¿ªÔÆÌåÓý

ctrl + shift + ? for shortcuts
© 2025 Groups.io

Bls: >>Tanya: Sajadah=Sutroh?<<


SARJONO PRANOTO
 

Dari: "Nanang, Ruli" <Ruli.Nanang@...>
Terkirim: Selasa, 27 November, 2007 4:40:47
Assalamu'alaikum warokhmatulloh,
Maaf bila pertanyaan ini pernah dibahas sebelumnya, mohon bantuannya,
1. Apakah sajadah yang dibentangkan untuk sholat bisa dikatakan sutrah?
2. Bagaimana hukumnya tidur di dalam mesjid? Misal selepas sholat Dzuhur
sambil menunggu jam masuk kerja.
Wassalamu'alaikum.
Jazakumullohu khoiron,
Ruli
================
waalaikumsalam warohmatullohiwabarokatuh,
akhi Ruli, kebetulan ana lg ngikuti kajian "akhthoil mushallin" (kitab tulisan syaikh Mansyur Hasan Salman) tiap mlm Ahad, mengenai sajadah yg ada di masjid, maka ini tdk bs dijadikan sbg sutrah, krn dulu Nabi n para sahabat menjadikan tombak & tiang masjid sebagai sutrah, dan minimal tinggi sutrah adalah setinggi pelana kuda, demikian yg ana dpt dari kajian tsb (afwan tdk disertai dalil2) n mudah2an artikel tsb dpt membantu.

KESALAHAN ORANG-ORANG YANG SHALAT DALAM MENGHADAP SUTRAH

Oleh
Syaikh Abu 'Ubaidah Masyhur bin Hasan bin Salman

.....
.....
Ibnu Khuzaimah berkata: "Dalil dari pengabaran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam- tersebut, bahwa sesungguhnya yang beliau inginkan dengan sutrah seperti pelana adalah panjangnya bukan lebarnya, yang tegak lagi kokoh. Di antaranya terdapat riwayat dari Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam-, bahwa beliau menancapkan tombak kecil untuknya, lalu beliau shalat menghadap kepadanya. Padahal lebarnya tombak itu kecil tidak seperti lebarnya pelana."[36]

Dia berkata juga: "Perintah Nabi -Shallallahu 'alaihi wa sallam- membuat sutrah (pembatas) dengan anak panah di dalam shalat, maka hal itu sesuatu yang nyata dan tetap, bahwa beliau -Shallallahu 'alaihi wa sallam- menginginkan dalam perintah tersebut adalah sesuatu yang ukuran panjangnya sama seperti pelana, bukan panjang dan lebarnya secara keseluruhan."[37]

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka: Tidak boleh membuat sutrah dengan garis dalam keadaan dia mampu membuat dengan lainnya, meskipun sutrah itu berupa: tongkat, barang, kayu, atau tanah. Walaupun dia harus mengumpulkan batu-batuan, lalu menyusunnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Salamah bin al-Akwa` -radhiyallahu 'anhu-.

Dan yang sangat pantas disebutkan adalah: Hadits tentang menjadikan garis sebagai sutrah adalah dha'if. Telah didha'ifkan oleh Sufyan bin Uyainah, asy-Syafi'i, al-Baghawy dan lainnya. Ad-Daruquthni berkata: "Tidak sah dan tidak tetap." Asy-Syafi'i berkata dalam Sunan Harmalah: "Seorang yang shalat tidak boleh membuat garis di depannya, kecuali ada hadits yang tetap tentang hal itu, maka hadits itu diikuti."

Malik telah berkata dalam al-Mudawanah: "Garis itu bathil." Dan hadits itu telah dilemahkan oleh ulama yang datang di masa akhir, seperti Ibnu Shalah, an-Nawawi, al-Iraqi serta yang lainnya.[38]

abu hamzah al pandawany

Join [email protected] to automatically receive all group messages.