Keyboard Shortcuts
ctrl + shift + ? :
Show all keyboard shortcuts
ctrl + g :
Navigate to a group
ctrl + shift + f :
Find
ctrl + / :
Quick actions
esc to dismiss
Likes
Search
Masalah-masalah Penting Dalam Islam [Masalah - 16 = Nabi Tidak Pernah Shalat lebih dari 11 Raka'at]
Y & R
开云体育?
NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
Tidak Pernah Shalat
LEBIH DARI 11 RAKA'AT
oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani
?
? ?
Pada fasal terdahulu [masalah ke 15 -pen],
kami ketengahkan beberapa keterangan tentang anjuran berjama'ah
?pada shalat Tarawih, maka pada fasal ini akan diterangkan jumlah
raka'at yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kerjakan bersama shahabatnya
pada waktu itu.
?
Sehubungan dengan masalah ini kami hanya menyebutkan dua
hadits yaitu :
?
Pertama.
"Artinya : Dari Abi Salamah bin Abdurrahman bahwasanya ia bertanya kepada 'Aisyah radyillahu anha tentang shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di bulan Ramadhan. Maka ia menjawab ; Tidak pernah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam kerjakan (tathawwu') di bulan Ramadhan dan tidak pula di lainnya lebih dari sebelas raka'at 1) (yaitu) ia shalat empat (raka'at) jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian ia shalat empat (raka'at) 2) jangan engkau tanya panjang dan bagusnya kemudian ia shalat tiga raka'at". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim] Selain oleh Bukhari dan Muslim, hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud I:210, Tirmidzi II:302-303, Nasa'i I:248, Malik I:134, Baihaqi II:495-496 serta Ahmad VI:36,73,104. ------------ 1) Pada riwayat lain bagi Abi Syaibah II:16/1 dan Muslim serta lainnya disebutkan bahwa shalat beliau dibulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya adalah 13 raka'at, termasuk pada jumlah tersebut dua raka'at Fajar/Shubuh. Tetapi pada riwayat lain dari Malik dan juga Bukhari bahwasanya 'Aisyah berkata : Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, shalat malam 13 raka'at, kemudian ketika mendengar adzan shubuh, ia shalat dua raka'at yang ringan. Pada zahirnya kedua riwayat diatas kelihatan bertentangan, tetapi sebenarnya tidak demikian halnya, sebab tambahan dua raka'at yang ada pada riwayat Malik dan Bukhari bisa diartikan ba'diyah Isya' atau shalat Iftitah (Shalat pembukaan sebelum memulai shalat malam). Tentang shalat Iftitah ini Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, biasa memulai shalat malam (11 raka'at) itu dengan dua raka'at yang ringan. Adapun perincian 13 raka'at yang dimaksud pada riwayat di atas adalah sebagaimana riwayat Zaid bin Khalid Al-Juhani, bahwasanya ia berkata :"Aku perhatikan shalat malam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu (Ia) shalat dua raka'at yang ringan, kemudian ia shalat dua raka'at yang panjang sekali, kemudian shalat dua raka'at, dan dua raka'at ini tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya, kemudian shalat dua raka'at (tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian shalat dua raka'at (tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian shalat dua raka'at (tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian witir satu raka'at, yang demikian adalah 13 raka'at". Diriwayatkan oleh Malik, Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud dan Ibnu Nashr. Untuk penulis lebih cenderung mengatakan dua raka'at yang ringan adalah dua raka'at ba'diyah Isya'; dasarnya adalah riwayat Ibnu Nashr dalam kitab Qiyamul Lail halaman 48 dimana diceritakan : Bahwa kami (shahabat) pulang dari Hudaibiyah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika sampai di Suqya (kota yang terletak antara Mekkah dan Madinah), Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri dan Jabir ada di sisinya, kemudian mereka berdua shalat Isya', kemudian shalat tiga belas raka'at. Kedudukan hadits ini memang tidak begitu kuat karena pada sanadnya terdapat rawi SYARHABIL BIN SA'AD, padanya terdapat kelemahan. Sungguhpun demikian ia dapat dijadikan pertimbangan, bahwa sunnah ba'diyah Isya' masuk dalam jumlah 13 raka'at tersebut. Wallahu 'Alam. 2) Maksudnya dengan satu kali salam, Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan, bahwa disebut demikian, untuk menunjukan bolehnya satu kali salam. Yang lebih afdhal adalah memberi salam dalam setiap dua raka'at sebagaimana sabda beliau :"Shalat malam dan siang, dua raka'at dua raka'at. Sedang penulis memilih pendapat kedua. Begitu pula para pengikut Imam Syafi'i, bahkan mereka beranggapan salam satu kali itu tidak shah shalatnya. Kedua.
"Artinya :Dari Jabir bin Abdullah radyillahu 'anhum, ia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan (sebanyak) delapan raka'at dan witir (satu raka'at). Maka pada hari berikutnya kami berkumpul di masjid dan mengharap beliau keluar (untuk shalat), tetapi tidak keluar hingga masuk waktu pagi, kemudian kami masuk kepadanya, lalu kami berkata : Ya Rasulullah ! Tadi malam kami telah berkumpul di masjid dan kami harapkan engkau mau shalat bersama kami, maka sabdanya "Sesungguhnya aku khawatir (shalat itu) akan diwajibkan atas kamu sekalian.". [Hadits Riwayat Thabrani dan Ibnu Nashr]. Catatan :
?
Ibnu Nashr meriwayatkan hadits ini dalam kitabnya? di? halaman
90, sedangkan Thabrani dalam Al-Mu'jamus Shagir, halama108, sanad hadits ini
HASAN karena dikuatkan oleh hadits yang pertama.
?
Dalam kitab Fathul Baari III:10 dan At-Takhlis halaman 119, Al-Hafidz Ibnu
Hajar memberi isyarat penguatannya dengan hadits Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban
yang terdapat dalam kitab shahih mereka berdua.
?
?
KELEMAHAN HADITS 20 RAKA'AT.
?
Dalam kitab Fathul Baari IV:205-206, pada keterangan hadits pertama, Ibnu
Hajar mengatakan : "Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari
hadits Abbas, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat
(malam) di bulan Ramadhan 20 raka'at dan beriwitir satu raka'at itu, sanadnya
lemah. Hadits ini bertentangan dengan hadits 'Aisyah yang terdapat dalam
shahihain. Dalam hal ini 'Aisyah lebih mengetahui hal ihwal Nabi shallallahu
alaihi wa sallam pada malam harinya bila dibandingkan dengan yang
lain".
?
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Imam Az-Zaila'i dalam kitab
Nashbur-Raayah : II :153.
?
Penulis berpendapat : Hadits ini memang lemah sekali, seperti yang
dinyatakan Imam Suyuthi dalam Al-Hawi lil Fatawaa II:73 yang menyebabkan
kelemahannya adalah rawi yang bernama ABU SYAIBAH IBRAHIM BIN 'UTSMAN.
?
Dalam kitab At-Taqriib Ibnu Hajar menyebut rawi ini sebagai Matrukul
Hadits. Penulis telah menelusuri sumber-sumbernya tetapi tidak didapati kecuali
melalui jalannya. Ibnu Abi Syaibah mengeluarkan hadits ini dalam Al-Mushannaf
II:90/2, Abdun bin Hamid dalam Al-Muntakhab Minal Musnad 34:I/1, Thabrani dalam
Al-Mu'jamul Kabir III:148 dan Al-Aushath, begitu pula Adz-Dzahabi dalam
Al-Muntaqa Minhu III:2 dan Baihaqi dalam Sunannya II:496.
?
Semua riwayat ini pasti melalui jalan Ibrahim bin 'Utsman dari Hakim dari
Muqsam dari Ibnu Abbas secara marfu' (sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam).
?
Thabrani mengatakan bahwa tidak diriwayatkan dari Ibnu Abbas kecuali dengan
sanad ini. Baihaqi menegaskan bahwa Abi Syaibah bersendirian (tafarada bihi) dan
ia ini lemah. Begitu pula pernyataan Al-Haitsami dalam Majma'uz Zawaid III:172
bahwa dia itu lemah.
?
Yang sebenarnya ia itu sangat lemah sekali, bahkan Ibnu Hajar mengatakan
bahwa ia Matrukul Hadits (ditingalkan haditsnya), maksudnya haditsnya tidak
dipakai.
?
Ibnu Ma'in menyebutnya Laisa bits-tsiqah = tidak termasuk orang
kepercayaan. Jurjani menyebutnya "saaqit"= yang gugur, sedangkan
Syu'bah mendustakannya dalam suatu cerita/qishah. Bukhari berkata : Sakatu'anhu
(Ulama Hadits mendiamkannya).
?
Pada halaman 118 kitab Ikhtisar fi 'Ulumul Hadits, Ibnu Katsir mengatakan :
Bahwa siapa saja yang dikatakan Bukhari "Sakatu'anhu" berarti rawi itu
berada dikedudukan yang paling rendah dan jelek (menurut pandangannya).
?
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas penulis beranggapan bahwa
haditsnya dapat disejajarkan dengan Hadits Maudlu', karena isinya bertentangan
dengan hadits 'Aisyah dan Jabir, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Hajar
'Asqalani dan Zaila'i di atas, dan lebih dari itu Imam Adz-Dzahabi memasukkan
hadits ini dalam kitab Manakirnya (kumpulan hadits-hadits Munkar).
?
Selanjutnya Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam kitab "Al-Fatawal Kubra"
I:195 menyebut rawi ini Syadidud-dha'fi yaitu sangat lemah sekali, dan
bahwasanya ia biasa meriwayatkan hadits-hadits maudlu', seperti tentang tidak
dibinasakannya ummat kecuali pada bulan Maret atau hadits hari Kiamat tidak akan
datang kecuali pada bulan Maret dan lain sebagainya. Adapun haditsnya di tentang
shalat Tarawih ini termasuk salah satu hadits Munkarnya.
?
Jadi jelas hadits ini tidak dapat dipakai karena seperti yang dikatakan
As-Subki bahwa salah satu syarat bolehnya mengamalkan hadits lemah itu ialah
apabila hadits itu tidak terlalu lemah, sedangkan hadits ini seperti dimaklumi
adalah sangat lemah.
?
Dari ucapan As-Subki terdapat isyarat halus bahwa Ibnu Hajar Haitsami tidak
akan mengamalkan hadits dua puluh raka'at tersebut.
?
Imam Suyuthi, setelah menyebutkan hadits riwayat Ibnu Hiban beliau berkata
:
"Singkatnya dua puluh raka'at itu, tidak pernah dikerjakan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, adapun hadits riwayat Ibnu Hibban tersebut sudah
sesuai dengan hadits 'Aisyah yang menyebutkan bahwa beliau tidak pernah
mengerjakan lebih dari 11 raka'at, baik dalam bulan Ramadhan atau lainnya, sebab
dalam riwayat Ibnu Hibban tersebut diterangkan bahwa beliau shalat Tarawih
delapan raka'at. Kemudian berwitir tiga raka'at, jadi jumlahnya sebelas
raka'at.
?
Indikasi lain yang menunjukkan Nabi shallallhu 'alaihi wa sallam tidak
pernah mengerjakan lebih dari sebelas raka'at adalah karena Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam (menurut kebiasaannya) apabila mengerjakan sesuatu amalan,
maka ia kerjakan dengan tetap, seperti misalnya mengqadha' dua raka'at ba'diyah
Zhuhur setelah shalat Ashar, shalat ini beliau kerjakan dengan tetap, meskipun
kejadiannya hanya sekali.
?
Jadi kalau memang benar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
mengerjakan 20 raka'at, tentu pekerjaan itu tidak akan beliau tinggalkan sama
sekali dan lebih dari itu 'Aisyah radyiallahu 'anha pun tidak akan berani
membuat pernyataan yang membatas bahwa beliau tidak pernah mengerjakan lebih
dari sebelas raka'at seperti disebutkan diatas".
?
Berdasarkan ini penulis dapat menyimpulkan bahwa Imam Suyuthi cenderung
memilih sebelas raka'at dan sekaligus menolak yang dua puluh raka'at karena
kelemahan riwayatnya.
?
?
Dikutip dari buku Kelemahan Hadits Tarawih 20 Raka'at
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Abani
rahimahullah
Penterjemah : Luthfie Abdullah Ismail
? ? Insya Allah menyusul
:
?
|
to navigate to use esc to dismiss