¿ªÔÆÌåÓý

ctrl + shift + ? for shortcuts
© 2025 Groups.io

Masalah umroh dari Tan'im


Abu Muadz
 

Untuk Ikhwan sekalian ini adalah salah satu makalah
yang dikutip dari buletin An-Nuur, semoga bermanfaat
Masalah Umrah dari Tanim


Pada musim haji banyak kita lihat jamaah haji yang
mondar-mandir dari Makkah keluar ke Tanim ataupun
Jiranah kemudian masuk lagi ke Makkah untuk
melaksanakan umrah yang mereka sebut umrah sunnah.

Bagaimana sebenarnya? Penjelasan Syaikh Muhammad
Sulthan Al-Mashumi (wafat 1279H) dalam kitabnya
Ajwibah al-masaail ats-tsaman fis sunnah wal bidah,
walkufr, wal iimaan sebagai berikut:

Ketahuilah bahwa umrah itu adalah sunnah yang
dilakukan oleh penduduk Makkah dan seluruh penduduk
dunia. Umrah itu adalah ihram (dengan memakai pakaian
ihram), thawaf (mengelilingi Kabah 7 kali), dan sai
(berjalan antara bukit Shafa dan bukit Marwah
bolak-balik 7 kali).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu
al-Fatawa (26/248): Adapun orang yang berada di
Makkah (berasal) dari penduduk, tetangga dekat,
pendatang, dan lainnya, maka thawafnya di Baitullah
itu lebih utama baginya daripada umrah, dan sama juga
dalam hal ini keluar ke tanah halal yang terdekat
yaitu Tanim yang dibangun di sana masjid-masjid baru
yang disebut masjid-masjid Aisyah!, ataupun ke tanah
halal terjauh. Dan ini muttafaq alaih (telah
disepakati atasnya) di kalangan salaful ummah
(pendahulu ummat ini), dan tidak saya ketahui adanya
perbedaan pendapat dari para imam Islam dalam hal
umrah Makkiyyah.

Adapun umrah yang disunnahkan itu hanyalah bagi orang
yang memasuki Tanah Haram (Makkah), bukan orang yang
keluar darinya. Karena Nabi Shallallahu alaihi wasalam
setelah berumrah sebanyak 4 kali, salah satunya umrah
Hudaibiyah dan telah dihalangi (oleh orang kafir),
kedua umrah qadha, ketiga umrah Jiranah setelah
Fathu Makkah, perang Hunain, dan kembalinya dari
perang Thaif, dan keempat umrah beserta haji.

Semua umrah ini dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu
alaihi wasalam hanyalah ketika ia masuk ke Makkah,
tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini, tidak
keluar dari Makkah lalu masuk lagi ke Makkah seperti
yang dilakukan orang-orang pada hari ini!

Aisyah ke Tanim karena qadha
Adapun Umrah Aisyah Shallallahu alaihi wasalam dari
Tanim ada sebab khusus padanya. Karena Aisyah
radiallahu anha waktu itu ihram bersama Nabi
Shallallahu alaihi wasalam dalam haji wada untuk
ibadah haji dan umrah dari Dzil Hulaifah Abaar Ali
atau sekarang disebut Bir Ali, lalu ketika Aisyah
memasuki Sarif (nama tempat) dekat Makkah, dia haidh,
lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam
memerintahkannya untuk menunaikan perbuatan-perbuatan
haji seluruhnya, dan meninggalkan thawaf (mengelilingi
kabah), karena orang yang haidh dilarang memasuki
Baitullah, shalat, dan thawaf.

Setelah menunaikan ibadah haji, Nabi Shallallahu
alaihi wasalam ingin kembali ke Madinah, maka
menangislah Aisyah ra, dan berkata: Kalian pulang
membawa haji dan umrah, sedang saya hanya membawa haji
saja!? Sedangkan semula Aisyah berniat umrah bersamaan
dengan haji dalam berihramnya. Luputnya umrah dari
diri Aisyah itu hanyalah karena haidh, maka Nabi
Shallallahu alaihi wasalam memerintahkan saudara
Aisyah, yaitu Abdur Rahman radiallahu anhu, untuk
mengantarkan saudarinya, Aisyah radhiallahu anha,
untuk umrah dari tanah halal (luar Makkah). Tidak
diragukan lagi bahwa tanah halal yang paling dekat
dengan Makkah adalah Tanim. Maka Abdur Rahman
memboncengkan Aisyah di atas onta dan membawanya umrah
dari Tanim. Adapun Abdur Rahman sendiri dia tidak
berumrah dari Tanim, dan tidak diriwayatkan mengenai
dia tentang hal itu sama sekali.

Dan tidaklah Nabi Shallallahu alaihi wasalam
memerintahkan untuk membawa Aisyah keluar ke Tanim
dan membawanya berihram untuk umrah dari sana, kecuali
karena umrah ini adalah umrah qadha. Imam Ibnul
Qayyim dalam Zaadul Maaad 2/175 membantah orang yang
menjadikan hadits Aisyah ini sebagai dalil atas
disunnahkannya mengulang-ulang umrah dari Tanim,
beliau berkata: dan tidak ada hujjah (argumen) bagi
mereka dalam (umrah) Aisyah; karena umrahnya adalah
sebagai qadha (ganti) bagi umrah yang gugur karena
dia haidh, sehingga dia wajib mengqadhanya.

Dan qadha itu harus dilakukan sesuai dengan ada
(pelaksanaan pada waktunya), sedangkan Aisyah
radhiallahu datang dari luar Makkah, dan ia berihram
untuk umrah dan haji dari miqat (tempat mulai ihram)
di luar Makkah, tepatnya di Dzil Hulaifah, maka yang
paling dianjurkan adalah melaksanakan ihram umrah
qadha dari Tanah Halal (luar Makkah), sebagaimana
disebutkan dalam riwayat shahih yang jelas dalam
kitab-kitab mutabarah (terpercaya) dari para imam
yang tsiqah (terpercaya).

Adapun umrah penduduk Makkah dan penduduk Al-Haram
(Tanah Haram) adalah dari Makkah dan Al-Haram,
sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang
shahih. Untuk lebih jelasnya kami sebutkan beberapa di
antaranya.
Berkata imam mujaddid Syaikh Islam Ahmad Ibn Taimiyyah
dalam kitab Manaasik-nya (5/1) yang teksnya sebagai
berikut:
Sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wasalam ketika
berhaji wada beliau menggiring al-hadyu (binatang
sembelihan) dan menggabungkan antara haji dan umrah,
maka beliau berkata:

Aku penuhi panggilanMu ya Allah dalam keadaan- haji
dan umrah. Dan tidak seorang pun berumrah dari Tanim
di antara orang-orang yang bersama Nabi Shallallahu
alaihi wasalam kecuali Aisyah radhiallahu anha
sendiri, karena dia telah haidh dan tidak
memungkinkannya thawaf, karena Nabi Shallallahu alaihi
wasalam bersabda:

Orang yang haidh melaksanakan manasik haji seluruhnya
kecuali thawaf di Baitullah. (HR Al-Bukhari 294, dan
Muslim 1211 dari Aisyah).
Kemudian Aisyah meminta kepada Nabi Shallallahu alaihi
wasalam untuk membawanya umrah, maka Nabi Shallallahu
alaihi wasalam mengirim-kannya bersama saudaranya,
Abdur Rahman, dan Aisyah pun berumrah dari Tanim.

Tanim adalah tanah halal yang paling dekat dengan
Makkah, dan di sana dibangun masjid sepeninggal Nabi
Shallallahu alaihi wasalam, oleh karenanya masjid ini
dan shalat di dalamnya bukanlah sunnah, bahkan
menyengaja yang demikian itu dan mempercayai
bahwasanya itu disunahkan adalah bidah makruhah (yang
dibenci). Tetapi barangsiapa keluar dari Makkah untuk
umrah, kemudian memasuki salah satu masjid dan shalat
di dalamnya karena ihram, maka tidak apa-apa yang
demikian itu.

Pentahqiq (editor) kitab ini, Syaikh Ali bin Hasan bin
Ali Al-Halabi Al-Atsari berkomentar: Saya tidak
mengetahui dalil yang mengkhususkan ihram dengan
shalat tertentu. Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam
kitab Manasik-nya halaman 15: Tidak ada shalat yang
dikhususkan untuk ihram, tetapi apabila shalat telah
masuk waktu sebelum ihramnya maka shalatlah, kemudian
ihram setelah shalatnya, karena hal itu dicontohkan
dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, dimana
beliau ihram setelah shalat zhuhur. Tetapi orang yang
miqatnya di Dzul Hulaifah: disunnahkan baginya untuk
shalat di sana, tidak karena kekhususan ihram, tetapi
hanyalah karena kekhususan tempat dan berkahnya

Tidak ada pada masa Nabi Shallallahu alaihi wasalam
dan khulafaur Rasyidin seorangpun yang keluar dari
Makkah untuk berumrah kecuali karena udzur tidak di
bulan Ramadhan dan tidak pula di bulan lainnya, dan
orang-orang yang berhaji bersama Nabi n tidak ada yang
berumrah dari Makkah setelah berhaji, kecuali Aisyah
seperti yang telah kami tuturkan, yakni karena
qadha, dan hal ini tidak ada (pula) dalam perbuatan
Khulafaur Rasyidien.

Dan di dalam bab umrah di kitab al-Hajji dalam Shahih
Al-Bukhari (1/213) dari Aisyah radhiallahu anha
bahwasanya ia berkata: Kami keluar beserta Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam bersamaan dengan tanggal
awal Dzulhijjah, maka beliau bersabda pada kami:
Barangsiapa di antara kalian ingin berihram untuk
haji maka ihramlah dengannya, dan barangsiapa ingin
berihram untuk umrah maka ihramlah untuk umrah, maka
seandainya aku tidak membawa hewan sembelihan (hadyu)
pasti aku berihram untuk umrah. (Diriwayatkan
Al-Bukhari 317, 1783, dan 1786; dan Muslim 1211).
Aisyah berkata: Maka saya waktu itu termasuk orang
yang berihram untuk umrah, lalu masuk hari Arafah aku
haidh, maka aku mengaduh kepada Nabi Shallallahu
alaihi wasalam, lalu beliau berkata:

Tundalah umrahmu, uraikan (rambutmu), dan
bersisirlah, lalu berihramlah untuk haji. Maka ketika
malam melontar jumrah beliau melepasku bersama Abdur
Rahman ke Tanim, maka aku berihram untuk umrah
sebagai pengganti umrahku (yang kutunda).
Dan dalam satu riwayat: (maka ia mengganti) umrahnya,
maka Allah telah menetapkan haji dan umrahnya.
Pada bagian awal kitab haji dalam Shahih Al-Bukhari
1/184 bab tempat ihram penduduk Makkah untuk haji dan
umrah: Dari Ibnu Abbas ra bahwasanya ia berkata:
Sesungguhnya Nabi Shallallahu alaihi wasalam
menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzul
Hulaifah, bagi penduduk Syam di Al-Juhfah, bagi
penduduk Nejd di Qarnul Manazil, dan bagi penduduk
Yaman di Yalamlam, tempat-tempat itu masing-masing
untuk mereka dan untuk orang-orang yang ingin berhaji
dan umrah yang datang padanya dari selain
tempat-tempat itu; dan barangsiapa berada lebih dekat
dari tempat-tempat tersebut maka (miqatnya) dari mana
saja ia memulai, sehingga penduduk Makkah (miqatnya)
dari Makkah. (Diriwayatkan Al-Bukhari 1524, 1526,
1529, 1530, 1845; dan Muslim 1181 dari Ibnu Abbas).

Bukan sunnah
Walhasil keluar dari Makkah ke Tanim atau Jiranah
dengan maksud ihram darinya untuk umrah maka hukumnya
bukan sunnah, bukan pula mustahab sebagaimana
dinyatakan oleh para peneliti, maka camkanlah.

(Dipetik dari Ajwibah al-masaail ats-tsaman fis sunnah
wal bidah wal kufr wal iimaan, oleh As-Syaikh
Muhammad Sulthan Al-Mashumi, ditahqiq oleh Syaikh Ali
bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halbi Al-Atsari,
Darur Rayah, Riyadh Cetakan I, 1417H). Hartono.
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Talk to your friends online with Yahoo! Messenger.

Join [email protected] to automatically receive all group messages.