAH dan BASHIROH dalam dakwah, semoga allah mengkaruniakannya pada kita semua. Kedua: Tentang pertanyaan Jihad KeAmbon? Pertanyaan: Ana ingin menanyakan masalah yang berkaitan dengan jihad ke Ambon. 1.. Bagaimana hukum pergi jihad ke Ambon ? 2.. Jika Fardhu Kifayah tetapi tetap pergi dengan meninggalkan keluarga, mengajar din Islam, apakah dibolehkan ? saya melihat penanya telah tahu hukum jihad jadi yang ditanyakan adalah: ke AMBON dan meninggalkan keluarga dan mengajar untuk jihad (ke AMBON). Bila benar demikian, maka saya sampaiakn bahwa: 1. Tentang hukum jihad dan perang (karena jihad tidak harus perang), Sayyid Sabiq, rh, telah mengupas cukup banyak dalam kitab FIQIH SUNNAH. Disana disebutkan disamping keutamaan jihad juga tentang fiqih jihad seperti kapan jihad menjadi wajib 'ain dll. 2. Tentang ke Ambon, Wallahu a'alam. Saya tidak tahu. Meskipun kita telah memiliki fakta yang akurat tentang kondisi Ambon yang sebenarnya, sehingga jelas maslahah dan mafsadahnya, dimasalah ini tentunya ada juga hukum tentang Syiyasah (politik). Bila telah ada hakim (ulul amr) yang telah syah (terlepas dari tingkat kesempurnaannya) bolehkah kita mengangkat hakim-hakim baru (yang memberangkatkan orang ke jihad) dalam hal ini? Sekali lagi wallahu a'alam. 3.Adapun tentang mana yang perlu didahulukan antara kwajiban 'ain dan kifayah, insyaallah telah jelas dari kaidah fiqih. Disini pertimbangan Maslahah dan mafsadah (menurut Qur'an dan Sunnah, tentunya) masih diperlukan dan bisa jadi CASE by CASE tergantung orangnya. Insyaallah penjelasan dari Al-akh Abu dan Ammu Muadz telah jelas. Wallahu a'lam. Akhuka fillah ad-dhoir al faqir Abu Luthfi ______________________________________________________ |
Tanggapan dan Penjelasan Jawaban ke-1
Yayat Ruhiat
开云体育?
Jazaakumullah atas koreksi dari akhi
Suprayitno.
?
Saya akan mecoba menjelaskan maksud dari
jawaban Abu Muadz tentang pertanyaan hukum pergi jihad ke Ambon, dan dalam hal
ini sengaja saya muat ulang?jawaban tersebut secara utuh (tidak
dipotong-potong), supaya jelas permasalahannya :
?
?
Pertanyaan.
?
Ana ingin menanyakan masalah yang berkaitan
dengan jihad ke Ambon.
?
?
Jawab.
?
Hukum dasar jihad memang Fardhu Kifayah,
demikian juga dengan hukum pergi ke Ambon, oleh karena itu kalau ada Fardhu
Kifayah dan Fardhu 'Ain, maka hendaknya dahulukanlah Fardhu
'Ain, sebab dia merupakan kewajiban yang tidak boleh diwakili dan
diwakilkan oleh orang lain, apalagi sampai misalnya menelantarkan anak dan istri
yang menjadi tanggungannya kalau dia seorang suami, atau meninggalkan ummat yang
sangat memerlukan ilmunya kalau dia seorang yang 'alim.
?
?
Penjelasan :
?
Uraian diatas?Isnya Allah sudah
menjawab pertanyaan No.1 dan 2 yaitu :
?
Hukum dasar jihad memang Fardhu Kifayah,
demikian juga dengan hukum pergi ke Ambon [termasuk Fardhu Kifayah
juga]
?
Kemudian dari uraian diatas dilanjutkan
dengan kalimat : "Oleh karena itu kalau ada Fardhu Kifayah dan Fardhu 'Ain,
maka hendaknya dahulukanlah Fardhu 'Ain". Disini saya akan jelaskan?
yang termasuk atau dimaksud dengan Fardhu 'Ain adalah kembali ke pertanyaan No.
2 yaitu ; "Jika Fardhu Kifayah tetapi tetap pergi dengan meninggalkan
keluarga, mengajar din Islam, apakah
dibolehkan .?".
?
Kalimat dengan hurup tebal termasuk
kepada? pekerjaan Fardhu 'Ain, sebab dia merupakan kewajiban yang tidak
boleh diwakili dan di wakilkan oleh orang lain. Mengurus?anak dan istri
(keluarga) apabila dia seorang suami, dan
mendakwahkan tauhid kepada ummat (mengajar din Islam) kalau dia
seorang?'Alim.
?
Demikian penjelasan dari saya, dan
mudah-mudahan Al-Akh Abu Muadz atau yang lainnya bisa melengkapi dan mengoreksi
ulang,?disamping itu?juga bisa meluruskan apabila telah terjadi
kekeliruan yang sangat nyata.
?
?
Wallahu a'lam bishawaab.
Yayat
?
|
Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 24 = Pokok-Pokok Manhaj SALAF 2/6]
Yayat Ruhiat
开云体育?
POKOK-POKOK MANHAJ SALAF
?
Oleh
Khalid bin Abdur Rahman
al-'Ik
?
Bagian kedua dari enam tulisan
[2/6]
?
Kaidah Pertama
Mendahulukan Syara' atas Akal 1)
?
Kaidah yang paling pertama ialah ittiba'
kepada as-salafu ash-shalih dalam memahami, menafsiri, mengimani
serta menetapkan sifat-sifat ilahiyah tanpa takyif (bertanya atau
menetapkan hakekat bagaimananya) dan tanpa ta'wil (membuat perubahan
lafal/maknanya), juga dalam menetapkan persoalan-persoalan aqidah lainnya, dan
menjadikan generasi pertama sebagai panutan dalam berpikir maupun
beramal.
?
Jadi pertama kali Al-Qur'an dan Hadits,
selanjutnya berqudwah (mengikuti jejak dan mengambil suri teladan)
kepada para shahabat nabi, sebab di tengah-tengah merekalah wahyu turun. Dengan
demikian, mereka (para shahabat) adalah orang-orang yang paling memahami tafsir
Al-Qur'an, dan lebih mengerti tentang ta'wil (tafsir) Al-Qur'an
dibandingkan dengan generasi-generasi berikutnya. Mereka satu dalam hal
ushuluddin, tidak berselisih mengenainya, dan tidak terlahir dari mereka hawa
nafsu-hawa nafsu dan bid'ah. 2).
?
Dari sanalah lahir ciri yang dominan pada
pengikut manhaj salaf. Mereka adalah ahlul hadits, para ulama penghafal
(hafidz) hadits, para perawi serta para alim hadits yang ittiba'
pada atsar. (Itulah jalannya kaum mukminin). Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman :
Jadi mereka berbeda dengan kaum
mutakallimin (ahlul kalam), sebab mereka (pengikut manhaj salaf) selalu
memulai dengan syara'. kitab was-sunnah, selanjutnya mereka tenggelam dalam
memahami serta merenungi nas-nash Al-Qur'an dan sunnah tersebut.
?
Pengikut Manhaj salaf menjadikan akal tunduk
kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari sini
maka akal yang sehat tidak mungkin bertentangan dengan naql (nash) yang
shahih. Apabila terjadi pertentangan, maka nash yang shahih harus didahulukan
atas akal, sebab nash-nash Al-Qur'an bersifat ma'shum (terjaga) dari
kesalahan, dan nash-nash sunnah bersifat ma'shum (terjaga) dari hawa
nafsu.
?
Oleh karenanya sikap mendahulukan Al-Qur'an
dan Sunnah atas akal-akal bagi kaum salaf merupakan pemelihara dari perselisihan
serta kekacauan dalam aqidah dan agama.
?
Sesuatu yang masuk akal menurut manhaj salaf
adalah sesuatu yang sesuai dengan Al-Kitab was-Sunnah, sedangkan sesuatu yang
tidak masuk akal (majhul) adalah sesuatu yang menyalahi Al-Qur'an was
Sunnah. Petunjuk (hidayah) ialah sesuatu yang selaras dengan manhaj shahabat,
dan tidak ada jalan lain untuk mengenali petunjuk serta pola-pola shahabat
melainkan atsar-atsar ini. 3)
?
Prinsip-prinsip aqidah bagi pengikut manhaj
salaf nampak jelas pada keimanannya terhadap sifat-sifat dan Asma' Allah Ta'ala
; tanpa membuat penambahan, pengurangan, ta'wil yang menyalahi
zhahir nash dan tanpa membuat penyerupaan dengan sifat-sifat mahluk,
tetapi membiarkannya sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam Kitabullah Ta'ala
serta sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Sedangkan kaifiyah
(hakikat bagaimana)nya mereka kembalikan kepada Dzat yang telah
memfirmankannya sendiri. 4)
?
Melalui konteks ini kita mesti paham
cara-cara salaf dalam menjadikan akal tunduk kepada nash, baik nash itu berupa
ayat Al-Qur'an maupun berupa sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, bukan
sebaliknya. Berbeda dengan manhaj kaum ahlul kalam dari kalangan
Mu'tazilah, Maturidiyah dan Asy'ariyah yang lebih mendahulukan akal daripada
nash. Sedangkan nash mereka ta'wil kan hingga sesuai dengan
akal.
?
Tentu saja hal ini berarti memperkosa nash
agar sesuai tuntutan akal. Padahal mestinya hukum-hukum akal-lah yang wajib
diserahkan keputusannya kepada nash-nash al-Kitab maupun Sunnah. Jadi, apa saja
yang ditetapkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah, kitapun harus menetapkannya.
Sedangkan apa saja yang dikesampingkan oleh keduanya, kitapun harus
menolaknya.
?
Sesungguhnya, ta'wil menurut kaum
ahlu kalam dan kaum filosofis pada umumnya mengandung tuntutan untuk menjadikan
akal sebagai sumber syara', mendahului nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah. Oleh
karena itu jika terlihat ada pertentangan antara nash dengan akal, maka mereka
akan mendahulukan akal, dan akan segera bergegas melakukan ta'wil
terhadap nash tersebut hingga sesuai dengan tuntutan akal. Akan tetapi
manhaj salaf kebalikannya, syara' didahulukan dan akal mengikut kepada
syara'.
?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah
menyebutkan bahwa kaum salaf menyerahkan hukum kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan
hadits-hadits Nabi. Mereka merasa cukup dengan nash-nash tersebut. Mereka
jadikan pemahaman-pemahaman akalnya patuh pada nash-nash itu, sebab "akal"
menurut Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam ada sesuatu
yang bisa ada jika ada pemilik (pelaku)nya. "Akal" bukanlah dzat yang bisa
berdiri sendiri seperti anggapan kaum filosof. 5)
?
Akal tidak mampu meliputi
kenyataan-kenyataan yang dijelaskan oleh Kitabullah maupun sunnah Rasul-Nya
shalallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan akalpun tidak kuasa untuk meliputi segenap
hakikat alam kongkrit yang telah ditemukan berdasarkan penemuan-penemuan ilmiah
akal itu sendiri. Maka bagaimana mungkin akal akan dapat menjangkau kenyataan
alam ghaib ?.
?
Oleh sebab itulah, wajib hukumnya untuk
pasrah kepada nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah. Wajib mengimani segala apa yang
dinyatakan di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, baik yang menyangkut alam ghaib
maupun alam nyata. Lebih khusus lagi ayat-ayat yang menyangkut sifat-sifat
ilahiyah, maka kita wajib mengimaninya tanpa ta'wil (mengubah makna
atau lafalnya) dan tanpa ta'thil (menolak hakikatnya atau
menafikannya).
Bersambung
Kaidah kedua : Tidak
Mempertentangkan ..
?
Fote Note.
1.? Qawa'id
al-Manhaj as-Salafi, hal. 187. Dr. Musthafa Helmi, cet. Daar ad-Da'wah,
Iskandariyah
2.? 'Aqa'id
as-Salaf, karya Dr. Ali Sami an-Nasysyar, hal.309, cet. Daar al-Ma'arif.
Iskandariyah.
3.? Naqdhu
al-Mantiq, Ibnu Taimiyah, hal. 309.
4.? Naqdhu
al-Mantiq, Ibnu Taimiyah, hal. 3
5.? Majmu' Fatawa,
jilid 9, hal. 279
?
|
Re: [Jawaban ke-1] Hukum Jihad ke Ambon, Badal Haji d an Hewan Qurban
Suprayitno MCDP
Assalamu'alaikum Wr. Wb.Mohon agar penjelasan ini dipertegas lagi, karena penetapan akan wajib atau tidaknya suatu Ibadah merupakan fatwa , serta agar jawaban singkat ini dapat difahami ikhwan kita yang lainnya. Demikianlah untuk ditindak lanjuti, Semoga Alloh Swt. tetap |
Re: [Jawaban ke-1] Hukum Jihad ke Ambon, Badal Haji d an Hewan Qurban
Suprayitno MCDP
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Kepada Al-Akh Abu Muadz / Akhi Yayat, ana sedikit menyampaikan koreksi terhadap jawaban pertanyaan yang diajukan Akhi Najib F. tentang Hukum Jihad ke Ambon. Dari jawaban singkat yang di berikan, setelah ana baca nampaknya terdapat Kontradiksi (pertentangan) antara penetapan Hukum Jihad yang Fardu Kifayah terhadap alasan sikap yang harus dilakukan yaitu dengan mendahulukan Fardu Ain. Sebagaimana kutipan jawaban berikut : Pertanyaan. Nah di paragraph kedua di atas yang perlu dikoreksi kembali, karena hal ini menyangkut Fatwa (sepemahaman ana) kepada Ikhwan-2 yang belum mengetahuinya. Demikianlah untuk ditindak lanjuti, Semoga Alloh Swt. tetap memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk tetap meniti jalan Haq ini serta senantiasa berada di dalamnya berdasarkan Ilmu yang Haq / Shohih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. ttd, SUPRAYITNO
|
Bergabung
Eko Prabowo Heru Kurnianto
Bismillahir rohmanir rohim.
Assalamu'alaikum Wr Wb. Dari saudara yang sama-sama belajar di Kobe University, ana mendapatkan informasi keberadaan mailing list assunnah ini. Ana selama ini hanya mendapatkan beberapa tulisan di assunnah, itupun karena kebaikan dari saudara yang mau membuat hardcopynya. Dari beberapa tulisan tersebut ana sebenarnya ingin lebih banyak mendapatkan nasihat atau kesempatan untuk belajar. Untuk itu sekiranya mendapat perkenan ana ingin sekali bergabung dengan mailing list ini. Jazakallah. Wassalamu'alaikum Wr Wb. Eko Prabowo Heru Kurnianto NB: Ana mendapatkan informasi dari Abu Lutfi Sudaryanto. |
to navigate to use esc to dismiss