Keyboard Shortcuts
ctrl + shift + ? :
Show all keyboard shortcuts
ctrl + g :
Navigate to a group
ctrl + shift + f :
Find
ctrl + / :
Quick actions
esc to dismiss
Likes
- Assunnah
- Messages
Search
Tanya Kajian di Serang
Assalamu'alaikum
Setelah mendapatkan informasi dari seorang teman tentang situs-situs bermanhaj ahlussunnah di internet, saya mulai tertarik untuk mmpelajari islam secara lebih seksama, dan saya ingin sekali mengajak keluarga untuk menghadiri kajian-kajian salaf di majelis-majelis ilmu. Saya tinggal di Tangerang dan bekerja di Serang-Banten. Dimanakah saya bisa mengikuti kajian di kedua daerah tersebut? mohon informasinya, terimakasih. |
Kajian di Cinere
Assalamu'alaykum warahmatullaHi wabarakatuH.
Ikhwah fillah rahimakumullaH, Kami dari Majelis Ta'lim Minhajus Sunnah, mengundang ikhwah fillah terutama yang berdomisili di Cinere dan sekitarnya untuk menghadiri kajian rutin yang diadakan di Mesjid Puri Cinere, Komplek Puri Cinere (lokasi di belakang Cinere Mall) pada : Ahad Pertama : Kajian Aqidah Ahad Ketiga : Kajian Fiqh Waktu : 10.00 WIB - Zhuhur Pemateri : Ustadz Djazuli Lc (Lulusan Univ. Islam Madinah Jurusan Ilmu Hadits) Atas Perhatiannya kami ucapkan jazakumullaH Khairan katsira. Abu Hasan Budi Aribowo Koordinator Majelis Ta'lim NB : Informasi Ikhwan : Budi 0817 4800492 Hari 0812 9491564 Informasi Akhwat : Ummu Husain 0817 4841742 |
Tanya : Menbaca suratula'shri di akhir pertemuan.
yadidoo
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Saya ada pertanyaan tentang berdo'a dan membaca suratula'shri pada setiap kali akhir pertemuan. Adakah sunnah untuk melalukannya atau bid'ah? Mohon kepada alim tentang tanya jawab ini di jelaskan. Wassalam |
tanya; salam/hormat
Ruhiyat
Assalamu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh
Di tempat ana bekerja ada program pendidikan yang wajib diikuti oleh semua karyawan. Dalam pendidikan tersebut ada materi yang disebut salam inovasi, dimana salam tersebut dilakukan setiap pagi ( sekitar 40 menit selama pendidikan) di pintu masuk ke PT. Caranya yaitu sambil berbaris dengan membungkukkan badan kepada yang lewat didepan (orang/kendaraan) sambil mengucapkan slogan tertentu. Bagaimanakah hal ini menurut syariat Islam? Jazakallohu khair Wassalamu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh |
Re: Tanya : Wanita Bermusafir
nur hanisah
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
toggle quoted message
Show quoted text
Syukran kasira atas jawapan anta itudan saranan daripada anta .Sebenarnya ana bukan bekerja tetapi sedang menuntut ilmu iaitu seorang pelajar di sebuah negara arab di utara afrika. Maaf ,ana masih lagi kurang faham, kerana ana lihat,ramai sekali wanita-wanita muda bermusafir untuk menuntut ilmu khasnya di serata tempat di dunia imma di negara-negara arab juga di negara-negara barat atau eropah.Jika permusafiran mereka ini salah,kenapa tiada larangan dari mana-mana pihak daripada menerima pelajar wanita kecuali dengan mahrom?seperti yang dilaksanakan oleh kerajaan arab saudi yang tidak menerima pelajar wanita dari luar kecuali sudah berkahwin atau bermahrom??Adakah terdapat fatwa mua'ssarah yang membenarkan atau memberi sedikit kelonggaran kepada wanita untuk bermusafir tanpa mahrom dengan syarat-syarat tertentu? Harap sekali lagi diberi penjelasan. Maaf sekali lagi mengutarakan soalan. ----- Original Message ----
From: HASAN NURDIN (R10434) <hasan82@...> Sent: Tuesday, November 13, 2007 2:03:26 AM Subject: Re : [assunnah] Tanya : Wanita Bermusafir Boleh ana punya saran : Mulai dari sekarang jika anti berfikir untuk meninggalkan pekerjaan anti ( di luar negeri ) masih banyak pekerjaan bagi kaum Hawa yang sesuai dengan syariat Islam di negeri anti sendiri ( malaysia ) . Ahsannya anti di rumah saja ( pekerjaan rumah ) karena surganya wanita itu ada di ruamah. Bahkan dalam hadist dikatakan bahwa " wanita sholat di rumahnya itu lebih baik dari pada solat di mesjidku ini ( mesjid Nabawi ) " , apalagi hanya sekedar bekerja yang anti tidak punya mahrom disana. Kemudian jika anti hendak pergi ( naik pesawat ) untuk meninggalkan pekerjaan ( penuh dengan fitnah ) panggillah saudara anti yang semahrom ( dari laki-laki seperti kakek, ayah, adik, kaka , paman, ponakan dsb ) untuk menemani anti diperjalanan. Karena wanita itu dilarang bepergian ( jarak yang bisa untuk qoshor solat ) tanpa mahrom. Mudah-mudahan bermnfaat...lebih lanjut silahkan anti boleh baca...di bawah BOLEHKAH WANITA PERGI DENGAN PESAWAT BILA KEADAAN AMAN BAGINYA Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Sumber : Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bolehkah wanita pergi dengan pesawat udara tanpa mahram yang menemaninya dalam kondisi yang aman baginya ? Jawaban Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda. “Artinya : Wanita tidak boleh bepergian kecuali didamping oleh mahramnya� Beliau mengatakan hal ini diatas mimbar pada hari-hari haji. Lalu ada seorang laki-laki berdiri dan bertanya : “Wahai Rasulullah, istriku keluar rumah untuk berhaji, sedangkan saya ikut peperangan ini dan itu�. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “pergilah berhaji bersama istrimu�. Beliau memerintahkan laki-laki itu untuk meninggalkan peperangan dan melaksanakan haji bersama istrinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bertanya kepadanya, apakah istrimu dalam kondisi aman ? Atau apakah istrimu bersama wanita lain atau tetangganya ? Ini menunjukkan keumuman larangan bagi wanita bepergian tanpa mahramnya. Juga, karena kemungkinan bahaya bisa terjadi meskipun di pesawat terbang. Hendaklah kita semua memperhatikan hal ini. Lelaki yang menginginkan istrinya pergi dengan pesawat terbang ia pulang mengantar istrinya ke bandara ? Ia akan pulang di saat istrinya masih menunggu di pesawat. Dia akan berada dalam ruang tunggu tanpa ditemani mahramnya. Kalaupun mulanya suaminya masuk ke ruang tunggu tanpa bersamanya dan menemaninya hingga istrinya masuk pesawat dan take off. Apakah tidak mungkin dalam perjalanannya peawat kembali ? Ini nyata terjadi, bahwa pesawat kembali lagi karena ada kerusakan teknis, atau karena kondisi cuaca. Jika kita anggap pesawatnya jalan terus dan sampai di kota yang ditujunya, akan tetapi bandaranya sedang penuh atau cuaca disekitar bandara tidak memungkinkan bagi pesawat untuk mendarat. Kemudian pesawat tersebut pindah ke bandara lain. Ini suatu kemungkinan yang bisa terjadi. Atau kita anggap bahwa pesawatnya tiba di waktu yang telah ditentukan dan mendarat di bandara yang dituju, akan tetapi mahram yang akan menjemputnya belum tiba karena beberapa hal yang terjadi padanya. Atau kita anggap bahwa hal itu tidak terjadi, dan mahramnya menjemputnya pada waktu yang tepat, masih ada kemungkinan lain, siapa orang yang duduk di sampingnya di dalam pesawat ? Tidak mungkin seorang wanita. Kemungkinan terbesar adalah seorang laki-laki. Laki-laki itu bisa jadi adalah hamba Allah yang khianat, ia akan tertawa kepada wanita itu. Mengajaknya berbicara dan bercanda denganntya, meminta nomor teleponnya dan memberikan nomornya kepada wanita itu. Bukankah ini suatu kemungkinan yang bisa terjadi ? Siapa yang selamat dari bahaya semacam ini ? Karena itu, kita dapati hikmah yang besar dari larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi wanita untuk bepergian tanpa mahram yang menemaninya, tanpa merincinya dan tanpa mensyaratkannya dengan sesuatu. Atau kita mungkin berkata. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui hal yang ghaib dan tidak mengerti tentang pesawat terbang. Sabda beliau kita artikan bepergian dengan unta, bukan dengan pesawat, jadi wanita tidak diperbolehkan bepergian dengan unta kecuali dengan mahramnya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu tentang pesawat yang mampu menemempuh jarak antara Thaif sampai Riyadh hanya dalam waktu satu jam setengah, sedangkan unta melampuinya dalam waktu satu bulan. Jawabnya, apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui hal itu, maka sesungguhnya Tuhan beliau yang Mahasuci mengetahuinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman. “Artinya : Dan kami telah turunkan Al-Kitab kepadamu sebagai penjelas dari segala sesuatunya� [An-Nahl : 89] Saya memperingatkan saudara-saudaraku dari kenyataan yang berbahaya ini. Yaitu meremehkan perkara perginya wanita tanpa ditemani mahramnya. Saya juga memperingatkan bahayanya berduaan dengan sopir dalam satu mobil, meski masih dalam kota, karena itu adalah perkara yang berbahaya. Saya juga memperingatkan bahayanya berduaan dengan saudara suami di dalam rumah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Hindarilah berkumpul dengan wanita, “Mereka bertanya, “Bagaimana halnya saudara ipar ? “Beliau menjawab : “Saudara ipar bagaikan kematian�. Maksudnya hati-hatilah terhadapnya dengan sepenuh hati. Yang mengherankan bahwa sebagian ulama –semoga Allah memberi maaf kepada mereka- menafsirkan ‘Al-Hamwu Al-Mautu� dengan ‘bahwa saudara ipar pasti dan tidak bisa dihindari- akan berkumpul dengan istri saudaranya sebagaimana kematian yang pasti akan menjumpainya� [Durus Wa Fatawal Harami l Maki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3./225] [Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesiap Fatwa-Fatwa Tntang wanita, terbitan Darul Haq] ---------- Original Message ---------- From : nur hanisah <nur_takwa88@...> To : assunnah@... Date : 07/11/12 22:39:30 Subject : [assunnah] Tanya : Wanita Bermusafir Assalamualaikum untuk awalnya,terima aksih banyak2 saya ucapkan kepada seorang akhi yang telah membantu menjawab sebahagian soalan-soalan saya sebelum ini,dan di sini sekali lagi saya ingin mengutarakan satu soalan dengan harapan sahabat-sahabat yang dirahmati Allah sekalian dapat membantu, Apakah hukumnya seorang wanita,seperti saya yang belum berkahwin menuntut ilmu ke luar negara atau bermusafir tanpa muhrim?Kerana saya dan rakan -rakan yang lain sering ditegur oleh orang-orang arab di sini.Dan mereka dengan keras mengatakan bahawa perbuatan kami salah dan boleh menimbulkan fitnah.Saya dan rakan-rakan menjadi bingung di tambah lagi menerima jawapan juga pandangan yang berbeza-beza. Maaf jika soalan seperti sudah diutarakan,harap antum semua dapat membantu.syukran. |
PENGAJIAN UMUM "Meraih Kebahagiaan Dengan Islam" di MALANG
Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Hadirilah Pengajian Umum dengan tema "Meraih Kebahagiaan Dengan Islam" yang Insya Allah akan diselenggarakan pada : - Tanggal : 23 - 25 November 2007 - Tempat : Masjid MUHAJIRIN ITN, Jl. Bend. Sigura-gura - Malang - Pemateri : 1. Jum'at, 23 Nov 2007, pkl. 12:45 s/d selesai Materi : Imam Asy-Syafi'i Imam Kaum Muslimin Oleh : Al-Ustadz Agus Hasan Bashori (Malang) 2. Sabtu, 24 Nov 2007, pkl. 09:00 s/d selesai Materi : Antara Sunnah dan Syiah Oleh : Al-Ustadz Yusuf Baisa (Cirebon) 3. Ahad, 25 Nov 2007, pkl. 09:00 s/d selesai Materi : Ukhuwah Islamiyah Oleh : Al-Ustadz Muhammad Wujud (Magelang) Dipersembahkah untuk Umat Islam se-Malang Raya oleh : - FORKIAS (Forum Kajian Islam Asrama) UB - CP : Bahar (085655551727, 081553644436) Wassalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh Dipublikasikan oleh : Abu Ammar |
Re: Tanya : Shalat di perjalanan
Chandraleka
Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh ..
toggle quoted message
Show quoted text
Mengenai shalat di atas kendaraan. Untuk shalat fardhu kalau masih bisa untuk turun dari kendaraan, maka turun saja. Dalilnya "Apabila beliau hendak menunaikan shalat fardhu, maka beliau turun (dari kendaraannya) lalu menghadap ke arah kiblat. (HR. Bukhari dan Ahmad). Kecuali dalam shalat sunat. Diriwayatkan bahwa: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat sunat di dalam perjalanan di atas kendaraannya, dan beliau melaksanakan shalat witir di atasnya, ke arah mana saja kendaraan itu menghadap -- baik ke arah timur maupun ke arah barat. (HR. Bukhari, Muslim, dan as Siraj). Lihat masalah ini di Shifat Shalat Nabi karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani. Wassalamu'alaikum Abu Isa Hasan Cilandak al Faqir ila Allah ----- Original Message -----
5a. Re: Tanya : Shalat di perjalanan Posted by: "Prihtiantoro, Dedhy UWB53" Dedhy.Prihtiantoro@... prihtiantoro Sun Nov 11, 2007 2:28 pm (PST) Wa'alaykum salaam Saya ingin menjawab dari apa yang saya tahu dan saya kerjakan. Mohon maaf, tidak bisa menyertakan dalilnya (nggak hafal), tapi saya selalu berusaha ittiba'. Jadi kalau ada teman yang tahu bahwa yang saya lakukan ini kurang tepat, mohon koreksinya juga. 1. Shalat di perjalanan - Tayamum dengan debu yang nempel di kursi - Sambil tetap duduk di atas kendaraan dengan menghadap kemana kendaraan berjalan - Bertakbir dan sedekap seperti biasa. - Ketika ruku' badan agak dicondongkan ke depan - Ketika sujud badan lebih condong lagi ke depan, dibedakan dengan ruku' - Sisanya sama |
Re: >> Tanya : asal-usul sifat Alloh yang 20 <<
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu,
Sekedar buat meralat tulisan akh Abu Aufar tentang Abu Musa Al Asy'ari, bahwa beliau adalah salah seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sedangkan Abu Hasan Al Asy'ari adalah seorang imam yang sebelumnya bermanhaj Mu'tazilah yang kemudian kembali ke manhaj Salaf, beliau lahir tahun 260 H dan wafat tahun 324 H. Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu, Abu Ihsan Syahrivi Posted by: "Abu Yaasiin" yusufaz@... Wed Nov 7, 2007 7:36 pm (PST) Wa'alaikumussalam warokhmatuLLOHi wabarokatuh, Akhi, sifat 20 ini tertanam pada diri kita sejak kita belajar di Diniyyah, dimana ternyata sifat ini menyalahi dan bertentantang dengan Asma ALLOHu Ta'ala, saat ini kita semua tau bahwa Asma ALLOHu Ta'ala adalah 99, walaupun sebenarnya tidak terbatas juga hanya 99 dari Asma ALLOH dan hanya ALLOHu Ta'ala sajalah yang Mengetahui akan Sifat dan Asma-Nya yang Agung. Katakanlah Asma ALLOH yang 99, kalau dikatakan sifat ALLOH hanya 20 saja, maka bagaimana dengan yang sisanya, apakah dari Asma ALLOH yang sisanya itu tidak terdapat sifat, sungguh suatu yang mustahil bahwa ALLOH mempunyai Asma tapi tidak mempunya sifat. Maka dari itu paham yang mengatakan bahwa sifat ALLOH hanyalah 20 saja, bertentangan dengan sifat ALLOH itu sendiri, karena semua Asma ALLOH tentu mempunyai sifat yang Agung. Demikian dari ana, BarokaLLOHu fiikum. Wassalamu'alaikum warokhmatuLLOHi wabarokatuh. Abu Yaasiin Yusuf. Lihat juga pembahasanya di almanhaj.or.id diantaranya Metode Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Dalam Meniadakan Dan Menetapkan Asma' Dan Sifat Bagi Allah Madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Secara Ijmal Mengenai Sifat-Sifat Allah Kaidah Tentang Sifat-Sifat Allah Jalla Jalaluhu Menurut Ahlus Sunnah Posted by: "Teuku Maulisa Asri (Poncha)" tmasri@... Wed Nov 7, 2007 12:37 am (PST) Assalamu'alaikum, Yang saya pelajari, memang benar bahwa sifat 20 ini adalah ajaran yang disampaikan/dipelopori oleh Abu Musa Al Asy'ari tetapi bukan saat beliau masih berfaham Mu'tazilah melainkan setelah beliau keluar dari Mu'tazilah karena perdebatan yang terjadi antara beliau dengan orang tua (tiri/angkat) yang juga pendiri Mu'tazilah. Faham tersebut yang kemudian dikenal dengan Faham Al Asy'ariyah yang sampai saat ini masih sangat2 banyak difahamani dan dijalankan. Kalau tidak salah faham ini banyak diamalkan oleh Al Wasliyah. Abu Musa sendiri sebenarnya juga udah bertaubat dan kembali ke faham salafushalih dan sudah sempat merevisi/meralat semua buku beliau tetapi banyak yang tidak tau. Lain halnya dengan Imam Ghazali juga sudah bertaubat tetapi tidak sempat merevisi/meralat kitabnya (Ihya Ullumuddin). Demikian, semoga bermanfaat. Mudah2an yang lain bisa meluruskan apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan sekalian melengkapinya. Wassalamu'alaikum, Abu Aufar > "iam prasetyo"<iam_288@...> Wrote: > assalamualaikum warohmatulloh . > > afwan, ana mau tanya darimanakah ana bisa menemukan penjelasan dan sumber > sumber rujukan tentang asal-usul sifat Alloh yang 20 ??? > > informasi yang ana dapatkan bahwa sifat itu berasal Imam Al Asy'ari > (sebelum bertaubat, ketika masih berfahaman Mu'tazilah). > Dan ana sendiri tidak tahu di kitab apakah ini . > > wassalamualaikum warohmatulloh |
Re: OOT: Cari Rujukan Tempat Belajar Bahasa Pemograman
FAUZAN
Pertama sebaiknya ditentukan dulu inginnya fokus ke pemrograman yang basis online atau yang basis offline. Karena bahasa pemrograman online semacam PHP dan javascript sekarang juga semakin banyak dipakai dan varian serta turunannya juga sudah sangat banyak. Sehingga seseorang yang jago dengan programming basis offline seperti Delphi dan lain-lain, belum tentu jago yang basis online.
moga bermanfaat On Mon, 12 Nov 2007 08:19:59 +0700, Arief Wijaya <aryared@...> wrote: Wa'alaikumsalam Warohmatullohi Wabarokatuh...-- Wassalamu'alaykum Wa Rahmatulloh Wa Barokatuh Brian Arfi Faridhi / Fauzan bin Hadi 0856-336-4677 Semolowaru Elok G-7 Surabaya 60119 |
Tanya dokter kandungan pria?
yuni
Assalamu'alaikum...
Mohon pencerahannya. Bagi wanita, bagaimana hukumnya mengunjungi dokter pria? terutama dokter kandungan? Kebetulan dokter langganan saya adalah pria. Dalam kondisi memeriksa kehamilan dan kandungan, dokter akan melihat tubuh kita. Pun, ketika harus operasi caesar. Apakah kondisi ini menyalahi hukum islam? Mohon bantuannya. Terimakasih YUNI |
Re: >>Tahlilan<<
From: EMY <emy@...>
Sent: Monday, November 12, 2007 12:09:45 PM Saya baru mengetahui bahwa hukum menghadiri Tahlilan demikian berat, meskipun saya tidak ikut mbaca Yasin. Yang jadi masalah, kalau saya tidak menghadirinya bisa2 saya dimusuhi keluarga (keluarga suami lagi), jadi apa yang harus dilakukan? Mohon saran Terimakasih Emmy ========= assalamu'alaikum Coba anti cari kesibukan yang bertepatan pada saat hari diadakan tahlilan tersebut, seperti anti ajak suami anti untuk jiarah/berkunjung kerumah orang tua anti antau kerumah saudara dan sebagainya jika anti bisa beri keterangan bahwa tahlilan seperti itu tidak ada dalam agama islam, tentu dengan referensi buku yang mendukung argumen anti, tapi tentunya hal ini tidak akan mudah biasanya tahlilan seperti ini sudah mendara daging bagi masyarakat kita, Jika tidak bisa bersabarlah dan terus berdo'a agar diberi kemudahan oleh Allah, Allah akan memberi kemudahan kepada kita dan tidak membebankan kita melainkan dengan kesangupan kita, coba cari refrensi di buku-buku tentang tahlil atau kunjungi insyaAllah manfaat, wallahu a'lam Fadhillah Alfadhl TAHLILAN (SELAMATAN KEMATIAN ) ADALAH BIDAH MUNKAR DENGAN IJMA PARA SHAHABAT DAN SELURUH ULAMA ISLAM Oleh Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat "Artinya : Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : " Kami (yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap" TAKHRIJ HADITS Hadits ini atau atsar di atas dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (No. 1612 dan ini adalah lafadzhnya) dan Imam Ahmad di musnadnya (2/204 dan riwayat yang kedua bersama tambahannya keduanya adalah dari riwayat beliau), dari jalan Ismail bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Jarir sebagaimana tersebut di atas. Saya berkata : Sanad Hadits ini shahih dan rawi-rawinya semuanya tsiqat (dapat dipercaya ) atas syarat Bukhari dan Muslim. Dan hadits atau atsar ini telah dishahihkan oleh jamaah para Ulama yakni para Ulama Islam telah ijma/sepakat tentang hadits atau atsar di atas dalam beberapa hal. Pertama : Mereka ijma' atas keshahihan hadits tersebut dan tidak ada seorang pun Ulama -sepanjang yang diketahui penulis- wallahu alam yang mendloifkan hadits ini. Dan ini disebabkan seluruh rawi yang ada di sanad hadits ini sebagaimana saya katakan dimuka- tsiqoh dan termasuk rawi-rawi yang dipakai oleh Imam Bukhari dan Muslim. Kedua : Mereka ijma' dalam menerima hadits atau atsar dari ijma' para shahabat yang diterangkan oleh Jarir bin Abdullah. Yakni tidak ada seorangpun Ulama yang menolak atsar ini. Yang saya maksud dengan penerimaan (qobul) para Ulama ini ialah mereka menetapkan adanya ijma para shahabat dalam masalah ini dan tidak ada seorangpun di antara mereka yang menyalahinya. Ketiga : Mereka ijma' dalam mengamalkan hadits atau atsar diatas. Mereka dari zaman shahabat sampai zaman kita sekarang ini senantiasa melarang dan mengharamkan apa yang telah di ijma'kan oleh para shahabat yaitu berkumpul-kumpul ditempat atau rumah ahli mayit yang biasa kita kenal di negeri kita ini dengan nama " Selamatan Kematian atau Tahlilan". LUGHOTUL HADITS [1]. Kunnaa nauddu/Kunna naroo = Kami memandang/menganggap. Maknanya : Menurut madzhab kami para shahabat semuanya bahwa berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan termasuk dari bagian meratap. Ini menunjukkan telah terjadi ijma/kesepakatan para shahabat dalam masalah ini. Sedangkan ijma para shahabat menjadi dasar hukum Islam yang ketiga setelah Al-Quran dan Sunnah dengan kesepakatan para Ulama Islam seluruhnya. [2]. Al-ijtimaaa ila ahlil mayyiti wa shonatath-thoami = Berkumpul-kumpul di tempat atau di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan yang kemudian mereka makan bersama-sama [3]. Bada dafnihi = Sesudah mayit itu ditanam/dikubur. Lafadz ini adalah tambahan dari riwayat Imam Ahmad. Keterangan di atas tidak menunjukkan bolehnya makan-makan di rumah ahli mayit sebelum dikubur!?. Akan tetapi yang dimaksud ialah ingin menjelaskan kebiasaan yang terjadi mereka makan-makan di rumah ahli mayit sesudah mayit itu dikubur. [4]. Minan niyaahati = Termasuk dari meratapi mayit Ini menunjukkan bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit atau yang kita kenal di sini dengan nama selamatan kematian/tahlilan adalah hukumnya haram berdasarkan madzhab dan ijma para sahabat karena mereka telah memasukkan ke dalam bagian meratap sedangkan merapat adalah dosa besar. SYARAH HADITS Hadits ini atau atsar di atas memberikan hukum dan pelajaran yang tinggi kepada kita bahwa : Berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ (ini yang biasa terjadi) termasuk bidah munkar (haram hukumnya). Dan akan bertambah lagi bidahnya apabila di situ diadakan upacara yang biasa kita kenal di sini dengan nama selamatan kematian/tahlilan pada hari pertama dan seterusnya. Hukum diatas berdasarkan ijma para shahabat yang telah memasukkan perbuatan tersebut kedalam bagian meratap. Sedangkan meratapi mayit hukumnya haram (dosa) bahkan dosa besar dan termasuk salah satu adat jahiliyyah. FATWA PARA ULAMA ISLAM DAN IJMA MEREKA DALAM MASALAH INI Apabil para shahabat telah ijma tentang sesuatu masalah seperti masalah yang sedang kita bahas ini, maka para tabiin dan tabiut-tabiin dan termasuk di dalamnya Imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafiiy dan Ahmad) dan seluruh Ulama Islam dari zaman ke zamanpun mengikuti ijmanya para sahabat yaitu berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ adalah haram dan termasuk dari adat/kebiasaan jahiliyyah. Oleh karena itu, agar supaya para pembaca yang terhormat mengetahui atas dasar ilmu dan hujjah yang kuat, maka di bawah ini saya turunkan sejumlah fatwa para Ulama Islam dan Ijma mereka dalam masalah selamatan kematian. [1]. Telah berkata Imamnya para Ulama, mujtahid mutlak, lautan ilmu, pembela Sunnah. Al-Imam Asy-Syafiiy di ktabnya Al-Um (I/318). Aku benci al ma'tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan"[1] Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita'wil atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa beliau dengan tegas mengharamkan berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul saja, bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan ?" [2]. Telah berkata Imam Ibnu Qudamah, di kitabnya Al Mughni (Juz 3 halaman 496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki ) : Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak maka itu satu hal yang dibenci ( haram ). Karena akan menambah kesusahan diatas musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka [2] dan menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyyah. Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar. Lalu Umar bertanya,.Apakah mayit kamu diratapi ?" Jawab Jarir, " Tidak !" Umar bertanya lagi, " Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuat makanan ? Jawab Jarir, " Ya !" Berkata Umar, " Itulah ratapan !" [3]. Telah berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, di kitabnya : Fathurrabbani tartib musnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96) : "Telah sepakat imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad) atas tidak disukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak yang mana mereka berkumpul disitu berdalil dengan hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya adalah HARAM karena meratapi mayit hukumnya haram, sedangkan para Shahabat telah memasukkannya (yakni berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit) bagian dari meratap dan dia itu (jelas) haram. Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannya berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dengan alasan ta'ziyah /melayat sebagaimana dikerjakan orang sekarang ini. Telah berkata An Nawawi rahimahullah : Adapun duduk-duduk (dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk ta'ziyah telah dijelaskan oleh Imam Syafi'i dan pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atas dibencinya (perbuatan tersebut)........ Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, " Telah berkata pengarang kitab Al Muhadzdzab : Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit ) dengan alasan untuk ta'ziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (hal yang baru yang tidak ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah " Bid'ah." Kemudian Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna di akhir syarahnya atas hadits Jarir menegaskan : Maka, apa yang biasa dikerjakan oleh kebanyakan orang sekarang ini yaitu berkumpul-kupmul (di tempat ahli mayit) dengan alasan taziyah dan mengadakan penyembelihan, menyediakan makanan, memasang tenda dan permadani dan lain-lain dari pemborosan harta yang banyak dalam seluruh urusan yang bidah ini mereka tidak maksudkan kecuali untuk bermegah-megah dan pamer supaya orang-orang memujinya bahwa si fulan telah mengerjakan ini dan itu dan menginfakkan hartanya untuk tahlilan bapak-nya. Semuanya itu adalah HARAM menyalahi petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan Salafush shalih dari para shahabat dan tabiin dan tidak pernah diucapkan oleh seorangpun juga dari Imam-imam Agama (kita). Kita memohon kepada Allah keselamatan ! [4]. Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu' Syarah Muhadzdzab (5/319-320) telah menjelaskan tentang bid'ahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan dirumah ahli mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy -Syaamil dan lain-lain Ulama dan beliau menyetujuinya berdalil dengan hadits Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Dan hal inipun beliau tegaskan di kitab beliau Raudlotuth Tholibin (2/145). [5]. Telah berkata Al Imam Asy Syairoziy, dikitabnya Muhadzdzab yang kemudian disyarahkan oleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu' Syarah Muhadzdzab : "Tidak disukai /dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit) dengan alasan untuk Ta'ziyah karena sesungguhnya yang demikian itu muhdats sedangkan muhdats adalah " Bid'ah ". Dan Imam Nawawi menyetujuinya bahwa perbatan tersebut bidah. [Baca ; Al-Majmu syarah muhadzdzab juz. 5 halaman 305-306] [6]. Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, di kitabnya Fathul Qadir (2/142) dengan tegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah " Bid'ah Yang Jelek". Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau katakan shahih. [7]. Al Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya Zaadul Ma'aad (I/527-528) menegaskan bahwa berkumpul-kumpul (dirumah ahli mayit) dengan alasan untuk ta'ziyah dan membacakan Qur'an untuk mayit adalah " Bid'ah " yang tidak ada petunjuknya dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam [8]. Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan bahwa hal tersebut Menyalahi Sunnah. [9]. Berkata penulis kitab Al-Fiqhul Islamiy (2/549) : Adapaun ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak maka hal tersebut dibenci dan Bidah yang tidak ada asalnya. Karena akan menambah musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai (tasyabbuh) perbuatan orang-orang jahiliyyah. [10]. Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliau menjawab : " Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit ) membuatkan makanan untuk para penta'ziyah." [Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal oleh Imam Abu Dawud hal. 139] [11]. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, " Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai mereka membuat makanan untuk para penta'ziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan lain-lain." [Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal.93] [12]. Berkata Al Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafi'i ( I/79), " Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit." KESIMPULAN. Pertama : Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit hukumnya adalah BID'AH dengan kesepakatan para Shahabat dan seluruh imam dan ulama' termasuk didalamnya imam empat. Kedua : Akan bertambah bid'ahnya apabila ahli mayit membuatkan makanan untuk para penta'ziyah. Ketiga : Akan lebih bertambah lagi bid'ahnya apabila disitu diadakan tahlilan pada hari pertama dan seterusnya. Keempat : Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI Shallallahu alaihi wa sallam kaum kerabat /sanak famili dan para jiran/tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika Ja'far bin Abi Thalib wafat. "Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far ! Karena sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka (yakni musibah kematian)." [Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi'i ( I/317), Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)] Hal inilah yang disukai oleh para ulama kita seperti Syafiiy dan lain-lain (bacalah keterangan mereka di kitab-kitab yang kami turunkan di atas). Berkata Imam Syafiiy : Aku menyukai bagi para tetangga mayit dan sanak familinya membuat makanan untuk ahli mayit pada hari kematiannya dan malam harinya yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka, karena sesungguhnya yang demikian adalah (mengikuti) SUNNAH (Nabi).... [Al-Um I/317] Kemudian beliau membawakan hadits Jafar di atas. [Disalin dari buku Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut Empat Madzhab dan Hukum Membaca Al-Quran Untuk Mayit Bersama Imam Syafiiy, Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat (Abu Unaisah), Penerbit Tasjilat Al-Ikhlas, Cetakan Pertama 1422/2001M] __________ Foote Note [1]. Ini yang biasa terjadi dan Imam Syafi'i menerangkan menurut kebiasaan yaitu akan memperbaharui kesedihan. Ini tidak berarti kalau tidak sedih boleh dilakukan. Sama sekali tidak ! Perkataan Imam Syafi'i diatas tidak menerima pemahaman terbalik atau mafhum mukhalafah. [2]. Perkataan ini seperti di atas yaitu menuruti kebiasaannya selamatan kematian itu menyusahkan dan menyibukkan. Tidak berarti boleh apabila tidak menyusahkan dan tidak menyibukkan ! Ambillah connoth firman Allah did alam surat An-Nur ayat 33 :Janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Apakah boleh kita menyuruh budak perempuan kita untuk melacur apabila mereka menginginkannya?! Tentu tidak! ____________________________________________________________________________________ Never miss a thing. Make Yahoo your home page. |
Re: >>Tanya : Membaca Yasiin di Kuburan<<
From: EMY <emy@...>
Sent: Monday, November 12, 2007 3:01:15 PM Assalamu'alaikum Kemari saya mengahdiri acara di rumah adik ipar Ustad yang ceramah menyampaikan katanya memabacakan surat yasin dikuburan alamarhum/almarhuma h akan sampai ke pada yang bersangkutan Apakah ini penyimpangan? bukankah kita tidak boleh membaca Al Quran dikuburan? ============ wa'alaikumussalam warahmatullah artikel ini ana kutp dari BACAAN SURAT YASIN BUKAN UNTUK ORANG MATI Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas HADITS PERTAMA ãóäú ÞóÑóÃó íóÓ Ýöíú áóíúáóÉò ÇÈúÊöÛóÇÁó æóÌúåö Çááåö ÛõÝöÑó áóåõ ãóÇ ÊóÞóÏøóãó ãöäú ÐóäúÈöåö ÝóÇÞúÑóÄõæúåóÇ ÚöäúÏó ãóæúÊóÇßõãú. “Artinya : Barangsiapa membaca surat Yaasiin karena mencari keridhaan Allah Ta’ala, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu. Oleh karena itu, bacakan-lah surat itu untuk orang yang akan mati di antara kalian.� [HR. Al-Baihaqi dalam kitabnya, Syu’abul Iman] Keterangan: HADITS INI (ÖóÚöíúÝñ) LEMAH Lihat Dha’if Jami’ush Shaghir (no. 5785) dan Misykatul Mashaabih (no. 2178). HADITS KEDUA ãóäú ÒóÇÑó ÞóÈúÑó æóÇáöÏóíúåö ßõáøó ÌõãõÚóÉò ÝóÞóÑóÃó ÚöäúÏóåõãóÇ Ãóæú ÚöäúÏóåõ íóÓ ÛõÝöÑó áóåõ ÈöÚóÏóÏö ßõáøö ÂíóÉò Ãóæú ÍóÑúÝò. “Artinya : Barangsiapa menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap Jum’at dan membacakan surat Yaasiin (di atasnya), maka ia akan diampuni (dosa)nya sebanyak ayat atau huruf yang dibacanya. Keterangan: HADITS INI (ãóæúÖõæúÚñ) PALSU Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy (I/286), Abu Nu’aim dalam kitab Akhbaru Ashbahan (II/344-345) dan ‘Abdul Ghani al-Maqdisi dalam Sunannya (II/)91 dari jalan Abu Mas’ud Yazid bin Khalid. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim ath-Thaifi, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari ‘Aisyah, dari Abu Bakar secara marfu�. Lihat Silsilah Ahadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (no. 50). Dalam hadits ini ada ‘Amr bin Ziyad Abul Hasan ats-Tsaubani. Kata Ibnu ‘Adiy: “Ia sering mencuri hadits dan menyampaikan hadits-hadits yang BATHIL.� Setelah membawakan hadits ini, Ibnu ‘Adiy berkata: “Sanad hadits ini BATHIL, dan ‘Amr bin Ziyad dituduh oleh para ulama memalsukan hadits.� Kata Imam Daruquthni: “Ia sering memalsukan hadits.� Periksa: Mizaanul I’tidal (III/260-261 no. 6371), Lisanul Mizan (IV/364-365). Penjelasan Hadits-Hadits Di Atas. Hadits-hadits di atas sering dijadikan pegangan pokok tentang dianjurkannya membaca surat Yaasiin ketika ada orang yang sedang naza� (sakaratul maut) dan ketika berziarah ke pemakaman kaum Muslimin terutama ketika menziarahi kedua orangtua. Bahkan sebagian besar kaum Muslimin menganggap hal itu ‘Sunnah�? Maka sekali lagi saya jelaskan bahwa semua hadits-hadits yang menganjurkan itu LEMAH, bahkan ada yang PALSU, sebagaimana yang sudah saya terangkan di atas dan hadits-hadits lemah tidak bisa dijadikan hujjah, karena itu, orang yang melakukan demikian adalah berarti dia telah berbuat BID’AH. Dan telah menyalahi Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sah yang menerangkan apa yang harus dilakukan ketika ada orang yang sedang dalam keadaan naza� dan ketika berziarah ke kubur. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: “Membacakan surat Yaasiin ketika ada orang yang sedang dalam keadaan naza� dan membaca al-Qur'an (membaca surat Yaasiin atau surat-surat lainnya) ketika berziarah ke kubur adalah BID’AH DAN TIDAK ADA ASALNYA SAMA SEKALI DARI SUNNAH NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM YANG SAH. Lihat Ahkamul Janaa-iz wa Bida’uha (hal. 20, 241, 307 & 325), cet. Maktabah al-Ma’arif.) Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Ketika Ada Orang yang Sedang dalam Keadaan Naza� Pertama Di-talqin-kan (diajarkan) dengan ‘Laa Ilaaha Illallah� agar ia (orang yang akan mati) mengucapkan “áÇóÅöáóå� ÅöáÇøó Çááøóåõ (Laa Ilaaha Illallah).� Dalilnya: Úóäú ÃóÈöíú ÓóÚöíúÏö ÇáúÎõÏúÑöíøö íóÞõæúáõ: ÞóÇáó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó: áóÞøöäõæúÇ ãóæúÊóÇßõãú áÇó Åöáóåó ÅöáÇøó Çááøóåõ. "Artinya : Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ajarkanlah ‘Laa Ilaaha Illallah� kepada orang yang hampir mati dari an-tara kalian.� Hadits SHAHIH, riwayat Muslim (no. 916), Abu Dawud (no. 3117), an-Nasa'i (IV/5), at-Tirmidzi (no. 976), Ibnu Majah (no. 1445), al-Baihaqi (III/383) dan Ahmad (III/3). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar kalimat Tauhid ini yang terakhir diucapkan, supaya dengan demikian dapat masuk Surga. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ãóäú ßóÇäó ÂÎöÑõ ßóáÇóãöåö áÇóÅöáóåó ÅöáÇøó Çááøóåõ ÏóÎóáó ÇáúÌóäøóÉó. “Artinya : Barangsiapa yang akhir perkataannya ‘Laa Ilaaha Illallah,� maka ia akan masuk Surga.� [ Hadits riwayat Ahmad (V/233, 247), Abu Dawud (no. 3116) dan al-Hakim (I/351), dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu.] Kedua Hendaklah mendo’akan kebaikan untuknya dan kepada mereka yang hadir pada saat itu. Hendaknya mereka berkata yang baik. Dalilnya: Úóäú Ãõãøö ÓóáóãóÉó ÞóÇáóÊú: ÞóÇáó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó: ÅöÐóÇ ÍóÖóÑúÊõãú ÇáúãóÑöíúÖó Ãóæö ÇáúãóíøöÊó ÝóÞõæúáõæúÇ: ÎóíúÑðÇ ÝóÅöäøó ÇáúãóáÇóÆößóÉó íõÄøãøöäõæúäó Úóáóì ãóÇ ÊóÞõæúáõæúäó. "Artinya : Dari Ummu Salamah, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Apabila kalian menjenguk orang sakit atau berada di sisi orang yang hampir mati, maka katakanlah yang baik! Karena sesungguhnya para malaikat mengaminkan (do’a) yang kalian ucapkan.’� [Hadits SHAHIH riwayat Muslim (no. 919) dan al-Baihaqi (III/384) dan selain keduanya.] SUNNAH-SUNNAH NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM KETIKA BERZIARAH KE PEMAKAMAN KAUM MUSLIMIN Pertama Mengucapkan salam kepada mereka. Dalilnya ialah: ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah apakah yang harus aku ucapkan kepada mereka (kaum Muslimin, bila aku menziarahi mereka)?� Beliau men-jawab: “Katakanlah: ÇáÓøóáÇóãõ Úóáóì Ãóåúáö ÇáÏøöíóÇÑö ãöäó ÇáúãõÄúãöäöíúäó æóÇáúãõÓúáöãöíúäó æóíóÑúÍóãõ Çááøóåõ ÇáúãõÓúÊóÞúÏöãöíúäó ãöäøóÇ æóÇáúãõÓúÊóÃúÎöÑöíúäó æóÅöäøóÇ Åöäú ÔóÇÁó Çááøóåõ Èößõãú áóáÇóÍöÞõæúäó. "Artinya : Semoga dicurahkan kesejahteraan atas kalian wahai ahli kubur dari kaum Mukminin dan Muslimin. Dan mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepada orang yang telah mendahului kami dan kepada orang yang masih hidup dari antara kami dan insya Allah kami akan menyu-sul kalian.’� [Hadits SHAHIH riwayat Ahmad (VI/221), Muslim (no. 974) dan an-Nasa'i (IV/93), dan lafazh ini milik Muslim] Buraidah berkata: “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada mereka (para Shahabat) apabila mereka memasuki pemakaman (kaum Muslimin) hendaknya mengucapkan: ÇáÓøóáÇóãõ Úóáóíúßõãú Ãóåúáó ÇáÏøöíóÇÑö ãöäó ÇáúãõÄúãöäöíúäó æóÇáúãõÓúáöãöíúäó æóÅöäøóÇ Åöäú ÔóÇÁó Çááøóåõ Èößõãú áÇóÍöÞõæúäó äóÓúÃóáõ Çááøóåó áóäóÇ æóáóßõãõ ÇáúÚóÇÝöíóÉó. "Artinya ; Mudah-mudahan dicurahkan kesejahteraan atas kalian, wahai ahli kubur dari kaum Mukminin dan Muslimin. Dan insya Allah kami akan menyusul kalian. Kami mohon kepada Allah agar mengampuni kami dan kalian.’� [Hadits SHAHIH riwayat Muslim (no.975), an-Nasa-i (IV/94), Ibnu Majah (no. 1547), Ahmad (V/353, 359 & 360). Lafazh hadits ini adalah lafazh Ibnu Majah] Kedua Mendo’akan dan memohonkan ampunan bagi mereka. Dalilnya: Úóäú ÚóÇÆöÔóÉó Ãóäøó ÇáäøóÈöíøó Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ßóÇäó íóÎúÑõÌõ Åöáóì ÇáúÈóÞöíúÚö ÝóíóÏúÚõæú áóåõãú ÝóÓóÃóáóÊúåõ ÚóÇÆöÔóÉõ Úóäú Ðóáößó ÝóÞóÇáó: Åöäøöíú ÃõãöÑúÊõ Ãóäú ÃóÏúÚõæó áóåõãú. "Artinya :Aisyah berkata: “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar ke Baqi� (tempat pemakaman kaum Muslimin), lalu beliau mendo’akan mereka.� Kemudian ‘Aisyah bertanya tentang hal itu, beliau menjawab: “Se-sungguhnya aku diperintah untuk mendo’akan mereka.� [Hadits SHAHIH riwayat Ahmad (VI/252)] BACA AL-QUR'AN DI PEMAKAMAN MENYALAHI SUNNAH NABI SHALALLLAHU 'ALAIHI WA SALLAM Hadits-hadits yang saya sebutkan di atas tentang Adab Ziarah, menunjukkan bahwa baca al-Qur-an di pemakaman tidak disyari’atkan oleh Islam. Karena seandainya disya-ri’atkan, niscaya sudah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau pasti sudah mengajarkannya kepada para Shahabatnya. ‘Aisyah ketika bertanya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang harus diucapkan (dibaca) ketika ziarah kubur? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengajar-kan salam dan do’a. Beliau tidak mengajarkan baca al-Fatihah, baca Yaasiin, baca surat al-Ikhlash dan lainnya. Seandainya baca al-Qur'an disyari’atkan, pasti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyembunyikannya. Menurut ilmu ushul fiqih: ÊóÃúÎöíúÑõ ÇáúÈóíóÇäö Úóäú æóÞúÊö ÇáúÍóÇÌóÉö áÇó íóÌõæúÒõ. “Menunda keterangan pada waktu keterangan itu dibu-tuhkan tidak boleh.� Kita yakin bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin menyembunyikan ilmu dan tidak pernah pula beliau mengajarkan baca al-Qur'an di pemakaman.. Lagi pula tidak ada satu hadits pun yang sah tentang masalah itu. Membaca al-Qur'an di pemakaman menyalahi Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita membaca al-Qur'an di rumah: Úóäú ÃóÈöíú åõÑóíúÑóÉó: Ãóäøó ÑóÓõæúáó Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÞóÇáó: áÇó ÊóÌúÚóáõæúÇ ÈõíõæúÊóßõãú ãóÞóÇÈöÑó¡ Åöäøó ÇáÔøóíúØóÇäó íóäúÝöÑõ ãöäó ÇáúÈóíúÊö ÇáøóÐöíú ÊõÞúÑóÃõ Ýöíúåö ÓõæúÑóÉõ ÇáúÈóÞóÑóÉö . ÑæÇå ãÓáã ÑÞã : (780) æÃÍãÏ æÇáÊøÑãíÐí æÕÍÍå "Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, karena sesungguhnya setan akan lari dari rumah yang dibaca di dalamnya surat al-Baqarah.� [Hadits riwayat Muslim (no. 780), Ahmad (II/284, 337, 387, 388) dan at-Tirmidzi (no. 2877) serta ia menshahihkannya] Hadits ini jelas sekali menerangkan bahwa pemakaman menurut syari’at Islam bukanlah tempat untuk membaca al-Qur'an, melainkan tempatnya di rumah, dan melarang keras menjadikan rumah seperti kuburan, yang jelas tidak ada bacaan al-Qur'an dan shalat-shalat sunnat di pema-kaman. Jumhur ulama Salaf seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam-imam yang lainnya melarang membaca al-Qur'an di pemakaman, dan inilah nukilan pendapat mereka: Pendapat Imam Ahmad, Imam Abu Dawud berkata dalam kitab Masaa-il Imam Ahmad hal. 158: “Aku mende-ngar Imam Ahmad ketika beliau ditanya tentang baca al-Qur-an di pemakaman? Beliau menjawab: “Tidak boleh.� Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dari asy-Syafi’i sendiri tidak terdapat perkataan tentang masalah ini, yang demikian ini menunjukkan bahwa (baca al-Qur-an di pemakaman) menurut beliau adalah BID’AH. Imam Malik berkata: ‘Tidak aku dapati seorang pun dari Sha-habat dan Tabi’in yang melakukan hal itu!’� Lihat Iqtidhaa� Shirathal Mustaqim (hal. 380), Ahkaamul Janaa-iz (hal. 191-192). PAHALA BACAAN AL-QUR'AN TIDAK AKAN SAMPAI KEPADA SI MAYYIT Al-Hafizh Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat: "Artinya : Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh (pahala) selain apa yang diusahakannya.� [An-Najm: 53] Beliau t berkata: Ãóíú: ßóãóÇ áÇó íõÍúãóáõ Úóáóíúåö æöÒúÑõ ÛóíúÑöåö¡ ßóÐóáößó áÇó íóÍúÕõáõ ãöäó ÇúáÃóÌúÑö ÅöáÇøó ãóÇßóÓóÈó åõæó áöäóÝúÓöåö. æóãöäú åóÐöåö ÇúáÂíóÉö ÇáßóÑöíúãóÉö ÇÓúÊóäúÈóØó ÇáÔøóÇÝöÚöíøõ ÑóÍöãóåõ Çááøóåõ æóãóäö ÇÊøóÈóÚóåõ Ãóäøó ÇáúÞöÑóÇÁóÉó áÇó íóÕöáõ ÅöåúÏóÇÁõ ËóæóÇÈöåóÇ Åöáóì ÇáúãóæúÊóì. öáÃóäøóåõ áóíúÓó ãöäú Úóãóáöåöãú æóßóÓúÈöåöãú æóáöåóÐóÇ áóãú íóäúÏõÈú Åöáóíúåö ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÃõãøóÊóåõ¡ æóáÇó ÍóËøóåõãú Úóáóíúåö æóáÇó ÃóÑúÔóÏóåõãú Åöáóíúåö ÈöäóÕòø æóáÇó ÅöíúãóÇÁò¡ æóáóãú íõäúÞóáú Ðóáößó Úóäú ÃóÍóÏò ãöäó ÇáÕøóÍóÇÈóÉö ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõãú¡ æóáóæú ßóÇäó ÎóíúÑðÇ áóÓóÈóÞõæúäóÇ Åöáóíúåö. æóÈóÇÈõ ÇáúÞõÑóÈóÇÊö íõÞúÊóÕóÑõ Ýöíúåö Úóáóì ÇáäøõÕõæúÕö¡ æóáÇó íõÊóÕóÑøóÝõ Ýöíúåö ÈöÃóäúæóÇÚö ÇúáÃóÞúíöÓóÉö æóÇúáÃóÑóÇÁö. “Sebagaimana dosa seseorang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, maka demikian pula ganjaran seseo-rang (tidak dapat dipindahkan/dikirimkan) kepada orang lain, melainkan didapat dari hasil usahanya sendiri. Dari ayat ini Imam asy-Syafi’i dan orang yang mengikuti beliau ber-istinbat (mengambil dalil) bahwasanya pahala bacaan al-Qur'an tidak sampai kepada si mayyit dan tidak dapat dihadiahkan kepada si mayyit, karena yang demikian bukanlah amal dan usaha mereka. Tentang (mengirimkan pahala bacaan kepada mayyit) tidak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam me-nyunnahkan ummatnya, tidak pernah mengajarkan ke-pada mereka dengan satu nash yang sah dan tidak pula ada seorang Shahabatpun yang melakukan demikian. Seandainya masalah membaca al-Qur-an di pemakaman dan menghadiahkan pahala bacaannya baik, semestinya merekalah yang lebih dulu mengerjakan perbuatan yang baik itu. Tentang bab amal-amal Qurbah (amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) hanya diboleh-kan berdasarkan nash (dalil/contoh) dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak boleh memakai qiyas atau pendapat.� Periksa: Tafsir Ibni Katsir (VI/33), cet. Darus Salam dan Ahkaamul Janaa-iz (hal. 220), cet. Maktabah al-Ma’arif. Apa yang telah disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Imam asy-Syafi’i itu merupakan pendapat sebagian besar ulama dan juga pendapatnya Imam Hanafi, sebagaimana dinukil oleh az-Zubaidi dalam Syarah Ihya� ‘Ulumuddin (X/369). Lihat Ahkaamul Janaa-iz (hal. 220), cet. maktabah al-Ma’arif th. 1412 H. Allah berfirman tentang al-Qur'-an: “Artinya : Supaya ia (al-Qur-an) memberi peringatan kepada orang yang HIDUP…� [Yaasiin: 70] Artinya : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur-an ataukah hati mereka terkunci.� [Muhammad: 24] Yang wajib juga diperhatikan oleh seorang Muslim adalah, tidak boleh beribadah di sisi kubur dengan melakukan shalat, berdo’a, menyembelih binatang, bernadzar atau membaca al-Qur-an dan ibadah lainnya. Tidak ada satupun keterangan yang sah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya bahwa mereka melakukan ibadah di sisi kubur. Bahkan, ancaman yang keraslah bagi orang yang beribadah di sisi kubur orang yang shalih, apakah dia wali atau Nabi, terlebih lagi dia bukan seorang yang shalih. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam keras terhadap orang yang menjadikan kubur sebagai tempat ibadah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: áóÚóäó Çááøóåõ ÇáúíóåõæúÏó æóÇáäøóÕóÇÑóì ÇÊøóÎóÐõæúÇ ÞõÈõæúÑó ÃóäúÈöíóÇÆöåöãú ãóÓóÇÌöÏó. “Artinya : Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani (karena) mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah.� Tidak ada satu pun kuburan di muka bumi ini yang mengandung keramat dan barakah, sehingga orang yang sengaja menuju kesana untuk mencari keramat dan ba-rakah, mereka telah jatuh dalam perbuatan bid’ah dan syirik. Dalam Islam, tidak dibenarkan sengaja mengada-kan safar (perjalanan) ziarah (dengan tujuan ibadah) ke kubur-kubur tertentu, seperti, kuburan wali, kyai, habib dan lainnya dengan niat mencari keramat dan barakah dan mengadakan ibadah di sana. Hal ini dilarang dan tidak dibenarkan dalam Islam, karena perbuatan ini adalah bid’ah dan sarana yang menjurus kepada kesyirikan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: áÇó ÊõÔóÏøõ ÇáÑöøÍóÇáõ ÅöáÇøó Åöáóì ËóáÇóËóÉö ãóÓóÇÌöÏó: ãóÓúÌöÏöíú åóÐóÇ¡ æóÇáúãóÓúÌöÏö ÇáúÍóÑóÇãö¡ æóÇáúãóÓúÌöÏö ÇúáÃóÞúÕóì. “Artinya : Tidak boleh mengadakan safar (perjalanan dengan tuju-an beribadah) kecuali ketiga masjid, yaitu Masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha.� Adapun adab ziarah kubur, kaum Muslimin dianjur-kan ziarah ke pemakaman kaum Muslimin dengan me-ngucapkan salam dan mendo’akan agar dosa-dosa mereka diampuni dan diberikan rahmat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallaahu a’lam bish shawab. [Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M] ____________________________________________________________________________________ Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how. |
Re: hizbi
Ervin Listyawan
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebetulnya bagaimanakah hukum membuat yayasan itu, apakah mubah atau tidak boleh/menyimpang? Ataukah tidak semua yayasan/organisasi termasuk hizbi? Apakah semua hizbi terlarang, ataukah ada yang dibolehkan (mubah)? Bagaimana dengan yayasan/organisasi pendidikan, misal pesantren atau sekolah, yang kalau berskala nasional atau bahkan internasional, biasanya memang ada strukturnya (pusat sampai ke bawah). Apakah hal ini tidak boleh? Masih bingung seputar hizbi - yayasan - organisasi - kelompok dan seterusnya ... Jazakallah khairon, Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ervin L --- In assunnah@..., Christian.Hidayat@... wrote: dakwah yang mereka dakwahkan bertanzim (berstruktur) sehingga ada yang namanya atau dianggap ketua umum ketua cabang ketua wilayah dan sebagainya. Alasan mereka adalah agar dakwahnya tertata dan terkoordinir padahal tidak ada satu shahabatpun yang melakukan itu setelah wafatnya rosul kecuali dalam masalah pemerintahan yaitu adanya kholifah, dalam masalah dakwah pun tidak ada riwayat bahwa harus terdaftar dulu di kholifah baru boleh dakwah, adapun kholifah memang membantu mengatur dengan mengirimkan duta dan perwakilan untuk berdakwah di negeri2 tetangga. Ciri Kedua adanya muktamar atau rapat bulanan yang dilakukan rutindan wajib dihadiri oleh para pemimpin dari atas sampai cabang terendah dalam struktur mereka. Ciri Ketiga dakwahnya biasanya berfokus dan berintikan padakepemimpinan yang ingin mengusung pemimpinnya menjadi pemimpin negeri yang didiaminya. Ciri keempat adanya kefanatikan dan kecintaan pada golongannya ataupartainya atau yayasan atau kelompok dakwahnya sebagai yang paling benar dan cenderung menjelekkan bahkan mengatakan sesat dakwah lain tanpa dalil yang jelas dan shahih hanya karena tidak sesuai dengan pemahaman kelompoknya dan tanpa dalil yang jelas. Ciri kelima lebih mencintai perkataan imam atau pemimpinnyadaripada perkataan rosul dalam hadits shahih maupun perkataan Alloh dalam al qur'an yang dipahami oleh para ulama salafush sholih. Ciri keenam dalam mengaji harus mengaji kepada ustadz yangdirekomendasikan olehnya (yang terdaftar dalam listnya) jika tidak maka dilarang mengikuti kajian tersebut karena yang bukan anggota dan tidak dikenal kelompoknya berarti kajiannya sesat. Ciri ketujuh suka mengadu perkataan ulama dan mengelompokkan ulamamenjadi ulama kabir (besar) dan shoghir (kecil) dengan pengertian mereka bahwa ulama kabir adalah ulama yang terkenal dan banyak pengikutnya sedang ulama shoghir adalah ulama yang tidak banyak pengikutnya, ekstrem/ keras dalam ajarannya dan tidak mau bergaul atau berintima dengan ulama yang dianggap kabir alias berdakwah sendirian saja. Ciri kedelapan suka menjelekkan ulama dengan berbagai celaan dansebutan kasar dan kotor yang tidak berdalil, seperti ulama yang tahu seputar masalah celana dalam saja, ulama kampungan, ulama/ ustadz ekstrem, hadadiyin, sururiyin. namun semua tuduhan keji itu tidak berdalil dan hanya berdasarkan qilla wa qol (katanya si fulan-katanya si fulanah, --> kabar burung) saja dimana saya hampir saja terlibat di dalamnya dan alhamdulillah telah diberi hidayah oleh Alloh untuk menjauhinya. Mudah2an bermanfaat dan membawa pencerahan bagi kita semua. |
Re: Penyeragaman Penulisan Ejaan dan Transliterasi (Konvensi)
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sangat mengena dan bermanfaat saran dari saudara kita Ronny as-Salafy. Saya sangat mendukung saran-sarannya. Alasan lain mengapa sangat mendesak diseragamkannya penulisan ejaan dan transliterasi dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia beserta kendalanya ialah sebagai berikut: (1) Milis Assunnah dirujuk oleh berbagai situs dan blog sebagai salah satu sumber informasi utama karena manhaj salaf bersifat ilmiah dan berdasarkan hujjah (dalil yang kuat) dan pengguna milis Assunnah berasal dari kalangan terdidik. Dengan demikian, informasinya mudah meyakinkan pembaca. (2) Disadari bahwa pada kenyataannya, sebagian penanya dalam milis kita tergolong awam dalam bahasa Arab sehingga belum mengetahui asal kata yang dituliskannya. Akibatnya, mereka menuliskan sesuai dengan apa yang diketahui/didengarnya saja (sesuai dengan keterbatasannya). (3) Kutipan artikel yang aslinya memang tidak menerapkan konvensi penulisan ejaan dan transliterasi dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Alasannya memerlukan waktu. Apabila disempatkan, pengutip mestinya dapat memperbaiki ejaan dan transliterasinya karena informasi yang dikirimnya dimanfaatkan oleh orang lain. Saudara kita Ronny telah menjelaskannya. Adapun sebagian pengutip boleh jadi beralasan bahwa tidak boleh mengubah teks asli dalam pengutipan. Sepanjang tidak mengubah kalimat kutipan, mestinya diperbolehkan memperbaiki ejaan dan transliterasinya. (4) Kita perlu memudahkan pencarian informasi dan memudahkan pengguna (tanpa perlu menyempatkan menyunting terlebih dahulu) untuk menyebarluaskan informasi yang diterimanya sebagai sarana dakwah. Saudara kita Ronny telah menjelaskannya. Saya pun telah lama menyebarluaskan di masjid dan kantor saya informasi yang berasal dari milis Assunnah dan situs-situs/blog-blog bermanhaj salaf lainnya. Semoga Allah subhanahu wata'ala menyediakan ganjaran berlipat ganda kepada saudara kita Ronny dan saudara-saudara kita lainnya yang telah bersusah-payah menyediakan informasi sehingga memudahkan urusan saudaranya. Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Abu Farhan |
Masalah pekerjaan seorang wanita
aam aminah
Assalamu'alaikum
mohon penjelasan seputar pekerjaan akhwat dalam mencari nafkah. pekerjaan ana yang sebelumnya yaitu mengajar di Taman Kanak-kanak yayasan islam. akan tetapi setiap pulang sekolah semua guru harus rapat untuk mereview materi, termasuk guru ikhwannya.dan sering ada kegiatan yang harus kerjasama dengan para ikhwannya. karena ana merasa tidak cocok kemudian pindah kerja kesebuah kantor bekerja sebagai staff adm. di kantor tersebut semuanya dari mulai pimpinan sampai staff lainnya laki2 semua. di kantor tersebut ana kerja dari pagi sampai jam 4 sore didalam ruangan sendiri dan hanya ditemani komputer.kemudian pulang pergi ana selalu dijemput oleh adik laki2. hanya ketika ada meeting atau ada tamu dari luar negeri baru ana ikut turun. Apakah pekerjaan ana selama ini sesuai dengan syariat islam atau tidak? mohon penjelasannya. jazakalloh bagi yang mau menjelaskan. ____________________________________________________________________________________ Get easy, one-click access to your favorites. Make Yahoo! your homepage. |
Re: >>Tanya : Mengirim Al fatihah<<
Waalaikum salaam
bacaan al fatihah tidak disyariatkan untuk dikirim kepada orang baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, hal ini adalah BID'AH yang mungkar dan sesat yang diteruskan turun temurun oleh generasi yang bodoh dari ummat ini. Sesungguhnya bid'ah itu sesat dan kesesatan tempatnya di neraka. Jika antum bisa nasehatilah mereka agar menjauhi apa2 yang tidak diajarkan oleh nabi dan tidak diamalkan oleh nabi dan para shahabatnya dalam beribadah termasuk berdoa karena jika tidak akan mudah terjebak dalam kebid'ahan. BACAAN AL-FATIHAH ATAS ORANG YANG TELAH MENINGGAL Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Membacakan Al-fatihah atas orang yang telah meninggal tidak saya dapatkan adanya nash hadits yang membolehkannya. Berdasarkan hal tersebut maka tidak diperbolehkan membacakan Al-Fatihah atas orang yang sudah meninggal. Karena pada dasarnya suatu ibadah itu tidak boleh dikerjakan hingga ada suatu dalil yang menunjukkan disyariatkannya ibadah tersebut dan bahwa perbuatan itu termasuk syariat Allah Subhanahu wa Taala. Dalilnya adalah bahwasanya Allah mengingkari orang yang membuat syariat dan ketentuan dalam agama Allah yang tidak dizinkanNya. Allah Subhanahu wa Taala berfirman. Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah. Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh adzab yang amat pedih� [Asy-Sura : 21] Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwasanya belaiu bersabda. Artinya : Barangsiapa melaksanakan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak[1] Apabila tertolak maka termasuk perbuatan batil yang tidak ada manfaatnya. Allah berlepas dari ibadah untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan cara demikian. Adapun mengupah orang untuk membacakan Al-Quran kemudian pahalanya diberikan untuk orang yang telah meninggal termasuk perbuatan haram dan tidak diperbolehkan mengambil upah atas bacaan yang dikerjakan. Barangsiapa mengambil upah atas bacaan yang dilakukannya maka ia telah berdosa dan tidak ada pahala baginya, karena membaca Al-Quran termasuk ibadah, dan suatu ibadah tidak boleh dipergunakan sebagai wasilah untuk mendapatkan tujuan duniawi. Allah Subhanahu wa Taala berfirman. Artinya : Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan� [Huud : 15] [Nur Alad Darbi, Juz I, Idad Fayis Musa Abu Syaikhah] BACAAN AL-FATIHAH UNTUK KEDUA ORANG TUA Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Membacakan surat Al-Fatihah untuk kedua orang tua yang telah meninggal atau yang lain merupakan perbuatan bidah karena tidak ada dasarnya dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya Al-Fatihah boleh dibacakan untuk orang yang meninggal atau arwah mereka, baik itu orang tuanya atau orang lain. Yang disyariatkan adalah mendoakan bagi kedua orang tua dalam shalat dan sesudahnya, memohonkan ampunan dan maghfirah bagi keduanya dan sejenisnya yang termasuk doa yang bisa bermanfaat bagi yang sudah meninggal. [Nur Alad Darbi, Juz III, Idad Fayis Musa Abu Syaikhah] MENGUPAH QARI� UNTUK MEMBACA AL-QURAN Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Mengupah seorang qari� untuk membacakan Al-Quran bagi orang yang telah meninggal termasuk bidah dan makan harta manusia dengan tidak benar. Karena bila seorang qari� membacakan Al-Quran dengan tujuan untuk mendapatkan upah atas bacaannya, maka perbuatannya termasuk kebatilan, karena ia menginginkan harta dan kehidupan dunia dari perbuatannya tersebut. Allah Subhanahu wa Taala telah berfirman. Artinya : Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan� [Huud : 15-16] Perkara ibadah -termasuk membaca Al-Quran- tidak boleh dilakukan dengan tujuan duniawi dan mencari harta, akan tetapi harus dilakukan dengan tujuan untuk medekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala. Seorang qari� yang membaca Al-Quran dengan diupah, maka tiada pahala baginya, dan bacaannya tidak akan sampai kepada orang yang telah meninggal. Harta yang dikeluarkan merupakan harta yang sia-sia, tidak bermanfaat. Kalaulah harta itu digunakan untuk suatu sedekah atas nama orang yang meninggal, sebagai ganti dari mengupah seorang qari�, maka inilah perbuatan yang disyariatkan dan bisa mendatangkan suatu manfaat bagi orang yang telah meninggal. Maka menjadi kewajiban bagi para qari untuk mengembalikan harta yang telah mereka perolah dari manusia sebagai upah atas bacaan yang mereka lakukan atas orang yang telah meninggal, karena menggunakan harta tersebut tergolong makan harta manusia dengan cara tidak benar. Dan hendaknya mereka takut kepada Allah Subhanahu wa Taala dan memohon kepadanya untuk memberikan rizki kepada mereka dengan cara selain cara yang haram tersebut. Bagi setiap muslim hendaknya tidak makan harta manusia dengan cara yang tidak disyariatkan sedemikian ini. Benar bahwa membaca Al-Quran termasuk salah satu ibadah yang utama, barangsiapa membaca satu haruf dari Al-Quran maka akan mendapatkan suatu kebaikan, dan suatu kebaikan mendapatkan balasan sepuluh kali lipat. Tapi itu bagi orang yang niatnya benar dan hanya menginginkan keridhaan Allah semata serta tidak menginginkan suatu tujuan duniawi. Mengupah seorang qari untuk membacakan Al-Quran bagi orang yang telah meninggal : Pertama : Termasuk perbuatan bidah, karena tidak ada dari para salaf shalih yang melakukannya. Kedua : Bahwa perbuatannya termasuk memakan harta manusia dengan cara tidak benar, karena suatu ibadah dan ketaatan tidak boleh mengambil upah karenanya. [Nur Alad Darbi, Juz III, Idad Fayis Musa Abu Syaikhah] [Disalin dari kitab 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Quran edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Quran, Penulis Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, Penerjemah Ahmad Amin Sjihab, Penerbit Darul Haq <indra_toa@...> Sent by: assunnah@... 11/12/2007 11:45 AM Assallamu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh Bagaimana hukumnya membacakan Al fatihah untuk sifulan yang sakit semoga disembuhkan Alloh atau semoga sifulan dirahmati Alloh ? hal ini sering dilakukan di masjid tempat kerja saya.. Wassalamu'alaikum warokhmatullohi wabarokatuh. |
Tanya : Puasa sunnah nabi daud, apakah rasulullah pernah mengerjakan?
taufiq_archits
Assalamu'alaikum
Rekan2 yang dimuliakan allah, ana mau nanya apakah rasulullah pernah mengerjakan puasa daud (sehari puasa sehari tidak), apakah puasa yang terbaik rasullullah, soalnya, ana pernah dikasih tau teman, katanya puasa daud hanya dianjurkan oleh rasulullah kepada orang yang pada waktu itu puasa terus setiap harinya...mohon bantuannya ..ana bingung..mungkin ada hadist yang menguatkan.. jazakumullah taufiq |
Re: Tanya : Tanda hitam di dahi..
<< sunaryo >>
wa'alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh
toggle quoted message
Show quoted text
Itu terjadi karena mereka menjaga sholatnya, baik yang wajib maupun yang sunnah dan tidak di sengaja untuk di buat demikian, karena kalau itu sengaja di buat maka itu termasuk perbuatan riya'. biasanya mereka sholat tanpa menggunakan alas (sajadah) sehingga ada bekas sujud di keningnya. dahulu ketika saya tinggal di daerah yang masjidnya tidak menggunakan karpet juga terjadi seperti itu walaupun hanya mengerjakan sholat wajib dan sholat sunnah yang mengiringinya saja itu sudah cukup membuat dahi berbekas. semoga bermanfaat. sunaryo On Nov 12, 2007 5:43 PM, arieyhanz <arieyhanz@...> wrote:
Assalamualaikum.. |
Re: >>Tanya : Tayamum, Gambar friendster<<
Abu Yaasiin
Wa'alaikumussalam warokhmatuLLOHi wabarokatuh,
toggle quoted message
Show quoted text
Permasalahan yang pertama jelas sekali diterangkan di surah Al Maidah ayat 6, yang perlu diperhatikan adalah apakah seseorang ketika hendak sholat mendapatkan air atau tidak, jika mendapatkan air maka bertayamum tentu tidak disyariatkan, yang disyariatkan yaitu ber-wudlu, dan tentunya menyalahi syariat jika dia mendapatkan air, namun lebih memilih untuk bertayamum, jika tidak maka bertayamum memang di syariatkan, seperti firman ALLOH dalam surah Al Maidah ayat 6, namun dalam itu disebutkan bahawa bertayamum dengan tanah yang bersih (debu) bukan dengan batu. WaLLOHu 'Alam bishowab. Wassalamu'alaikum warokhatuLLOHi wabarokatuh, Abu Yaasiin. PERNYATAAN PARA IMAM UNTUK MENGIKUTI SUNNAH DAN MENINGGALKAN YANG MENYALAHI SUNNAH Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani [2]. MALIK BIN ANAS Imam Malik bin Anas menyatakan : [a] "Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, ambillah ; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah". [1] [b] "Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri". [2] [c] Ibnu Wahhan berkata : "Saya pernah mendengar Malik menjawab pertanyaan orang tentang menyela-nyela jari-jari kaki dalam wudhu, jawabnya : 'Hal itu bukan urusan manusia'. Ibnu Wahhab berkata : 'Lalu saya tinggalkan beliau sampai orang-orang yang mengelilinginya tinggal sedikit, kemudian saya berkata kepadanya : 'Kita mempunyai Hadits mengenai hal tersebut'. Dia bertanya : 'Bagaimana Hadits itu ?. Saya menjawab : 'Laits bin Sa'ad, Ibnu Lahi'ah, Amr bin Harits, meriwayatkan kepada kami dari Yazid bin 'Amr Al-Mu'afiri, dari Abi 'Abdurrahman Al-Habali, dari Mustaurid bin Syaddad Al-Qurasyiyyi, ujarnya : 'Saya melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menggosokkan jari manisnya pada celah-celah jari-jari kakinya'. Malik menyahut :' Hadits ini hasan, saya tidak mendengar ini sama sekali, kecuali kali ini. 'Kemudian di lain waktu saya mendengar dia ditanya orang tentang hal yang sama, lalu beliau menyuruh orang itu untuk menyela-nyela jari-jari kakinya".[3] [Disalin dari Muqaddimah Shifatu Shalaati An-Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa sallama min Takbiiri ilaa At-Tasliimi Ka-annaka Taraahaa, edisi Indonesia Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Media Hidayah - Yogyakarta, hal. 55-57 penerjemah Muhammad Thalib] _________ Foote Note [1]. Ibnu 'Abdul Barr dan dari dia juga Ibnu Hazm dalam kitabnya Ushul Al-Ahkam (VI/149), begitu pula Al-Fulani hal. 72. [2]. Dikalangan ulama mutaakhir hal ini populer dinisbatkan kepada Imam Malik dan dinyatakan shahihnya oleh Ibnu Abdul Hadi dalam kitabnya Irsyad As-Salik (1/227). Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abdul Barr dalam kitab Al-Jami' (II/291), Ibnu Hazm dalam kitab Ushul Al-Ahkam (VI/145, 179), dari ucapan Hakam bin Utaibah dam Mujahid. Taqiyuddin Subuki menyebutkannya dalam kitab Al-Fatawa (I/148) dari ucapan Ibnu Abbas. Karena ia merasa takjub atas kebaikan pernyataan itu, ia berkata : "Ucapan ini diambil oleh Mujahid dari Ibnu Abbas, kemudian Malik mengambil ucapan kedua orang itu, lalu orang-orang mengenalnya sebagai ucapan beliau sendiri". Komentar saya : Kemudian Imam Ahmad pun mengambil ucapan tersebut. Abu Dawud dalam kitab Masaail Imam Ahmad hal. 276 mengatakan : "Saya mendengar Ahmad berkata : Setiap orang pendapatnya ada yang diterima dan ditolak, kecuali Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. [3] Muqaddimah kitab Al-Jarh Wa At-Ta'dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 31-32 dan diriwayatkan secara lengkap oleh Baihaqi dalam Sunnan-nya (I/81) ----- Original Message -----
From: nur hanisah To: assunnah@... Sent: Saturday, November 10, 2007 3:54 PM Subject: [assunnah] Tanya : Tayamum, Gambar friendster Assalamualaikum warahmatullah.menarik sekali perbincangan di dalam kumpulan ini.soal jawab agama dan isu semasa.alhamdulillah.saya baru saja menyertai kumpulan ini dan alhamdulillah,banyak manfaat yang saya peroleh di sini walaupun pada awalnya agak sukar nak memahami bahasa kerana saya dari Malaysia,harap penyertaan saya diterima antum semua dengan hati terbuka.di sini saya ingi bertanyakan beberapa persoalan: 1.Di negara tempat saya belajar,orang tempatan di sini menggunakan mazahab maliki.dan apa yang saya perhatikan,mereka jarang berwuduk sebaliknya lebih banyak bertayamum menggunakan batu yang telah disediakan di setiap masjid.persoalannya di sini,adakah batu juga termasuk dalam salah satu alat tayamum,dan adakah terdapat di dalam mazhab maliki,dibenarkan bertayamum setiap masa? 2.apakah hukum seorang wanita yang berhijab menutup sebahagian wajah dan hanya menampakkan mata dan dahinya dan dia meletakkan gambarnya di friendster atau di tempat-tempat yang boleh ditonton oleh orang awam.dan ramai pula lelaki yang memuji2 kecantikan matanya.adakah dia dikira mempermainkan agama? saya harap ,antum semua dapat memahami soalan-soalan saya.dan saya amat berharap jasa baik antum semua untuk menjawab persoalan ini.terima kasih. |
to navigate to use esc to dismiss