¿ªÔÆÌåÓý

ctrl + shift + ? for shortcuts
© 2025 Groups.io

Tanggapan dan Penjelasan Jawaban ke-1


Yayat Ruhiat
 

¿ªÔÆÌåÓý

?
Jazaakumullah atas koreksi dari akhi Suprayitno.
?
Saya akan mecoba menjelaskan maksud dari jawaban Abu Muadz tentang pertanyaan hukum pergi jihad ke Ambon, dan dalam hal ini sengaja saya muat ulang?jawaban tersebut secara utuh (tidak dipotong-potong), supaya jelas permasalahannya :
?
?
Pertanyaan.
?
Ana ingin menanyakan masalah yang berkaitan dengan jihad ke Ambon.
  1. Bagaimana hukum pergi jihad ke Ambon ?
  2. Jika Fardhu Kifayah tetapi tetap pergi dengan meninggalkan keluarga, mengajar din Islam, apakah dibolehkan ?
?
?
Jawab.
?
Hukum dasar jihad memang Fardhu Kifayah, demikian juga dengan hukum pergi ke Ambon, oleh karena itu kalau ada Fardhu Kifayah dan Fardhu 'Ain, maka hendaknya dahulukanlah Fardhu 'Ain, sebab dia merupakan kewajiban yang tidak boleh diwakili dan diwakilkan oleh orang lain, apalagi sampai misalnya menelantarkan anak dan istri yang menjadi tanggungannya kalau dia seorang suami, atau meninggalkan ummat yang sangat memerlukan ilmunya kalau dia seorang yang 'alim.
?
?
Penjelasan :
?
Uraian diatas?Isnya Allah sudah menjawab pertanyaan No.1 dan 2 yaitu :
?
Hukum dasar jihad memang Fardhu Kifayah, demikian juga dengan hukum pergi ke Ambon [termasuk Fardhu Kifayah juga]
?
Kemudian dari uraian diatas dilanjutkan dengan kalimat : "Oleh karena itu kalau ada Fardhu Kifayah dan Fardhu 'Ain, maka hendaknya dahulukanlah Fardhu 'Ain". Disini saya akan jelaskan? yang termasuk atau dimaksud dengan Fardhu 'Ain adalah kembali ke pertanyaan No. 2 yaitu ; "Jika Fardhu Kifayah tetapi tetap pergi dengan meninggalkan keluarga, mengajar din Islam, apakah dibolehkan .?".
?
Kalimat dengan hurup tebal termasuk kepada? pekerjaan Fardhu 'Ain, sebab dia merupakan kewajiban yang tidak boleh diwakili dan di wakilkan oleh orang lain. Mengurus?anak dan istri (keluarga) apabila dia seorang suami, dan mendakwahkan tauhid kepada ummat (mengajar din Islam) kalau dia seorang?'Alim.
?
Demikian penjelasan dari saya, dan mudah-mudahan Al-Akh Abu Muadz atau yang lainnya bisa melengkapi dan mengoreksi ulang,?disamping itu?juga bisa meluruskan apabila telah terjadi kekeliruan yang sangat nyata.
?
?
Wallahu a'lam bishawaab.
Yayat
?


A L S
 

Assalamu'alaikum wr. wb.

Menanggapi diskusi masalah JIHAD ke AMBON, dengan diikuti kesadaran bahwa saya bukanlah seorang yang berkapasitas untuk memberikan jawaban, ijinkan saya memberikan beberapa pandangan dengan harapan (niat) agar kita dapatkan ilmu (al-haq).

Pertama: Untuk sebuah hikmah, sebelumnya ijinkan saya menyampaikan beberapa point pengingatan berkaitan dengan tanya jawab.

Dalam bundel terakhir majalah as-sunnah (tahun ke III) termuat jawaban atas pertanyaan bagaimana seorang akhwat berda'wah( dibagian akhir hukum memberi salam). Disana As-sunnah merujuk ke nasehat Ibnu Qoyiim yang disebutkan termuat dalam kitab Fathul Majid bab mendakwahkan kalimat LAA ILAHA ILLA ALLAH yakni penjelasan terhadapat QS An-Nahl 125 atau QS Yusuf 108.

saya angkat ini karena kita dapat menempatkan penanya adalah mad'u dan penjawab dalah da'i, sedang masalah jihad tidak lepas kaitannya dengan pendakwahan/penegakan kalimat tauhid tsb.

Secara bebas (sebatas yang saya terkesan) dan mohon di cek lafal persisnya (FATABAYYANU!!) ibnu Qoyiim menasehati da'i agar memperhatikan mad'u apakah ia:
A. seorang pengikut al-haq dan senantiasa sibuk dengan pencarian al^haq? kepada mad'u seperti ini tidak perlu diskusi dan nasehat tapi cukuplah menyampaikan al-hikmah
B. seorang pengikut al-haq tetapi menyibukkan diri dengan urusan lain, pun demikian bila ia tahu al-haq maka akan diikutinya. kepada orang ini sebaiknya disamapaikan at-targib (keutamaan mengamalkan) dan At-tarhib (bahaya meningglkan)
C. seorang yang BUKAN pengikut al-haq dan bila diberi tahu mungkin mengikuti dan mungkin juga berbalik menyerang. Ringkasanya perlakuan secara hikmah pada kelompok C ini tentunya berbeda dengan A dan B.

Apa maksud saya?
Jawaban Al-akh Abu Muadz terhadap pertanyaan tentang jihad ke Ambon (walau secara pribadi saya melihat belum menyentuh inti pertanyaan) DAPAT DIPAHAMI dari pengantar yang diberikan oleh al-akh Yayat (mohon dicek ulang).
Dengan kata lain, penjawab ,insyaallah, telah mempertimbangkan / memperhatikan penanya (terlepas dari tepat/tidaknya),wallahu a'alam.

Besar harapan saya, bahwa seluruh anggota milis ini, bukan hanya akhi Suprayitno hafidzuhullah, ada di kelompok A. Jadi yang diharapkan adalah hikmah (yakni qoola Alla, qoola Rasul wa qoola Sahabah).
Maka kepada penyampai pertanyaan, Jazakallahu khoiron katsir, saya berharap agar kondisi (secara global) anggota ML ini diceritakan lebih jelas lagi kepada penjawab.

Disinilah, insyaallah, tampak pentingnya HIKMAH dan BASHIROH dalam dakwah, semoga allah mengkaruniakannya pada kita semua.

Kedua: Tentang pertanyaan Jihad KeAmbon?
Pertanyaan:

Ana ingin menanyakan masalah yang berkaitan dengan jihad ke Ambon.
1.. Bagaimana hukum pergi jihad ke Ambon ?
2.. Jika Fardhu Kifayah tetapi tetap pergi dengan meninggalkan keluarga, mengajar din Islam, apakah dibolehkan ?

saya melihat penanya telah tahu hukum jihad jadi yang ditanyakan adalah: ke AMBON dan meninggalkan keluarga dan mengajar untuk jihad (ke AMBON).

Bila benar demikian, maka saya sampaiakn bahwa:
1. Tentang hukum jihad dan perang (karena jihad tidak harus perang), Sayyid Sabiq, rh, telah mengupas cukup banyak dalam kitab FIQIH SUNNAH. Disana disebutkan disamping keutamaan jihad juga tentang fiqih jihad seperti kapan jihad menjadi wajib 'ain dll.

2. Tentang ke Ambon, Wallahu a'alam. Saya tidak tahu. Meskipun kita telah memiliki fakta yang akurat tentang kondisi Ambon yang sebenarnya, sehingga jelas maslahah dan mafsadahnya, dimasalah ini tentunya ada juga hukum tentang Syiyasah (politik). Bila telah ada hakim (ulul amr) yang telah syah (terlepas dari tingkat kesempurnaannya) bolehkah kita mengangkat hakim-hakim baru (yang memberangkatkan orang ke jihad) dalam hal ini? Sekali lagi wallahu a'alam.

3.Adapun tentang mana yang perlu didahulukan antara kwajiban 'ain dan kifayah, insyaallah telah jelas dari kaidah fiqih. Disini pertimbangan Maslahah dan mafsadah (menurut Qur'an dan Sunnah, tentunya) masih diperlukan dan bisa jadi CASE by CASE tergantung orangnya. Insyaallah penjelasan dari Al-akh Abu dan Ammu Muadz telah jelas. Wallahu a'lam.


Akhuka fillah ad-dhoir al faqir
Abu Luthfi




______________________________________________________