Keyboard Shortcuts
ctrl + shift + ? :
Show all keyboard shortcuts
ctrl + g :
Navigate to a group
ctrl + shift + f :
Find
ctrl + / :
Quick actions
esc to dismiss
Likes
Search
Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 24 = Pokok-pokok Manhaj Salaf 4/6]
Yayat Ruhiat
¿ªÔÆÌåÓý?
POKOK-POKOK MANHAJ SALAF
?
Oleh
Khalid bin Abdur Rahman
al-'Ik
Bagian Keempat dari Enam Tulisan
[4/6]
?
Ta'wil Bisa Dibenarkan bila
Maksudnya Tafsir
?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
mengatakan 3) : "Sesungguhnya lafal ta'wil
menurut pemahaman orang-orang yang suka bertentangan (yakni Ahlul Kalam),
bukanlah ta'wil yang dimaksud dalam At-Tanzil (wahyu yang diturunkan). Bahkan
bukan pula yang dikenal oleh para ulama tafsir terdahulu.
?
Sesungguhnya para ulama tafsir Al-Qur'an
terdahulu memahami lafal ta'wil dengan maksud tafsir. Ta'wil semacam ini dapat
diketahui oleh ulama yang mengetahui tafsir Al-Qur'an. Oleh sebab itulah Imam
Mujahid, imamnya ahli tafsir dan murid Ibnu Abbas, pernah menanyakan seluruh
tafsir Al-Qur'an kepada Ibnu Abbas, dan Ibnu Abbas pun telah menjelaskan tafsir
seluruhnya. Ketika beliau (Mujahid) mengatakan : "Sesungguhnya orang-orang yang
benar-benar ahlil-ilmi (Ar-Rasikhum fi Al-'Ilmi) jika memahami tentang
ta'wil, maka maksud ta'wil itu adalah tafsir yang telah disebutkan Ibnu Abbas
padanya".
?
Adapun lafal ta'wil menurut At-Tanzil
(wahyu yang diturunkan), maknanya adalah "hakikat", yakni sesuatu yang
menjadi asal sebuah pembicaraan. Dan itu sama dengan hakikat-hakikat yang telah
diberitakan oleh Allah Ta'ala, misalnya ta'wil tentang hari akhir yang telah
diberitakan oleh Allah ialah kejadian yang akan terjadi di hari akhir itu
sendiri (hakikat kejadiannya). Ta'wil tentang apa yang Dia beritakan mengenai
Diri-Nya itu sendiri yang Maha Suci lagi tersifati dengan sifat-sifat Maha
Tinggi. Ta'wil (dalam arti hakikat) inilah yang tidak dapat diketahui kecuali
oleh Allah Ta'ala sendiri.
?
Oleh karena itulah kaum salaf mengatakan
:"Istiwa' telah dimaklumi (maknanya), sedangkan bagaimana hakikatnya
itu majhul (tidak dapat diketahui)". Untuk itu kaum salaf
mengistbatkan (menetapkan) pengetahuan tentang Istiwa'. Inilah
yang disebut ta'wil dalam arti tafsir, yaitu memahami makna yang dimaksud oleh
suatu pembicaraan, sehingga dapat merenungi, memahami dan mengerti.
?
Sedangkan perkataan mereka "Al-Kaif
(bagaimana hakikatnya) adalah majhul (tidak dapat diketahui). Hal
ini adalah ta'wil yang hanya bisa diketahui oleh Allah semata, yaitu tentang
hakikat yang tiada satu mahluk pun dapat mengetahuinya".
?
Pada tempat lain Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata pula 2) : "
...... sesungguhnya yang dimaksud dengan lafal ta'wil dalam Al-Qur'an ialah
hakikat suatu perkara, meskipun hakikat itu sama dengan makna yang ditunjukan
dan dipahami dari zhahir-nya lafazh".
?
Terkadang pula yang dimaksud dengan ta'wil
adalah penafsiran dari suatu perkara serta penjelasan maknanya, walaupun
penjelasan makna itu sama dengan lafal perkataan tadi. Dan istillah ta'wil
dengan makna kedua inilah yang menjadi istilahnya mufassir terdahulu seperti
Mujahid dan lain-lain. Tetapi istilah ta'wil kadang juga dimaksudkan dengan
pengalihan suatu lafal dari kandungan makna yang rajih menuju kemungkinan makna
yang marjuh disebabkan ada suatu dalil yang mengiringinya.
?
Pengkhususan istilah ta'wil dengan makna
terakhir ini hanya ada pada pembicaraan kaum muta'akhirin. Adapun para shahabat,
tabi'in dan semua imam-imam kaum muslimin, seperti imam yang empat dan imam yang
lain, mereka tidak menghususkan istilah ta'wil tersebut untuk makna yang
terakhir itu, tetapi yang mereka kehendaki dengan ta'wil adalah makna yang
petama dan kedua.
?
Oleh karena itulah, sekelompok orang-orang
muta'akhirin berprasangka bahwa lafal (kalimat) ta'wil pada Al-Qur'an atau
Hadits hanya bermakna khusus menurut pengertian terakhir tersebut, seperti dalam
firman Allah :
Mereka meyakini bahwa waqaf (bacaan
berhenti) pada ayat diatas adalah pada :
Sebagai akibat dari prasangka mereka
tersebut, mereka terjebak dalam keyakinan bahwa ayat-ayat seperti di atas dan
hadits-hadits Nabi, mempunyai makna-makna yang berlainan dengan makna yang
langsung bisa dipahami dari lafal nash tersebut. Sementara itu makna yang
dikehendaki dari nash tersebut tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah saja.
Bahkan Malaikat yang turun membawa Al-Qur'an yakni Jibril, dan Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam pun tidak bisa mengetahui makna-maknanya. Begitu
pula nabi-nabi lain, para shahabat serta para tabi'in.
?
Menurut keyakinan mereka, bahwa Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ketika membaca firman-firman Allah
berikut :
Dan ayat-ayat lainnya, beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam tidak mengerti makna-maknanya. Bahkan (menurut persangkaan
mereka) beliau sendiripun tidak memahami kata-katanya sendiri ketika bersabda
:
Bahkan makna yang langsung dapat dimengerti
dari nash di atas, tidak dapat dimengerti kecuali oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Selanjutnya mereka beranggapan bahwa cara-cara semacam ini adalah
caranya kaum salaf".
?
Kemudian pada tempat yang lain lagi,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata 3) :
"Ayat-ayat yang disebut oleh Allah sebagai ayat-ayat mutasyabihat yakni yang
tidak dapat diketahui ta'wil-nya kecuali oleh Allah ; yang dimaksud
"tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah" hanyalah pengetahuan tentang tafsir
dan maknanya. Sebagaimana hanya ketika Imam Malik rahimahullah ditanya tentang
firman Allah :
"Bagaimana Ar-Rahman ber-istiwa'
(bersemayam) ?" Beliau menjawab : "Al-Istiwa' telah dipahami
(maknanya), sedangkan Al-Kaif (bagaimana hakikat istiwa'
[bersemayam] tidak dapat diketahui (majhul). Beriman terhadap
istiwa'-Nya wajib dan bertanya tentang "Bagaimana (hakikat)nya adalah
bid'ah". Demikian pula sebelumnya, Rabi'ah dan Ibnu 'Uyainah pun telah
memberikan jawaban serupa dengan jawaban Imam Malik.
?
Imam Malik telah menjelaskan bahwa makna
istiwa' telah dipahami, sedangkan kaifiyah (cara istiwa-Nya) adalah majhul
(tidak dapat dimengerti).
?
Dengan demikian kaif (hakikat) yang majhul
inilah di antara arti ta'wil yang tidak dapat dimengerti melainkan oleh Allah
semata. Adapun makna yang dapat dipahami (diketahui) baik istiwa maupun yang
lainnya, maka itu adalah ta'wil yang bermakna tafsir yang telah dijelaskan
maknanya oleh Allah dan Rasul-Nya.
?
Allah Ta'ala telah memerintahkan supaya kita
menghayati Al-Qur'an dan telah memberitakan bahwa Dia telah menurunkan Al-Qur'an
untuk dipahami. Sedangkan penghayatan serta pemahaman tidak mungkin akan bisa
dilaksanakan melainkan jika si pembaca menjelaskan maksud pembicaraannya. Adapun
apabila seseorang berbicara dengan lafal-lafal yang mengandung banyak makna,
lalu dia menjelaskan maksudnya, tentu pembicaraannya tidak mungkin bisa dipahami
dan dihayati.
?
Bersambung
KAIDAH KETIGA : Mencari
Pembuktian Berdasarkan ..
Fote Note.
1. Dar'u Ta'arudh
Al-Aql wa An-Naql, Ibnu Taimiyah, jilid 5/381-383, Tahqiq. Dr Muhammad Rosyad
Salim
2. Dar'u Ta'arudh
Al-Aql wa An-naql. Ibnu Taimiyah, jilid I/14-15
3. Dar'u Ta'arudh Al-Aql wa An-naql. Ibnu Taimiyah, jilid
I/9
?
|
to navigate to use esc to dismiss