assalamualaikum
berkait dengan masalah ini bagaimana hukumnya bila menggunakan tissue baik
cebok untuk buang air kecil dan besar. apakah cukup ?
---------
Alhamdulillahirrabil 'alamin
Dalam masalah ini saya akan bawakan penjelasan Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah
dalam buku Al-Jami' Fii Fiqhi An-Nisa' (Fiqih Wanita) terbitan Pustaka
Al-Kautsar.
BENDA YANG TIDAK BOLEH DIGUNAKAN UNTUK BERSUCI
Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam melarang bersuci dengan menggunakan
benda najis. Dalil yang melandadasi adalah hadits riwayat dari Ibnu Mas'ud
Radhiyallahu anhu, dimana ia menceritakan :
"Pada waktu Nabi buang air besar, beliau pernah menyuruhku untuk membawakan
tiga batu. Akan tetapi, aku hanya mendapatkan dua butir batu. Selanjutnya
aku mencari batu yang ketiga, namun tidak juga mendapatkannya. Lalu aku
mengambil kotoran( yang telah kering) dan membawanya kepada beliau sebagai
batu yang ketiga. Maka beliau hanya mengambil dua butir dan membuang kotoran
yang telah kering tersebut seraya bersabda :'Ini adalah kotoran '". (Hadits
Riwayat Ahmad, Bukhari, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i).
Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad terdapat tambahan lafazh :
"Bawakanlah kepadaku battu yang lain".
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan, bahwa kotoran
binatang yang telah kering pun tidak dapat mensucikan najis, sedangkan
tulang-belulang binatang adalah salah satu dari makanan bangsa Jin.
Disamping itu juga beliau mengingatkan agar tidak menggunakan segala jenis
makanan serta hal-hal yang harus dihormati untuk membersihkan najis seperti
bagian dari tubuh hewan, KERTAS atau KITAB dan lain sebagainya.
Mengenai najis ini tidak ada perbedaan antara yang masih basah maupun yang
sudah kering. Jika anda beristinja' dengan menggunakan benda yang dilarang,
maka istinja' Anda tersebut TIDAK SAH. Setelah itu, Anda harus bersuci
kembali dengan menggunakan AIR dan tidak boleh menggunakan pecahan batu.
Karena, pada bagian yang harus disucikan tersebut telah terkena najis yang
lain. Meskipun Anda beristinja dengan menggunakan makanan atau hal-hal yang
harus dihormati, maka tetap istinja' Anda ini tidak SAH, akan tetapi harus
menggunakan AIR.
(Fiqih Wanita. hal 31-32)
Kemudian saya tambahkan juga dari KITAB TARJAMAH HADITS BULUGHUL MARAM
oleh Ibnu Hajar Atsqalani, terbitan Gema Risalah Press
BAB. TATA CARA MEMBUANG AIR.
Hadits nomor 102.
"Dari Abu Qatadah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda : 'Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu menyentuh
kemaluannya dengan tangan kanan ketika sedang kencing, jangan membersihkan
bekas kotorannya dengan tangan kanan, dan jangan pula bernafas dalam tempat
air" (Muttafaq Alaih dala lafadnya menurut riwyat Muslim).
Hadits nomor. 103.
Salman Radhiyallahu anhu berkata : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam,
benar-benar telah melarang kami (membersihkan kotoran) dengan tagan kanan,
atau beristinja' dengan batu kurang dari tiga biji, atau bersitinja' dengan
kotoroan hewan atau dengan tulang. (Hadits Riwayat Muslim).
Kemudian saya tambahkan juga keterangan dari buku Fiqih Wanita, mengenai
cara buang Air Besar.
CARA BERSUCI DARI BUANG AIR BESAR
Bersuci dari air besar merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Caranya
adalah dengan tiga kali usapan, demikian pendapat yang dikemukakan oleh Imam
Asy-Syafi'i Rahinahullah. Adapaun yang dijadikan landasan adalah hadits yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Ahnu :"Bahwa Nabi memerintahkan
untuk menggunakan tiga batu dan melarang menggunakan kotoran binatang dan
potongan tulang".
Juga Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Majah serta Abu
Awanah dan ASy-Syafi'i dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dengan lafadz
sebagai berikut :
"Hendaklah salah seorang diantara kalian beristinja dengan menggunakan tiga
batu".
Kedua nash diatas secara jelas menyebutkan, bahwa memenuhi tiga usapan
merupakan hal yang wajjib. Sementara dalam masalah ini masih terdapat
perbedaan pendapat diantara para ulama.
Imam Asy-Syafi'i mengatakan :"Tidak boleh kurang dari tiga batu meskipun
dengan menggunakan alat selain batu. Apabila tidak sampai tiga batu, maka
harus menambahnya sampai berjumlah tiga. Sedang apabila lebih dari tiga.
maka disunatkan untuk menutupnya dengan angka ganjil".
Sementara Abu Hanifah mengatakan :"Yang disunnatkan adalah bersuci dan tidak
disunatkan untuk melakukannya dengan jumlah ganjil". Dalam mentakwilkan
hadist mengenai jumlah ganjil ini beliau (Abu Hanifah) berpendapat, bahwa
yang dimaksudkan dengan kata ganjil adalah melakukannya sebanyak tiga kali.
Selanjutnya Abu Hanifah mengatakan :"Disunnatkan bersuci dengan menggunakan
air. Sebagaimana hadits dari Umar bin Khaththab, bahwa Rasulullah berwudhu
dengan menggunakan air pada bawah kainnya". Mengenai hadits ini, penulis
berpendapat, bahwa pengetian "wudhu" dimaksud adalah mencuci dan
membersihkannya. Demikian itulah yang menjadi pendapat para ulama secara
umum.
Sedangkan Imam Malik berpendapat, bahwa yang wajib adalah bersuci meskipun
dengan menggunakan pecahan-pecahan dari sebuah batu.
Adapun Imam Ahmad bin Hambal mengatakan :"Bersuci dari buang air besar itu
dilakukan sebanyak tiga kali. Senadainya dengan satu atau dua cucian saja
wujud najis itu telah hilang, maka tetap diahruskan untuk melakukan cucian
yang ketiga. Sedangkan Istinja dengan menggunakan batu, apabila dengan tiga
batu telah bersih, maka harus ditambah. .... dst
(Fiqih Wanita. hal . 30-31)
Demikianlah keterangan-keterangan yang saya ambil/cuplik dari buku AL-JAMII
FII FIQHI AN-NISAA/FIQIH WANITA karya Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah Dan
Tarjamah BULUGHUL MARAM Oleh Ibnu Hajar Atsqalani.
Sebenarnya, saya BERAT sekali untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini,
karena saya sendiri bukanlah Ahli Ilmu, namun dalam rangka taqarrub kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala, saya berusaha membantu persoalan diatas, tentunya
dengan 'MENYALIN KETERANGAN ATAU PENJELASAN DARI BUKU-BUKU' yang ada di
Perpustakaan As-Sunnah Jakarta, supaya penjelasan atau atau keterangan yang
saya angkat di sini (ml asunnah) terhindar dari pendapat pribadi semata.
Untuk itu terjadinya kekeliruan atau kesalahan tidak dapat dihindarkan, oleh
karenanya koreksi dan perbaikan dari semua pihak sangat diharapkan, agar
kita bisa lebih melempangkan jalan untuk mendekatkan diri ke Jannah dan
menjauhkan diri dari siksa api neraka.
Wallahul Musta'an